LEKSIKON GAWE PADA MASYARAKAT DAYAK ULU SAKADO KECAMATAN NANGA MAHAP KABUPATEN SEKADAU
LEKSIKON GAWE PADA MASYARAKAT DAYAK ULU SAKADO KECAMATAN NANGA MAHAP KABUPATEN SEKADAU ARTIKEL PENELITIAN OLEH
LEKSIKON GAWE PADA MASYARAKAT DAYAK ULU SAKADO
KECAMATAN NANGA MAHAP KABUPATEN SEKADAU Irena Susanti, Hotma Simanjuntak, Laurensius Salem Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untan PontianakEmail: Abstract
Lexicon in gawe (marriage ceremony) has many terms that is not used among Dayak
Ulu Sakado community especially in the tools, materials, and the process of
implementation. In the modern era, the tools, materials, and processec in gawe has
changed from traditional to modern. Therefore,it causes the decrease of gawe lexicon(marriage ceremony) introduction among Dayak Ulu Sakado comumunity especially
among the young generation. The problems in this research are the inventory, the
form, and the lexical and cultural meaning of gawe (marriage ceremony) on Dayak
Ulu Sakado community subdistrict Nanga Mahap in Sekadau, as well as the
implementation in teaching and learning process in school. Researcher used
qualitative method and descriptive research form. Based on the research that has beendone, the result that are found in lexicon gawe is as follows: the lexicon inventory
based on the tools classification, the materials, and the processes; lingual unit froms of monomorphism, polymorphism, and phrase; lexical and cultural meaning of lexicongawe based on the tools, the materials, the processes, and the implementation of
lexicon gawe (marriage ceremony )learning in school in form of procedure text.Keywords: Lexicon, Gawe, Dayak Ulu Sakado Community PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia memiliki keberagaman bahasa selain bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu dan bahasa nasional. Bahasa Dayak Ulu Sakado (selanjutnya disingkat BDUS) merupakan satu di antara bahasa daerah yang terdapat di Indonesia khususnya di Kalimantan Barat. BDUS berfungsi sebagai alat komunikasi antara individu satu dengan yang lain, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat Dayak Ulu Sakado (yang disingkat MDUS). Selain sebagai alat komunikasi antar masyarakat, BDUS juga digunakan sebagai usaha masyarakat dalam memelihara aspek kebudayaan yang ada. Bahasa daerah merupakan warisan kekayaan budaya Indonesia tumbuh dan berkembang hingga saat ini dan harus dipelihara kelestariannya agar tidak hilang oleh perkembangan zaman. Pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai bahasa daerah yang dimiliki bangsa Indonesia. Hal
undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pemerintah
daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Melalui ayat ini, negara memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada masyarakat untuk mengembangkan dan memelihara bahasanya sebagai bagian dari kebudayaan masing-masing.
Satu di antara kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Dayak Ulu Sakado (selanjutnya disingkat MDUS) adalah upacara adat. Upacara adat pada MDUS bermacam-macam seperti pesta kelahiran disebut dengan ngansilokng, syukuran makam disebut dengan nanam bangko, syukuran rumah baru disebut dengan naitn
dango, syukuran hasil panen disebut dengan gawe. Gawe oleh MDUS hanya upacara perkawinan, berbeda dengan gawe yang terdapat dalam masyarakat Dayak pada umumnya yang menjadikan setiap upacara adat sebagai gawe.
Pelaksanaan gawe bertujuan untuk membayar adat kepada para saksi dan anggota keluarga serta masyarakat lainnya. Apabila gawe tidak dilaksanakan oleh masyarakat sampai anaknya menikah dan
gawe terlebih dahulu, maka masyarakat yang bersangkutan akan dikenakan hukuman adat.
Biaya yang dikeluarkan untuk membayar hukuman adat hampir sama jumlahnya dengan biaya penyelenggaraan gawe. Oleh sebab itu, masyarakat lebih memilih melaksanakan gawe daripada membayar hukuman adat.
