BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan Judul Prinsip Kesopanan pada Ragam Bahasa Komunitas - Indriyani BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian dengan Judul Prinsip Kesopanan pada Ragam Bahasa Komunitas Terminal Pengandaran Kecamatan Pengandaran Kabupaten Ciamis. Pada penelitian yang berjudul

  ―Prinsip Kesopanan pada Ragam Bahasa Komunitas Terminal Pengandaran Kecamatan Pengandaran Kabupaten Ciamis

  ‖ ditulis oleh Anita Nurjana 2011 mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto memiliki perbedaan dengan penelitian yang Peneliti lakukan. Perbedaan tersebut anatara lain dilihat dari data yang digunakan pada penelitian tersebut adalah tuturan yang mengandung kata-kata kasar yang diucapkan oleh para sopir, kondektur, calo, dan pedagang asongan di komunitas terminal Pengandaran, kecamatan Pengandaran, kabupaten Ciamis. Sedangkan data yang digunakan Peneliti berupa tuturan perangkat desa yang mengandung prinsip kesopanan pada saat pelayanan masyarakat di balai desa Pandak kecamatan Sumpiuh- Banyumas. Sumber data yang digunakan penelitian tersebut adalah penutur tuturan yang mengandung kata-kata kasar yaitu tuturan para sopir, kondektur, calo, dan pedagang asongan di komunitas terminal Pengandaran, kecamatan Pengandaran, kabupaten Ciamis. Sedangkan sumber data yang Peneliti gunakan adalah tuturan Perangkat desa pada saat melakukan pelayanan masyarakat di balai desa Pandak, kecamatan Sumpiuh-Banyumas.

  Pada penelitian tersebut dan penelitian yang Peneliti lakukan juga memiliki persamaan. Persamaan tersebut dapat dilihat dari tujuan penelitiannya adalah untuk

  7 mendeskripsikan prinsip kesopanan berbahasa. Dalam rumusan masalah juga memiliki persamaan yaitu mencari tahu bagaimana prinsip kesopanan berbahasa yang terdapat pada sumber data. Jenis penelitian keduanya sama-sama menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan adalah teknik sadap dan teknik SBLC (Simak Bebas Libat Cakap). Dari persamaan-persamaan yang Peneliti temukan tersebut maka akan kita temukan bagaimana macam-macam prinsip kesopanan dilanggar atau dipatuhi oleh masyarakat.

2. Penelitian dengan Judul Prinsip Kesopanan Berbahasa dalam Acara Talk Show “Campur-Campur” di Stasiun ANTV Bulan Desember 2013.

  Penelitian yang berjudul Prinsip Kesopanan Berbahasa dalam Acara Talk Show ―Campur-Campur‖ di Stasiun ANTV Bulan Desember 2013‖ditulis oleh Lystyani Prawesti, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto memiliki perbedaan dengan judul penelitian yang Peneliti lakukan antara lain yaitu data yang digunakan Peneliti adalah tuturan perangkat desa yang mengandung prinsip kesopanan pada saat pelayanan masyarakat di balai desa Pandak kecamatan Sumpiuh-Banyumas. Sedangkan data yang digunakan pada penelitian ini berupa tuturan pengisi acara Talk Show ―Campur-Campur‖.

  Sumber data yang digunakan pada penelitian tersebut berupa tuturan pengisi acara

  Talk Show

  ―Campur-Campur‖. Pada penelitian yang Peneliti lakukan sumber data yang gunakan adalah tuturan perangkat desa pada saat melakukan pelayanan masyarakat di balai desa Pandak, kecamatan Sumpiuh-Banyumas.

  Persamaan yang Peneliti temukan pada penelitian relevan tersebut adalah sama-sama menggunakan metode deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian yaitu sama- sama mendeskripsikan prinsip kesopanan berbahasa. Permasalahan yang ditemukan yaitu sama-sama mengenai bagaimana prinsip kesopanan berbahasa yang digunakan oleh objek yang menjadi sasaran.

3. Penelitian dengan Judul Penyimpangan Prinsip Kesantunan Berbahasa

  Dalam Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Sewon.

