MAKALAH KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA YANG EF

MAKALAH
KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA YANG EFEKTIF
Diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Komunikasi Lintas Budaya

Disusun :
Suci Sartika
153121017

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS PRAMITA INDONESIA
TANGERANG
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, sehingga saya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang
mungkin sangat sederhana.
Makalah ini berisikan tentang komunikasi lintas budaya yang efektif. Semoga
makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman

dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Tangerang, 13 Januari 2017
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang heterogen dalam berbagai aspek
seperti keberagaman suku, agama, bahasa, adat istiadat dan sebagainya. Sementara itu,
perkembangan dunia yang semakin pesat menuntut manusia harus berinteraksi dengan
pihak lain yang menuju kearah global, sehingga tidak memiliki lagi batas-batas,
sebagai akibat dari perkembangan teknologi.
Oleh karena itu, masyarakat harus siap untuk menghadapi situasi-situasi baru dengan
keberagaman kebudayaan atau lainnya. Antara komunikasi dan interaksi harus
berjalan antara satu dengan yang lainnya. Dalam berkomunikasi dengan konteks

keberagaman kebudayaan sering kali menemui masalah atau hambatan-hambatan
bahkan dapat memicu terjadnya konflik, misalnya saja dalam penggunaan bahasa,
lambang-lambang, nilai atau norma-norma masyarakat dan lain sebagainya. Pada hal
syarat untuk terjalinya hubungan itu tentu saja harus ada saling pengertian dan
pertukaran informasi atau makna antara satu dengan lainnya.
Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik. Budaya menjadi bagian
dari prilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan
memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Pada satu sisi, komunikasi
merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya
masyarakat, baik secara horizontal dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya,
ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah, sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Efektivitas Komunikasi Antarbudaya?
2. Apakah yang dimaksud dengan Hambatan-Hambatan dan Langkah Solutif?
3. Kategori apa yang menjadi kebiasaan berkomunikasi yang efektif?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
komunikasi lintas budaya yang efektif di Indonesia dan pengaplikasiannya dalam

kehidupan sehari-hari serta untuk pemenuhan tugas mata kuliah Komunikasi Lintas
Budaya.

BAB II
KAJIAN TEORI

Komunikasi Lintas Budaya
1. Pengertian komunikasi Lintas Budaya
Berbicara mengenai komunikasi antar budaya, maka kita harus melihat dulu beberapa
defenisi yang dikutip oleh Ilya Sunarwinadi (1993:7-8) berdasarkan pendapat para
ahli antara lain :
a. Sitaram (1970)
Seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak

yang berbeda

kebudayaan.
b. Samovar dan Poter (1972)
Komunikasi antar budaya terjadi manakalah bagian yang terlibat dalam kegiatan
komunikasi tersebut membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda

yang mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya berupa pengalaman,
pengetahuan, dan nilai.
c. Rich (1974)
Komunikasi lintas budaya terjadi ketika orang-orang berbeda kebudayaan.
d. Stewart(1974)
Komunikasi antara budaya yang mana terjadi dibawah suatu kondisi kebudayaan yang
berbeda bahasa, norma-norma, adat istiada dan kebiasaan

e. Carley H. Dood (1982)
Komunikasi antar budaya adalah pengiriman dan penerimaan pesan-pesan dalam
konteks perbedaan kebudayaan yang menghasilkan efek-efek yang berbeda.
f. Young Yun Kim (1984)
Komunikasi antar budaya adalah suatu peristiwa yang merujuk dimana orang – orang
yang terlibat di dalamnya baik secara langsung maupun tak tidak langsung memiliki
latar belakang budaya yang berbeda.
Seluruh defenisi diatas dengan jelas menerangkan bahwa ada penekanan pada
perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses
komunikasi antar budaya. Komunikasi antar budaya memang mengakui dan
mengurusi permasalahan mengenai persamaan dan perbedaan dalam karakteristik
kebudayaan antar pelaku-pelaku komunikasi, tetapi titik perhatian utamanya tetap

terhadap proses komunikasi individu individu atau kelompokkelompok yang berbeda
kebudayaan dan mencoba untuk melakukan interaksi.
Menurut Liliweri (2004:9) Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan
adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari budaya
yang lain. Jadi komunikasi antar budaya adalah pertukaran makna yang berbentuk
simbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang budayanya. Lain
halnya dengan Devito (dalam Maulista, 2013:3) Komunikasi antarbudaya merupakan
komunikasi yang terjadi di antara orang- orang dari kultur yang berbeda, yakni antara
orang-orang yang memiliki kepercayaan, nilai dan cara berperilaku kultural yang
berbeda.
Komunikasi Antarbudaya melibatkan berbagai tingkat perbe-daan keanggotaan
kelompok budaya. Komunikasi Antarbudaya melibatkan penyandian simultan dan

menerjemahkan pesan verbal dan nonverbal dalam proses pertukaran makna. Banyak
komunikasi antarbudaya melibatkan pertemuan makna yang berbeda atau bertolak
belakang. Komunikasi Antarbudaya selalu terjadi dalam konteks. Komunikasi
Antarbudaya selalu terjadi dalam sistem yang tertanam secara dalam.

2. Dimensi Komunikasi Antar Budaya
Ada tiga dimensi yang perlu diperhatikan dalam komunikasi lintas budaya antara lain:

a. Tingkat keorganisasian kelompok budaya
Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam tingkat
lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan
mencakup :
1) Kawasan – kawasan di dunia, seperti : budaya timur/barat.
2) Sub kawasan-kawasan di dunia, seperti : budaya Amerika Utara/Asia Tenggara.
3) Nasional/Negara, seperti, : Budaya Indonesia/Perancis/Jepang
4) Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti : budaya orang Amerika
Hutam, budaya Amerika Asia, budya Cina Indonesia
5) Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis kelamin
kelas sosial. Countercultures (budaya Happie, budaya orang dipenjara, budaya
gelandangan, budaya kemiskinan).
b. Konteks Sosil
Macam komunikasi antar budaya dapat lagi diklasifikasi berdasarkan konteks sosial
dari terjadinya. Yang biasanya termasuk dalam studi komunikasi antar budaya:
1) Bisnis
2) Organisasi