Ada beberapa alasan leksikon gawe masyarakat Dayak Ulu Sakado perlu diteliti sebagai berikut. Pertama, Adat yang terdapat dalam gawe pada masyarakat Dayak Ulu
Sakado dari tahun ke tahun mengalami
perubahan. Kedua, Leksikon gawe akan dilupakan oleh masyarakat khususnya generasi muda seiring dengan perkembangan zaman. Alasan ketiga yaitu Leksikon gawe Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) bagaimana inventarisasi leksikon gawe (upacara perkawinan) pada Masyarakat Dayak Ulu
Sakado berdasarkan klasifikasi alat, bahan,
dan proses dengan menggunakan komputerisasi WeSay? (2) bagaimana bentuk leksikon gawe (upacara perkawinan) pada Masyarakat Dayak Ulu Sakado berdasarkan klasifikasi alat, bahan, dan proses? (3) bagaimana arti leksikal dan arti kultural leksikon gawe (upacara perkawinan) Masyarakat Dayak Ulu Sakado berdasarkan klasifikasi alat, bahan, dan proses? (4) bagaimana rencana implementasi pembelajara leksikon gawe (upacara perkawinan) pada Masyarakat Dayak Ulu
Sakado di sekolah?
Penelitian ini dilakukan karena ada tujuan yang ingin dicapai dengan menemukan penyelesaian dari masalah yang telah dirumuskan di atas. Tujuan penelitian ini sebagai berikut. (1) pendeskripsian inventarisasi leksikon gawe (upacara perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu
Sakado berdasarkan klasifikasi alat, bahan,
dan proses dengan menggunakan komputerisasi WeSay. (2) pendeskripsian bentuk leksikon gawe (upacara perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu Sakado berdasarkan klasifikasialat, bahan, dan proses. (3) pendeskripsian arti leksikal dan arti kultural leksikon gawe (upacara perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu
Sakado berdasarkan klasifikasialat, bahan,
dan proses. (4) pendeskripsian rencana implementasi pembelajaran leksikon gawe (upacara perkawinan) pada Masyarakat Dayak Ulu Sakado di sekolah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti dan pembaca baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan khususnya di bidang semantik tentang leksikon dalam bahasa daerah yaitu BDUS. Penelitian ini akan memberikan kontribusi kekayaan dibidang semantik khususnya bagi penutur BDUS di Kecamatan Nanga Mahap, Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat. Secara praktis manfaat penelitian ini adalah mendukung pendokumentasian kekayaan budaya dalam upaya pengembangan dan pelestarian bahasa daerah khususnya pendokumentasian leksikon gawe (upacara perkawinan) dalam BDUS.
Ruang lingkup dalam penelitian ini yaitu, leksikon gawe (upacara perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu Sakado Kecamatan Nanga Mahap Kabupaten Sekadau, penelitian dilakukan dengan kajian semantik dan pendekatan etnolinguistik. Peneliti mengklasifikasikan gawe berdasarkan alat, bahan, dan proses pelaksanaan gawe. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi gawe (upacara perkawinan) berdasarkan bentuk leksikon gawe yaitu; monomorfemis terdiri dari nomina dan verba, polimorfemis nasal, serta frasa yang terdiri dari frasa endosentris dan eksosentris. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi arti leksikal serta komponen makna dalam leksikon alat, bahan, dan proses yang terdapat dalam gawe. Peneliti juga menganalisis arti kultural yang terdapat dalam leksikon alat, bahan, dan proses gawe.
