BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - ARINDA FESTI PRATIWI BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang teknik-teknik persuasif pada bentuk wacana tulis sudah

  banyak dilakukan. Meskipun demikian, penelitian ini masih tetap menarik untuk dilaksanakan penelitian lebih lanjut. Penelitian yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah penelitian Khasanah (2010) dan penelitin Riyanto (2010).

  Riyanto (2010) melakukan penelitian tentang Analisis Wacana Persuasif

  

dalam Ragam Bahasa Rambu-Rambu Lalu Lintas. Dalam penelitian ini, data yang

dipilih sebagai data penelitian adalah wacana pada rambu-rambu lalu lintas.

  Peneliti menganalisis teknik-teknik persuasif dikaitkan dengan tindak tutur.

  Sementara Khasanah (2010) melakukan penelitian tentang Analisis

Wacana Persuasi dalam Iklan Sepeda Motor pada Surat Kabar Suara Merdeka.

  Dalam penelitian ini peneliti memilih wacana pada iklan sepeda motor sebagai data penelitian. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Riyanto (2010), penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (2010) pun juga menganalisis teknik-teknik persuasif dengan dikaitkan dengan fungsi tindak tutur.

  Dari dua kajian penelitian tersebut, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Jika pada penelitian sebelumnya peneliti memilih bentuk persuasif iklan sepeda motor dan bahasa rambu lalu lintas, maka pada kesempatan ini peneliti akan meneliti wacana poster kesehatan sebagai data penelitian. Sebagaiman dalam penelitian yang dilakukan Riyanto (2010) dan

  7 Khasanah (2010), dalam penelitian ini peneliti juga akan mengkaji tentang teknik- teknik persuasif, namun berbeda dengan penelitian sebelumnya yang mengaitkan dengan kajian pragmatik. Penelitian ini tidak lagi mengkaitkan dengan kajian pragmatik, akan tetapi peneliti akan mengaitkan dengan kajian semantik, yaitu mengkaji tentang makna emotif yang terdapat dalam wacana poster kesehatan.

B. Wacana 1. Pengertian

  Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, wacana bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apa pun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana dibentuk dari kalimat-kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan lainnya (Chaer, 2003: 267).

  Wacana adalah sebuah contoh penggunaan bahasa yang tipenya dapat diklasifikasikan berdasarkan faktor-faktor seperti pilihan gramatikal dan leksikal (http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://www.sil.or g/linguistics/GlossaryOfLinguisticTerms/WhatIsADiscourse.html).

  Menurut Mulyana (2005: 1) wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif paling kompleks dan paling lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi: fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun demikian, wacana pada dasarnya juga merupakan unsur bahasa yang bersifat pragmatis.

  Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap dan utuh yang merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar yang penggunaan bahasanya pun dipilih berdasarkan unsur bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf).

2. Jenis Wacana

  Berdasarkan isinya, wacana dibedakan atas: wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi (Chaer, 2003: 24). Dalam pendapat yang berbeda, Kinneavy (dalam Parera, 2004: 221-223) membagi jenis wacana sebagai berikut: wacana ekspresif, wacana referensial, wacana susastra, dan wacana persuasif. Senada dengan hal tersebut Marwoto (1985: 152-170) mengklasifikasikan wacana berdasarkan tujuan saja, yaitu: wacana narasi, wacana deskripsi, wacana eksposisi, wacana argumentasi, dan wacana persuasif.

  Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa jenis wacana terdiri atas: wacana narasi, wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi, wacana ekspresif, wacana referensial, dan wacana susastra.

  Penelitian ini hanya akan membahas tentang wacana persuasif karena data yang akan dibahas dalam penelitian ini berupa poster kesehatan, sedangkan poster kesehatan merupakan contoh wacana yang berbentuk wacana persuasif.