  Pada penelitian relevan yang terakhir berjudul ―Penyimpangan Prinsip

  Kesantunan Berbahasa Dalam Interaksi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Sewo n‖ ditulis oleh Kurnia Safitri, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta memiliki perbedaan dengan penelitian yang Peneliti lakukan. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data pertama berupa wacana percakapan lisan yang terdapat dalam peristiwa interaksi belajar mengajar bahasa Indonesia di kelas VIII SMP Negeri 3 Sewon yang secara alamiah berlangsung. Data kedua berupa informasi situasi percakapan yang meliputi konteks percakapan, situasi fisik dan sosial, pengetahuan latar belakang partisipan yang sama-sama telah dimiliki oleh peserta komunikasi, dan hal-hal lain yang bergayut dengan wacana percakapan lisan sebagai data pertama. Sedangkan data pada penelitian yang Peneliti lakukan berupa tuturan perangkat desa yang mengandung prinsip kesopanan pada saat pelayanan masyarakat di balai desa Pandak kecamatan Sumpiuh-Banyumas. Sumber data pada penelitian ini adalah seluruh percakapan dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia di kelas, diskusi kelas, presentasi di depan kelas, memberikan pendapat, dan lain sebagainya. Sedangkan sumber data yang Peneliti gunakan adalah tuturan perangkat desa pada saat melakukan pelayanan masyarakat di balai desa Pandak, kecamatan Sumpiuh- Banyumas.

  Persamaan yang Peneliti temukan pada penelitian relevan tersebut adalah sama-sama menggunakan metode deskriptif kualitatif. Apabila diilihat dari tekniknya sama-sama menggunakan teknik padan. Tujuan dari dilakukannya penelitian juga sama-sama untuk mendeskripsikan prinsip kesopanan/kesantunan dalam berbahasa.

  Penelitian keduanya fokus kepada tuturan bahasa yang digunakan oleh objek yang diteliti.

B. Bahasa Bahasa merupakan sarana yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

  Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi untuk bertukar informasi. Bahasa itu adalah seperti yang dikemukakan Kridalaksana (dalam Ch aer,2012:32) ― Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok social untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri ‖.

  Bahasa memiliki peranan yang penting dalam segala aktivitas manusia. Bahasa di dunia banyak ragamnya, negara Indonesia juga memiliki berbagai macam bahasa dari Sabang sampai Merauke. Bahasa yang digunakan manusia untuk berinteraksi yang digunakan masyarakat adalah bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa menurut Dauglas (dalam Tarigan, 2009:3) pada hakikatnya bersifat kemanusiaan, walaupun mungkin tidak terbatas pada manusia saja. Bahasa yang digunakan seseorang bukanlah faktor keturunan seperti yang diungkapakan oleh Samsuri (1994:3) kemauan dan desakan untuk memakai salah satu bahasa itulah yang menyebabkan seseorang dapat berbahasa suatu bahasa, dan bukanlah karena keturunan atau warisan. Bahasa dianggap sebagai alat penghubung, alat komunikasi anggota masyarakat yaitu individu-individu tadi sebagai manusia yang berpikir, merasa, dan berkeinginan. Fungsi utama bahasa yaitu komunikatif. Bahasa erat kaitannya dengan masyarakat dalam memberikan informasi. Bahasa sebagai alat komunikasi yang bersifat arbitrer. Bahasa yang digunakan pada suatu tempat merupakan bahasa yang telah disepakati bersama oleh masyarakat.

  Bahasa sangat berperan penting dalam segala aktivitas manusia salah satunya dalam lingkungan pemerintahan. Perangkat desa menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakatnya. Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan adalah bahasa yang secara lisan dengan ujaran. Bahasa tulis adalah bahasa yang disampaikan melalui media tulis. Dalam berbahasa hendaknya penutur dan mitra tutur memperhatikan adab sopan santun, karena bahasa yang digunakan oleh penutur tentunya akan mencerminkan kepribadian penutur itu sendiri.

