KERUSAKAN ALAM KALIMANTAN TIMUR DI MATA SASTRAWAN LOKAL

KERUSAKAN ALAM KALIMANTAN TIMUR DI MATA SASTRAWAN LOKAL

Environmental Devastation of East Kalimantan in the View of Local Writers

Imam Budi Utomo

Kantor Bahasa Provinsi Kalimantan Timur, Jalan Batu Cermin 25, Sempaja, Samarinda 75119

Pos-­‐el: boeditama@yahoo.co.id

(Makalah diterima tanggal 15 Januari 2014—Disetujui tanggal 25 Mei 2014)

Abstrak: Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengungkapkan pandangan sastrawan lo-­‐ kal Kalimantan Timur terhadap berbagai kerusakan alam dan penyebab kerusakan alam di Kali-­‐ mantan Timur. Dengan menggunakan teori sosiologi sastra dapat diketahui bahwa sastrawan Ka-­‐ limantan Timur sangat akrab dan peduli dengan lingkungan hidup di sekitar mereka yang pada saat ini tengah mengalami kerusakan. Para sastrawan Kalimantan Timur tersebut sesungguhnya mempunyai peran yang sangat vital dalam mengampanyekan betapa lingkungan hidup dapat menjadi “neraka” bagi umat manusia jika tidak dipelihara dan dilestarikan.

Kata-­‐Kata Kunci: kerusakan alam, sastrawan Kalimantan Timur, sosiologi sastra

Abstract: This study aims to identify and expose the opinion of local writers of East Kalimantan on various environmental devastations and their causes in East Kalimantan. Using sociology of literature, it can be identified that the writers of East Kalimantan are closely related to and care about their neighborhood environment which is now suffering from devastation. Those writers actually hold a truly crucial role in publicizing that environment may turn into a ”hell” for human being if it is not well taken care and preserved.

Key Words: environmental devastation, writers of East Kalimantan, sociology of literature.

PENDAHULUAN

ditunda karena kabut asap yang diduga Kerusakan ekosistem beserta dampak

berasal dari pembakaran lahan. Di yang ditimbulkannya merupakan prese-­‐

samping kedua berita sebagai akibat dari den buruk yang tidak luput dari perbin-­‐

kerusakan alam, pada halaman berikut-­‐ cangan masyarakat. Di media massa, fe-­‐

nya terdapat berita tentang salah satu nomena bencana dibicarakan baik dalam

penyebab kerusakan alam, yaitu perusa-­‐ tataran reportase maupun yang lebih

haan penambangan, yang akan dicabut bersifat investigasi.

izin usaha pertambangannya karena ti-­‐ dak melakukan pemulihan lingkungan

“Hujan deras yang melanda Samarinda

(reklamasi lahan tambang).

(28/8) lalu membuat kawasan permu-­‐

Berita-­‐berita bencana alam sebagai

kiman warga di Jalan Pahlawan Gang

akibat rusaknya ekosistem atau lingku-­‐

Swadaya 7 Samarinda longsor. Runtuh-­‐

ngan hidup di provinsi yang sangat kaya

an tanah dan bebatuan itu menimpa ba-­‐

sumber daya alam—terkenal sebagai gu-­‐

gian dapur dua rumah warga” (Kaltim

dang kayu, penghasil batu bara, minyak,

Post, 30 Agustus 2012).

dan gas alam—itu hampir setiap harinya Pada halaman berikutnya diberitakan

dapat dipastikan menghiasi beberapa pula bahwa penerbangan di Kutai Barat

media massa cetak yang terbit di

ATAVISME, Vol. 17, No. 1, Edisi Juni 2014:17—28

wilayah tersebut. Bahkan, rusaknya eko-­‐ selalu mengingatkan pentingnya persau-­‐ sistem di wilayah yang luasnya menca-­‐

daraan dengan dunia sekitar dan mene-­‐ pai 245.237,80 km² atau satu setengah

kankan perlunya manusia menjalin hu-­‐ kali luas Pulau Jawa dan Madura yang

bungan harmonis dengan alam. Persaha-­‐ sebagian besar (81,71%) merupakan da-­‐

batan dengan alam dan kepedulian sas-­‐ ratan itu telah menjadi berita nasional,

trawan terhadap lingkungannya telah bahkan internasional, karena secara ke-­‐

menempatkan alam dan lingkungan se-­‐ seluruhan hutan di Pulau Kalimantan

bagai sumber ilham dan kreasi imajinatif (yang dihuni oleh tiga negara

sastrawan yang tidak pernah habis un-­‐ bersahabat—Indonesia, Malaysia, dan

tuk digalinya.

Brunei Darussalam—merupakan salah Berkaitan dengan hubungan antara satu paru-­‐paru dunia (Zailani, 2011).

sastrawan dan lingkungan yang maujud Mengenai rusaknya hutan di Kalimantan

di dalam karya sastra, Ian Watt dalam Timur, diberitakan juga oleh Antara

esainya “Literature and Society“ (dalam News-­‐Kaltim, pada hari Rabu, 5 Mei

Damono 1979:3) antara lain membicara-­‐ 2010, pukul 19.38 WITA sebagai berikut.

kan hubungan timbal-­‐balik antara sas-­‐ trawan, sastra, dan masyarakat, seperti