C. Wacana Persuasif 1. Pengertian Wacana persuasif sebenarnya merupakan sebuah varian dari argumentasi.

  Wacana ini lebih condong untuk mempengaruhi manusianya daripada mempertahankan kebenaran suatu objek tertentu. Walaupun tidak seratus persen mempertahankan kebenaran, tetapi bentuk wacana ini masih termasuk dalam wacana ilmiah bukan wacana fiksi (Keraf, 1992: 7).

  Wacana persuasif adalah suatu seni verbal yang berfungsi untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang (Keraf, 1992: 118).

  Wacana persuasif secara implisit dan eksplisit ditujukan kepada decoder atau pembaca. Penerimaan dan pengaruh yang tertentu diharapkan terjadi pada decoder atau pembaca. Wacana ini memancing satu tindakan, emosi, dan keyakinan tertentu dari decoder atau pembaca. Wacana persuasif meliputi: iklan dan advertensi (poster, leaflet,panflet, dll.), pidato politik, khotbah agama, oratori legal/hukum, dan tajuk rencana/ editorial (Parera, 2004: 223).

  Menurut Chaer (2003: 272) wacana persuasi bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang. Dalam pendapat yang berbeda Marwoto dkk.

  (1985: 176) menjelaskan bahwa wacana persuasif adalah wacana yang berisi paparan berdaya-bujuk, berdaya-ajak, ataupun berdaya himbau yang dapat membangkitkan ketergiuran pembacanya untuk meyakini dan menuruti himbauan, baik implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis atau pembuatnya

  Menurut Moeliono, (Peny.) (2007: 864) persuasi dapat berarti, (a) ajakan kepada seseorang dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkannya; bujukan halus, (b) karangan yang bertujuan memberikan pendapat. Persuasi tidak mengambil bentuk paksaan atau kekerasan terhadap orang yang menerima persuasi. Oleh sebab itu, ia memerlukan juga upaya-upaya tertentu untuk merangsang orang yang mengambil keputusan sesuai dengan keinginannya. Upaya yang biasa digunakan adalah meyodorkan bukti-bukti, walaupun tidak setegas seperti yang dilakukan dalam argumentasi. Bentuk-bentuk persuasi yang dikenal umum adalah: propaganda yang dilakukan oleh golongan- golongan atau badan-badan tertentu, iklan-iklan dalam surat kabar, majalah atau media massa lainnya, selebaran-selebaran, kampanye lisan, dan sebagainya. Semua bentuk persuasi tersebut biasanya mempergunakan pendekatan emotif, yaitu berusaha membangkitkan dan merangsang emosi hadirin. Persuasi selalu bertujuan untuk mengubah pikiran orang lain, ia berusaha agar orang lain dapat menerima dan melakukan sesuatu yang kita inginkan, perlu diciptakan suatu dasar, yaitu dasar kepercayaan. Persuasi sendiri adalah suatu usaha untuk menciptakan kesesuaian atau kesepakatan melalui kepercayaan.

  Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wacana persuasif adalah wacana ilmiah yang berfungsi untuk meyakinkan seseorang agar melakukan, mengajak, menganjurkan, atau melarang satu tindakan, emosi, dan keyakinan tertentu dari decoder atau pembaca. Persuasi tidak mengambil bentuk paksaan atau kekerasan terhadap orang yang menerima persuasi tetapi upaya yang biasa digunakan adalah menyodorkan bukti-bukti, yang biasanya dilakukan oleh golongan atau badan-badan tertentu.

2. Ciri-ciri Wacana Persuasif

  Ciri-ciri wacana persuasif antara lain: menggunakan bahasa emotif, menggunakan struktur kalimat yang unik, pilihan kata yang khusus, dan ajakan yang efektif. Adapun penjelasannya sebagai berikut: a.

  Menggunakan Bahasa Emotif Bahasa emotif di sini bukanlah suatu bahasa yang membuat orang emosi karena marah, tetapi bagaimana seseorang merasakan suatu perasaan yang datang dari hati untuk melakukan sesuatu. Bahasa emotif juga membuat seseorang penasaran terhadap sesuatu untuk dapat mengalami dan terlibat di dalamnya.

  b.