C. Prinsip Kesopanan 1. Pengertian Prinsip Kesopanan

  Menurut Raniry (2014:287) Kesopanan adalah tatacara, adat, atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Kesopanan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Brown dan Levinson,1987:42 (dalam Nadar,2009:134) mengatakan bahwa setiap penutur sebelum membuat suatu tuturan harus membuat keputusan apakah tuturannya akan melukai perasaan lawan tuturnya atau tidak. Sudah lazim apabila kita memperlakukan kesopanan sebagai suatu konsep yang tegas, seperti ga gasan ‗tingkah laku sosial yang sopan‘, atau etiket, terdapat dalam budaya (Yule, 2006: 104). Tujuan utama kesopanan berbahasa adalah memperlancar komunikasi. Di dalam prinsip kesopanan terdapat dua peserta percakapan yakni diri sendiri dan orang lain. Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur. Apabila penutur dalam bertutur mematuhi prinsip kesopanan maka akan dengan mudah tuturan tersebut di terima dengan baik oleh lawan tutur. Di dalam prinsip kesopanan terdapat beberapa maksim yang harus dipahami dan dipatuhi. Jika dalam berbahasa mematuhi maksim-maksim tersebut maka penutur akan terhindar dari sikap dengki, iri hati, dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap lawan tutur.

2. Jenis-Jenis Prinsip Kesopanan

  Prinsip kesopanan yang sampai saat ini dianggap paling lengkap, paling mapan, dan paling komprehensif adalah prinsip kesantunan yang dirumuskan oleh Leech,1983:119 (dalam Rahardi,2005:59). Menurut Irfariati (2015:164) Prinsip kesopanan ini dituangkan dalam enam maksim. Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual, kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Dalam bermasyarakat terdapat adab sopan santun berbahasa. Sopan santun juga dapat diartikan sebagai suatu tingkah laku seseorang dalam kehidupan sehari-hari harus sesuai dengan kodratnya, tempat, waktu, dan kondisi lingkungannya (Roshita, 2015:64). Bahasa yang penutur gunakan dalam tuturan mencerminkan kepribadian penuturnya. Jika bahasanya baik dan sopan maka penutur telah mematuhi prinsip kesopanan, namun apabila penutur dalam berbahasa tidak memperhatikan maksim kesopanan maka penutur telah melanggar prinsip kesopanan. Menurut Leech, 1983:132 (dalam Tarigan,2009:36) prinsip sopan santun (PS) terdapat enam kategori yang berbeda yaitu maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim kemufakatan, maksim simpati.

a. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)

  Gagasan dasar maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dalam kegiatan bertutur (Irfariati, 2015:165). Bijaksana yaitu selalu menggunakan akal budi, arif, adil atau dengan kata lain kecakapan dalam menghadapi atau memecahkan masalah (KBBI, 1997:80). Menurut Leech,1983:132 (dalam Tarigan, 2009:36) gagasan dasar dalam maksim kebijaksanaan yaitu (1) kurangi atau perkecillah kerugian kepada orang lain, dan (2) tambahi atau perbesarlah keuntungan kepada orang lain. Maksim ini menggariskan bahwa setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain (Nadar,2009:30). Setiap penutur diharapkan untuk meminimalkan kerugian orang lain dan memaksimalkan keuntungan orang lain. Apabila penutur dalam berbahasa berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan, maka ia akan dapat menghindari sikap dengki, iri hati, dan sikap lainnya yang kurang santun. Dengan kata lain penutur telah mematuhi maksim kebijaksanaan. Untuk memperjelas pelaksanaan maksim kebijaksanaan dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.

  Kepala sekolah :

  “Silahkan pulang terlebih dahulu bu! Saya masih akan menyelesaikan pekerjaan saya”

  Guru Matematika : ―Saya jadi ngga enak, pak‖

  Konteks tuturan : Dituturkan olek Kepala Sekolah kepada guru matematika pada waktu jam pulang sekolah. Pada saat itu Kepala Sekolah masih banyak tugas sehingga mengharuskannya pulang paling akhir, agar guru-guru tidak menunggunya pulang maka mempersilahkan bawahnya untuk pulang terlebih dahulu.