3) Pendidikan
4) Akulturasi imigran

5) Politik
6) Penyesuain perlancong/pendatang sementara
7) Perkembangan aalih teknologi/ pembangunan/ difusi inovasi
8) Konsultasi terapis
Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaa dalam hal unsur-unsur dasar
dan proses komunikasi manusia (transmitting, receiving, processing).Tetapi adanya
pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu
membentuk pola-pola persepsi pemikiran. Penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal
serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi
tambahan yang mempengaruhi prose-proses komunikasi antar budaya.
c. Saluran komunikasi
Saluran komunikasi dapat dbagi menjadi:
1) Antar pribadi/interpersonal/person-person
2) Media masa

a. Prinsip-prinsip Komunikasi yang berkaitan dengan kebudayaan
Setelah melihat secara umum peta situasi dalam bidang ilmu komunikasi saat ini,
kiranya perlu ditinjau secara lebih rinci apa hakekat pokok komunikasi. Tinjauan bisa
dilihat dengan suatu asumsi dasar bahwa komunikasi ada hubungannya dengan
prilaaku manusia dan pemenuhan kebutuhan untuk berinteraksi dengan makhluk

lainnya (communication hunger) . Hampir setiap orang butuh untuk mengadakan
kontak sosial dengan orang lain. Kebutuhan ini dipenuhi melalui saling pertukaran

pesan yang dapat menjembatani individu-individu agar tidak terisolir. Pesan-pesan
diwujudkan melalui prilaku manusia. Dalam hal demikian maka ada dua persyaratan
yang harus dipenuhi:
a. Perilaku apapun harus diamati oleh orang lain
b. Perilaku tersebut harus menimbulkan makna bagi orang lain. Implikasi dari
pernyataan ini adalah:


Kata “apapun” mengandung arti bahwa baik perilaku komunikasi verbal maupun

nonverbal dapat berfungsi sebagai pesan. Pesan-pesan verbal terdiri dari kata-kata
terucapkan maupun tertulis, sedangkan pesan-pesan non verbal merupakan
keseluruhan perilaku-perilaku sisanya,yang tidak termasuk verbal, tetapi juga dapat
dilekatkan makna padanya.


Perilaku dapat terjadi baik secara sadar maupun tidak sadar. Prilaku tidak sadar


terutama pada non verbal
Seringkali prilaku juga terjadi tanpa ada maksud tertentu dari pelakunya, tetapi
dipersepsikan dan diberikan makna oleh orang lain Dengan pengertian lain makna
komunikasi dapat dirumuskan secara umum sebagai : “…sesuatu yang terjadi bilaman
makna dilekatkan pada prilaku atau pada hasil/akibat dari prilaku tersebut”. Ini berarti
bahwa setiap saat seseorang memperhatikan prilaku atau akibat dari prilaku kita serta
memberikan makna padanya, maka komunikasi telah terjadi, tanpa harus dibatasi
apakah prilaku itu dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja, dengan maksud atau
tanpa maksud. Jika hal ini kita renungkan lebih dalam lagi, maka nampaknya tidak
mungkin bagi kita untuk bertingkah laku. Dan jika tingkah laku memiliki kemampuan
komunikasi, tentunya tidak mungkin pula bagi kita untuk berkomunikasi (“We cannot
not communicate”).

b. Dimensi Komunikasi Lintas Budaya
Dalam suatu kebudayaan yang ada, pasti memiliki ciri-ciri kebudayaan yang satu
berbeda dengan ciri-ciri budaya di daerah lain. Ciri-ciri budaya antara lain:
a. budaya bukan bawaan tetapi dapat dipelajari
b. budaya dapat disampaikan dari orang ke orang, kelompok ke kelompok dan dari
generasi ke generasi.

c. budaya berdasarkan symbol
d. budaya bersifat dinamis, suatu system yang terus berubah sepanjang waktu
e. budaya bersifat selektif, mereprentasikan pola-pola perilaku pengalaman manusia
yang jumlahnya terbatas
f. berbagai unsur budaya saling berkaitan
c. kaitan antara Komunikasi dan Kebudayaan
Dari berbagai definisi tentang KAB seperti yang telah dibahas sebelumnya, dampak
bahwa unsur pokok yang mrndasari proses KAB ialah konsep-konsep tentang
“Kebudayaan” dan “Komunikasi”. Hal ini pun digarisbawahi oleh Sarbaugh (1979:2)
dengan pendapatnya bahwa pengertian tentang komunikasi antar budaya memerlukan
suatu pemahaman tentang konsep-konsep komunikaasi dan kebudayaan serta saling
ketergantungan antara keduanya. Saling ketergantungan ini terbukti, menurut
Serbaugh, apabila disadari bahwa:
a. Pola-pola komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu
kelompok kebudayaan khusus tertentu.
b. Kesamaan tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya
dimungkinkan berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.

Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak terpisahkan antara
komunikasi dan kebudayaan yang kurang lebih sebagai berikut: Kebudayaan

merupakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki bersama;
untuk mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan
komunikasi memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan
dimiliki bersama.
Hubungan antara individu dan kebudayaan saling mempengaruhi dan saling
menentukan. Kebudayaan diciptakan dan dipertahankan melalui aktifitas komunikasi
para individu anggotanya. Secara kolektif prilaku mereka secara bersama-sama
menciptakan realita (kebudayaan) yang mengikat dan harus dipatuhi oleh individu
agar dapat menjadi bagian dari unit. Maka jelas bahwa antara komunikasi dan
kebudayaan terjadi hubungan yang sangat erat:


Disatu pihak, jika bukan karena kemampuan manusia untuk menciptakan bahasa

simbolik, tidak dapat dikembangkan pengetahuan, makna, simbol-simbol, nilai-nilai,
aturan-aturan dan tata, yang memberi batasan dan bentuk pada hubungan-hubungan ,
organisasi-organisasi dan masyarakat yang terus berlangsung. Demikian pula, tanpa
komunikasi tidak mungkin untuk mewariskan unsur-unsur kebudayaan dari satu
generasi kegenerasi berikutnya, serta dari satu tempat ke tempat lainnya. Komunikasi
juga merupakan sarana yang dapat menjadikan individu sadar dan menyesuaikan diri
dengan subbudaya-subbudaya dan kebudayaan-kebudayaan asing yang dihadapinya.
Tepat

kiranya

jika

dikatakan

bahwa

kebudayaan

dirumuskan,

dibentuk,

ditransmisikan daan dipelajari melalui komunikasi.