  Menggunakan Struktur Kalimat yang Unik Struktur kalimat yang unik maksudnya adalah struktur kalimat yang cenderung membuat para pembaca menikmati dan mudah mengerti, serta terkesan ketika para pembaca membuat sebuah iklan yang menggunakan bahasa persuasif, struktur kalimatnya mudah dimengerti.

  c.

  Pilihan Kata yang Khusus.

  Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata khusus dan mudah dipahami oleh pembacanya. d.

  Ajakan yang Efektif.

  Ajakan yang efektif adalah suatu ajakan yang tidak bertele-tele dan tersembunyi secara makna, tetapi ajakan yang dapat membuat hati seseorang tersentuh dan bergerak serta ada dorongan untuk melakukan sesuatu (Purwanti, 2009: 17-18).

3. Teknik-Teknik Persuasif

  Menurut Keraf (1992: 15) persuasi sebagai suatu tulisan yang mirip argumentasi, mengikuti jiwa sebuah tulisan argumentasi kecuali pada sasaran.

  Untuk mencapai kesepakatan dalam persuasi adalah kesepakatan psikologis. Kesepakatan psikologis ini bertujuan agar pembaca melakukan sesuatu atau menerima sesuatu seperti dikemukakan penulis. Kesepakatan psikologis itulah yang membedakan persuasi dari argumentasi yaitu dalam teknik-teknik penyajian.

  Menurut Keraf (1992: 124-131) teknik-teknik atau metode-metode yang digunakan dalam persuasi antara lain: rasionalisasi; identifikasi; sugesti; konformitas; kompensasi; penggantian; dan proyeksi. Adapun penjelasan masing- masing teknik tersebut dijelaskan seperti di bawah ini: a.

  Rasionalisasi Menurut Moeliono, (Peny.) (2007: 1173) rasionalisasi artinya

  ‘mempunyai arti nalar, akal sehat’ dan membentuk kata rasional yang artinya ‘menurut pemikiran yang logis’ Rasionalisasi sebuah teknik persuasi dapat dibatasi sebagai suatu proses penggunaan akal untuk memberikan suatu dasar pembenaran kepada suatu persoalan, di mana dasar atau alasan itu tidak merupakan sebab langsung dari masalah itu. Kebenaran yang dibicarakan dalam persuasi bukanlah suatu kebenaran mutlak, tetapi kebenaran yang hanya berfungsi meletakkan dasar-dasar dan melicinkan jalan agar keinginan, sikap, kepercayaan, keputusan, tindakan yang telah ditentukan atau diambil dapat dibenarkan. Dalam rasionalisasi, penulis mengajukan alasan agar pembaca menerima suatu hal, walaupun bila diteliti secara seksama alasan-alasan yang diajukan itu tidak tepat.

  Rasionalisasi sebenarnya memperlihatkan sesuatu yang tampaknya dapat diterima oleh akal sehat atau logika. Tetapi rasionalisasi mengandung perbedaan dengan logika. Perbedaan antara logika dan rasionalisasi terletak pada motivasi yang ditimbulkannya.

  Sebab itu, rasionalisasi dalam persuasi akan berlangsung dengan baik bila pembicara atau penulis mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan hadirin, serta bagaimana sikap dan keyakinan mereka (Keraf, 1992: 124-125).

  b.

  Identifikasi Secara etimologi, identifikasi berasal dari kata identification yang artinya ‘tanda pengenal diri’, sedangkan menurut Moeliono, (Peny.)

  (2007: 538) identifikasi berarti ‘tanda kenal diri’ atau ‘penentu atau penetapan identitas pada suatu benda’.