“Laju kerusakan hutan Kalimantan Ti-­‐

tergambar dalam bagan 1. Bagan yang

mur yang diperkirakan mencapai

dibuat oleh Ian Watt tersebut tidak jauh

90.000 ha./tahun sehingga dari total 17

berbeda dengan klasifikasi Wellek dan

juta ha., sekitar 6,8 juta ha. menjadi la-­‐

Warren (1993:109—112), yang menya-­‐

han kritis membuktikan bahwa aktivi-­‐

takan bahwa sebagai seorang manusia

tas ekploitasi sumber daya hutan di

yang sekaligus merupakan makhluk so-­‐

provinsi itu tidak terkendali. Timbul se-­‐ buah pertanyaan, mengapa kasus peru-­‐

sial, sastrawan hidup dan berinteraksi

sakan hutan demikian hebatnya bisa

dengan lingkungan sosialnya (hidup ber-­‐

terjadi di Kaltim, bagaimana sistem pe-­‐

masyarakat) (Damono 1979:1). Agak se-­‐

ngendalian, bagaimana sistem penga-­‐

dikit berbeda dengan ‘jenis’ masyarakat

wasan, serta bagaimana sistem pene-­‐

lainnya yang mungkin kurang memper-­‐

rapan hukum terhadap orang, lembaga

hatikan fenomena di sekitarnya, seorang

atau perusahaan yang selama ini didu-­‐

sastrawan justru akan selalu intens ter-­‐

ga melakukan pembalakan liar (illegal

hadap segala fenomena sosial di sekitar-­‐

logging).” (Iskandar, 2010)

nya, baik yang menjadi perhatian orang maupun yang luput dari perhatian orang

Di tengah hingar-­‐bingarnya isu poli-­‐ lain, yang kemudian diolah dan dikristal-­‐ tik, hukum, ekonomi, hak asasi manusia

isasikan dalam wujud karya sastra yang (HAM), dan lain-­‐lain, isu yang berkaitan

menurut Damono (1979:1) adalah untuk dengan lingkungan hidup, juga mencuat

dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan ke permukaan. Permasalahan tersebut

kembali oleh masyarakat. bukanlah isu baru yang diangkat ke per-­‐

mukaan oleh sastrawan. Bahkan, para

Bagan 1

sastrawan di belahan bumi mana pun—

menurut Mahayana (2013)—justru su-­‐

dah sejak dahulu mengingatkan penting-­‐

Sastra

nya bersahabat dengan alam: kembali ke alam (back to nature). Bagi sastrawan, demikian lanjut Mahayana, kesadaran

Sastrawan

Masyarakat

mengenai pentingnya lingkungan dalam

kehidupan manusia sudah sejak lama

mereka kumandangkan. Para sastrawan

Kerusakan Alam Kalimantan Timur ... (Imam Budi Utomo)

Damono melanjutkan bahwa karya sastra, baik puisi, prosa, maupun naskah drama yang merupakan strukturasi dari pengalaman hidup sastrawan, eksisten-­‐ sinya senantiasa berhubungan dengan berbagai konflik dalam realitas. Dengan kata lain, objek karya sastra adalah reali-­‐ tas sehingga dapat ditarik sifat relasional antara karya sastra atau dunia imajinatif sastrawan dengan masyarakat atau du-­‐ nia nyata. Oleh karena itu, berbagai per-­‐ soalan lingkungan hidup tersebut itu pun akan ditanggapi oleh sastrawan un-­‐ tuk kemudian dituangkan ke dalam kar-­‐ ya sastranya. Dengan demikian, jika kita percaya bahwa sastrawan sebagai salah seorang warga masyarakat yang ikut bergelut dengan realitas di sekeliling-­‐ nya merefleksikan pandangan dan ha-­‐ rapan masyarakat ke dalam karya sastra, kita seharusnya juga percaya bahwa apa yang ditulis oleh sastrawan tentang ke-­‐ rusakan lingkungan di Kalimantan Ti-­‐ mur sesungguhnya merupakan refleksi-­‐ nya terhadap pandangan masyarakat Kalimantan Timur pada umumnya. Jika masyarakat awam melakukan protes de-­‐ ngan berdemonstrasi, atau sekadar ber-­‐ bual-­‐bual di kedai kopi, sastrawan mem-­‐ punyai senjata yang sangat luar biasa, yakni karya sastra yang dikemas dalam kaidah artistika dan estetika.

Kalau kita mencermati karya sastra di Indonesia, baik berupa prosa maupun puisi yang dimuat di koran ataupun di dalam buku, termasuk antologi, cukup banyak yang mengangkat tema lingku-­‐ ngan hidup, atau sekurang-­‐kurangnya berlatar atau menyinggung masalah ling-­‐ kungan hidup. Sejumlah sayembara me-­‐ nulis karya sastra dengan tema lingku-­‐ ngan hidup pun pernah beberapa kali di-­‐ gelar (Gunadi, 2010). Salah satu di anta-­‐ ranya adalah lomba penulisan puisi de-­‐ ngan tema lingkungan hidup dalam rangka ulang tahun ke-­‐25 majalah Tru-­‐ bus dan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 1994. Menurut Santosa (2011:2), lebih

dari seribu puisi yang masuk ke panitia lomba. Hasilnya adalah terpilihnya 127 puisi yang ditulis oleh 98 penyair dan di-­‐ terbitkan sebagai buku kumpulan puisi dengan judul Cerita dari Hutan Bakau: Antologi Puisi Lingkungan Hidup, Maja-­‐ lah Pertanian Trubus (Rahardi, 1994).