Sebaliknya, pola-pola berpikir, berprilaku, kerangka acuan dari

individu-individu sebahagian terbesar merupakan hasil penyesuaina diri dengan cara-

cara khusus yang diatur dan dituntut oleh sistem sosial dimana mereka berada.
Kebudayaan tidak saja menentukan siapa dapat berbicara dengan siapa, mengenai apa
dan bagaimana komunikasi sebagainya berlangsung, tetapi juga menentukan cara
mengkode atau menyandi pesan atau makna yang dilekatkan pada pesan dan dalam
kondisi bagaimana macam-macam pesan dapat dikirimkan dan ditafsirkan.
Singkatnya, keseluruhan prilaku komunikasi individu terutama tergantung pada
kebudayaanya. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan pondasi atau landasan bagi
komunikasi.

Kebudayaan yang berbeda akan

menghasilkan praktek-praktek

komunikasi yang berbeda pula.
3. Komunikasi Antarbudaya Efektif
Dalam banyak hal, hubungan antara budaya dan komunikasi bersifat timbal balik.
Keduanya saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita
membicarakannya, apa yang kita lihat, kita perhatikan, abaikan, bagaimana kita
berfikir, apa yang kita pikirkan dipengaruhioleh budaya. Budaya takkan hidup tanpa
komunikasi, dan komunikasi pun takkan hidup tanpa budaya. Masing-masing tak
dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada yang lainnya. Masalah utama
dalam komunikasi antarbudaya adalah kesalahan dalam persepsi sosial yang
disebabkan oleh perbedaan-perbedaan budaya yang mempengaruhi proses persepsi.
((Mulyana & Rahmat,2001;34)
Semakin besar pebedaan antarbudaya, maka semakin besar pula kesadaran diri
(mindfulness) para partisipan komunikasi. Hal ini memiliki konnsekuensi positif dan
negative. Positifnya adalah kesadaran diri membuat kita lebih waspada. Ini mencegah
kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Adapun
negatifnya adalah, hal ini membuat kita tterlalu behati-hati, tidak spontan, dan tidak

percaya diri. Dengan semakin baik kita mengenal, maka perasaan terlalu berhati-hati
akan hilang dan menjadi lebih percaya diri dan spontan. Hal demikian ini pada
gilirannya akan menambah kepuasan dalam komunikasi antarbudaya. Masalah
sebebnnarnya bukan bagaimana menjaga interaksi dan mengupayakan saling
pengertian melainkan, kita ini terlalu mudah menyerah setelah terjadi kesalahpahaman
disaat awal. Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara
berangsur bekurang tingkat kepentingan ketika hubungan menjadi lebih akrab. Dalam
komunikasi antarbudaya kita seharusnya memaksimalkan hasil interaksi. Tiga
konsekwensi yang mengisyaratkan implikasi penting bagi komunikasi antarbudaya.
Sebagai contoh, orang akan berinteraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan
akan memberikan hasil yang positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, kita
mungkin menghindarinya. Dengan demikian, kita akan memilih berbicara dengan
rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan kitta dibandingkan orang yang
sangat berbeda. Tetapi memperluas pergaulan kita mungkin akan memberikan
kepuasan yang ebih besar setelah beberapa waktu. Kedua, bila kita mendapatkan hasil
yang positif , kita terus melibatkan diri dalam komunikasi dan meningkatkan
komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negative, kita akan menarik diri dan
mengurangi komunikasi. Ketiga, kita membuat prediksi tentang mana perilaku kita
yang akan memberikan hasil positif. Dalam komunikasi, kita berusaha memprediksi
hasil, misalnya dari pilihan topik, posisi yang kita ambil, perilaku nonverbal yang kita
tunjukkan, banyak pembicaraan yang kita lakukan, disbanding dengan tindakan
mendengarkann, dan sebgainya.

Namun dalam prosesnya komunikasi antarbudaya terjadi sebuah hambatan dan
masalah yang sama seperti yang dihadapi oleh bentuk-bentuk komunikasi yang lain.
Dalam menciptakan sebuah keefektifan komunikasi antarbudaya, komunikasi akan
lengkap bila penerima pesan yang dimaksud mempersepsi atau menyerap perilaku
yang disandi, memberi makna kepadanya dan terpengaruh olehnya. Dalam transaksi
komunikasi harus dimaksukkann semua syimuli sadar-taksadar, sengaja-tak sengaja,
verbal, nonverbal yang kontekstual yang berperan sebagai isyarat-isyarat kepada
sumber dan penerima tentang kualitas dan kredibilitas pesan. Dalam proses interaksi
antarbudaya sama halnya dengan harus memperhatikan delapan unsur komunikasi,
kedelapan unsur tersebut yaitu, sumber (source), penyandian (ecoding), pesan
(message), saluran (chanel), penerima (receiver), penyandian balik (decoding), respon
penerima (receiver response) dan yang terakhir umpan balik(feedback).

Efektif dapat diartikan mencapai sasaran atau tujuan sesuai dengan maksud
komunikator. Dalam komunikasi antarbudaya, bila memiliki tujuan untuk bisa saling
memahami pendapat, sikap, dan tingkah laku komunikasi yang berbeda tersebut,
dapat tercapai, maka komunikasi antarbudaya bisa jadi efektif.
Dalam berinterkasi dengan orang lain, seseorang ingin menciptakan dampak tertentu
dan memberikan kesan-kesan tertentu dalam diri orang lain tersebut. Kadang-kadang
berhasil mencapai semuanya, namun tidak jarang pula gagal. Pengertiannya yaitu
terkadang orang memberikan reaksi terhadap tingkah laku dengan cara yang sangat
berbeda dari yang diharapkan. Keefektifan seseorang dalam hubungan antarpribadi
ditentukan oleh kemampuan seseorang untuk mengkomunikasikan dengan secara jelas

