BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Keluarga - SANDYTIA WAHYU P, BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Keluarga 1. Pengertian Keluarga Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-

  ikatan kebersamaan dan ikatan emosional serta mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2003). Keluarga merupakan anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (Setiadi, 2006). Menurut Peraturan Pemerintah No.21 tahun 1994 Bab I ayat 1, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (Akhmadi, 2009).

  Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sistem keluarga merupakan sistem terbuka atau sistem sosial yang hidup, terdiri dari beberapa sub-sub atau komponen yaitu pasangan suami isteri, orangtua, anak, kakak adik (sibling), kakek-nenek-cucu, dan sebagainya. Semua sistem ini saling berinteraksi, saling ketergantungan, dan saling menentukan satu sama lain serta membentuk norma-norma atau ketentuan-ketentuan yang harus ditaati oleh seluruh anggota keluarga tersebut (Wahini dalam Trisfariani, 2007).

2. Tipe Keluarga

  Secara tradisional, dikelompokkan menjadi 2 yaitu : a.

  Keluarga inti (Nuclear Family) yang terdiri dari suami, istri, dan anak mereka— anak kandung, adopsi, atau keduanya, b.

  Keluarga besar (Extended Family) yang terdiri dari keluarga inti dan orang-orang yang masih memiliki hubungan darah seperti kakek/nenek, paman/bibi, dan sepupu (Friedman, 2003). Secara Modern, dikelompokkan menjadi : a.

  Tradisional Nuclear, adalah keluarga inti (ayah,ibu, dan anak) tinggal dalam satu rumah yang ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam satu ikatan perkawinan.

  b.

  Reconstituted Nuclear, adalah pembentukan dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun dari perkawinan baru.

  c.

  Niddle Age/Age Couple, adalah keluarga dimana suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karir.

  d.

  Dyadic Nuclear, adalah suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah. e.

  Single Parent, adalah keluarga dimana satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah (Setiadi, 2006).

3. Struktur Keluarga

  Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam, antara lain : a.

  Patrineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

  b.

  Matrineal, adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

  c.

  Matrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

  d.

  Patrilokal, adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

  e.

  Keluarga Kawin, adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2006).

  Menurut Setyowati dan Murwani, 2008) struktur keluarga terdiri atas: a.

  Pola dan proses komunikasi Pola interaksi keluarga berfungsi untuk, membuat anggota keluarga bersifat terbuka dan jujur, selalu menyelesaikan konflik keluarga, berfikiran positif dan tidak mengulang – ulang isu dan pendapat sendiri.

  Komunikasi dalam keluarga berfungsi agar anggota keluarga yakin dalam mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, selalu meminta dan menerima umpan balik sehingga anggota keluarga lain yang menerima pendapat tersebut dapat mendengarkan dengan baik, memberikan umpan balik, dan melakukan validasi.

  b.

  Struktur peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksudkan dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat sebagai suami, istri, anak, orang tua, dan sebagainya. Tetapi kadang peran ini tidak dapat dijalankan oleh masing – masing individu dengan baik. Misalnya sebagai oarng tua ketika salah seorang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa maka sebaiknya orang tua harus memberikan dukungan dan perhatiannya bukan mengucilkannya.

  c.

  Struktur kekuatan Kekuatan merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi sehingga mengubah perilaku anggota keluarga yang lain ke arah positif. Misalnya ketika salah seorang anggota keluarga mengalami gangguan jiwa maka orang tua mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku dan sikap anggota keluarga yang lain ke arah yang positif. Ada beberapa macam tipe struktur kekuatan yaitu, legitimat power (hak untuk mengontrol), referent power (seseorang yang ditiru atau sebagai role model), reward power (kekuasaan penghargaan), coercive power (kekuasaan paksaan atau dominasi), dan affective power (kekuasaan afektif).

  d.

  Nilai – nilai keluarga Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga.

  4. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Freedman (dalam Setiadi, 2008) membagi tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu: a.

  Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.

  b.

  Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.

  Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat dan sesuai dengan keadaan keluarga , dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi, terutama dalam mengatasi gangguan jiwa keluarga harus mengambil tindakan dengan segera agar tidak memperburuk keadaan klien. Jika keluarga mempunyai keterbatasan sebaiknya meminta bantuan orang lain di lingkungan sekitar keluarga.

  c.

  Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit terutama anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa atau yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama atau pergi ke pelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

  d.

  Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan keperibadian anggota keluarga..

  e.

  Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan lembaga kesehatan yang ada).

  5. Peran Keluarga Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukanya dalam suatu sistem (Mubarak, 2009). Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial tertentu (Mubarak, 2009). Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga.