Kalau dipersempit lokusnya di Kali-­‐ mantan Timur, karya sastra yang me-­‐ nyuarakan lingkungan hidup, baik seba-­‐ gai tema sentral atau sampingan atau ha-­‐ nya sebagai latar, juga banyak ditemu-­‐ kan. Buku-­‐buku kumpulan puisi yang khusus memuat puisi-­‐puisi dengan tema lingkungan hidup pernah ditulis oleh Korrie Layun Rampan, salah seorang sastrawan terkemuka Kalimantan Ti-­‐ mur. Ia menulis buku kumpulan sajak untuk anak-­‐anak dengan diberi label “se-­‐ ri puisi lingkungan hidup”, yaitu dalam buku Lagu Rumpun Bambu (1983), Po-­‐ hon-­‐Pohon Raksasa di Rimba Raya (1985), dan Nyanyian Pohon Palma (2007). Tiga buku kumpulan sajak karya Korrie Layun Rampan itu dimaksudkan mengenalkan kepada anak tentang ane-­‐ ka tumbuhan dan pepohonan yang hi-­‐ dup di Indonesia. Kumpulan puisi yang bertema lingkungan hidup seperti itu da-­‐ pat membimbing anak-­‐anak untuk dapat mencintai lingkungan hidupnya mulai usia dini (Santosa, 2011:2). Rampan juga menulis kumpulan cerpen bernuansa lingkungan hidup dalam Riam (2003) dan menjadi editor Bingkisan Petir: Anto-­‐ logi Cerita Pendek Cerpenis Kalimantan Timur (2005). Buku-­‐buku kumpulan pui-­‐ si karya sastrawan Kalimantan Timur yang juga memuat permasalahan lingku-­‐ ngan hidup antara lain adalah Riak: An-­‐ tologi Puisi (Wahid, et al. Ed.:1986) dan Seteguk Mahakam (Wahid, et al. Ed.:2006).

Dari uraian tersebut, dapat dikata-­‐ kan bahwa kepedulian terhadap lingku-­‐ ngan hidup yang kini tengah mengalami krisis di Kalimantan Timur juga menjadi perhatian sastrawan lokal (sastrawan

ATAVISME, Vol. 17, No. 1, Edisi Juni 2014:17—28

Kalimantan Timur). Seperti apakah ke-­‐ rusakan alam yang disuarakan dan di-­‐ kritisi oleh para sastrawan tersebut? Apa saja yang menjadi sebab kerusakan alam tersebut? Untuk itu, dalam artikel ini di-­‐ bahas beberapa karya sastra yang me-­‐ ngangkat permasalahan tersebut sehing-­‐

ga dapat diketahui berbagai kerusakan dan penyebab kerusakan alam di Bumi Etam yang berslogan sebagai Provinsi Hijau.

TEORI

Berkaitan dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui berbagai keru-­‐ sakan alam dan penyebabnya, diguna-­‐ kan pendekatan sosiologi sastra. Menu-­‐ rut Glickberg (1967:75) bagaimana pun bentuk karya sastra, apakah imajinatif ataukah realistis, fenomena sosialnya te-­‐ taplah besar. Sebuah karya sastra tetap akan menampilkan kejadian-­‐kejadian yang ada di masyarakat—seperti tam-­‐ pak pada bagan yang dikemukakan oleh Ian Watt—meskipun telah mengalami distorsi fakta sosial sesuai dengan ideal-­‐ isme pengarang. Selain itu, berdasarkan perspektif sosiologi sastra, menurut Laurenson dan Swingewood (1971), kar-­‐ ya sastra itu juga merupakan manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial bu-­‐ daya tertentu. Dengan demikian, berda-­‐ sarkan perspektif sosiologi sastra, karya sastra tidak bisa dipahami secara leng-­‐ kap dan utuh jika dilepaskan dari ling-­‐ kungan sosial pendukung yang telah menghasilkannya.

METODE

Dalam penelitian ini digunakan metode yang sesuai dengan sasaran dan tahap-­‐ tahap kegiatannya. Adapun metode yang menyangkut pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumen-­‐ tasi, yang menurut Arikunto (2006:231) merupakan metode penelitian dengan mengumpulkan berbagai data dan infor-­‐ masi berupa buku, majalah, koran,

dokumen, dan lain-­‐lain (termasuk inter-­‐ net). Adapun teknik pengambilan sam-­‐ pel dilakukan dengan cara purposive sampling atau pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, yakni mengungkapkan kerusakan alam Kalimantan Timur dalam karya sastra-­‐ wan lokal. Dalam pelaksanaannya dila-­‐ kukan pengamatan serta pembacaan sumber data dan bahan pustaka yang di-­‐ ikuti dengan pencatatan data yang diper-­‐ lukan. Adapun teknik yang digunakan untuk memahami karya sastra sebagai objek ialah teknik catat ketika mendata karya sastra tersebut, baik puisi, cerpen, maupun naskah drama. Dengan demiki-­‐ an, langkah yang dilakukan dalam pene-­‐ litian ini adalah dengan menetapkan per-­‐ soalan pokok, merumuskan dan mende-­‐ finisikan masalah, mengadakan studi ke-­‐ pustakaan, mengumpulkan data, meng-­‐ olah data, menganalisis data secara des-­‐ kriptif-­‐analitis dan memberi interpretasi, membuat generalisasi sesuai dengan si-­‐ fat kesastraannya, dan menarik simpul-­‐ an (Chamamah-­‐Soeratno, 2011:57).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam pendahuluan telah dikemukakan bebe-­‐rapa fakta tentang rusaknya lingkungan hidup di Kalimantan Timur. Kerusakan tersebut mengakibatkan ben-­‐ cana banjir, tanah longsor, polusi (tanah, udara dan air), dan perubahan iklim. Pe-­‐ manfaatan, eksplorasi, dan eksploitasi alam oleh perusahaan BUMN/BUMD dan swasta, baik di sektor migas, batu bara, maupun sumber daya hutan secara tidak terkendali akan dapat memperce-­‐ pat proses penghancuran lingkungan hi-­‐ dup di Kalimantan Timur pada khusus-­‐ nya dan dunia pada umumnya. Itulah be-­‐ berapa masalah yang ditimbulkan akibat kerusakan alam.