  Dalam persuasi, identifikasi berusaha menghindari situasi konflik dan sikap ragu-ragu. Untuk itu pembicara harus menganalisis hadirin dan seluruh situasi yang dihadapinya dengan seksama. Dengan menganalisis hadirin dan seluruh situasi, maka pembicara dengan mudah dapat mengidentifikasi dirinya dengan hadirin. Agar identifikasi dapat berajalan sebagaimana diharapkan, haruslah diciptakan dasar umum yang sama. Bila dasar umum yang sama itu belum diciptakan, ia harus berusaha mencari dasar umum yang seluas-luasnya. Identifikasi merupakan kunci keberhasilan pembicara. Apabila terdapat situasi konflik antara pembicara dan hadirin, maka pembicara harus berusaha mengaburkan situasi konflik tersebut. Sikap agresif harus dapat dibelokkan sehingga dapat diciptakan dasar umum yang sama. Untuk dapat menemukan dasar umum yang sama, dalam setiap tulisan kita selalu mengajukan pertanyaan untuk siapa tulisan diajukan itu.

  Dengan berusaha menjawab pertanyaan itu dengan tepat, penulis akan lebih mudah mengidentifikasi dirinya dengan ciri, tingkat pengetahuan, dan kemampuan hadirin atau mereka yang akan membaca tulisannya.

  Sebagai contoh pada saat para wakil rakyat berusaha ingin memenangkan pemilihan umum. Mereka berusaha mengidentifikasikan dirinya sebagai ‘anak rakyat’, sebagai orang yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan petani, nelayan, buruh pabrik, dan sebagainya, sehingga ia benar-benar akan memperhatikan kepentingan lingkungan tadi. Karena ia melihat dan bahkan merasakan sendiri apa yang dibutuhkan oleh lingkungan yang dihadapinya (Keraf, 1992: 125- 126). c.

  Sugesti Menurut Moeliono, (Peny.) (2007: 1382) sugesti berarti

  ‘anjuran, saran, pengaruh yang dikemukakan, pendapat yang menggerakkan hati’.

  Sugesti adalah suatu usaha membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk menerima suatu keyakinan atau pendirian tertentu tanpa memberi suatu dasar-dasar kepercayaan yang logis pada orang yang ingin dipengaruhi. Dalam kehidupan sehari-hari, sugesti ini biasanya dilakukan dengan kata-kata dan suara. Rangkaian kata-kata yang menarik dan meyakinkan, disertai nada suara yang penuh dan berwibawa dapat memungkinkan seseorang mempengaruhi hadirin yang diajak bicara (Keraf, 1992: 126-128).

  d.

  Konformitas Secara etimologi, konformitas berasal dari kata conform yang artinya ‘menyesuaikan diri atau mencocokkan diri’. Menurut Moeliono,

  (Peny.) (2007: 746) konformitas berarti ‘persesuaian’ atau ‘pencocokkan’.

  Konformitas adalah suatu keinginan atau tindakan untuk membuat diri serupa dengan sesuatu hal yang lain. Konformitas adalah suatu mekanisme mental untuk menyesuaikan diri atau mencocokkan diri dengan sesuatu yang diinginkan.

  Teknik konformitas ini mirip dengan identifikasi. Perbedaannya, dalam identifikasi pembicara hanya menyajikan beberapa hal yang menyangkut dirinya dengan hadirin, sedangkan dalam konformitas pembicara memperlihatkan bahwa dirinya mampu berbuat dan bertindak sebagai hadirin.

  Konformitas biasanya dianggap sebagai suatu tindakan yang akan membawa pengaruh postifi kearah kemajuan. Dalam persuasi, orang yang melakukan persuasi mempergunakan teknik ini untuk menyesuaikan dirinya dengan orang yang dipersuasi. Contohnya : seorang tokoh politik bersedia makan jagung bila rakyatnya makan jagung (Keraf, 1992: 128-129).

  e.