apa yang kita ingin sampaikan, menciptakan kesan yang diinginkan atau
mempengaruhi orang lain sesuai dengan kehendak kita.
Efektifitas komunikasi juga bergantung pada siapa, serta cara penyampaian
komunikasi. Seseorang harus melihat pada siapa dirinya melakukan komunikasi dan
memposisikan diri serta memerankannya. Komunikasi antarbudaya dapat dikatakan
efektif bila proses komunikasi bisa menyenangkan bagi kedua belah pihak,
mempunyai suatu kesamaan dalam suatu kelompok akan menyenangkan bagi kita
komunikasipun akan lancar dan terbuka. Dan sebaliknya, berkomunikasi dengan
orang-orang yang tidak sepaham dengan kita akan sangat membosankan, akan
membuat kita tegang, sesak, dan situasinya pun membuat kita tidak nyaman.
Komunikasi akan lebih efektif bila antara pihak yang terlibat komunikasi saling
menyenangi satu sama lainnya. 1

A. BEBERAPA SYARAT BERKOMUNIKASI EFEKTIF ANTARBUDAYA
Kita mulai dengan menjelaskan prinsip (atau dalam banyak kepustakaan komunikasi
antarbudaya disebut sebagai aksioma) komunikasi antarbudaya.


Orang Mendambakan Komunikasi Antarbudaya yang Efektif
Banyak relasi sosial dan ekonomi terpaksa hilang hanya karena orang tidak

memberikan perhatian yang cukup mendalam atau karena orang tidak mengerti
kebudayaan orang lain, apalagi jika kurang terampil berkomunikasi antarbudaya.
Thibaut dan Kelley (1959) dalam teori pertukaran sosial mengatakan bahwa perasaan
tertarik dari orang lain kepada kita sangat tergantung pada sejauhmana kita
memberikan ganjaran sosial demi kepuasan hati orang lain. Ini tidaklah berarti bahwa
setiap orang yang berkomunikasi antarbudaya harus selalu bersifat sosial, tetapi
sekurang-kurangnya di balik kelakuan itu ada motivasi untuk membangun relasi sosial

melalui tampilan wajah yang bersahabat atau ungkapan kata-kata yang santun. Semua
itu perlu ditunjukkan untuk menampilkan kesan bahwa kita hadir untuk memindahkan
pesan dan sekaligus menciptakan relasi sebagaimana yang disukai orang lain.


Variabel Iklim Komunikasi
Gudykunst (1977) mengatakan bahwa iklim komunikasi adalah suasana

kebatinan saat komunikasi itu berlangsung. Sekurang-kurangnya iklim komunikasi
ditentukan oleh 3 dimensi, yaitu perasaan positif, aras kognitif, dan aras perilaku.
Dimensi perasaan positif berisi perasaan adil, menyenangkan, aman, menerima, dan
tingkat kecemasan yang rendah. Dimensi kognitif meliputi derajat kepercayaan yang
kita bawa dalam suasana komunikasi, seperti adanya harapan, kepastian, pemahaman,
dan memenuhi hasrat ingin tahu. Dan dimensi perilaku terlihat dalam tindakan dan
ketrampilan anda waktu berkomunikasi melalui kata dan perbuatan.
Selain Gudykunst, Wiseman dan Hammer (1977) juga menegaskan bahwa
untuk mengatasi iklim komunikasi anda dapat menciptakan bentuk „kebudayaan
ketiga‟ yang lebih netral agar dua pihak bisa menerimanya. Harris dan Morran (1991)
menunjukkan beberapa indikasi terciptanya efektivitas komunikasi antarbudaya, yaitu
hadirnya iklim yang tidak mengancam, terbukanya pintu komunikasi, adanya
pengelolaan percakapan yang lebih baik, dan terwujudnya relasi yang memuaskan dua
pihak. Dengan kata lain, dalam rangka menciptakan „budaya ketiga‟ itu kita harus
cepat mengidentifikasi faktor-faktor pembentuk iklim komunikasi yang positif.


Menjawab Beberapa Pertanyaan Budaya Berkomunikasi

Tatkala berlangsungnya komunikasi antarbudaya maka aktivitas komunikasi selalu
diawali oleh perasaan bimbang tentang „siapakah sebenarnya orang yang akan
berkomunikasi dengan anda?‟ jawaban atas pertanyaan itu adalah dengan menentukan
pilihan keterampilan berkomunikasi secara efektif.


Identifikasi Jenis Keterampilan Komunikasi

Periksalah diri anda melalui self concept, keterampilan mana yang paling banyak
dibutuhkan dalam komunikasi antarbudaya? Jika anda berhadapan dengan seseorang

yang datang dari latar belakang kebudayaan low context culture, sementara anda
sendiri datang dari kebudayaan high context culture maka anda tidak perlu
menguraikan pesan secara terinci. Ketrampilan anda sangat ditentukan oleh
bagaimana menyampaikan pesan secara ringkas, tidak bertele-tele, sehingga
maknanya mudah diterima tanpa ada perasaan bosan. Mereka yang berasal dari
budaya low context culture tak terlalu suka dengan rincian pesan, mereka lebih suka
kalau pesan yang disampaikan itu hanya garis-garis besarnya saja. Begitu pula
sebaliknya, apabila anda akan ikanmenyampaikan pesan kepada orang dengan
kebudayaan high context culture, maka anda harus menyampaikannya secara
terperinci.


Memastikan Jenis Ketrampilan Berkomunikasi
Pastikan jenis keterampilan berkomunikasi mana yang anda rasa paling sulit,

keterampilan itulah yang harus anda pelajari, lalu anda lakukan. Ketika berhadapan
dengan komunikan antarbudaya yang sangat mengutamakan senioritas maka
perhatikan kebiasaan berkomunikasi mereka, dengan membiarkan orang-orang yang
lebih tua berbicara lebih banyak dan lebih dahulu daripada anda yang lebih muda.