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semanrtics, berasal dari bahasa Yunani sema (nomina) yang berarti “tanda” atau semaino (verba) yang berarti “menandai” (Arifin, 2013:1). Menurut Tarigan (2009:3) pengertian semantik dalam arti luas adalah semantik menelaah “hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”. Menurut Pateda (2010:7) semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna. Dengan kata lain semantik berobjekkan makna. Semantik yang semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to
METODE PENELITIAN
signity atau memaknai sebagai istilah teknis,
semantik mengadung pengertian “study tentang makna” (Aminuddin, 2011:15). Kata semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa
samaino (menandai, berarti). Istilah tersebut
digunakan pada pakar bahasa (linguis) untuk menyebut bagian ilmu bahasa (linguistik) yang mempelajari makna (Djajasudarma, 2012:1). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian semantik merupakan cabang ilmu dari linguistik yang memberi penjelasan tentang makna.
Kata leksikon itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, lexicon yang artinya ‘kata’ atau ‘kosakata’. Dengan demikian, leksikon atau kosakata adalah sejumlah kata dalam suatu bahasa yang digunakan secara aktif maupun pasif, baik yang tersebar di kalangan masyarakat maupun yang sudah dikumpulkan berupa kamus. Leksikon merupakan kumpulan leksem (Sudaryat, 2008:65-66). Menurut Chaer (2007:2) istilah leksikon lazim digunakan untuk mewadahi konsep kumpulan leksem dari suatu bahasa, baik kumpulan secara keseluruhan maupun secara sebagian. Dalam peristilahan sekarang barangkali istilah leksikon ini bisa disepadankan dengan istilah kosakata yang sudah lazim digunakan dalam pembelajaran bahasa. Menurut Chaer (2007:6-7) kosakata adalah (1) semua kata yang ada dalam bahasa Indonesia seperti yang didaftarkan di dalam kamus-kamus bahasa Indonesia, (2) kata-kata yang dikuasai oleh seseorang atau sekelompok orang dari lingkungan yang sama, (3) kata-kata atau istilah yang digunakan dalam satu bidang kegiatan atau ilmu pengetahuan, (4) sejumlah kata dari suatu bahasa yang disusun secara alfabetis beserta dengan sejumlah penjelasan maknanya, layaknya sebuah kamus, (5) semua morfem yang ada dalam suatu bahasa. Menurut Verhaar (2012:13) “leksikon” dalam ilmu linguistik berarti perbendaharaan kata- kata itu sendiri sering disebut “leksem”.
Metode penelitian adalah pemilihan penggunaan metode dan teknik-teknik tertentu pada tahapan penyediaan data. Metode sangat ditentukan oleh watak dasar dari objek penelitian (Mahsun, 2013:16-17). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Moleong (2010:11) menyatakan bahwa metode deskriptif merupakan data-data yang dikumpulkan berupa fakta-fakta, gambaran, dan bukan angka-angka sehingga laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, penggunaan metode deskriptif oleh peneliti adalah untuk menggambarkan fakta- fakta berdasarkan kenyataan berupa leksikon alat, bahan, dan proses.
Bentuk penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena sosial termasuk fenomena kebahasaan yang tengah diteliti, yang berbeda dengan hakikat penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena yang sedang dikaji (Mahsun, 2013:257), sedangkan Denzin dan Lincon merupakan penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan maksud yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaah dokumen. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Moleong, 2010:6). Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk melihat objek ilmiah yang terjadi dan melibatkan teori. Jadi, penelitian ini lebih memfokuskan kata-kata dan bahasa dalam leksikon gawe (upacara perkawinan) MDUS Kecamatan Nanga Mahap Kabupaten Sekadau yang didapatkan dalam penelitian.
Menurut Loflan dan Loflan (dalam Moleong, 2010:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambah seperti dokumen. Berkaitan dengan pendapat tersebut sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan bahasa Dayak Ulu Sakado yang berupa leksikon gawe (upacara perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu
Sakado
yang dituturkan oleh dua informan dalam penelitian ini adalah leksikon gawe (upacara perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu Sakado yang didapatkan dari informan. Leksikon tersebut mencakup klasifikasi alat, bahan, dan proses gawe pada masyarakat Dayak Ulu Sakado.