  Kompensasi Menurut Moeliono, (Peny.) (2007: 743)   kompensasi artinya ganti rugi, pencarian kepuasan di suatu bidang untuk memperoleh keseimbangan dari kekecewaan, sedangkan menurut etimologi, kata kompensasi beraasal dari bahasa inggris compensation yang artinya ‘ganti (kerugian), penggantian, rasa puas, kepuasan’.

  Kompensasi adalah suatu tindakan atau suatu hasil dari usaha untuk mencari suatu pengganti (substitut) bagi suatu hal yang tidak dapat diterima, atau keadaan yang tidak dapat dipertahankan. Usaha mencari suatu substitut terjadi karena tindakan atau keadaan yang asli sudah mengalami frustasi. Substitut yang dicari harus merupakan suatu hal yang belum terlibat atau belum tercakup dalam hal atau keadaan yang asli. Dalam persuasi pembicara dapat mendorong hadirin untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan lain atau tindakan yang diinginkan oleh pembicara, yaitu dengan menunjukkan secara meyakinkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk itu (Keraf, 1992: 129-130). f.

  Penggantian Penggantian (displacement) adalah suatu proses yang berusaha menggantikan suatu maksud atau hal yang mengalami rintangan dengan suatu maksud atau hal lain yang sekaligus menggantikan emosi kebencian asli atau kadang-kadang emosi cinta kasih yang asli. Dalam persuasi, pembicara berusaha meyakinkan hadirin untuk mengalihkan sesuatu objek atau tujuan tertentu kepada tujuan lain (Keraf, 1992: 130- 131).

  g.

  Proyeksi Menurut Moeliono, (Peny.) (2007) proyeksi diartikan sebagai ‘perkiraan tentang keadaan mendatang dengan data yang ada sekarang’.

  Proyeksi adalah suatu teknik untuk menjadikan sesuatu yang tadinya subjek menjadi objek. Sesuatu watak yang dimiliki seseorang tidak ingin diakui lagi sebagai sifat atau wataknya, tetapi dilontarkan sebagai sifat dan watak orang lain. Jika seseorang diminta untuk mendeskripsikan seseorang yang tidak disenanginya, ia akan berusaha untuk mendeskripsikan hal-hal yang baik mengenai dirinya sendiri.

  Kesalahan yang dilakukan seseorang dilemparkannya kepada orang lain, bahwa orang lain itu yang melakukannya (Keraf, 1992: 131).

D. Semantik dan Makna 1. Semantik a. Pengertian

  Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang meneliti arti atau makna (Verhaar, 2001: 385), sedangkan menurut Kridalaksana (2008: 216) pengertian semantik adalah (1) bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara, (2) sistem dan penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.

  Menurut Pateda (2010: 7) semantik adalah subdisiplin linguistik yang mengkaji sistem makna.

  Dari beberapa pendapat para ahli di atas mengenai pengertian semantik, dapat disimpulkan bahwa semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mengkaji bagian dari struktur bahasa yang berhubungan dengan arti/makna, ungkapan, bentuk-bentuk bunyi bahasa dan juga dengan struktur makna suatu wicara.

2. Makna a. Pengertian

  Menurut de Saussure dalam Chaer (2003: 287) makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Kalau tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem. Jika tanda linguistik itu disamakan identitasnya dengan morfem, maka makna itu adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar maupun morfem afiks.

  Makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan dari aspek bentuk, sedangkan bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat dicerap dengan panca indra. Contoh: pada waktu orang berteriak maling! timbul reaksi dalam pkiran kita bahwa ‘ada seseorang telah berusaha untuk mencuri barang atau milik orang lain’. Jadi bentuk atau ekspresinya adalah kata

  

maling yang dikatakan orang tadi, sedangkan maknanya adalah reaksi

  yang timbul pada orang yang mendengar kata maling! (Keraf, 2004: 25).