Memahami Kebiasaan Berkomunikasi Lisan
Kebanyakan komunikasi antarbudaya bersifat lisan. Rencakan dengan

seksama tentang apa (pesan) yang ingin anda katakana. Apakah kata-kata, kalimat,
dan ungkapan pesan yang disampaikan itu diterima oleh komunikan antarbudaya.
Penting sekali bagi anda untuk memahami what do you want to say.
Tahap berikutnya adalah memahami bagaimana cara anda mengatakan. Ada beberapa
kebudayaan yang mengajarkan anggotanya untuk mengatakan sesuatu secara
langsung, namun sebaliknya ada juga yang lebih menyukai ungkapan tidak langsung.
Persoalannya disini adalah how do you want to say.
Aspek selanjutnya yang juga tak kalah penting ialah dengan siapa anda
berkomunikasi antarbudaya. Jadi, perhatian diletakkan pada to whom you want to say
it, to whom are you talking, dan metamessages yakni memperhatikan pesan
komunikasi yang mengutamakan aspek relasi antarbudaya.



Mendengarkan Secara Aktif
Salah satu syarat komunikasi antarpribadi yang efektif adalah mendengarkan

secara aktif. Jika selama ini para ahli komunikasi mendefinisikan komunikasi
antarbudaya sebagai komunikasi antarpribadi dari komunikator ke komunikan yang
berbeda latar belakang budayanya maka komunikasi antarbudaya yang efektif juga
ditentukan oleh mendengarkan secara aktif. Hal ini penting untuk menunjukkan
pribadi anda yang selalu menghormati pribadi orang lain apa adanya, dan bukan
sebagaimana yang anda kehendaki. Anda diminta untuk mendengarkan dengan
senang hati dan mendengarkan tanpa menilai. Perilaku ini sekaligus menunjukkan
bahwa pelaku komunikasi antarbudaya menghargai keterbukaan terhadap perubahan
dan keragaman, juga berempati dengan komunikan.


Memanfaatkan Umpan Balik

Beth Haslett dan John Ogilvie (1988) mengemukakan bahwa pemanfaatan umpan
balik dalam berkomunikasi antarbudaya bermanfaat agar umpan balik dapat
diungkapkan secara langsung dan khusus serta didukung oleh bukti-bukti; umpan
balik sedapat mungkin memenuhi kebutuhan (menjawab maksud pesan); umpan balik
menjurus pada pemenuhan kebutuhan sekarang (jangan membiarkan orang bertambah
bimbang); jangan menambah kebingungan orang dengan umpan balik negative
(bereaksi dengan verbal maupun nonverbal), campurlah umpan balik negative dengan
positif; nyatakan umpan balik pada waktu yang tepat, jangan menunda; nyatakan
umpan balik secara tegas, dinamis, responsive dan dengan gaya santai; umpan balik
harus dapat dinyatakan secara jujur, adil, dan dapat dipercaya oleh orang lain.



Perilaku yang Berorientasi pada Diri

Kebalikan dari orientasi kerja (task oriented) adalah orientasi pada diri sendiri (self
oriented). Perilaku yang berorientasi pada diri sendiri selalu mengutamakan dirinya.
Komunikasi yang terlalu berorientasi pada diri sendiri menimbulkan disfungsional
yang tinggi. Komunikasi yang berorientasi pada diri cenderung menempatkan seorang
komunikator atau komunikan menolak pesan-pesan yang dipertukarkan, tingginya

derajat etnosentrime, tingginya perasaan superior, dan saling merendahkan. Orientasi
seperti ini biasanya dimiliki oleh masyarakat yang lebih mengandalkan otak daripada
hati, mengutamakan rasio daripada emosi.


Etnosentrisme

Etnosentrisme adalah sikap menganggap kebudayaan sendiri lebih unggul daripada
kebudayaan orang lain. Jika dalam komunikasi antarbudaya anda menampilkan sikap
etnosentrisme, maka faktor tersebut merupakan hambatan bagi penciptaan suatu
komunikasi yang efektif. Perhatikanlah sasaran komunikasi anda, apakah dia
tergolong sebagai seseorang dengan derajat etnosentrisme yang tinggi? Jika benar
maka anda akan sukar memperoleh komunikasi antarbudaya yang efektif karena apa
yang anda katakan akan dianggapnya tidak ada.


Toleransi terhadap Keadaan Mendua

Kita harus menghadapi perbedaan budaya dengan sangat hati-hati. Dalam kondisi
seperti ini, kita sedang menghadapi suatu situasi yang ambigu, mendua yang membuat
kita tidak luwes dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, dianjurkan anda untuk
bersikap seluwes mungkin dan memperlakukan orang lain sebagaimana apa adanya,
jika perlu anda menyesuaikan diri dengan apa yang mereka butuhkan.


Empati

Sikap empati adalah sikap yang perlu dibangun melalui peletakan diri kita kedalam
hati orang lain. Bersikap empati berarti kita memasuki ruang dan relung pikiran,
perkataan, dan perasaan orang lain. Komunikasi antarbudaya menuntut kita untuk
memahami segala sesuatu dari mereka, pandangan dan pendapat mereka yang kritis,
inovasi yang mereka anjurkan, perasaan suka dan duka yang mereka rasakan, hingga
aktif dalam tindakan bersama.



Keterbukaan

Berbagai penelitian, sebagaimana diungkapkan oleh De Vito, mengemukakan bahwa
gaya komunikasi antarpribadi yang terbuka dan luwes lebih disukai dalam komunikasi
manusia.


Kompleksitas Kognitif

Kompleksitas kognitif berkaitan dengan kerumitan isi pengetahuan tentang suatu
pesan yang sedang dibicarakan, komunikasi antarbudaya meliputi juga isi tema-tema
yang disukai oleh kedua belah pihak. Kebanyakan komunikasi menjadi tidak efektif
lantaran orang tidak memperhatikan tema atau isu pembicaraan.


Menyenangkan Hubungan Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi menjadi efektif kalau menyenangkan dua pihak. Kadankadang kegembiraan mendorong orang untuk menerima informasi (meskipun
informasi itu salah). Upayakanlah komunikasi antarpribadi yang menyenangkan dua
pihak.