  Dalam tuturan diatas sangat jelas bahwa Kepala Sekolah memaksimalkan keuntungan bagi para guru yaitu mempersilahkannya mendahului pulang pada jam pulang sekolah agar tidak terlalu lama menunggu pekerjaan Kepala Sekolah yang belum selesai.

b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim)

  Maksim ini menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain (Irfariati, 2015:165). Menurut Leech,1983:132 (dalam Tarigan, 2009:36) gagasan dasar dalam maksim kedermawanan yaitu (1) Kurangi keuntungan bagi diri sendiri, (2) Tambahilah pengorbanan bagi diri sendiri. Senada dengan pendapat Leech, Peneliti menyimpulkan bahwa di dalam maksim kedermawanan , para peserta tutur diharapkan dapat menghormati orang lain. Sebagai penutur diharapkan untuk memberikan kemurahan hatinya terhadap mitra tutur. Apabila penutur melaksanakan inti pokok maksim kedermawanan dalam ucapan dan perbuatan sehari-hari maka kedengkian, iri hati, sakit hati antara sesama dapat terhindar. Untuk memperjelas pelaksanaan maksim kedermawanan dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.

  A : ―Bu jadi belanja kan?‖

  B : ‖Ya jadi, kamu mau beli apa saja?‖

  A :

  “Tidak beli apa-apa bu, saya menemani ibu saja.”

  Konteks tuturan : Dituturkan oleh seorang anak yang mengingatkan ibunya mengenai jadi tidaknya belanja. Dalam tuturan diatas penutur telah mematuhi maksim kedermawanan karena ketika mitra tutur memberikan kesempatan kepada penutur bahwa ingin membeli apa saja, penutur tidak meminta apapun. Hal ini jelas terlihat bahwa penutur mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri, dan menambah kerugian diri sendiri

c. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim)

  Di dalam maksim penghargaan atau penerimaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain (Irfariati,2015:165). Menurut Leech,1983:132 (dalam Tarigan, 2009:36) gagasan dasar dalam maksim penghargaan yaitu (1) Kurangi cacian pada orang lain, (2) Tambahilah pujian bagi orang lain. Peneliti menyimpulkan bahwa di dalam maksim penghargaan apabila seorang penutur memberikan pujian kepada mitra tutur berarti penutur telah mematuhi maksim penghargaan, namun apabila penutur memberi cacian dan lebih memuji diri sendiri maka dapat dipastikan penutur telah melanggar maksim penghargaan. Dan penutur yang melanggar maksim penghargaan dianggap tidak sopan. Dengan maksim ini diharapkan agar para peserta tutur tidak saling mengejek, saling mencaci, atatu saling merendahkan pihak lain.

  Untuk memperjelas pelaksanaan maksim penghargaan dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.

  A : ―Pak tadi saya sudah berlatih membaca pusi di ruang tamu.‖

  B :

  “oh ya, terdengar sangat indah sekali dari ruang televisi.”

  Konteks tuturan : Dituturkan oleh seorang anak kepada ayahnya. Seorang anak memberitahukan bahwa tadi ia telah belajar membaca puisi kepada ayahnya. Dalam tuturan diatas tuturan A ditanggapi dengan sangat baik oleh B. Tuturan B tersebut juga disertai oleh pujian untuk A. Hal tersebut dapat dibuktikan dari tuturan B yaitu

  “oh ya, terdengar sangat indah sekali dari ruang televisi”. Dari tuturan

  tersebut dapat dikatakan bahwa di dalam tuturan B berperilaku santun terhadap A. B berusaha untuk tidak mengejek A.

d. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim)

  Sederhana menurut KBBI, 1997:448 yaitu biasa tidak berlebihan dan tidak berkurang. Dalam maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri (Irfariati, 2015:165). Maksim kerendahan hati menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri (Nadar,2009:30). Menurut Leech,1983:132 (dalam Tarigan, 2009:36) gagasan dasar dalam maksim kesederhanaanyaitu (1) Kurangilah pujian pada diri sendiri, dan (2) Tambahilah cacian pada diri sendiri. Peneliti menyimpulkan bahwa pada maksim kesederhanaan peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Orang akan dikatakan sombong dan congkak hati jika di dalam kegiatan bertutur selalu memuji dan mengunggulkan dirinya sendiri. Penutur dikatakan mematuhi maksim kesederhanaan apabila dalam bertutur tidak memuji dirinya sendiri. Untuk memperjelas pelaksanaan maksim kesederhanaan dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.

