Pengaruh Komposisi Perekat Urea formaldehida dan Bahan Pengisi Styrofaom Terhadap Kualitas Papan Partikel Dari Limbah Batang Kelapa Sawit

  

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

  Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yaitu tanaman berpohon jenis palem-paleman (Palmae), buahnya menghasilkan minyak kelapa sawit yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan industri dan rumah tangga. Kelapa sawit diketahui berasal dari Guenea di Afrika dan diperkenalkan ke Indonesia sejak zaman Belanda (1848). Sekarang kelapa sawit sudah berkembang sangat pesat, khususnya di Malaysia dan Indonesia, dan sedikit di Thailand. Negara Indonesia dan Malaysia menguasai lebih dari 95% produksi kelapa sawit di dunia saat ini (Bakar, 2003).

  Hadi (2004) mengklasifikasikan tanaman kelapa sawit sebagai barikut : Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Sub-divisi : Liliopsida Kelas : Arecales Famili : Arecales Sub-famili : Elaeis Jacq Genus : Elaeis guineensis Jacq Spesies : Elaeis guineensis Jacq

  Sifat - Sifat Batang Kelapa Sawit

  Kelapa sawit adalah jenis monokotil yang tidak memiliki kambium, pertumbuhan sekunder, lingkaran tahun, kayu muda dan kayu dewasa, cabang, dan mata kayu. Pada umur peremajaan, tinggi batang kelapa sawit dapat mencapai 7-13 m dan diameternya berkisar antara 45-65 cm. (Choon et al., 1991).

  Sifat-sifat dasar dari BKS hampir sama dengan jenis-jenis tumbukhan monokotil lainnya. Balfas (2003) menyatakan bahwa BKS pada dasarnya adalah bahan berkayu yang memiliki struktur relatif tidak seragam dan memiliki kesan struktur seperti batang kelapa dengan konfigurasi serat lebih pendek. Dalam keadaan segar BKS berwarna putih cerah dengan penampakan permukaan cenderung berbulu (fuzzy grain). Hasil penelitian menunjukkan bahwa BKS secara umum memiliki karakteristik fisik, mekanik, keawetan dan pemesinan yang kurang baik dibandingkan dengan kayu biasa.

  Pertumbuhan dan pertambahan diameter batang berasal dari pembelahan sel secara keseluruhan dan pembesaran sel pada jaringan dasar parenkim, juga berasal dari pembesaran serat dari berkas pembuluh. Kerapatan batang kelapa sawit memiliki nilai yang sangat bervariasi pada bagian yang berbeda dari batang

  3

  kelapa sawit. Nilai kerapatan tersebut berkisar antara 200-600 kg/m dengan rata-

  3

  rata 370 kg/m . Kerapatan batang kelapa sawit menurun terhadap ketinggian dan kedalaman bagian batang (Choon et al., 1991) seperti yang terlihat pada Gambar

  1. m tinggi 9 ( )

  • 170 200 350 - 550 200 350

  m

  7

  • 200
  • 180 200 600 - 400

  3 m

  • 250
  • 500 700 200 - 250 500 1 m

  Gambar 1. Kerapatan batang kelapa sawit Sumber : Choon et al. (1991) Keterangan: 3

  = Kerapatan tinggi (600 kg/m )

3

= Kerapatan sedang (400-600 kg/m ) 3 = Kerapatan rendah-menengah (400-550 kg/m ) 3 = Kerapatan rendah (<400 kg/m )

  Kadar air (KA) BKS bervariasi antara 100-500%. Kecenderungan kenaikan kadar air (KA) ini dapat dijelaskan dengan mempertimbangkan distribusi jaringan parenkim yang berfungsi menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh. Ketersediaan jaringan parenkim ini akan semakin berlimpah pada bagian puncak batang dan juga semakin berlimpah dari bagian luar batang ke bagian dalam (pusat) batang (Choon et al., 1991).

  Sifat mekanik kayu menggambarkan variasi kerapatan batang baik pada arah radial maupun vertikal. Tabel 1 membandingkan beberapa sifat mekanik BKS dengan 3 spesies kayu dan 1 jenis monokotil. Tabel 1. Perbandingan Sifat Batang Kelapa Sawit. dengan Beberapa Jenis Kayu

  Spesies Kerapatan (kering oven) kg/m

  

(MPa)

MOR (MPa) Tekan // serat (MPa) Kekerasan (N)

2 MOE

  220-550 800- 8000

  Berat jenis 0,35 0,28 0,20 Kadar air, % 156 257 365 Keteguhan patah, kg/cm

  V V Sumber: Bakar (2003)

  III-V

  V Kelas kuat

  V V

  48 Kelas awet

  39

  26

  67 Susut volume, %

  295 129

  2

  29.996 11.421 6.980 Keteguhan lentur, kg/cm

  2

  Sifat-sifat penting Bagian dalam batang Tepi Tengah Pusat

  8-45 5-25 350-2450 Kayu Kelapa (Cocos nucifera) (60 tahun)

  Kelapa sawit (30 tahun)

  Dari penelitian Bakar (2003) diketahui BKS mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Beberapa sifat penting dari batang kelapa sawit untuk setiap bagian batang dapat dilihat pada Tabel 2.