Mahsun (2013:92-93) menjelaskan bahwa teknik pengumpulan data pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni teknik simak, teknik cakap, dan teknik intropeksi. Mengacu pada pendapat Mahsun, teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah teknik simak yang memiliki teknik lanjutan yakni simak libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Peneliti adalah instrumen kunci sebagai perencana, pelaksana, penganalisis, dan pelapor hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti dibantu oleh alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu instrumen wawancara, alat tulis, dan alat perekam suara.
Teknik menguji keabsahan data ini dilakukan untuk memastikan kebenaran dan keakuratan data yang didapatkan. Cara yang digunakan untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan cara mencermati dan mengamati secara mendalam agar data yang diperoleh efektif. Pengujian ini dilakukan dengan cara memiliki kecukupan referensi. Kecukupan referensi dilakukan dengan cara membaca dan menelaah sumber-sumber data serta berbagai sumber yang relevan dengan masalah penelitian secara berulang-ulang agar memperoleh pemahaman yang memadai.
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasikan data. Pada tahap ini upaya untuk menyamakan data dan membedakan data yang serupa tetapi tidak sama (Mahsun. 2013:235). Cara-cara yang dilakukan dalam teknis analisis data yaitu; 1) transkripsi, peneliti mengubah hasil wawancara ke dalam bentuk tulisan agar lebih mudah diteliti. Data yang telah didapat dari hasil pengumpulan data, mulai dipilih yang sesuai dengan pembahasan leksikon
gawe (upacara perkawinan) pada MDUS
Kecamatan Nanga Mahap Kabupten data yang telah dikumpulkan kemudian dikalsifikasikan dan diperiksa kebenaran datanya sesuai submasalah yang diteliti. Submasalah tersebut adalah inventarisasi leksikon gawe, bentuk leksikon gawe, dan arti leksikal dan arti kultural gawe (upacara perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu
Sakado Kecamatan Nanga Mahap Kabupaten
Sekadau. 3) analisis data, data yang telah dikalsifikasikan perlu dianalisis untuk menemukan penyelesaian masalah-masalah dala penelitian. Proses menganalisis data dilakukan sesuai dengan masalah penelitian. Teknik analisis data yang akan dilakukan peneliti sebagai berikut; menginventarisasi leksikon gawe (upacara perkawinan) pada MDUS menggunakan komputerisasi WeSay berdasarkan alat, bahan, dan proses . menganalisis bentuk leksikon gawe (upacara perkawinan) pada MDUS berdasarkanalat, bahan, dan proses; menganalisis arti leksikal dan arti kultural leksikon gawe (upacara perkawinan) pada MDUS berdasarkan alat, bahan, dan proses; mengimplementasikan lekiskon gawe (upacacra perkawinan) terhadap pembelajaran di sekolah, dan penarikan simpulan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Inventarisasi leksikon gawe pada masyarakat Dayak Ulu Sakado merupakan daftar pengelompokkan leksikon gawe yang diperoleh setelah melakukan penelitian lapangan di Dusun Enturah Kecamatan Nanga Mahap Kabupaten Sekadau. Pengelompokkan leksikon tersebut berdasarkan alat, bahan, dan proses. Penyusunan kamus bahasa Dayak Ulu
Sakado ini menggunakan perangkat lunak
komputer yang berkaitan dengan komputerisasi perkamusan yang dikenal dengan wesay mengkomunikasikan data dalam format Wesay memungkinkan data yang dikomputerisasikan tercetak dalam bentuk yang rapi dan sistematis. Wesay merupakan perangkat lunak yang baik untuk mengolah dan mengemas data hasil catatan dan wawancara di lapangan. Perangkat lunak ini memudahkan penyusunan kamus karena setiap lema yang dimasukkan secara acak dapat menghasikan kamus berurutan sesuai abjad.