  Ogden dan Richards dalam Pateda (2010: 82-84) menyimpulkan beberapa pengertian makna, diantaranya: 1) suatu perbendaharaan kata yang intrinsik, 2) hubungan dengan benda-benda lainnya yang unik, yang tak dapat dianalisis,

  3) kata lain tentang suatu kata yang terdapat di dalam kamus, 4) sesuatu yang secara aktual dihubungkan dengan suatu lambang oleh hubungan yang telah dipilih,

  5) efek-efek yang membantu ingatan kalau mendapat rangsangan. asosiasi-asosiasi yang diperoleh,

  6) tafsiran lambang yang berkaitan dengan (a) hubungan-hubungan, (b) percaya tentang apa yang diacu, dan (c) percaya kepada pembicara apa yang ia maksud.

  Dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa makna adalah ‘pengertian’ atau ‘konsep’ kata dalam kamus yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan dari aspek bentuk yang secara aktual dihubungkan oleh suatu tanda atau lambang yang mengandung efek sehingga dapat membantu ingatan kalau mendapat rangsangan. asosiasi-asosiasi yang diperoleh.

b. Aspek Makna

  Aspek-aspek dalam sebuah makna terdiri atas, pengertian; nilai rasa; nada; dan maksud. Adapun penjelasan dari masing-masing aspek makna tersebut adalah sebagai berikut:

  1) Pengertian

  Pengertian dalam hal ini berhubungan dengan makna hubungan antara bahasa dan dunia kenyataan manusia. Dengan demikian hanya sedikit makna yang dapat diungkapkan tentang suatu kata. Meskipun kata-kata itu telah dijelaskan di dalam kamus, tetapi masih tetap ingin menjelaskan suatu kata yang dengar atau dibaca.

  Pengertian disebut juga tema. Tiap hari orang berbicara dan tiap hari kita mendengarkan orang berbicara bahkan berbicara dengan kawan bicara. Ketika orang berbicara, ia menggunakan kata-kata atau kalimat yang mendukung ide atau pesan yang dimaksud. Jadi pengertian dapat dicapai apabila antara pembicara dan kawan bicara atau antara penulis dan pembaca mempunyai kesamaan bahasa. Misalnya: kalau pembicara ingin memberitahukan tentang cuaca, katakanlah Hari ini hujan, maka yang pertama-tama harus ada, yakni pendengar mempunyai pengertian tentang satuan-satuan hari, ini dan hujan.

  2) Nilai Rasa

  Dalam kehidupan sehari-hari selamanya kita berhubungan dengan rasa dan perasaan. Katakanlah apabila orang merasakan dingin, jengkel, terharu, gembira. Untuk menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan aspek perasaan tersebut, manusia menggunakan kata-kata yang sesuai. Misalnya: tidak mungkin kita berkata, Marilah kita bergembira atas meninggalnya bapak ini!. Jelaslah harus menggunakan kata-kata yang mempunyai makna yang sesuai dengan perasaan yang hendak dikemukakan. Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa ada kaitannya dengan sikap pembicara terhadap apa yang sedang dibicarakan. Contoh lain jika orang berkata Saya akan pergi, sebenarnya ada dorongan untuk pergi. Demikian pula jika orang berkata Saya minta roti, karena ada dorongan perasaan yang menyebabkan orang tersebut meminta roti. Dengan kata lain, setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.

  3) Nada

  Aspek makna nada adalah sikap pembicara kepada kawan bicara. Dalam karya sastra, nada berhubungan dengan sikap penyair atau penulis terhadap pembaca.

  Aspek makna yang berhubungan dengan nada lebih banyak dinyatakan oleh hubungan antara pembicara dengan pendengar dan antara penulis dengan pembaca. Hal tersebut dapat bermaksud apakah pembicara telah mengenal pendengar atau apakah pembicara mempunyai kesamaan latar belakang pendengar. Aspek makna nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Kalau seseorang sedang marah, maka sikapnya kepada pendengar akan lain dengan perasaan bila kita sedang bergembira.

  Kalau seseorang jengkel, nada suaranya akan meninggi. Kalau seseorang meminta sesuatu, maka nada suaranya akan rata, atau disampaikan dengan cara beriba-iba.