Bagi masyarakat awam atau rakyat, rusaknya alam di Kalimantan Timur yang sangat menyengsarakan hidupnya tersebut senantiasa hanya bisa menjadi

Kerusakan Alam Kalimantan Timur ... (Imam Budi Utomo)

bahan pertanyaan yang tidak pernah mendapatkan jawaban. Salah seorang

Pada bait 1—3 si aku lirik memper-­‐ penyair lokal, Elansyah, berupaya mem-­‐

tanyakan keadaan masa kini di Sungai pertanyakan rusaknya alam (hutan, su-­‐

Karang Mumus (yang berada di tengah ngai, pepohonan) oleh pembuangan

kota) dan Sungai Mahakam (yang limbah beracun dalam sebuah puisi ber-­‐

membelah Kota Samarinda). Bagi ma-­‐ judul “Di Antara Mengapa” berikut.

syarakat Kalimantan Timur, sungai— yang jumlahnya mencapai ratusan—bu-­‐

DI ANTARA MENGAPA

kan sekadar sebagai sumber mata pen-­‐ caharian dan penghidupan, melainkan

Berdiri antara

juga sebagai arena bermain, sarana per-­‐

Sungai Karang Mumus

sahabatan dengan alam. Apa jadinya ka-­‐

dan

lau sungai-­‐sungai tersebut tercemar oleh

Sungai Mahakam

limbah? Akibatnya adalah Tak terlihat la-­‐

gi julung-­‐julung / mengejar di riak gelom-­‐

Tak terlihat lagi julung-­‐julung

mengejar di riak gelombang

bang / Tak terlihat lagi bocah-­‐bocah /

Tak terlihat lagi bocah-­‐bocah

terjun ciruk dari atas kapal / dan jembat-­‐

terjun ciruk dari atas kapal

an / Berenangan ke sana kemari // ke

dan jembatan

mana ilung dan kumpai? / di sore hari ga-­‐

Berenangan ke sana kemari

dis dara / turun ke batang? Padahal, se-­‐ belum rusaknya ekosistem sungai, se-­‐

Ke mana ilung dan kumpai?

mua hal yang dipertanyakan keberada-­‐

Di sore hari gadis dara

annya itu menjadi pemandangan kese-­‐

turun ke batang?

harian masyarakat di tepian sungai Ka-­‐

rang Mumus dan Sungai Mahakam, ter-­‐

Berdiri antara Gunung Seteleng

masuk sungai-­‐sungai kecil lainnya.

dan

Salah satu bukti contoh nyata ten-­‐

Gunung Manggah

tang adanya pencemaran sungai oleh limbah pabrik diberitakan oleh harian

Tak terlihat lagi

Tribun Kaltim, 18 Juli 2012 berikut.

pohon tempedak dan buah rambai

Air Sungai Seratai, anak Sungai Kandilo, Di mana buah rambai?

di kawasan Desa Tepian Batang, Keca-­‐ Di mana buah ramania?

matan Tanah Grogot, Kabupaten Paser, lahung dan durian?

Rabu (18/7/2012), sekitar pukul 16.00, masih berwarna hitam dan berbau, la-­‐

Mengapa kita selalu yaknya air comberan. Gambaran terce-­‐ egois dan serakah

marnya air Sungai Seratai ini terlihat je-­‐ Tak peduli dengan alam

las di atas jembatan dekat Terminal Te-­‐ Sementara pabrik playwood

pian Batang. Warga yang melintasi jem-­‐ bertengger dengan sombongnya

batan itu dan sempat berhenti melihat buang berjuta limbah

kondisi sungai, mereka juga akan meli-­‐ Sementara hutan hijau

hat bercak minyak di atas permukaan berubah jadi padang tandus

air sungai. Dugaan sementara air Su-­‐ Berwarna hitam

ngai Seratai tercemar oleh limbah pab-­‐ Kelam

rik pengolahan minyak kelapa sawit di Lalu di mana kita?

Desa Long Pinang milik PT Perkebunan Nusantara XIII. "Sungai Seratai disinya-­‐

Samarinda 2006 (dalam Nurhayati et lir tercemar oleh limbah pabrik minyak al., 2008:138—139)

sawit. Seperti laporan warga kepada

ATAVISME, Vol. 17, No. 1, Edisi Juni 2014:17—28

Bupati Paser HM Ridwan Suwidi kema-­‐ rin," kata Murharianto.

Selain mempertanyakan keadaan sungai-­‐sungai, pada bait 4 dan 5 si aku mempertanyakan keadaan gunung-­‐gu-­‐ nung di Kalimantan Timur dengan gaya pars pro toto, yaitu Gunung Seteleng dan Gunung Manggah. Sama seperti sungai, Kalimantan Timur yang terdiri atas ra-­‐ tusan gunung menjadi sumber mata pencaharian dan penghidupan pendu-­‐ duk. Di gunung-­‐gunung itulah tempat berbagai buah dan sayuran tumbuh, se-­‐ lain sebagai sumber mata air. Namun, apa jadinya ketika limbah beracun me-­‐ matikan berbagai tumbuhan tersebut? Akibatnya adalah Tak terlihat lagi / po-­‐ hon tempedak / dan buah rambai / Di mana buah rambai? / Di mana buah ra-­‐ mania? lahung dan durian?

Pada bait terakhir si aku lirik mem-­‐ pertanyakan keegoisan dan keserakahan manusia secara keseluruhan (dengan menyebut “kita”) yang tidak memeduli-­‐ kan alam, sementara pabrik-­‐pabrik membuang limbah beracun yang dapat membuat padang hijau menjadi tandus, sungai-­‐sungai menjadi tercemar.

Pertanyaan terakhir pada baris ter-­‐ akhir adalah Lalu di mana kita? Setidak-­‐ tidaknya mempunyai dua makna, yaitu (1) manusia tidak lagi mendapatkan tempat yang sehat dan layak untuk hi-­‐ dup dan (2) apa yang dapat dan seharus-­‐ nya dilakukan oleh manusia menghadapi kerusakan alam tersebut: apakah hanya diam ataukah mengambil langkah-­‐lang-­‐ kah tertentu? Itulah inti pertanyaan yang dilontarkan oleh aku lirik terhadap keru-­‐ sakan alam yang disebabkan limbah-­‐lim-­‐ bah pabrik yang mengalir di padang hi-­‐ jau dan di sungai-­‐sungai tempat hidup ikan-­‐ikan dan tumbuhan yang dikon-­‐ sumsi masyarakat serta tempat mandi dan mencuci makanan penduduk seki-­‐ tar.