  Jadi peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.

  Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat (Setiadi, 2008).

  Menurut Setiadi (2008) setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

6. Fungsi Keluarga a.

  Fungsi Afektif Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk memenuhi kebutuhan psikososial terutama bagi pasien gangguan jiwa. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui

  

interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang

berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri positif.

Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi

afektif adalah: 1) Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antara keluarga dengan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, sehingga tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. 2) Saling menghargai, keluarga harus menghargai, mengakui keberadaan dan hak anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa serta selalu mempertahankan iklim yang positif.

  

Ikatan kekeluargaan yang kuat dikembangkan melalui proses identifikasi dan

penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga terutama pada

anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang sangat membutuhkan

perhatian dan dukungan dari keluarganya. Keluarga harus mengembangkan

proses identifikasi yang positif sehingga anggota keluarga dapat meniru

tingkah laku yang positif tersebut.

  b.

  Fungsi Sosialisasi Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui

setiap anggota keluarga, yang menghasilkan interaksi sosial. Keluarga

merupakan tempat setiap anggota keluarga untuk belajar bersosialisasi.

  Keberhasilan perkembangan yang dicapai anggota keluarga melalui interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi.

  c.

  Fungsi Ekonomi Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga.

  d.

  Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah dan merawat terjadinya penyakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksankan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan (Setyowati & Murwani, 2008).

B. Diabetes Mellitus 1.

  Pengertian Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi & ALKES, 2005).

  Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal, suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas telah digunakan untuk mencoba menemukan diagnosis atau penyembuhan diabetes (Mogensen, 2007).

  Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes oleh distribusi glukosa adalah pendistribusian glukosa ke seluruh jaringan dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap individual dengan atau tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat menjadi parameter untuk penyakit diabetes atau dengan kata lain, nilai defenisi diagnosis untuk diabetes didasarkan pada nilai distribusi glukosa pada tingkat populasi bukan sering atau tidaknya berolahraga. Besarnya komplikasi mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik menuju ke diabetes. Selain itu terjadinya komplikasi makrovaskuler dapat menyebabkan kematian pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai glukosa yang tidak normal seharusnya ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai glukosa, yang mana diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler (Mogensen, 2007).

2. Etiologi

  Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti

tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama

dan faktor herediter memegang peranan penting.

a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

  Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes , gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah) (Bare & Suzanne, 2002). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM ( Bare & Suzanne, 2002). Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas , yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Bare & Suzanne, 2002).

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

  Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan.

  Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme.

  Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar.

  Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah (Bare & Suzanne, 2002).

3. Patofisiologi

  a. DM Tipe I Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial (Corwin, 2000).

  Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia) (Corwin, 2000). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yang dapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).

b. DM Tipe II

  Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa (Corwin, 2000). Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000).

  4. Pathway Genetik Autoimun/i Obesitas / diopanik penyakit kronis

  Diabetes millitus Perusakan imunologik sel beta

  Defisiensi insulin yg memproduksi insulin hiperglikemi

  Sekresi insulin kurang Penurunan kesadaran glikosuria

  Penurunan sel pulau langerhans diorientasi

  Diuresis osmosis Proses autoimun

  Pengeluaran urin Resiko cidera

  Resiko infeksi Resiko kekurangan

  Keseimbangan kalori kurang Kurang pengetahuan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Gambar 2.1. Pathway Diabetes Mellitus Sumber : Bare & Suzanne (2002) ; Corwin (2000) dan Doengoes (2000)

  Diagnosa 5.

  Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c), kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral. The American Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua kemungkinan yaitu pada pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan sebanyak minimal 126 mg / dL setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah kadar glukosa darah sewaktu minimal 200 mg / dL dengan adanya kelainan berupa poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari diabetes. Pengujian kadar glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan diagnosis, namun sensitivitas hanyalah 39% hingga 55% (Barclay, 2010).

  Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan beban 75 g glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa darah melebihi 199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal sekiranya berkisar antara 140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa. American Diabetes Association mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa darah puasa sekiranya KGD diantara 100-125 mg / dL (Barclay, 2010).

  Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah minimum 6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah. Antara keterbatasannya adalah, mempunyai uji sensitivitas yang rendah dan terdapat perbedaan pada interpretasi mengikut ras, ada tidaknya anemia, dan pada penggunaan obat-obatan yang tertentu ( Barclay L,2010). Dengan demikian, meminum larutan glukosa 50 g (Glucola; Ames Diagnostik, Elkhart, Indiana) adalah tes yang paling umum dilakukan untuk Gestational Diabetes dimana diperlukan 75-g atau 100-g uji toleransi glukosa oral untuk mengkonfirmasi hasil tes skrining yang positif (Barclay L, 2010).