Berdasarkan hasil penelitian, bentuk leksikon gawe pada MDUS yang ditemukan ialah berupa monomorfemis, polimorfemis, dan frasa. Monomorfemis merupakan kata yang belum mendapat imbuhan, sehingga monomorfemis mencakup semua kata yang tergolong kata dasar, bentuk tunggal dalam leksikon gawe dengan pengertian morfem itu dapat berdiri sendiri, bermakna dan tidak terikat dengan morfem lain atau belum mendapatkan tambahan apapun, belum diulang dan belum digabungkan. Penambahan afiks dapat dilakukan di depan disebut awalan (prefiks), afiks yang berada di tengah disebut sisipan (infiks), dan afiks yang berada di belakang disebut konfiks. Afiks selalu berupa morfem terikat, sedangkan atau morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tidak terikat oleh bentuk lain, memiliki makna dan kategori, contoh: buloh,
umut, dan sebagainya. Morfem terikat adalah
morfem yang selalu terikat oleh bentuk lain, tidak bisa berdiri sendiri, belum bermakna, dan belum berkategori, contoh; nasal n; ng; dan sebagainya. Adapun bentuk yang termasuk bentuk pengimbuhan afiks berdasarkan hasil penelitian leksikon gawe pada MDUS hanya ditemukan pada proses dalam gawe. Arti leksikal dan kulutral yang ditemukan di analisis menggunakan komponen makna.
Hasil implementasi pembelajaram leksikon gawe di sekolah berupa teks prosedur dalam pembelajaran bahasa Indonesia tingkat SMP kelas VII kurikulum 2013 Kompetensi Dasar (KD) 3.5 Mengidentifikasi teks prosedur tentang cara melakukan sesuatu dengan cara membuat (cara memainkan alat musik/tarian daerah, cara membuat kuliner khas daerah dan lain- lain) dari berbagai sumber yang dibaca dan didengar.
Pembahasan Inventarisasi Leksikon Gawe babi [babi] KATA BENDA
binatang menyusui yang bermoncong panjang, berkulit tebal, dan berbulu kasar.
KATA BENDA
ɛ]
alat yang terbuat dari kayu bulat dan bambu sepanjang 1.5 m digunakan untuk meletakkan lemang ketika dimasak.
pulut
[ŋaroɲɔʔ bɔras pulut] V
ERB
aktivitas mencampur beras ketan dengan daging babi dan garam sebelum dimasukkan ke dalam bambu untuk dimasak
Bentuk Satuan Lingual gawe pada MDUS Tapayatn
merupakan
bate [bat
Penggabungan dua kata tersebut menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa nominal dan bertipe endosentrik.
- nomina → verba
adalah tempayan yang berukuran besar. Alat ini digunakan untuk menyimpan tuak (minuman beralkohol). Tapayatn terbuat dari tanah liat berlapis porselen. Tapayatn yang digunakan dalam gawe sebanyak dua belas buah dengan model yang beragam. Bentuk tapayatn yang digunakan dalam gawe sama dengan bentuk tempayan pada umumnya, yaitu besar pada bagian tengah, sedangkan bagian bawah dan atas lebih kecil. Cara menggunakan tapayatn yaitu nasi dari boras pulut yang telah diberi ragi dimasukkan ke dalam tapayatn pada saat
Arti Leksikal dan Kultural Leksikon Gawe pada MDUS Tapayatn
menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa verba dan bertipe endosentrik.
notak . Penggabungan dua kata tersebut
memotong daging babi menjadi beberapa bagian. Notak laok termasuk endosentrik. Kata notak berkategori verba dan menjadi inti dari frasa, sedangkan kata laok berkategori nomina yang menjadi atribut kata
Notak laok merupakan aktivitas
atribut kata mulah. Penggabungan dua kata tersebut menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa verba dan bertipe endosentrik.
tungkuk berkategori nomina yang menjadi
membuat tungku dari kayu yang digunakan untuk memasak Mulah tungkuk termasuk endosentrik. Kata mulah berkategori verba dan menjadi inti dari frasa, sedangkan kata
Mulah tungkuk merupakan aktivitas
endosentrik. Kata bahatn berkategori nomina dan menjadi inti dari frasa, sedangkan kata salobar berkategori nomina yang menjadi atribut kata bahatn Penggabungan dua kata tersebut menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa nominal dan bertipe endosentrik.
salobar. Bahatn salobar termasuk
yang dihidangkan ketika pelaksanaan
Bahatn salobar merupakan bahan adat
berkategori nomina dan menjadi inti dari nomina yang menjadi atribut kata nasik.