  58 26 4320 Sumber : Choon et al. (1991)

  530 8800

  brasiliensis )

  73 39 5560 Kayu Karet (Havea

  690 13200

  camphora )

  820 19600 149 75 9480 Kapur (Dryobalanops

  heimii )

  26-105 19-49 520-4400 Cengal (Neobalanocarpus

  250-850 3100- 11400

  Tabel 2. Sifat-Sifat Dasar Batang Kelapa Sawit

  Menurut Balfas (2003), secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari batang kelapa sawit dibandingkan dengan kayu biasa, diantaranya adalah: 1.

  Kandungan air pada kayu segar sangat tinggi (dapat mencapai 500%) 2. Kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenkim dapat mencapai

  45%) 3. Keawetan alami sangat rendah 4.

  Kadar air keseimbangan relatif lebih tinggi 5. Dalam proses pengeringan terjadi kerusakan parenkim yang disertai dengan perubahan dan kerusakan fisik secara berlebihan terutama pada bagian kayu berkerapatan rendah 6. Dalam pengolahan mekanik batang kelapa sawit lebih cepat menumpulkan pisau, gergaji, dan ampelas

7. Kualitas permukaan kayu setelah pengolahan relatif sangat rendah 8.

  Dalam proses pengerjaan akhir (finishing) memerlukan bahan lebih banyak.

  Papan Partikel

  Menurut Haygreen dan Bowyer (1996) papan partikel merupakan gabungan antara partikel kayu dengan penambahan matriks sebagai perekatnya dan dikempa dengan menggunakan hot press. Menurut Tsoumis (1991) papan partikel adalah suatu produk panel yang dibuat dengan menggabungkan antara perekat dengan partikel kayu ataupun bahan lain yang berlignoselulosa dengan memberikan tekanan. Dumanauw (1990) menyatakan papan partikel adalah papan buatan yang terbuat dari serpihan kayu, tahan api dan merupakan bahan isolasi serta bahan akustik yang benar. Namun pada umumnya kelemahan papan partikel sebagai bahan bangunan adalah stabilitas dimensi yang rendah sehingga kebanyakan produk papan partikel ini hanya dipakai untuk interior.

  Maloney (1993) menyatakan bahwa dibandingkan dengan kayu asalnya, papan partikel mempunyai beberapa kelebihan diantaranya yaitu papan partikel bebas mata kayu, ukuran dan kerapatannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan kerapatannya seragam serta mudah dikerjakan, mempunyai sifat isotropis, kemudian sifat dan kualitasnya dapat diatur.

  FAO (1996) papan partikel diklasifikasikan berdasarkan kerapatannya menjadi tiga golongan, yaitu :

  1. Papan partikel berkerapatan rendah (low density particleboard), yaitu

  3 papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 g/cm .

  2. Papan partikel berkerapatan sedang (medium density particleboard), yaitu

  3 papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 – 0,8 g/cm .

  3. Papan partikel berkerapatan tinggi (high density particleboard), yaitu

  3 papan yang mempunyai kerapatan lebih dari 0,8 g/cm .

  Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), tipe partikel yang digunakan untuk bahan baku pembuatan papan partikel adalah : a.

  Pasahan (shaving), partikel kayu kecil berdimensi tidak menentu yang dihasilkan apabila mengetam lebar atau mengetam sisi ketebalan kayu.

  b.

  Serpih (flake), partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang dikhususkan.

  c.

  Biskit (wafer), serupa serpih dalam bentuknya tetapi lebih besar. Biasanya lebih dari 0,025 inci tebalnya dan lebih dari 1 inci panjangnya. d.

  Tatal (chips), sekeping kayu yang dipotong dari suatu blok dengan pisau yang besar atau pemukul, seperti dengan mesin pembuat tatal kayu pulp.

  e.

  Serbuk gergaji (sawdust), berupa serpih yang dihasilkan oleh pemotongan dengan gergaji.

  f.

  Untaian (strand), pasahan panjang, tetapi pipih dengan permukaan yang sejajar.

  g.

  Kerat (silver), hampir persegi potongan melintangnya dengan panjang paling sedikit 4 kali ketebalannya.

  h.

  Wol kayu (excelsior), keratin yang panjang, berombak, ramping juga digunakan sebagai kasuran pada pengepakan.