Jika Elansyah mengkritik perusaha-­‐ an yang membuang limbah beracun, Sukardi Wahyudi dalam salah satu puisi-­‐ nya “Wajah Negeri Penuh Luka” meng-­‐ kritik perusahaan-­‐perusahaan pertam-­‐ bangan minyak, batubara, dan lain-­‐lain yang tanpa ampun mengeruk hasil bumi Kalimantan Timur sehingga membuat alam dan masyarakatnya menjadi ter-­‐ luka.

WAJAH NEGERI PENUH LUKA

Traktor-­‐traktor itu meraung perkasa dengan otot sempurnanya membong-­‐ kar perut bumi merobek jantungnya mengeruk santan hatinya yang gembur dan subur dan hanya meninggalkan sepak pati tanpa sari bopeng dan koreng diranum susunya sangat menjijikkan padahal kemarin masih kujilati dengan cangkul dan aritku masih kupeluk masih kusirami dengan air keringat anak dan istriku masih kutanami bunga melati kesukaan ibu pertiwi masih kuhirup wanginya udara yang selalu setia meraba belantara masih kunyanyikan “di sana tempat lahir beta dibuai dibesarkan bunda tempat taman terakhir anak negeri bercanda sambil menjaring harapan yang tersisa dan sudah luluh lantak menggelepar karena terinjak paksa.”

Traktor-­‐traktor

itu

menggeram, menerkam ladang-­‐ladang kehidupan panen hanya menjadi impian kemakmuran yang sudah tergadai di republik ini secuil keberanian selalu dibenturkan dengan kobaran api seorang petani tak berani mengepalkan tangan apalagi minta ganti rugi karena janji-­‐janji matahari membuat-­‐ nya mati suri memandang bayangan telanjang diri sendiri.

Kerusakan Alam Kalimantan Timur ... (Imam Budi Utomo)

panen hanya menjadi impian. Namun,

Aku berdiri di tengah hamparan kelam

masyarakat tidak punya kuasa untuk

sia-­‐sia dan tak pasti

menghentikan kerusakan alam oleh pe-­‐

senyumku beku hambar

nambangan tersebut karena penamba-­‐

memandang punggung gunung lembah

ngan itu dilegalformalkan: secuil kebera-­‐

ngarai dan hutan perawan yang dulu menawan menjadi siksa dan

nian selalu dibenturkan dengan kobaran

luka di mata

api / seorang petani tak berani mengepa-­‐

bahkan tak jarang dicela oleh peradab-­‐

lkan tangan apalagi minta ganti rugi. Ka-­‐

an dunia

rena wajah Kalimantan Timur penuh lu-­‐

malu yang harus dipikul di sepanjang

ka, si aku lirik malu yang harus dipikul di

masa.

sepanjang masa / Nyaliku menggigil melihat wajahmu penuh luka.

Nyaliku menggigil melihat wajahmu

Eksploitasi alam yang berlebihan

penuh luka

tersebut sudah tentu akan merusak ling-­‐

kita pun siap menerima bencana (da-­‐

kungan. Akibatnya, berbagai bencana

lam Nurhayati et al., 2008:117—118)

siap menghantui. Itulah pesan terakhir

Sukardi pada baris terakhir / kita pun si-­‐ Dalam sajaknya tersebut Sukardi

ap menerima bencana /. Salah satu ben-­‐ menggambarkan betapa dahsyatnya

cana yang ditimbulkan oleh kerusakan perusahaan mengeruk bumi Kalimantan

alam (hilangnya bukit-­‐bukit dan pepo-­‐ Timur dengan ungkapan Traktor-­‐traktor

honan yang menyimpan air tanah) ter-­‐ itu meraung perkasa / dengan otot sem-­‐

sebut adalah kekeringan, apalagi pada purnanya membongkar perut bumi / me-­‐

musim kemarau. Hal itu disuarakan oleh robek jantungnya / mengeruk santan ha-­‐

Rizani Asnawi dalam sajaknya “Secuil tinya yang gembur dan subur / dan ha-­‐

Bulan di Atas Mahakam”. Akibat kema-­‐ nya meninggalkan sepak pati tanpa sari.

rau yang berkepanjangan tersebut, hu-­‐ Kegiatan penambangan dengan menggu-­‐

tan-­‐hutan mudah terbakar (atau diba-­‐ nakan alat-­‐alat berat (traktor, ekskava-­‐

kar): hutan membara, daun kering, cok-­‐ tor) telah menjadi pemandangan sehari-­‐

lat, menghitam / dan gugur menyedih-­‐ hari, seperti juga diberitakan oleh sebu-­‐

kan. Berikut kutipan dua bait dari puisi

ah harian lokal berikut: “Tumpukan batu yang sangat panjang tersebut.

bara persis di samping lubang besar. Se-­‐

buah ekskavator tengah sibuk mengeruk

SECUIL BULAN DI ATAS MAHAKAM

tanah dan gunung untuk diambil batu

baranya” (Kaltim Post, 7 Agustus 2012).