  Andi : ―Nanti yang bacakan puisi saat malam pensi kamu ya Put?‖

  Putra :

  “Wah jangan An, aku tidak bisa membaca membaca dengan intonasi yang keras”. Konteks tuturan : Dituturkan oleh seorang teman kelas yang menunjuk kerabatnya untuk membacakan puisi saat pensi sebagai perwakilan kelas.

  Dalam tuturan diatas Putra menunjuk Andi untuk membacakan puisi sebagai perwakilan kelas pada saat malam pensi. Karena teman-teman kelas tahu kemampuan Putra dalam membaca puisi. Pada percakapan diatas terlihat bahwa Putra merendahkan dirinya kepada Andi dengan mengatakan

  “Wah jangan An, aku tidak

bisa membaca membaca dengan intonasi yang keras”. Dengan demikian Putra

telah mematuhi maksim kesederhanaan.

e. Maksim Kemufakatan (Agreement Maxim)

  Di dalam maksim ini ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kemufakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun (Irfariati,2015:165). Maksim kecocokan menggariskan setiap penutur dan lawan tutur untuk memaksimlkan kecocokan di antara mereka, dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka (Nadar, 2009: 30-31). Menurut Leech,1983:132 (dalam Tarigan, 2009:36) gagasan dasar dalam maksim kemufakatan yaitu (1) Kurangilah ketidaksesuaian antara diri sendiri dan orang lain, dan (2) Tingkatkanlah persesuaian antara diri sendiri dan orang lain. Peneliti menyimpulkan bahwa dalam maksim kemufakatan ini peserta tutur saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila seseorang mematuhi maksim kemufakatan maka dapat dikatakan ia bersikap sopan. Maksim kemufakatan dapat membuat penutur terhindar dari keributan, perkelahian, dan lain sebagainya. Untuk memperjelas pelaksanaan maksim kemufakatan dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.

  Dosen : ―Hari senin besok saya tidak bisa mengajar kalian, bagaimana kalau sebagai gantinya kita ganti hari rabu pagi jam 08.40 saj a?‖

  Mahasiswa : “Ya siap pak, kebetulan kelas kami jam itu kosong”. Konteks tuturan : Dituturkan oleh dosen dialektologi kepada mahasiswa bahwa memberi kesepakatan mengenai pergantian perkuliahan yang seharusnya hari senin.

  Dalam tuturan diatas terlihat jelas bahwa antara Dosen dengan Mahasiswa mematuhi maksim kemufakatan. Hal ini dibuktikan dengan tuturan Mahasiswa yang setuju pada usul Dosen bahwa perkuliahan hari senin di ganti pada hari rabu pukul 08.40.

f. Maksim Simpati (Sympathy Maxim)

  Di dalam maksim kesimpatian, diharapkan para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dan pihak lainnya (Irfariati,

  .

  2015:165) Maksim kesimpatian ini mengharuskan setiap peseta pertuturan untuk memaksimalkan rasa simpati, dan meminimalkan rasa antipasti kepada lawan tuturnya (Nadar,2009:31). Menurut Leech,1983:132 (dalam Tarigan, 2009:36) gagasan dasar dalam maksim simpati yaitu (1) Kurangilah antipati antara diri sendiri dan orang lain, dan (2) Perbesarlah simpati antara diri sendiri dan orang lain. Peneliti menyimpulkan bahwa dalam maksim simpati diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Jika lawan tutur mendapatkan kebahagiaan penutur wajib memberikan ucapan selamat.