Daya Serap Komunikasi

Daya serap komunikasi merupakan satu variabel yang kerap kali dilupakan sewaktu
kita berkomunikasi. Terkadang kita kurang memperhitungkan kemampuan orang lain,
misalnya sampai berapa lama dia mampu mendengarkan kita, sampai berapa lama dia
mampu melihat kita. Setiap orang dalam kebudayaannya memiliki kemampuan yang
terbatas untuk bersikap toleran terhadap perbedaan-perbedaan itu.
B. KATEGORI KEBIASAAN BERKOMUNIKASI YANG EFEKTIF
Kebudayaan mewariskan kepada manusia sebuah identitas yang disebut identitas
budaya. Paradigma berikut ini dapat digunakan sebagai alat untuk memahami makro
budaya maupun mikro budaya orang lain. Kategori berikut dapat digunakan sebagai
studi atau uji coba dalam setiap kelompok orang yang berkebudayaan berbeda dengan
kita.

1.

Peka Ruang dan Peka Jarak

Komunikasi antarbudaya yang efektif menuntut orang untuk peka terhadap ruang dan
peka terhadap jarak. Yang dimaksudkan dengan peka terhadap ruang dan jarak
adalah pemahaman kita tentang bagaimana seharusnya para peserta komunikasi
memahami ruang dan jarak, antara lain jarak fisik tatkala berlangsungnya komunikasi.
Kerap kali lantaran kita tidak mengetahui, memahami, atau mungkin sekali melanggar
ruang atau jarak fisik akan dapat menghasilkan kegagalan berkomunikasi, bahkan
mungkin konflik antarpribadi.
2.

Peka terhadap Budaya Komunikasi dan Berbahasa

Komunikasi antarbudaya yang efektif menuntut kita untuk memahami bahasa,
memahami komunikasi, serta memahami bahasa dan komunikasi. Perbedaan
antarbudaya (bahkan intrabudaya sekalipun) mempengaruhi interpretasi atas makna
pesan yang terkandung dalam bahasa, tanda, dan symbol (baik verbal maupun
nonverbal).
3.

Bisa Tampil dengan Pakaian Khas

Efektivitas komunikasi antarbudaya menuntut orang untuk terlibat dalam tampilan
dengan pakaian budaya orang lain. Dalam komunikasi antarbudaya, salah satu cara
untuk menciptakan komunikasi yang efektif adalah memilih untuk tampil dalam
kebudayaan material, misalnya mengenakan pakaian dari budaya setempat.
4.

Dapat Mencicipi Makanan dan Minuman

Efektivitas komunikasi antarbudaya menuntut orang agar dapat mencicipi makanan
khas budaya orang lain, bahkan memasak dan cara menyajikannya. Komunikasi
antarbudaya yang efektif sering ditentukan oleh ketersediaan anda untuk mencicipi
dan makan makanan khas yang berasal dari budaya lain. Dikarenakan beberapa
kebudayaan tertentu menjadikan makanan dan minuman sebagai wahana pemersatu,
media pertemuan kelompok.
5.

Sadar atas Konsep Waktu

Komunikasi antarbudaya yang efektif menuntut kita agar peka terhadap waktu dan
meningkatkan kesadaran atas waktu. Tanggapan manusia terhadap waktu berbedabeda berdasarkan latar belakang budaya
6.

Peka terhadap Hubungan

Efektivitas komunikasi antarbudaya menuntut setiap orang yang berkomunikasi untuk
peka terhadap hubungan (relationships). Setiap kebudayaan menetapkan dengan pasti
dan tetap bagaimana seharusnya manusia berhubungan dalam berbagai konteks.
Konteks itu bisa meliputi keluarga (inti dan luas), usia, jenis kelamin, status social,
kekuasaan, dan kebijaksanaan. Pelajarilah konsep-konsep relasi itu sekaligus
perbedaan-perbedaan yang menentukan derajat jauh-dekatnya relasi tersebut karena
setiap relasi berimplikasi pada kekuasaan dan kewenangan tertentu.
7.

Peka terhadap Nilai dan Noma

Sukses komunikasi antarbudaya dapat dicapai hanya jika anda dapat memahami dan
menjalankan norma-norma budaya komunikan. Perbedaan antaretnik, antarras
menggambarkan pula perbedaan nilai dan norma melalui orientasi hidup mereka.
8.

Peka terhadap Kepercayaan dan Sikap

Komunikasi antarbudaya yang efektif ditentukan oleh bagaimana orang memahami
kepercayaan dan sikap kebudayaan orang lain. Pergaulan dengan orang-orang dari
suku bangsa maupun agama yang lain ditentukan oleh sejauh mana anda
menunjukkan sikap peka dan kepedulian terhadap kepercayaan orang lain.
9.

Memahami Kebiasaan Bekerja

Dimensi lain untuk menggambarkan budaya kelompok dan sikap antarbudaya adalah
melalui pemahaman terhadap konsep kerja. Kerja dapat didefinisikan sebagai setiap
bentuk usaha atau ikhtiar yang secara langsung menghasilkan sesuatu.
Kebudayaan tertentu melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang memasukkan
pendapatan, atau mungkin suatu jenis pekerjaan hanya dipandang sebagai status, atau

mengutamakan

pekerjaan

sebagai

pelayan

Tuhan,

atau

hanya

sekedar

menggambarkan komitmen moral.
10. Memahami Sistem Ekonomi
System ekonomi suatu kebudayaan berisi pengaturan cara suatu masyarakat
memproduksi, mendistribusikan, menjual, membeli, kredit dan sebagainya. Seringkali
kita melakukan kerjasama ekonomi melintasi batas budaya sehingga pemahaman
terhadap system ekonomi menjadi sangat penting didasari oleh system budaya
ekonomi.
11. Memahami Sistem Politik
System politik mengandung pembagian kekuasaan untuk memerintah, mengatur,
mengelola pemerintahan, dan perwakilan rakyat. Terdapat perbedaan antarbudaya,
antarbangsa sekaligus konsep mengenai besarnya wewenang dan kekuasaan untuk
memerintah rakyatnya.
12. Memahami Sistem Kesehatan
Kebudayaan juga memberikan peluang bagi kita untuk mempelajari konsep tentang
sakit, termasuk di dalamnya bagaimana cara mencegah, mengobati, menghalau
kekerasan, dan mengatasi kecelakaan. Beberpa masyarakat modern menggantungkan
seluruh perawatan kesehatan pada dokter, rumah sakit atau spesialis medis. Namun
pada masyarakat tertentu, masih banyak orang sakit yang bergantung pada dukun,
jampi-jampi, para normal, atau meramu daun dan akar sebagai obat-obatan tradisional.
13. Memahami Sistem Rekreasi
Konsep rekreasi berkaitan erat dengan bagaimana sosialisasi dalam suatu masyarakat
tentang penggunaan waktu luang. Apa yang mungkin sekali dalam satu kebudayaan
dianggap sebagai permainan, di budaya lain belum tentu.