Lelaki itu berdiri, memandang keluar,

Padahal, kemarin (pada masa lalu), alam

Mahakam

Kalimantan Timur masih subur dan

dari kaca jendela kantornya yang tinggi

makmur, seperti ungkapan penyair: pa-­‐

kemarau memanggang Juni terasa amat

dahal kemarin masih kujilati dengan

panas

cangkul dan aritku / masih kupeluk / ma-­‐

hujan yang dinanti tak muncul sama-­‐

sih kusirami dengan air keringat anak

sekali

dan istriku / masih kutanami bunga me-­‐

Hutan membara, daun kering, coklat,

lati kesukaan ibu pertiwi, dan seterusnya.

menghitam

Apa yang dilakukan oleh penamba-­‐

dan gugur menyedihkan

ngan tersebut berdampak negatif terha-­‐

dap kehidupan warga masyarakat, se-­‐

Samarinda, 1998 (Nurhayati et al.,

perti diungkapkan pada bait berikutnya:

Traktor-­‐traktor itu menggeram / menerkam ladang-­‐ladang kehidupan /

ATAVISME, Vol. 17, No. 1, Edisi Juni 2014:17—28

Selain hutan terbakar (atau sengaja hutan menebar dosa. Hal itu diteriakkan dibakar), kerusakan hutan yang paling

oleh si aku lirik secara superlatif: mana parah disebabkan oleh adanya pene-­‐

tangan mengulur iba / mana tanam men-­‐ bangan hutan, seperti diberitakan oleh

jaga udara / mana hijau tanpa warna. Antara yang penulis kutip dalam

Oleh karena itu, lanjut aku lirik pada bait Pendahuluan. Rizal Effendi melalui sa-­‐

terakhir, jangan salahkan jika Tuhan jaknya “Sepotong Kayu di Sungai Wain”

menghukum murka. Menghadapi “murka mencoba melukiskan kerusakan hutan

Tuhan” berupa bencana alam, manusia lindung di kawasan Sungai Wain di Ba-­‐

benar-­‐benar tidak berdaya: masihkah likpapan.

daun payung manusia. Oleh karena itu, sebagai simpulannya, si aku lirik mem-­‐

SEPOTONG KAYU DI SUNGAI WAIN

berikan pilihan kepada manusia di da-­‐ lam menghadapi bencana akibat pene-­‐

Sepotong kayu di sungai wain

bangan hutan tersebut, yaitu Maukah da-­‐

Seribu nafas menyesak kota

haga gelegak sepanjang masa?

Sejuta asa hilang di gurun lala

Senada dengan sajak karya Rizal

Bak kata lepas makna

Effendi, sajak Korrie Layun Rampan “Ho-­‐

Tak ada rupa di balik muka

tel Blue Sky Balikpapan 19 Desember

Wahai mulut dunia

2007” secara eksplisit menyebutkan isti-­‐

Ada maling mencuri asa

lah illegal logging (pembalakan liar).

Membunuh hutan menebar dosa

Adapun arti pembalakan liar adalah pe-­‐

Mana tangan mengulur iba

nebangan yang dilakukan tanpa izin res-­‐

Mana tanam menjaga udara

mi atau secara tidak sah (Sugono,

Mana hijau tanpa warna

2008:125). Karena tidak memiliki izin, kegiatan pembalakan tidak dapat dikon-­‐

Sepotong kayu di sungai wain

trol atau dikendalikan oleh pemerintah

Roboh menyamai duka

dan pemerintah (negara) dirugikan ka-­‐

Penghuni kota ditimpa bala

rena hasil penjualan kayu tidak masuk

Tuhan menghukum murka Masihkah daun payung manusia

ke dalam kas negara. Berikut salah satu

Maukah dahaga gelegak sepanjang

puisi karya Korrie Layun Rampan yang

masa (Effendi, dalam Rampan,

dimuat dalam antologi Hantu Sungai

Wain (2009).

Secara indeksikal, adanya sepotong

HOTEL BLUE SKY BALIKPAPAN 19

kayu yang mengapung di Sungai Wain, si

DESEMBER 2007

aku lirik membayangkan telah terjadi

Untuk Zul, Yana, dan Migang

penebangan hutan lindung di hulu Su-­‐

melihat nyala di cakrawala tak kunjung

ngai Wain. Rusaknya hutan di hulu su-­‐

padam

ngai itulah yang menjadi penyebab ben-­‐

melihatmu di jendela waktu

cana yang menyengsarakan warga kota,

teluk perih: airmu selat sisik biru

seperti tampak pada bait pertama: seribu

mempermainkan bandara dan nafsu

nafas menyesak kota / sejuta asa hilang di gurun lala, dan dilanjutkan pada bait

tangismukah reruntuhan legenda

ketiga: penghuni kota ditimpa bala. Ru-­‐

kisruh kisah ruang sejarah

saknya hutan tersebut telah menjadi isu

katamu lagu-­‐lagu dalam sengsara

internasional (dikatakan sebagai: wahai

pahlawan buku-­‐buku berdarah

mulut dunia). Namun, tiada yang peduli

ada maling mencuri asa / membunuh

teluk itu teluk sempadan purba, tanpa jembatan

Kerusakan Alam Kalimantan Timur ... (Imam Budi Utomo)

katamu teluk cita-­‐cita dipermainkan lanun tangan-­‐tangan de-­‐ rita?

jauh suara penajam paser utara dekat gelombang hati kita detik-­‐detik tanpa nama menyalakan keasingan rupa

siapa di sana dalam ruang bel petang siapa di sana menuju sawang siapa di sana diborgol denging siapa di sana dipenjara illegal logging

katamu hilang emas prada jiwa dimangsa sengit dolar dan rupiah katamu hilang kota dalam longsor kota roh berdarah-­‐darah! (Rampan dan Zulhamdani, 2009:29—30)

Pada bait pertama dilukiskan situasi Kota Balikpapan sebagai “kota minyak” dengan ungkapan melihat nyala di cak-­‐ rawala yang tak kunjung padam. Berpu-­‐ luh-­‐puluh kilang pengeboran minyak di laut menunjukkan betapa makmurnya Kota Balikpapan yang digambarkan se-­‐ bagai airmu selat sisik biru sehingga ba-­‐ nyak pendatang dan tempat untuk me-­‐ manjakan nafsu: mempermainkan ban-­‐ dara dan nafsu. Namun, pada bait kedua kegemerlapan itu justru menimbulkan kesedihan yang dimetaforakan sebagai tangis di reruntuhan legenda, sejarah yang dibengkokkan, lagu-­‐lagu dalam sengsara, dan pahlawan buku-­‐buku ber-­‐ darah. Sebagai puncaknya, Kota Balikpa-­‐ pan memunculkan para pemuja maksiat dan penjahat, yang dikemukakan secara paralelistis: siapa di sana dalam ruang bel petang / siapa di sana memuja sa-­‐ wang / siapa di sana di borgol denging / siapa di sana di penjara illegal logging.