Berdasarkan distribusinya, leksikon tapayatn digolongkan sebagai morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata. Ditinjau dari satuan gramatikal, bentuk ini tergolong bentuk monomorfemis karena terdiri dari satu morfem. Tapayatn merupakan tempayan yang digunakan sebagai wadah untuk menyimpan tuak.
pulut termasuk endosentrik. Kata nasik
yang terbuat dari beras ketan dan daging babi yang dimasak menggunakan bambu. Nasik
Nasi pulut merupakan kue khas gawe
mati dan di potong kecil-kecil yang digunakan sebagai kayu bakar. Kayu api termasuk endosentrik. Kata kayu berkategori nomina dan menjadi inti dari frasa, sedangkan kata api berkategori nomina yang menjadi atribut kata kayu. Penggabungan dua kata tersebut menghasilkan bentuk baru yang berupa frasa nominal dan bertipe endosentrik.
Kayu api merupakan kayu yang sudah
→ ngumut
ng - + umut
mendapatkan imbuhan nasal ng- , sehingga bentuk nomina umut berubah menjadi verba ketika sudah mendapatkan imbuhan nasal. nasal ng-
ngumut berasal dari nomina umut dan
Leksikon ngumut “mengambil umut” tergolong bentuk polimorfemis karena
merupakan bentuk dasar yang berkelas kata verba. Berdasarkan distribusinya, leksikon baragas digolongkan sebagai morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata. Ditinjau dari satuan gramatikal, bentuk ini tergolong bentuk monomorfemis karena terdiri dari satu morfem. Baragas merupakan aktivitas memasak nasi pulut menggunakan bambu.
Baragas
merupakan bentuk dasar yang berkelas kata nominal. Berdasarkan distribusinya, leksikon tuak digolongkan sebagai morfem bebas karena dapat berdiri sendiri sebagai kata. Ditinjau dari satuan gramatikal, bentuk ini tergolong bentuk monomorfemis karena terdiri dari satu morfem. Tuak merupakan minuman beralkohol yang terbuat dari fermentasi beras ketan.
Tuak
napuk. Tapayatn disimpan di pojok ruangan upacara gawe. Komponen makna tapayatn sebagai berikut.
Tabel 1. Tapayatan No. Komponen Makna Ciri 1.
Gambar 2. Katupang
Bahan tanah liat 2. Bentuk bulat Mulah tungkuk
Cara Pemakaian merupakan aktivitas membuat tungku dari
1. nasi dari beras ketan yang telah diberi kayu yang akan digunakan untuk memasak. ragi dimasukkan ke dalam tapayatn
Aktivitas ini dilakukan sehari sebelum proses sebulan sebelum gawe. memasak dilaksanakan. Mulah tungkuk
tapayatn disimpan di pojok ruangan dilakukan oleh beberapa orang panitia.
dan tidak boleh dibuka sampai Bahan yang digunakan untuk mulah tungkuk menjelang upacara gawe. ada;ah kayu. Alat yang digunakan ketika
Fungsi
mulah tungkuk adalah iso yang berfungsi
fungsi tapayatn untuk menyimpan tuak untuk menebang kayu yang akan dijadikan (minuman beralkohol).
tungkuk. Cara mulah tungkuk yaitu ambil tiga
kayu bulat dipotong sama panjang kemudian tancapkan ke tanah. Supaya kayu masuk ke dalam tanah pukul kayu tersebut menggunakan kayu lain yang lebih besar. Komponen makna dari mulah
tungkuk
sebagai berikut Alat
Gambar 1. Tapayatn
iso untuk menebang dan memotong kayu Katupakng
merupakan Waktu bahan adat yang terbuat dari daging babi. Sehari sebelum proses memasak
katupakng dibuat dengan cara daging babi dilaksanakan.