4. Hambatan dalam komunikasi lintas budaya
Dalam bukunya Intercultural Business Communication, Chaney dan Martin (2004)
mengungkapkan bahwa:
“hambatan komunikasi atau communication barrier adalah segala sesuatu yang
menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi yang efektif. Perbedaan budaya
sendiri merupakan salah satu faktor penghambat dalam komunikasi antar budaya,
karenanya hambatan tersebut juga sering disebut sebagai hambatan komunikasi antar
budaya, sebagai hambatan dalam proses komunikasi yang terjadi karena adanya
perbedaan budaya antara komunikator dan komunikan. Adapun faktor hambatan
komunikasi antar budaya yang sering terjadi antara lain: fisik, budaya, persepsi,
motivasi, pengalaman, emosi, bahasa (verbal), nonverbal, kompetisi.”
Dalam komunikasi antarbudaya, reaksi negatif dan evaluatif individu terhadap sebuah
budaya dapat menciptakan hambatan komunikasi. Evaluasi yang bersifat negatif
menyebabkan adanya ketidaksukaan dan penghindaran. Hal ini terjadi karena budaya
„asing‟ dipandang „menyimpang‟ atau „berbeda‟ dari norma yang kita anut.
Hambatan komunikasi tersebut terjadi di antara dua budaya dan bersifat satu arah,
yang mana hal ini mencerminkan adanya ketidakmampuan untuk memahami norma
dari budaya yang berbeda (budaya asing). Hambatan ini juga tidak selalu bersifat
timbal balik. Sebuah perbedaan budaya (bersifat tunggal) dapat pula menjadi
hambatan bila melanggar salah satu nilai inti komunikator.
Tracy Novinger (dalam malista, 2013) mengemukakan bahwa hambatan komunikasi
antarbudaya dapat dibagi dalam tiga jenis, yakni hambatan persepsi, hambatan verbal
dan hambatan nonverbal. Beberapa jenis hambatan persepsi yang dikemukakan oleh
Tracy Novinger adalah wajah (face), nilai (values), dan pandangan dunia (worldview).

Wajah (face) merupakan nilai atau pertahanan seseorang terhadap pandangan di depan
orang lain. Hal ini menyangkut bagaimana seseorang ingin orang lain melihat
terhadap dirinya, yang dipengaruhi dari interaksi sosial, dan lain sebagainya, sehingga
hal ini bisa diperoleh atau bisa hilang.
Adanya perbedaan nilai juga salah satu yang memengaruhi munculnya hambatan
persepsi dalam komunikasi antarbudaya. Nilai agama ermanisfestasi tidak hanya pada
dogma, tetapi juga pada pola kehidupan dan pandangan hidup. Ferraro juga
mengungkapkan bahwa pengaruh agama dapat dilihat dari jalinan semua budaya,
karena hal ini bersifat dasar. Nilai agama ini juga berpengaruh pada cara pandang
(worldview) seseorang .Cara pandang (worldview) meliputi bagaimana orientasi
budaya terhadap Tuhan, alam, kehidupan, kematian dan alam semesta, arti kehidupan
dan keberadaan.

Sikap (attitude) juga salah satu bagian yang termasuk dalam mempengaruhi persepsi.
Sikap merupakan ranah psikologis yang secara jelas memengaruhi perilaku dan
menyimpangkan persepsi. Sikap akan
menyebabkan interpretasi dari kejadian, yang mana hal ini bersifat mempengaruhi
persepsi. Sikap mencakup aspek kognitif dan afektif. Aspek kognitif merujuk pada
keinginan untuk menahan pendapat yang bersifat etnosentris dan kesiapan untuk
mempelajari mengenai isu perbedaan lintas budaya dengan pandangan terbuka.
Sedangkan aspek afektif merujuk pada komitmen emosional untuk terlibat dalam
partisipasi perspektif kultural, dan pengembangan rasa empati dalam memahami
perbedaan kelompok kultural.
5. Contoh Kasus Komunikasi Lintas Budaya

Ketika Adi lulus sekolah menengah atas (SMA), Adi memutuskan untuk melanjutkan
studi ke Jawa Timur, tujuan Adi datang ke daerah Pasuruan. Awalnya ketika Adi
datang di Pasuruan Adi merasa asing, terutama dalam pengucapan bahasa yang
mereka pakai sehari-hari. Dari budaya yang Adi anut, Adi memiliki latar belakang
budaya orang Jawa Tengah. Walaupun Adi memiliki latar belakang budaya Jawa
Tengah, namun Adi telah lama dan menetap di Sumatera Selatan, sehingga adat
kebudayaan Adi telah banyak mengikuti orang-orang asli Palembang. Adi mampu
berdialog dengan bahasa Jawa, namun bahasa yang dipakai Adi khas Jawa Tengah.
Ketika sampai di daerah Pasuaruan ia merasa tidak nyaman, karena ia merasa bahwa
ia mmerasa dikucilkan oleh rekan satu Kos-nya. sesuatu ketika ada rekan satu kos
Adi yang sakit, dengan dialog khas Jawa Tengah Adi membereanikan diri dengan
bersikap tenang dan mengatakan “nak enek konco seng sakit yo di tilik‟i. (kalo ada
teman yang sakit ya di jenguk)”. berhubung yang diajak berdialog orang Jawa Timur
mereka semua bingung. Yang mereka ketahui bahasa “menilik‟i”(Jawa Tengah:
menjenguk/melihat. Jawa Timur: mencicipi/mencoba rasa sesuatu). Walaupun aneh
mereka semua berusaha memahami perbedaan pengucapan Adi.
Dari contoh kasus diatas jelas bahwa dalam sebuah komunikasi antar budaya terjadi
sebuah gangguan (noice), sebenarnya apa yang hendak disampaikan benar namun
pada akhirnya bahasa yang diucapkan memiliki arti yang bereda dari makna yang
diharapkan. Hal ini tentu sangat dipengaruhi dengan adanya perbedaan antara kultur
budaya pada suatu daerah