Ungkapan terakhir tersebut, yaitu siapa di sana di penjara illegal logging, menunjukkan puncak pelaku kejahatan demi uang (dolar dan rupiah) karena ak-­‐ sinya tersebut dapat membahayakan lingkungan dan masyarakatnya. Hal itu dinyatakan pada dua baris terakhir:

hilang kota dalam longsor kota/roh ber-­‐ darah-­‐darah.

Korrie Layun Rampan sebagai sas-­‐ trawan dan jurnalis dari Kalimantan Timur, meskipun pernah tinggal bebera-­‐ pa lama di Yogyakarta dan Jakarta, me-­‐ ngetahui secara rinci bagaimana alam dan lingkungannya telah rusak. Dalam kumpulan cerpennya, Riam, hampir se-­‐ bagian besar cerpen-­‐cerpennya me-­‐ nyinggung tentang kerusakan alam. Se-­‐ bagai contoh, dalam cerpen “Sungai Nyu-­‐ atan”, ia melukiskan secara detail keru-­‐ sakan ekosistem di sekitar Sungai Nyua-­‐ tan di Kabupaten Kutai Barat yang dise-­‐ babkan oleh penebangan dan pembakar-­‐ an hutan, seperti tampak pada kutipan narasi berikut.

Saat itu tak tercerna kata-­‐kata kakakku itu. Akan tetapi setelah empat puluh ta-­‐ hun aku meninggalkan kampung hala-­‐ man karena harus sekolah ke kota, baru kutahu bahwa zaman telah mengubah segalanya. Saat aku berada lagi di su-­‐ ngai masa kanak, aku merasakan ada sesuatu yang hilang. Pohon-­‐pohon re-­‐ ngas yang dahulu sering digayuti madu, tak lagi tampak merimbakan bantaran sungai. Bahkan pohon nangka air yang buahnya menjadi umpan memancing ikan baung dan ikan jelawat, ikut terim-­‐ bas sebagai kenang-­‐kenangan yang me-­‐ lajur bagaikan mimpi yang terhapus tanpa bekas. …. Pohon-­‐pohon raksasa zaman lampau seakan-­‐akan diangkat oleh angin puting beliung, hilang diter-­‐ bangkan ke negeri arwah! Bahkan po-­‐ hon puti dan bilas yang dahulu sering tempat madu membangun sarang, mungkin karena kemarau atau karena kebakaran yang merajalela beberapa tahun lampau ikut ambil bagian pada kemusnahan (Rampan, 2003:16—17).

Dalam cerpen berjudul “Riam”, Korrie juga menyinggung rusaknya eko-­‐ sistem air tawar akibat diracuni dan di-­‐ setrum untuk mendapatkan ikan, seperti

ATAVISME, Vol. 17, No. 1, Edisi Juni 2014:17—28

tampak pada dialog antara tokoh Ku dan Selain mengungkapkan berbagai ke-­‐ Fi berikut.

rusakan alam, Rampan juga mengkritik para konglomerat yang tidak bertang-­‐

“Di riam juga banyak ikan?”suara ta-­‐

gung jawab terhadap kerusakan alam

nyaku seperti pertanyaan anak SD.

yang telah ditimbulkannya. Dalam

“Tak di riam tak di sungai atau danau.

cerpen “Sungai Nyahing” hal itu dikemu-­‐

Sebelum ada peracunan dan penyetru-­‐

kakan cukup panjang, seperti tampak

man, ikan di sungai dan danau sangat

pada kutipan berikut.

banyak. Tapi kini, semuanya tinggal ke-­‐

nangan, Ku.” “Tinggal kenangan?”

Saat speed boat menderu menghiliri Su-­‐ “Ya. Tak mungkin lagi memancing se-­‐

ngai Nyahing, kurasakan kesedihan yang memadat. Beginikah zaman me-­‐

perti dulu. Bahkan pukat atau bubu ngubah kebajikan menjadi malapetaka? yang bisa menjaring ikan akan sia-­‐sia Menaklukkan kearifan nenek moyang? dipasang karena ikannya habis mati di-­‐ Begitu enak orang Jakarta memeta hu-­‐ racuni dan disetrum dengan accu.” tan dan tanah pedalaman sehingga hu-­‐ (Rampan, 2003:82) tan dan tanah menjadi rusak, lalu di-­‐

tinggalkan begitu saja, sementara ma-­‐

Dialog antara Ku dan Fi tersebut

syarakat sekitarnya menanggung be-­‐

menunjukkan bahwa sungai-­‐sungai di

ban kehancuran lingkungan, tanpa im-­‐

Kalimantan Timur yang jumlahnya ra-­‐

balan apa pun, kecuali kemiskinan dan

tusan yang tersebar di hampir semua ka-­‐

kebodohan yang bergerak seperti ca-­‐

bupaten dan kota dengan sungai terpan-­‐

cing-­‐cacing pita di dalam usus mem-­‐

jang Sungai Mahakam telah dirusak oleh

bentuk lingkaran setan berupa tumor

manusia dengan cara diracun dan dise-­‐

dan leukemia?! Anak cucu telah kehila-­‐

trum untuk mendapatkan ikan. Akibat

ngan adat, pohon, sungai, tanah subur,

dari tindakan tersebut, tidak hanya ikan

yang mati, biota yang ada di sungai itu

Akankah kawasan itu lebih hancur oleh

pun ikut mati. Hal ini tentu saja sangat

onderneming sawit dan karet? Atau, mungkinkah akan bisa dipulihkan oleh

berbahaya bagi kelangsungan ekosistem

konglomerat yang jujur dan baik hati,

sungai. Agaknya, kegiatan merusak biota

mau membangun lingkungan masa de-­‐

sungai dan danau ini masih masif dilaku-­‐

pan? (Rampan, 2003:104—106)

kan oleh orang-­‐orang yang tidak ber-­‐

tanggung jawab, seperti tampak pada Kritik serupa terhadap para konglo-­‐ kutipan berikut.