dipotong kecil kemudian digoreng sampai Proses kering. katupakng disajikan ketika makan Kayu yang masih bulat dipotong menjadi pesta, disimpan satu tempat dengan pulut, tiga, kemudian ditancapkan ke tanah
topokng, dan dautn salayatn.Keempat bahan membentuk segitia.
ini harus ada dalam pelaksanaan gawe. Komponen makna dari katupkang sebagai berikut.
Bahan
katupang terbuat dari daging babi
Cara Membuat daging babi dipotong kecil, kemudian
Gambar 3. Mulah Tungku
digoreng sampai kering. Setelah masak tiriskan kemudian hidangkan ketika makan
Hasil Implementasi pembelajaran
pesta dan pada saat salobar
Leksikon Gawe di Sekolah
Fungsi Teks Prosedur membuat topokng
katupang berfungsi sebagai lauk ketika
Upacara adat identik dengan makanan makan pesta dan sebagai bahan adat yang tradisional. Begitu juga dengan upacara wajib ada ketika salobar perkawinan pada masyarakat dayak ulu sakado kecamatan nanga mahap kabupaten
7. tradisional. Satu di antara makanan jadilah makanan khas dayak ulu tradisional yang ditemukan ketika upacara sakado yang menjadi makanan wajib perkawinan adalah topokng. Topokng dalam upacara-upacara adat. merupakan makanan khas Dayak Ulu sakado yang terbuat dari tepung ketan. Makanan ini
SIMPULAN DAN SARAN
memiliki rasa yang khas karena digoreng menggunakan minyak yang berasal dari
Simpulan
lemak babi. Membuat topokng sangat mudah Penelitian terhadap gawe (upacara dengan bahan terjangkau dan dengan kualitas perkawinan) pada masyarakat Dayak Ulu rasa yang khas.
Sakado telah dilakukan di Dusun Enturah,
Mulailah berkreasi membuat makanan Desa Landau Apin, Kecamatan Nanga tradisional menggunakan bahan yang Mahap Kabupaten Sekadau yang melibatkan sederhana, mudah didapatkan di sekitar dua informan. Analisis terhadap seluruh anda dan memiliki rasa yang khas. Selamat leksikon gawe (pesta perkawinan) pada mencoba, semoga berhasil. masyarakat Dayak Ulu Sakado dilakukan
Untuk membuat makanan tradisional dalam tiga analisis: inventarisasi leksikon dayak ulu sakado dengan sebutan topokng,
gawe (upacara perkawinan) berdasarkan persiapkan alat dan bahan sebagai berikut.
klasifikasi alat, bahan, dan proses dengan 1. Tungku kayu menggunakan komputerisasi WeSay; bentuk 2.
Wajan leksikon gawe (upacara perkawinan); dan arti
3. Kayu bakar secara leksikal dan kultural leksikon gawe 4.
Sendok kayu yang besar (upacara perkawinan).