  Nada suara turut menentukan makna kata yang digunakan, misalnya: kata pulang. Kalau seseorang berkata pulang!, kata ini menandakan bahwa pembicara jengkel atau dalam suasana tidak ramah. Kalau seseorang berkata Pulang? itu bisa menandakan bahwa pembicara menyindir. Itu sebabnya makna kata dapat dilihat dari nada yang menyertainya.

  4) Maksud

  Aspek maksud (intention) merupakan maksud, senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan. Biasanya jika seseorang mengatakan sesuatu memang ada maksud yang kita inginkan. Apakah kata itu besifat deklaratif, imperatif, naratif, mengubah perilaku pedagogis, persuasif, rekreatif atau politis, semuanya mengandung maksud tertentu. Kalau seseorang berkata

  Kerbau!, orang itu bermaksud mengurangi kejengkelannya atau bermaksud mengubah perilaku orang yang kena kata tersebut.

  Berdasarkan urutan ini, keempat aspek makna tersebut sebenarnya dapat dikaitkan. Contoh: urutan kata program KB

  (Keluarga Berencana) . Berdasarkan aspek maksud, orang

  memahami apakah maksud pengertian, orang dapat mengatakan tentang fakta yang berhubungan dengan program KB. Dilihat dari aspek makna nilai rasa, orang dapat saja menentukan sikap, apakah setuju, menolak, takut, malu, sedangkan dari segi aspek makna nada, dapat dikatakan bagaimana usaha pemerintah meningkatkan pelaksanaan program KB. Menurut Palmer (dalam Djajasudarma, 1999: 2-5) menyebutkan aspek makna dapat dipertimbangkan dari fungsi dan dapat dibedakan atas: sense ‘pengertian’; feeling ‘perasaan’; tone ‘nada’; dan intension ‘tujuan’. Adapun penjelasan dari masing-masing aspek tersebut adalah sebagai berikut.

  1) Sense ‘pengertian’

  Aspek makna pengertian ini dapat dicapai apabila antara pembicara, penulis, dan kawan bicara berbahasa sama. Makna pengertian disebut juga tema, yang melibatkan ide atau pesan yang dimaksud.

  2) Feeling ‘perasaan’

  Aspek makna perasaan berhubungan dengan sikap pembicara dengan situasi pembicaraan. Di dalam kehidupan sehari- hari kita selalu berhubungan dengan perasaan (misalnya: sedih, panas, dingin, gembira, jengkel, gatal). Pernyataan situasi yang berhubungan dengan aspek makna perasaan tersebut digunakan kata-kata yang sesuai dengan situasinya.

  3) Tone ‘nada’

  Aspek makna nada (tone) adalah ‘An attitude to his

  listener

  ’ (sikap pembicara terhadap kawan bicara) atau dikatakan pula sikap penyair atau penulis terhadap pembaca. Aspek makna nada ini melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan keadaan kawan bicara dan pembicara sendiri. 4)

   Intension ‘tujuan’ Aspek makna tujuan ini adalah ‘His aim, conscious or

  unconscious, the effect he is endeavouring to promote ’ (tujuan atau

  maksud, baik disadari maupun tidak, akibat usaha dari peningkatan). Apa yang kita ungkapkan di dalam makna aspek tujuan memiliki tujuan tertentu, misalnya: dengan mengatakan

  Penipu kau! tujuannya supaya kawan bicara mengubah kelakuan

  (tindakan) yang tidak diinginkan tersebut. Aspek makna tujuan ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang bersifat: (1) deklaratif, (2) persuasif, (3) imperatif, (4) naratif, (5) politis, dan (6) pedagogis (pendidikan).