  Menurut Yusuf (2000), suhu kempa optimum sangat penting mengingat proses pengempaan panas dalam produksi papan komposit merupakan salah satu kunci kualitas papan komposit yang dihasilkan. Pengempaan papan komposit pada suhu di atas suhu optimum akan menyebabkan papan komposit yang dihasilkan over matured sehingga bersifat getas dan menyebabkan ikatan antar partikel menjadi tidak normal, demikian sebaliknya. Pengempaan pada suhu di bawah suhu optimum menyebabkan perekat tidak matang serta kemungkinan partikel plastik yang digunakan belum meleleh. Pengempaan pada suhu optimum diharapkan menghasilkan kualitas rekatan yang baik antara partikel plastik dan partikel kayu. Pada umumnya semakin besar tekanan kempa semakin padat lembaran papan yang dihasilkan.

  Perekat Urea Formaldehida (UF)

  Perekatan partikel umumnya dilaksanakan dengan menggunakan urea formaldehida untuk bagian dalam (interior) papan partikel seperti mebel, lantai, dinding penyekat dan phenol formaldehida (PF) diarahkan untuk papan partikel struktural (Tsoumis, 1991).

  Yang banyak digunakan saat sekarang pada pabrik-pabrik kayu lapis yaitu perkat urea formaldehida. Perekat fenol folmaldehida di gunakan utuk pembuatan kayu lapis tipe I yaitu yag tahan cuaca dan digunakan untuk tujuan yang tahan air seperti kontruksi dan lain-lain. Perekat urea folmaldehida digunakan untuk membuat kayu lapis tipe II yitu kayu yang tahan lembab, digunakan untuk mebel penyekat dan lain-lain. perekat melamin formaldehida manurut JAS digunakan untuk kayu lapis tipe I, sebab tahan air, tapi tidak tahan panas. Perekat-perekat lainnya selain 3 macam perekat yang diterangkan diatas digunakan dalam industry kayu lapis (Kliwon dan Iskandar). Penggunaan perekat terbatas pada produk seperti panel kayu lapis hias, papan partikel pada bagian lantai atau papan serat untuk meubel serta aplikasi interior (Kliwon dan Iskandar 2008).

  Kelemahan perekat UF adalah tidak tahan terhadap cuaca. Rendahnya keawetan ini disebabkan karena adanya gugus amida yang mudah terhidrolisis.

  Karena itu, perekat UF lebih sesuai untuk perekat meubel dan kegunaan lain di dalam ruangan. Kelemahan UF lainnya adalah mudah terhidrolisis sehingga terjadi kerusakan pada ikatan hidrogennya oleh kelembaban atau basah serta asam kuat khususunya pada suhu sedang hingga tinggi. Pada suhu dingin, laju kerusakan perekat struktur sangat lambat tetapi pada suhu di atas 40°C kerusakan dipercepat sedangkan diatas 60°C kerusakan sangat cepat (Achmadi, 1990).

  Styrofoam

  atau expanded polystyrene dikenal sebagai gabus putih yang

  Styrofoam

  biasanya digunakan untuk membungkus barang elektronik. Polistirena sendiri dihasilkan dari styrene (C H CH CH), yang mempunyai gugus phenyl (enam

  6

  5

  9

  cincin karbon) yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari molekul. Penggabungan acak dari benzena mencegah molekul membentuk garis yang sangat lurus sehingga hasilnya merupakan poliester mempunyai bentuk yang tidak tetap, transparan dan dalam berbagai bentuk plastik. Polistirena merupakan bahan yang baik ditinjau dari segi mekanis maupun suhu, namun bersifat agak rapuh dan lunak pada suhu dibawah 100°C (Billmeyer, 1984).

  Polistirena memiliki berat jenis sampai 1.050 kg/m3, kuat tarik sampai 40 MN/m², modulus lentur sampai 3 GN/m², modulus geser sampai 0,99 GN/m², angka poisson 0,33 (Crawford, 1998). Dalam bentuknya yang granular, atau expended polysyirene memiliki berat satuan yang sangat kecil

  styrofoam

  yaitu berkisar antara 13–22 kg/m³. Tetapi dibalik semua keunggulan styrofoam itu dapat menimbulkan kerugian yang sangat merugikan bagi manusia dan alam.

  Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2006, impor styrofoam tahun 2006 mencapai 3.472,667 ton dengan nilai US$ 7.938.106. Akibat dari itu sampah yang ditimbulkan juga meningkat. Kemasan plastik jenis Polistirena sering menimbulkan masalah pada lingkungan karena bahan ini sulit mengalami pengururaian biologik dan sulit didaur ulang sehingga tidak diminati oleh pemulung. Padahal styrofoam termasuk jenis termoplast sehingga dapat di daur ulang dengan pemanasan seperti plastik termoplast lainnya (BPOM, 2008).