  Bila lawan tutur mendapat kesusahan atau musibah maka penutur wajib mengutarakan bela sungkawa. Untuk memperjelas pelaksanaan maksim simpati dalam komunikasi yang sesungguhnya dapat dilihat pada contoh tuturan berikut ini.

  Indah : ―Maaf Tan, saya tidak bisa ikut pergi nanti siang soalnya badan saya panas dan kepala saya pusing sekali‖.

  Intan : ―Ya sudah tidak apa-apa ndah, kamu istirahat saja semoga cepat

  sembuh ya.”

  Konteks tuturan : Dituturkan oleh Indah teman kuliah Intan, mereka sepakat untuk pergi bersama, namun Indah mendadak membatalkan karna dia kurang enak badan.

  Dalam tuturan diatas dapat dikatakan Intan sebagai mitra tutur mematuhi maksim simpati. Intan telah telah memaksimalkan rasa simpatinya terhadap indah yang sedang sakit dan membatalkan kepergiannya. Dalam hal ini Intan dianggap sopan dalam berbahasa.

D. Perangkat desa

  Perangkat desa merupakan ujung tombak paling bawah dalam proses registrasi penduduk secara teoritis dari segi kelengkapan data registrasi mempunyai kelebihan disbanding sumber data sensus maupun survey. Perangkat desa merupakan salah satu komponen penting dalam pemerintahan desa. Dalam struktur organisasi di desa terdapat struktur kepegawaian yang menangani urusan pelayanan masyarakat yang membutuhkan surat-surat atau berkas tertentu. Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis. Perangkat desa bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya perangkat desa bertanggung jawab kepada Kepala Desa.

  Perangkat yang diutamakan untuk melayani masyarakat ialah yang kemampuan berbahasanya baik (C. Praseeda, Dr. A.Vanajamna, 2007:67). Pengertian perangkat adalah perlengkapan. Sedangkan desa merupakan satuan terkecil dari pemerintahan negara kita sejak jaman kerajaan hingga penjajahan dan kemerdekaan (Yayuk dan

  Mangku, 2003:34). Jadi Perangkat desa adalah seseorang yang bekerja di bagian satuan terkecil pemerintahan yang melayani urusan kepentingan masyarakat setempat.

E. Pelayanan Masyarakat 1. Pengertian Pelayanan Masyarakat

  Menurut Kotler (2002:2) (dalam Putro,dkk, 2014:2) definisi pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada puhak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Sampara Lukman (1995:548) (dalam Junidis, 2015:1506) berpendapat pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Pelayanan merupakan suatu perbuatan atau tindakan yang diberikan oleh seseorang kepada pihak lain, yang dapat memberikan nilai serta manfaat kepada konsumen pada waktu dan tempat tertentu sehingga menimbulkan keinginan atau kepentingan penerimaan layanan (Lovelock and Wirtz, 2004) yang dikutip oleh (Albari,2009:3). Proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung inilah yang dinamakan pelayanan (Moenir, 2006:16-17).

  Pelayanan memiliki pengertian yaitu terdapatnya dua unsur atau kelompok dimana masing-masing saling membutuhkan dan memliki keterkaitan, oleh karena itu peranan dan fungsi yang melekat pada masing-masing unsur tersebut berbeda. Hal-hal yang menyangkut tentang pelayanan yaitu faktor manusia yang melayani, alat atau fasilitas yang digunakan untuk memberikan pelayanan, mekanisme kerja yang digunakan dan bahkan sikap masing-masing orang yang memberi pelayanan dan yang dilayani.

  Sedangkan masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dan saling menjalin interaksi satu sama lain untuk mencapai tujuan tertentu.

  Kelompok yang disebut kelompok sosial dalam ilmu sosiologi itu, dalam ilmu Ketatanegaraan dinamakan masyarakat. Masyarakat merupakan sekumpulan orang yang saling berinteraksi dan hidup bersama dalam suatu lingkungan. Berdasarkan pengertian pelayanan dan masyarakat diatas Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pelayanan masyarakat adalah suatu perbuatan menolong atau membantu masyarakat yang mempunyai kepentingan atau keperluan tertentu sehingga dapat mencapai tujuannya.