  Dari kedua pendapat ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek-aspek makna terdiri atas: (1) sense ‘pengertian‘, (2)

  feeling ‘perasaan/nilai rasa’, (3) tone ‘nada’, (5) intension ‘tujuan’, dan (5) maksud.

c. Jenis Makna

  Palmer dalam Pateda (2010: 96) membedakan makna menjadi, makna kognitif (cognitive meaning), makna ideasional (ideational

  meaning ), makna denotasi (denotasional meaning), dan makna proposisi (propositional meaning).

  Shipley (Ed.) (dalam Pateda, 2010: 96) membagi makna kedalam 6 jenis , yaitu: makna emotif (emotive meaning), referensial (referential meaning), makna piktotial (pictorial meaning), makna kamus (dictionary meaning), makna samping (fringe meaning), dan makna inti (core meaning).

  Menurut Ullmann (dalam Resmini, dkk., 2006:257) makna dikelompokkan menjadi: makna kognitif (denotative, deskriptif), makna konotatif, dan makna emotif.

  Menurut Chaer (2003: 289-293) jenis-jenis makna dikelompokkan kedalam empat jenis, yaitu: (1) makna leksikal, gramatikal dan kontekstual, (2) makna referensial dan non referensial, (3) makna denotatif dan makna konotatif, dan (4) makna konseptual dan makna asosiatif.

  (Keraf, 2004: 28-29) membagi jenis makna menjadi dua yaitu makna denotatif dan makna konotatif, sedangkan dalam pendapat yang berbeda Djajasudarma (1999: 7-16) membagi jenis makna menjadi: makna sempit, makna luas, makna kognitif, makna emotif dan konotatif, makna referensial, makna konstruksi, makna leksikal, makna gramatikal, makna idiomatik, makna pictorial, makna proposisi, dan makna pusat.

  Dari beberapa pendapat ahli di atas mengenai jenis makna, dapat ditarik kesimpulan mengenai jenis makna. Makna ternyata terdiri dari sembilan belas jenis, yaitu: (1) makna kognitif (cognitive meaning), (2) makna ideasional (ideational meaning), (3) makna denotatif (denotasonal meaning), (4) makna proposisi (propositional meaning), (5) makna emotif (emotive meaning), (6) makna referensial (referential

  meaning ), (7) makna piktorial (pictorial meaning), (8) makna kamus

  (dictionary meaning), (9) makna samping (fringe meaning), (10) makna inti (core meaning), (11) makna leksikal, (12) makna gramatikal, (13) makna kontekstual, (14) makna konotatif, (15) makna konseptual, (16) makna asosiatif, (17) makna luas, (18) makna sempit, dan (19) makna konstruksi.

  Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, dalam penelitian ini peneliti hanya akan membahas tentang makna emotif.

E. Makna Emotif 1. Pengertian

  Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan. Misalnya, kata kerbau yang muncul dalam urutan kata Engkau kerbau. Kata kerbau ini menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar atau dengan kata lain, kata kerbau mengandung makna emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan perilaku yang malas, lamban, dan dianggap sebagai penghinaan. Orang yang mendengarnya merasa tersinggung, perasaannya tidak enak. Tidak heran jika orang yang mendengar kata itu akan mengambil sikap melawan. Jika orang itu tidak terlalu memahami hal-hal yang berhubungan dengan hukum, maka kemungkinan ia akan meninju orang yang berkata/ mengatai kerbau tersebut (Shipley dalam Pateda 2010: 101).

  Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca) kearah positif.

  Makna ini berbeda dengan makna kognitif (denotatif) yang menunjukkan adanya hubungan antara dunia konsep (reference) dengan kenyataan, makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan ( Resmini, dkk, 2006: 258)

  Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai emosional (Keraf, 2004: 29). Dalam Bahasa Indonesia terdapat kata-kata:

   dipetieskan,

  peti es kotak masuk kotak.

  Kata-kata di atas akan menimbulkan makna emotif tertentu bagi pendengar. Tempatkanlah kata-kata ini dalam kalimat: Usulmu akan kami

  

petieskan, Saran rakyat hanya dipetieskan, