PRINSIP PRINSIP SURVEI TANAH pasir

1.1 PRINSIP-PRINSIP SURVEI TANAH
Dalam melakukan survei tanah, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dipahami,
prinsip tersebut akan di uraikan di bawah ini.
1.1.1 Peta Dan Kartografi
Peta merupakan alat untuk melakuakan komunikasi antara pembuat peta dan pengguna
peta, sehingga peta dituntut untuk dapat menyajikan fungsi dan informasi dari obyek yang
digambarkan secara optimal. Peta merupakan gambaran permukaan bumi yang diperkecil
dalam selembar kertas atau media lain dalam bentuk dua dimensional. Melalui sebuah peta,
kita akan mudah dalam melakukan pengamatan terhadap permukaan bumi yang luas,
terutama dalam hal waktu dan biaya. Ada berbagai definisi tentang peta, namun secara
umum peta adalah suatu represntasi atau gambaran unsur-unsur atau kenampakankenampakan abstrak yang dipilih dari permukaan bumi atau yang adakaitannya dengan
permukaan bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya diperkecil atau disklalakan
(ICA,1973).
Ilmu yang mempelajari tetang masalah pemetaan meliputi pembuatan sampai
reproduksi, pembacaan, penggunaan, penafsiran dan analisis peta adalah kartografi.
Seorang yang ahli di dalam bidang pemetaan, mulai dari membuat peta sampai reproduksi
dan analisis peta disebut kartografer. Tujuan kartografi umumnya adalah membuat peta
dimulai dari mengumpulan data, memproses data, menggaambarkan data kedalam bentuk
peta dan mereproduksi atau mencetak peta kedalam bentuk peta, (Erwin, 1984).
a. Konsep Kartografi
Tujuan dari kartografi adalah mengumpulkan dan menganalisa data dari lapangan yang

berupa unsur-unsur permukaan bumi dan menyajikan unsur-unsur tersebut secara grafis
dengan skala tertentu sehingga unsur-unsur tersebut dapat terlihat jelas, mudah
dimengerti dan mudah dipahami. Oleh karena itu, ruang lingkung kartografi meliputi
proses sebagai berikut.
Alam Nyata

Ahli kartograf

Peta

Pengguna

Langkah awal dalam prosedur pemetaan dimulai dari proses pengumpulan data. Data
yang ada dapat berupa data primer dan data sekunder. Dimana data sekunder diperoleh
dari catatan atau dokumentasi yang sudah ada dan dapat diambil dari foto udara. Langkah

kedua ialah penyajian data. Data dikelompokkan menurut jenisnya seperti data kualitatif
atau data kuantitatif. Penyajian data pada sebuah peta harus dirancang secara baik dan
benar supaya tujuan pemetaan dapat tercapai. Tahap akhir dalam bagian ini ialah tahap
penggunaan peta yang merupakan tahap yang tidak kalah pentingnya dari tahap-tahap

sebelumnya karena tahap ini akan menentukan berhasil atau tidaknya pembuatan suatu
peta. Peta yang sudah dirancang dengan baik dan benar tentu saja akan dapat dibaca serta
digunakan dengan mudah oleh konsumen (user). Pegguna peta harus dapat merubah atau
mengembalikan bentuk gambar visual simbol kedalam bentuk kenyataan yang
sebenarnya di permukaan bumi atau di lapangan,(Miswar, 2013).
b. Distribusi Tanah Pada Suatu Lanpkep
Tanah adalah akumulasi tubuh alam bebas yang menduduki sebagian besar
permukaan planet bumi yang mampu menumbuhkan tanaman dan memiliki sifat sebagai
akibat pengaruh iklim dan jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam relif
tertentu selama jangka waktu tertentu pula (Darmawijaya,1990).
c. Sebaran Tanah Berdasarkan Topografi dan Bahan Induk
Bentuk tanah menguraikan tentang jenis-jenis terrain khusus dan menempatkan
satuan peta intervasi kedalam bentag lahan. Bentuk lahan memberikan gambaran pada
kita tentang kondisi lokasi secara umum. Melalui informasi bentuk lahan juga dapat
diperoleh gambaran karakteristik lahan yang lain, misalnya bentuk lahan yang bergunung
akan mempunyai jenis-jenis tanah tertentu, biasanya kelerengannya curam dan solum
tanahnya relatif dangkal. Sebaliknya bentuk lahan alluvium akan member gambaran
tentang kondisi yang datar dengan drainase yang kurang baik, teksturnya halus dan solum
tanahnya dalam. Topografi merupakan studi tentang bentuk permukaan bumi. Dalam
pengertian yang lebih luas, topografi tidak hanya mengenai bentuk permukaan saja, tetapi

juga vegetasi dan pengaruh manusia terhadap lingkungan, dan bahkan kebudayaan lokal.
Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan
identifikasi jenis lahan (Darmawijaya,1990).
Objek dari topografi adalah mengenai posisi suatu bagian dan secara umum
menunjuk pada koordinat secara horizontal seperti garis lintang dan garis bujur, dan
secara vertical yaitu ketinggian.

Tanah asalnya terbentuk dari bahan induk atau batuan. Bahan induk dapat berupa batuan
beku maupun batuan sedimen. Tanah yang terbentuk dari batuan beku asalnya dari lava
yang keluar dari gunung berapi lalu membeku. Batuan yang telah membeku tersebut
kemudian terkena pengaruh cuaca, terutama panas dan hujan. Batuan kemudian hancur
dan terbentuklah tanah. Hancurnya batuan juga dapat terjadi disebabkan adanya
tumbuhan yang akarnya mampu menghancurkan batuan. Tanah juga terbentuk dari
batuan sedimen. Batuan sedimen tersebut mengalami pemadatan, mengeras, dan
kemudian hancur oleh pengaruh cuaca. Tanah yang terbentuk dari batuan sedimen
berbeda

dengan

tanah


yang

terbentuk

dari

batuan

beku.

Tanah yang terus menerus mengalami proses pelapukan akan makin tebal atau dalam.
Dengan demikian, usia tanah dapat ditentukan dengan melihat ketebalan atau kedalaman
tanahnya, makin tebal atau dalam, makin tua usia tanah tersebut. Usia tanah dapat juga
dilihat dari warna dan banyaknya lapisan atau horizon tanahnya. Warna tanah berubah
sehingga tanah yang memiliki banyak horizon tanah dapat dikatakan tanah tersebut telah
mengalami perkembangan lanjut atau berusia tua. Biasanya, tanah yang berusia tua
warnanya kemerah-merahan, sedangkan tanah yang lebih muda berwarna abu-abu atau
kehitaman sesuai dengan batuan yang menjadi bahan atau asal dari pembentukan tanah
tersebut (Darmawijaya,1990).

d. Distribusi Tanah di Suatu Lanskep pada Foto Udara
Cara yang mudah untuk identifikasi di foto udara menggunakan bentang lahan dan
kelerengan (topografi). Kenampakan permukaan bentang-alam sangat membantu pemeta
dalam mendelineasi satuan peta tanah. Tanah-tanah yang berada dalam suatu delineasi
(Satuan) peta, seringkali tidak semuanya dapat dikelompokkan kedalam satu satuan
taksonomi, melainkan termasuk dua atau lebih satuan taksonomi yang berbeda. Karena
satuan peta mengikuti kenampakan bentang-alam, dapat dikatakan bahwa satuan peta itu
benar-benar terdapat di alam dan dapat dilihat serta diraba, sedangkan satuan taksonomi
merupakan satuan yang abstrak (Miswar, 2013).
1.1.2 Satuan Peta Tanah
 Satuan Peta Tanah
Satuan peta tanah merupakan satuan yang dibatasi di lapangan berdasarkan pada
kenampakan bentang alam (landscape) yang terdiri atas kumpulan semua delineasi tanah

yang ditandai oleh symbol, warna, nama atau lambang yang khas pada suatu peta.
Delineasi sendiri mempunyai arti yaitu daerah yang dibatasi oleh suatu batas tanah pada
suatu peta. Pada umumnya, peta tanah terdiri lebih dari satu satuan peta. Data atau
informasi dari masing-masing satuan peta yang terdapat dalam peta tanah dijelaskan
dalam legenda peta. Satuan peta adalah satuan lahan yang mempunyai sistem fisiografi
yang sama, yang dibedakan satu sama lain di lapangan oleh batas-batas alami dan dapat

digunakan sebagai satuan evaluasi lahan. Satuan yang dihasilkan umumnya berupa tubuh
lahan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang dibedakan oleh batas-batas alami. Pendekatan
yang digunakan dalam penentuan satuan peta tanah ini adalah pendekatan fisiografis.
Satuan peta tanah disusun untuk menampung informasi penting dari suatu luasan
(polygon) tentang hal-hal yang berkaitan dengan survey tanah. Dan satuan peta tanah
harus mudah dikenali, diukur dan dapat dipetakan pada skala yang tersedia dari peta
dasarnya. Karena satuan peta mengikuti kenampakan bentang alam, dapat dikatakan
bahwa satuan peta itu benar-benar terdapat di alam dan dapat dilihat serta diraba.
Menurut Soil Survei Division Staff (1993), satuan peta merupakan kumpulan daerahdaerah yang didefinisikan dan komponen tanah atau daerah aneka atau kedua-duanya
diberi nama sama.

Gambar delineasi tanah dan satuan peta tanah

 Lansekap dan Pedon
Lansekap adalah kenampakan bentang alam. Dalam taksonomi tanah dkenal istilah
pedon dan poipedon. Pedon

dianggap

terlalu


kecil

untuk

dapat

menunjukkan

kenampakan yang lebih luas seperti lereng dan permukaan berbatu. Polipedon seperti
dikemukakan dalam taksonomi tanah merupakan suatu satuan klasifikasi, tubuh tanah dan
homogen pada tingkat seri dan cukup luas untuk menggambarkan semua karakteristik
tanah yang dipertimbangkan dalam deskripsi dan klasifikasi tanah. Polipedon jarang
dapat bertindak sebagai sesuatu yang nyata untuk klasifikasi karena amat sangat sulit
menemukan batas suatu polipedon di lapangan dan karena adanya kontradiksi dan
circular nature dari konsep tersebut. Ahli tanah mengklasifikasikan pedon tanpa
memperhatikan batasan ukurannya, yang secara sadar atau tanpa disadari mengaitkan
berbagai sifat-sifat yang lebih luas yang dibutuhkan dari daerah sekitar tanah tersebut ke
pedon. Polipedon mengaitkan tubuh tanah nyata di alam kepada konsep mental dari kelas
taksonomi. Setiap poligon pada suatu peta mewakili satu satuan peta tanah. Setiap satuan

peta dapat memiliki hingga 3 nama komponen (taksa) tanah yang ditampilkan dalam
legenda peta tanah.
 Satuan Taksonomi Tanah
Sekelompok tanah dari suatu sistem klasifikasi tanah masing-masingdiwakili oleh
suatu profil tanah yang disebut 'central concept' (konsep pusat) dengan sejumlah kisaran
penyimpangan sifat-sifat dari konsep pusat tersebut. Jadi satuan taksonomi tanah
menentukan suatu selang tertentu dari sifat-sifat tanah dalam kaitannya dengan selang
sifat tanah secara total dalam suatu sistem klasifikasi tanah tertentu. Perdekatannya
merupakan pendekatan morfogilik. Satuan taksonomi tanah seringkali dibuat tanpa
mempertimbangkan fakta-fakta yang ada di lapangan. Misalnya kita dapat saja
mengelompokkan tanah-tanah dengan lapisan bawah berwarna kelabu sebagai kelas
tersendiri dan yang memiliki kontak litik yang dangkal sebagai kelas yang lain.
Pengelompokkan ini mungkin dapat didelineasi pada peta, tetapi pada umumnya sangat
sukar dilakukan karena tidak terlihat di lapangan secara langsung.
Menurut van Wambake dan Forbes (1986), perbedaan yang prinsip antara satuan
taksonomi dan satuan peta adalah satuan taksonomi merupakan suatu konsep yang
dihasilkan dari membagi tanah sejagat (soil universal), sedangkan satuan peta merupakan

hasil dari pengelompokan delineasi tanah yang mempunyai nama, simbol, warna atau
lambang khas lainnya yang sama pada suatu peta yang dapat dikenali, diukur, dan

dipetakan di lapangan dengan mudah.
1.1.3 Satuan Peta Tanah Dalam Survei Tanah
Satuan peta tanah (SPT) dibuat tergantung tingkat ketelitian suvey atau tingkat
pemetaan yang dilakukan. Sehingga satuan peta dapat memiliki kisaran karakteristik yang
luas maupun sempit.Terdapat 2 jenis kelompok satuan peta dalam survey tanah. Yakni
satuan peta tanah sederhana dan satuan peta tanah majemuk, seperti yang dijelaskan di
bawah ini :
1. Satuan peta tanah sederhana ( Simple Maping Unit)
Satuan ini hanya mengandung satu tanah saja, atau terdapat tanah lain
(Inklusi). Satuan peta ini disebut Konsosiasi. Satuan ini didominasi oleh satu
satuan tanah dan tanah yang mirip. Yakni sekurang-kurangnya 50% dari pedonpedon yang ada dalam peta tersebut sama dengan yang tertulis dalam satuan peta
tanah. Sedangkan inklusinya tidak lebih dari 25%, 15%, atau 10%. Prosentase
tanah inklusi sendiri dijabarkan sebagai berikut :


Inklusi 25%, jika tanah yang berbeda tersebut lebih baik atau sama dengan tanah
utamanya.




Inklusi 15%, jika tanah yang berbeda tersebut bersifat sebagai pembatas untuk
penggunaannya.



Unklusi 10%, jika tanah yang berbeda tersebut berbeda kontras dan merupakan
factor pembatas yang berat.

Gambar Ilustrasi satuan tanah konsosiasi

2. Satuan peta tanah majemuk ( compound Mapping Unit)
Satuan Peta tanah majemuk terdiri atas 2 satuan tanah atau lebih yang
berbeda. Biasanya satuan ini digunakan pada survey yang berskala lebih kecil
pada daerah yang rumit. Satuan untuk tanah majemuk dibedakan menjadi :
a. Asosiasi tanah
Yaitu sekelompok tanah yang berhubungan secara geografis, tersebar
dalam suatu satuan peta menurut pola tertentu yang dapat diduga posisinya.
Tetapi karena kcilnya skala peta , taksa-taksa tanah tersbut tidak dapat
dipisahkan.


Gambar Ilustrasi satuan tanah kompleks
b. Komplek tanah
Sekelompok tanah dan taksa yang berbeda, yang berbaur satu dengan
lainnya dalam suatu delineasi tanpa memperlihatkan pola tertentu atau
menunjukan pola yang tidak beraturan. Satuan peta dikatakan kompleks apabila
komponen utama dalam satuan peta kompleks tidak dapat membentuk satuan
peta tersendiri jika dipetakan pada skala 1;24.000. Dengan kata lain apabila
konponen satuan-satuan tanah dalan satuan tersebut didelineasi dan luasnya
lebih dari 2,3 ha maka satuan tanah tersebut adalah asosiasi.Sedangkan apabila
kurang dari 2,3 ha maka termasuk dalam satuan tanah kompleks.
c. Kelompok tak dibedakan
Yakni satuan yang terdiri atas 2 atau lebih tanah yang secara geografis
tidak selalu berupa konsosiasi tetapi termasuk dalam satuan peta yang sama

karena penggunaan dan pengolahannya sama atau mirip. Tanah dimasukkan ke
dalam dimasukkan dalam satuan ini karena memiliki sifat-sifat :
1. Berlereng terjal
2. Berbatu
3. Mengalami pengaruh banjir yang parah

Gambar Ilustrasi satuan tanah konsosiasi

3. Kelompok Tak di Bedakan
Kelompok tak dibedakan (undifferentiated groups), merupakan tanah yang
terdiri dari dua atau lebih yang secara geografis tidak selalu berupa konsosiasi
namun termasuk dalam satuan peta yang sama karena penggunaan dan
pengelolaannya sama. Tanah-tanah tersebut dimasukkan kedalam satuan peta yang
sama karena mempunyai sifat berlereng terjal, berbatu, mengalami pengaruh banjir
yang cukup parah sehingga membatasi penggunaan dan pengelolaannya.
Ketentuan proporsi dari masing-masing tanah yang menyusunnya sama dengan
asosiasi atau kompleks . berikut kriteria untuk menentukan satuan peta menurut
Dent dan Young (1981) adalah :
1. Satuan peta harus bersifat homogen (tidak perlu mempunyai karakteristik
yang seragam, tetapi variasi dalam satu satuan peta dipertahankan dalam
batasan yang telah dibuat). Macam variasi hendaklah tetap konsisten dengan
semua satuan peta yang mempunyai nama yang sama.
2. Pengelompokkan hendaklah mempunyai nilai yang praktis.
3. Harus memungkinkan untuk memetakan satuan secara konsisten.

4. Pemetaan hendaklah diselesaikan dalam waktu yang layak dan dengan
peralatan yang umum. Sifat tanah yang digunakan dalam pemetaan haruslah
(terutama) sifat yang dapat diamati dan dirasakan seperti warna dan tekstur.
Banyak sifat-sifat tanah penting didalam praktek seperti unsur hara misalnya,
tidak dapat langsung diamati dan dipetakan dilapangan. Hubungan sifat tanah
yang dapat diamati dan sifat tanah penting lainnya harus ditemukan selama
survei.
5. Sifat tanah yang relatif stabil, seperti tekstur dan litologi, hendaklah
digunakan untuk memberi batasan satuan taksonomi, bukan sifat yang cepat
berubah dengan pengelolaan seperti struktur atau bahan organik tanah-atas.
Dalam survei tanah detail, satuan peta yang sering digunakan adalah :
1. Seri tanah, merupakan sekelompok tanah yang memiliki ciri dan perilaku
serupa, berkembang dari bahan induk yang sama dan mempunyai sifat-sifat
dan susunan horizon, terutama dibagian bawah horizon olah dan sam dalam
rezim kelembaban dan suhu tanah. Nama seri diambil dari nama lokasi
pertama kali ditemukan seri tanah tersebut. Misalnya seri Labuanteratak.
2. Fase tanah, merupakan pembagian lebih lanjut dari seri tanah sesuai
dengan ciri-ciri penting bagi pengelolaan/penggunaan lahan, seperti drainase
dan erosi. Fase dapat juga digunakan pada tingkat kategori lainnya seperti
famili, sub-group dan lain-lain.
3. ‘Soil variant’, merupakan tanah yang sangat mirip dengan seri yang
sudah ditemukan, tetapi berbeda dalam beberapa sifat penting. Hal ini
mengurangi banyak seri tanah yang mungkin ditemukan dalam suatu survei,
dimana perbedaan tidak terlalu besar. ‘Soil variant’ dapat menjadi seri
tersendiri, jika pengkajian lapangan telah dilakukan lebih intensif.
1.1.4 Inklusi Dalam Satuan Peta Tanah
Satuan peta tanah hampir selalu mengandung satuan tanah lain yang didalam legenda
peta tanah namanya tidak muncul. Satuan tanah ini disebut inkluisi. Inkluisi tersebut terlalu
kecil untuk dideliniasi tersendiri, atau kadang memang tidak teramati oleh metode survei
yang dilakukan. Hal ini berkaitan dengan ketentuan bahwa delineasi terkecil dalam peta

adalah 0.4 cm2 (USDA, 1989). Inkluisi dapat berupa tanah yang serupa atau tanah yang
tidak serupa dengan tanah yang digunakan sebagai nama satuan peta tersebut. Tanah yang
tidak serupa dapat pula berupa tanah penghambat (limiting) atau tanah yang bukan
penghambat (non limiting).
1. Inkluisi tanah serupa
Mempunyai beberapa sifat penciri yang sama dengan sifat tanah utama dan juga
Berperilaku dan berpotensi serupa dengan tanah utama. Inklusi ini Memerlukan usaha
konservasi dan pengelolaan yang sama dengan tanah utama.Contoh : Typiq
Argiaquolls dan Udollic Ocharaqualfs. Kedua tanah ini mempunyai persamaan sifat
dalam hal :


Kelembaban tanah



Kejenuhan basa



Kandungan bahan organic



Memiliki perbedaan tidak lebih dari 2 atau 3 kriteria.