5. Beras ketan Peneliti menginventarisasi leksikon 6.
Minyak babi dan mengklasifikasikan berdasarkan alat,
7. Gula bahan, dan proses. Leksikon alat ditemukan
8. Air sebanyak 49 data, berdasarkan bahan Setelah itu, ikuti langkah-langkah sebanyak 27 data dan berdasarkan proses pembuatan makanan tradisional Dayak sebanyak 63 data, Jadi, jumlah data yang ulu sakado berikut. ditemukan pada penelitian ini sebanyak 113 1. Haluskan terlebih dahulu beras ketan data. menjadi tepung ketan dengan cara
Selanjutnya berdasarkan bentuk ditumbuk dengan lesung atau leksikon gawe berupa monomorfemis, menggunakan mesin penggiling polimorfemis, dan frasa . Selanjutnya arti 2. Setelah tepung siap, campurkan leksikal leksikon gawe berdasarkan alat tepung ketan tersebut dengan gula dan contohnya iso merupakan bilah besi tipis dan sedikit air sehingga menjadi adonan tajam, sedangkan makna kultural iso 3. Kemudian adonan tersebut dibentuk merupakan alat yang mempunyai pegangan, bulat seperti membuat donat. Jika terbuat dari besi yang ditempa dan digunakan sudah bulat maka pipihkan adonan untuk memotong babi, ayam, bambu, kayu tersebut agar tipis. dan umbut. Berdasarkan bahan contohnya 4. Setelah adonan siap, panaskan minyak katupang merupakan daging babi yang babi dalam wajan di atas tungku kayu dipotong kecil-kecil kemudian digoreng dan 5. Setelah minyak panas, masukan satu dihidangkan ketika makatn pesta. persatu adonan topokng ke dalam wajan sambil di bolak balik, tunggu
Saran
hingga berubah warna Penelitian terhadap leksikon gawe 6. jika topokng sudah berwarna kuning
(upacara perkawinan) pada masyarakat kecokelatan, angkat dan tiriskan Dayak Ulu Sakado masih terdapat kekurangan yang berupa tidak semua dapatkan dalam penelitian ini. Hal tersebut bertujuan agar leksikon dalam upacara dikarenakan pengetahuan dari informan yang perkawinan tidak hilang atau punah. belum sempurna karena belum ada buku panduan adat tentang tatacara gawe (upacara
DAFTAR RUJUKAN
perkawinan). Oleh sebab itu peneliti
Aminuddin. 2011 . Semantik Pengantar Ilmu
menyarankan kepada penelitian selanjutnya
Studi Tentang Makna . Bandung: Sinar
supaya meneliti tentang tatacara gawe Baru Algensindo. (upacara perkawinan) secara lengkap dan
Arifin, Zaenal dkk. 2013. Semantik Bahasa dibukukan. Pada penelitian ini terdapa satu data yang tidak ditemukan dokmumentasi Indonesia Teori dan Latihan. karena peneliti mengadakan penelitian Tangerang: .Pustaka Mandiri. setelah pelaksanaan gawe, data berupa Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan dokmuentasi yang didapatkan hanya dari
Leksikografi Indonesia. Jakarta: PT arsip ketua adat yang ternyata tidak lengkap. Rineka Cipta.
Oleh sebab itu peneliti menyarankan kepada Djajasudarma, T Fatimah. 2012. Semantik 1 penelitian selanjutnya supaya mengadakan
Makna Leksikal dan Gramatikal.
penelitian pada saat pelaksanaan gawe Bandung: Refika Aditama. supaya data dokumentasi didapatkan secara Mahsun. 2013. Metode Penelitian Bahasa. lengkap. Penelitian yang berkaitan dengan Jakarta: Rajawali Pers. leksikon gawe (upacara perkawinan) pada
Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian masyarakat Dayak Ulu Sakado masih jarang
Kualitatif . Bandung: PT Remaja
diteliti sehingga dimungkinkan menemukan Rosdakarya. hal-hal baru jika dilakukan pada jenis objek Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. yang berbeda. Hasil penelitian yang telah Jakarta: Rineka Cipta. dilakukan dapat digunakan sebagai
Sudaryat, Yayat. 2009. Makna dalam pembanding atau sebagai bahan bacaan bagi
Wacana. Bandung: CV. Yrama Widya.
peneliti yang lain. Penelitian terhadap Tarigan, Hendri Guntur. 2009. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa. dilakukan dengan bahasa yang lain,
Verhaar. J.W.M. 2012. Asas-asas Linguistik khususnya bahasa-bahasa yang terdapat di
Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada
Kalimantan Barat untuk mendokumentasikan University Press. budaya dan bahasa-bahasa yang unik. Hal itu