merat atau pemilik perusahan juga disu-­‐ arakan oleh Asyari (2000) dalam salah

“Aspirasi masyarakat antara lain, mere-­‐

satu naskah drama yang ditulisnya, yaitu

ka minta diperjuangkan agar pemerin-­‐

“Perapah” (dalam Pardi, 2007). Namun,

tah, baik Pemprov maupun Pemkab Ku-­‐

dalam “Perapah” tersebut Asyari juga

tai Barat, terutama instansi teknis ter-­‐ kait untuk membantu nasib para nela-­‐

mengkritik pemerintah yang lebih meng-­‐

yan, karena Danau Jempang yang men-­‐

utamakan pemilik perusahaan daripada

jadi andalan para nelayan di sana, po-­‐

rakyat kecil, seperti terungkap dalam di-­‐

tensi tangkapan ikannya mulai menu-­‐

alog antara Tuwa Odoi dan Busu Epen

run disebabkan adanya warga yang

berikut.

menangkap ikan menggunakan trawl, racun dan setrum, akibatnya masyara-­‐

LAMPU KANAN MENYALA. TUWA kat nelayan di sejumlah desa itu saat ini

ODOI DAN BUSU EPEN SEDANG mengeluh” (Samarinda Pos, 30 Agustus

DUDUK BERBINCANG. 2012

43. TUWO ODOI

Kerusakan Alam Kalimantan Timur ... (Imam Budi Utomo)

Etam memang sangat menyesalkan si-­‐

pada saat ini tengah mengalami kerusak-­‐

kap pihak perusahaan itu. Mereka da-­‐

an karena berbagai alasan. Dengan de-­‐

tang ke daerah ini hanya untuk menge-­‐

mikian, sastrawan sesungguhnya mem-­‐

ruk keuntungan. Mencari kekayaan.

punyai peran sangat vital—bersama-­‐sa-­‐

Masyarakat sekitar mandik pernah di-­‐

ma dengan unsur lainnya, misalnya pe-­‐

pedulikan. 44. BUSU EPEN

merintah (baik pusat maupun daerah),

Betul Tuwo Odoi. Kita sudah menyam-­‐

jurnalis/wartawan, LSM lingkungan

paikan kepada pemerintah agar men-­‐

hidup—dalam mengampanyekan betapa

desak perusahaan memberi perhatian.

lingkungan hidup dapat menjadi “nera-­‐

Lagi pula menurut keterangan Pak Ca-­‐

ka” bagi umat manusia jika tidak dipeli-­‐

mat waktu datang ke kampung etam

hara dan dilestarikan.

dua tahun lalu, perusahaan-­‐perusahaan

Jika pemerintah bertanggung jawab

itu punya kewajiban membina masya-­‐

untuk mengatur regulasi, mengawasi,

rakat sekitar hutan. Kenyataannya, bu-­‐

dan memberikan sanksi yang tegas bagi

kan pembinaan, melainkan penghinaan

para perusak lingkungan, sastrawan ber-­‐

yang etam terima.

upaya menyadarkan semua pihak secara

Sepertinya pemerintah lebih berpihak

halus melalui metafora-­‐metafora yang

kepada perusahaan yang punya duit ke-­‐ timbang rakyat kecil. Buktinya, dengan

bersifat estetis. Pada titik inilah karya

izin yang dimiliki perusahaan, etam di-­‐

sastra menemukan fungsinya sebagai se-­‐

larang menebas belukar guna membuat

suatu yang menghibur, sekaligus ber-­‐

huma. Katanya sudah menjadi areal pe-­‐

manfaat (dulce et utile).

rusahaan (Asyari

DAFTAR PUSTAKA

Agaknya, kerusakan alam yang ter-­‐ jadi di Kalimantan Timur akan terus

Anonim. 2012. “Limbah Pabrik Cemari mendapatkan sorotan dari para sastra-­‐

Sungai”. Dalam harian Tribun wan, baik melalui genre puisi, prosa,

Kaltim, tanggal 18 Juli. maupun drama, seperti telah dibeberkan

-­‐-­‐-­‐-­‐-­‐-­‐-­‐-­‐. 2012. “Hujan Deras Landa Sama-­‐ beberapa di antaranya. Menurut

rinda Akibatkan Longsor”. Dalam Mahayana (2013), para sastrawan terse-­‐

harian Kaltim Post, tanggal 30 but tidak hanya hendak menekankan

Agustus.

pentingnya menjaga kelestarian alam, te-­‐ -­‐-­‐-­‐-­‐-­‐-­‐-­‐-­‐. 2012. “Marak, Tangkap Ikan Gu-­‐ tapi juga menekankan persaudaraan de-­‐

nakan Racun dan Setrum”. Dalam ngan alam itu sendiri. Sementara itu, me-­‐

harian Samarinda Pos, tanggal 30 nurut Rampan (2008:43), alam adalah

Agustus.

bagian dari kehidupan sehingga ia Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Pe-­‐ (alam) merupakan sumber cinta kasih.

nelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Oleh karena itu, menjaga kelestarian

Jakarta: Rineka Cipta. lingkungan alam merupakan sebuah ke-­‐