tertentu. Pada situasi yang demikian Adi mengalami

sebuah kejutan budaya dan berusaha menempatkan dirinya di budaya yang baru.
Kejutan budaya mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena
berada ditengah suatu kultur yang sangat berbeda dengan kulturnya sendiri ini

membuat komunikasi lintas budaya tidak efektif. Kebanyakan orang mengalami
apabila memasuki kultur yang baru dan berbeda. Namun demikian. Sebagian dari
kejutan ini timbul karena perasaan terasing menonjol dan berbeda dari yang lain. Bila
kita kurang mengenal adat dan kebiasaan masyarakat baru ini, kita tidak dapat
berkomunikasi secara efektif.
Hubungan antara budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami
komunikasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang-orang
belajar komunikasi. Seorang Korea, seorang Mesir atau seorang Amerika belajar
berkomunikasi seperti orang-orang lainnya. Perilaku mereka mengandung makna,
sebab perilakutersebut dipelajari dan diketahui dan perilaku tersebut terikat oleh
budaya. Budaya bersifat menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. ((Mulyana &
Rahmat,2001;24)
Proses vebal merupakan alat utama untuk pertukaran pikiran dan gagasan, namun
proses-proses ini sering dapat diganti oleh proses nonverbal. Walaupan tidak dapat
kesepakatan tentang bidang proses nonverbal ini, kebanyakan ahli setuju bahwa halhal berikut mesti dimasukkan : isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, postur dan
gerakan tubuh, sentuhan, pakaian, artefak, diam, ruang, waktu dan suara. Dalam
proses-proses nonverbal yang relevan dengan komunikasi antarbudaya, terdapat
beberapa spek diantaranya perilaku non verbal yang berfungsi sebagai bentuk bahasa
diam, konsep waktu, dan penggunaan dan pengaturan ruang.
Perbedaan bahasa tidak mengakibatkan perbedaan penting dalam

persepsi,

pemikiiran atau perilaku. Perbedaan diantara bahasa terlihat paling besar adalah pada
waktu diawal interaksi. Oleh karena itu, sangatlah penting bahwa kita menggunakan

tekhnik-tekhnik komunikasi yang efektif. Bahasa itu mencerminkan budaya, semakin
besar perbedaan budaya, semakin besar pula perbedaan komunikasi, baik dalam
bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Semakin besar perbedaan budaya
maka semakin sulit komunikasi dilakukan. Kesulitan ini misalnya, lebih banyak
kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih bbesar kemungkinan
salah paham, makin banyak salah persepsi. Kita perlu sangat peka terhadap hambatanhambatan yang menghalangi komunikasi antarbudaya yang bermakna. Begitu juga,
kita perlu menggunakan tekhnik-tekhnik yang membantu kita melestarikan dan
meningkatkan komunikasi antarbuddaya.
Dilihat dari fungsinya, bahasa merupakan alat yang dimiliki bersama untuk
mengungkapkan gagasan (socially shared), karena bahasa hanya dapat dipahami
apabila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk
menggunakannya. Bahasa diungkapkan dengan kata-kata dan kata-kata tersebut sering
diberi arti arbiter (semaunya). Contoh: terhadap buah pisang orang Sunda
menyebutnya cau dan orang jawa menyebutnya gedang. Kemudian definisi bahasa
secara formal ialah semua kalimat yang terbayangkan dan bisa dibuat menurut
peraturan bahasa. Setiap bahasa bisa dikatakan mempunyai tata bahasanya sendiri.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi merupakan aktifitas yang selalu dilakukan oleh manusia selama masih
hidup dan berhubungan dengan manusia lainnya. Dalam proses komunikasi tersebut
manusia sangat mendambakan komunikasi yang lancar dan efektif, agar tidak terjadi
kesalahpahaman yang menjurus pada konflik.

Dan pada hakekatnya seluruh keberhasilan proses komunikasi pada akhirnya
tergantung pada efektifitas komunikasi. Yakni sejauh mana para partisipan nya
memberi makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Pada gilirannya latar
belakang budaya partisipan senantiasa berbeda walau sekecil apapun perbedaan itu
akan sangat menentukan efektivitas itu. Oleh karenanya memahami makna budaya
dan segala yang terakit dengan itu merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan demi
tercapainya komunikasi yang efektif.

Daftar Pustaka

Ahmad Sihabudin. 2011. Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: Bumi Aksara
Alvin Sanjaya. 2013. Hambatan Komunikasi Antar Budaya Antara Staf Marketing
Dengan Penghuni Berkewarganegaraan Australia Dan Korea Selatan Di Apartemen X
Di Surabaya. Jurnal E Komunikasi, VOL 1< No 3
Christy, Malista Paulne. 2013. Hambatan Komunikasi Antar Budaya Antara Dosen
Native China Dengan Mahasiswa Indonesia Program Studi Sastra Tionghoa
Universitas Kristen Petra, Jurnal E Komunikasi, VOL 1, No. 2
Edy Sudaryanto. 1997. Relevansi Fungsi Dan Peranan Komunikasi Dalam
Pembangunan. Bandung: Pps UNPAD
Fajar, Mahaerni. 2009. Ilmu Komunikasi dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Lihapsari, prihartini, dkk. 1997. Teknik Komunikasi Tepat Guna Dalam Mengatasi
Segala Bentuk Perubahan. Bandung: Pps UNPAD
Liliweri, Alo. 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Mulyana, Dedi. 2001. Ilmu Komunkasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Dedi dan Rachmat Jalaluddin. 2002. Panduan berkomunikasi dengan
Orang-orang Berbeda-beda. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Natalia, Imanuel V.O. 2007. Model Komunikasi Antar BudayaEkspatriat Guangdong
Machiney exp. Imp.Ltd China (GMC) dengan Orang Indonesia Dalam Rangka
Menjalin Kerja Sama dengn Orang Indonesia di Surabaya, jurnal Ilmiah Scriptura,
ISSN 1978-385X VOL 1, No. 1