2. Kualitas Pelayanan

  Menurut Djiptono (2006:59) (dalam Yani,2016:375) kualitas pelayanan adalah ―tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Pentingnya peningkatan kualitas pelayanan mengingat hal tersebut sangat erat kaitannya dengan pengorbanan, bahkan pelayanan berkualitas dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan aparatur pemerintah. Kualitas didefinisikan sebagai memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (Jundish, 2015:1504). Kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahan guna memenuhi harapan konsumen (Putro, 2014:2).

  Dari pengertian beberapa ahli diatas dapat Peneliti simpulkan kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas manusia yang dilakukan guna memberikan kepuasan terhadap pelanggan. Kualitas pelayanan yang baik salah satunya harus mematuhi kesopanan dan keramahan saat melakukan pelayanan. Kualitas pelayanan di balai desa Pandak kecamatan Sumpiuh-Banyumas dapat dinilai baik apabila masyarakat merasa puas dengan apa yang diberikan oleh perangkat desa. Bahasa pada saat pelayanan berpengaruh besar pada tingkat kualiatas layanan. Kualitas yang baik juga tidak jauh dari bagaimanana penutur menerapkan prinsip kesopanan pada saat berbahasa.

3. Pelayanan Prima

  Pelayanan prima merupakan salah satu bentuk pelayanan kepada publik atau masyarakat yang mengacu pada kepuasan pelanggan (Junidish, 2015:1507). Menurut Barata (2004) (dalam Khaerunnisa,2013:49) pelayanan prima adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dari mewujudkan kepuasannya, agar mereka selalu royal kepada perusahaan. Jika pelayanan prima berorientasi pada kepuasan pelanggan, maka kepuasan dimaksud adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang diresahkan dengan harapannya. Karena itu, maka tingkat kepuasaan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang didasarkan pada harapan. Apabila Perangkat desa melakukan pelayanan secara prima maka masyarakat akan merasa puas dengan layanan yang diberikan oleh perangkat desa. Tingkat kepuasan yang dirasakan masyarakat dapat dilihat dari bagaimana penggunaan bahasa yang digunakan oleh perangkat desa pada saat melayani.

F. Kerangka Berpikir Pragmatik merupakan studi tentang maksud penutur atau makna kontekstual.

  Dalam pragmatik terdapat prinsip konversasi yang terdiri dari dua prinsip yaitu prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. Prinsip kerjasama terdiri dari empat maksim, yaitu maksim kuantitas (the maxim of quantity), maksim kualitas (the maxim of quality), maksim relevansi (the maxim of relevance), dan maksim pelaksanaan (the maxim of

  manner) . Prinsip kesopanan terdiri dari enam maksim antara lain yaitu maksim

  kebijaksanaan (Tact Maxim), maksim kedermawanan(Generosity Maxim), maksim penghargaan (Approbation Maxim), maksim kesederhanaan (Modesty Maxim), maksim kemufakatan (Agreement Maxim), dan maksim simpati (Sympathy Maxim). Prinsip kesopanan tersebut Peneliti temukan pada tuturan perangkat desa pada saat memberikan pelayanan masyarakat di balai desa Pandak kecamatan Sumpiuh- Banyumas. Paparan ini dapat disederhanakan dalam bagan 1.

  BAHASA Prinsip Kesopanan

  Jenis-Jenis Prinsip Kesopanan Pengertian Prinsip

  Kesopanan

  1. Maksim Kebijaksanaan

  2. Maksim Kedermanawaan

  3. Maksim Kedermawaan

  4. Maksim Kesederhanaan

  5. Maksim Kemufakatan

  6. Maksim Simpati Perangkat Desa

  Pelayanan Masyarakat Prinsip Kesopanan Berbahasa Perangkat Desa dalam

  Memberikan Pelayanan Masyarakat di Balai Desa Desa Pandak

  Pandak Kecamatan Sumpiuh-Banyumas

  Bagan 1. Kerangka Berpikir