6. Manifestasi Klinis

  Tanda dan gejala diabetes mellitus menurut (Bare & Suzanne, 2002)

  a. Poliuria Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

  b. Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia). c. Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

  d. Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.

  e. Malaise atau kelemahan

  7. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya : a. Perencanaan Makanan

  Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu : Karbohidrat sebanyak 60 – 70 % 2) Protein sebanyak 10 – 15 % 3) Lemak sebanyak 20 – 25 % Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100) x 90%, sehingga didapatkan :

  1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal 2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal 3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal 4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

  b. Latihan Jasmani yang dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging (Iwan S, 2010).

  c. Obat Hipoglikemik : 1) Sulfonilurea

  Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara : a) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.

  b) Menurunkan ambang sekresi insulin.

  c) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal (Iwan S, 2010). 2) Biguanid

  Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (IMT 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea (Iwan S, 2010).

  3) Insulin Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :

  a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis (Bare & Suzanne, 2002).

  b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan) (Bare & Suzanne, 2002).

  DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin (Bare & Suzanne, 2002). d. Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002).

  8. Komplikasi Jika gula darah tidak terkontrol dengan baik beberapa tahun kemudian akan timbul komplikasi. Komplikasi akibat diabetes yang timbul dapat berupa komplikasi akut dan kronis.

  a.

  Komplikasi akut Komplikasi yang muncul secara mendadak. Keadaan bisa fatal jika tidak segera ditangani. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah (Harrison, et

  al , 2005) :

  1) Hipoglikemi Menurut Fishbein dan Palumbo, hipoglikemia adalah suatu keadaan di mana konsentrasi atau kadar gula di dalam darah terlalu rendah (<60mg/dl), yang dapat terjadi pada pasien yang menerima suntikan insulin dan obat anti diabetes. Hipoglikemia ini terjadi jika pemberian dosis insulin atau obat anti diabetes tidak tepat, latihan fisik atau olah raga berlebihan, menunda jadwal makan setelah minum obat, serta kebiasaan konsumsi alkohol.

  2) Ketoasidosis Pada diabetes melitus yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang tinggi dan kadar hormon yang rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber energi pemecahan lemak tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton di dalam darah (ketosis). Ketosis ini menyebabkan derajat keasaman (PH) dalam darah menurun (asidosis). Pada pasien dengan ketoasidosis diabetik umumnya memilki riwayat asupan kalori (makanan) yang berlebihan atau penghentian obat diabetes atau insulin. Gejala yang timbul dapat berupa kadar gula darah tinggi (>240 mg/dl). Terdapat keton dalam urin, buang air kecil banyak hingga dehidrasi, napas berbau aseton, lemas hingga koma.

  3) Hiperosmolar Non-Ketotik (HONK) Pada keadaan tertentu gula darah dapat sedemikian tingginya sehingga darah menjadi kental. Dalam keadaan seperti ini dinamakan Hiperosmolar Non-Ketotik (HNOK), atau Diabetic Hiperosmolar Syndrome (DHS). Kadar glukosa darah dapat mencapai nilai 600mg/dl. Glukosa dapat menarik air keluar sel dan selanjutnya keluar bersama urin, dan tubuh mengalami dehidrasi. Penderita diabetes dalam keadaan ini menunjukkan gejala nafas cepat dan dalam, banyak kencing, sangat haus, lemah, kaki dan tulang kram, bingung, nadi cepat, kejang dan koma. Hiperglikemia dapat terjadi jika masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului stress akut.

  b. Komplikasi kronik Komplikasi ini terjadi karena glukosa darah berada di atas normal berlangsung secara selama bertahun-tahun. Komplikasi timbul secara perlahan, kadang tidak diketahui, tetapi berangsur semakin berat dan membahayakan. Yang termasuk dalam komplikasi kronik adalah (Harrison, et al, 2005): 1) Mikrovaskular

  a) Penyakit Mata (1) Retinopati (nonproliferatif/proliferatif) (2) Macular edema

  b) Neuropati (1) Sensorik dan motorik (mononeuropati dan polineuropati) (2) Autonomik

  c. Nefropati 2) Makrovaskular

  a) Penyakit arteri koronari

  b) Penyakit vaskular perifer c) Penyakit cerebrovaskular 3) Lain-lain

  a) Gastrointestinal (1) Gastroparesis (2) Diare

  b) Genitourinary (1) Uropati/disfungsi ereksi (2) Ejakulasi retrograde

  c) Dermatologi

  d) Infeksi

  e) Katarak

  f) Glaukoma