Kesamaan sifat dapat terjadi pada sembarang tingkat kategori (fase, seri,
famili, subroup).

2.

Inkluisi tanah tidak serupa
Tidak mempunyai kesamaan terhadap sifat-sifat penciri penting atau

memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan tanah utama. Perbedaan antara tanah
yang tidak serupa dapat dalam arti banyaknya sifat tanah yang berbeda atau besarnya
tingkat perbedaan atau kedua-duanya.Perbedaan dapat terjadi pada tingkat fase, seri
famili atau kategori yang lebih tinggi. Tanah tidak serupa dapat sebagai penghambat
atau bukan penghambat. Contoh : tanah sempit dengan lereng 15 – 25% yang
merupakan inkluisi dalam satuan peta tanah dengan lereng dominan 4 – 8% dapat
merupakan penhambat serius penggunaan tanah di daerah tersebut. Inkluisi ini
disebut inkluisi penghambat.
2.

Inklusi penghambat
Inklusi penghambat adalah inklusi tanah tidak serupa yang mempunyai faktor
penghambat lebih besar dari tanah utama atau mempengaruhi tingkat pengelolanya.

3.

Inklusi bukan penghambat

Inklusi bukan penghambat adalah inklusi tanah tidak serupa dengan faktor
penghambat lebih rendah dari pada tanah utama. Tidak akan memengaruhi
interpretasi terhadap potensi satuan peta tersebut.
2.2.5 Fase Tanah
Fase tanah merupakan pengelompokan tanah secara fungsional yang bermanfaat untuk
memprediksi potensi tanah di daerah yang di survey. Fase yang biasa di gunakan untuk seri
tanah menurut Hardjo, marsoedi dan ismangun (1993) adalah sebagai berikut:
1. Tekstur atas tanah mineral
2. Lapisan organic di permukaan tanah
3. Fragmen batuan di dalam tanah atas
4. Batu di permukaan tanah
5. Fase lereng
6. Erosi tanah
7. Fase pengendapan
8. Fase salin
9. Fase sodik
10. Fase fisiografi
2. PERAN KORELATOR DALAM SURVEI TANAH
Survei tanah umumnya dilaksanakan oleh suatu tim yang terdiri dari beberapa regu.
Pada dasarnya suatu peta tanah merupakan hasil interpretasi yang subyektif dari masingmasing regu (penyurvei), sehingga masing-masing penyurvei mempunyai interpretasi yang
berbeda-beda terhadap konsep model hubungan tanah-bentang alam yang dipetakan. Dengan
demikian peta tanah yang dihasilkan pun berbeda bagi masing-masing pemeta. Berdasarkan
keyataan tersebut, hasil kerja masing-masing regu hendaklah dikorelasikan satu dengan
lainnya oleh seorang korelator yang bertanggung jawab terhadap peta yang dihasilkan.
Tugas penting korelator ini antara lain (Barneveld, 1986):
 Menyusun beberapa standar seperti keseragaman dalam interpretasi foto udara,
 Menyusun legenda peta sementara,
 Merencanakan operasi lapangan dan prosedur pemetaan,

 Selama survei lapangan, korelator hendaklah menguji standar dan prosedur yang telah
digariskan sebelumnya,
 Semua regu secara bergiliran diikuti oleh korelator,
 Mengkorelasi semua satuan peta, serta mengevaluasi apakah sistem klarisifikasi tanah
telah diterapkan dengan benar secara konsisten oleh semua regu,
 Menguji hasil survei bersama-sama pemakai peta dan tim survei untuk meyakinkan
kebenaran hasil survei,
 Menyusun dan mengembangkan kerangka dan prosedur evaluasi lahan, dan
 Menyiapkn dan memeriksa kembali konsep peta dan laporan.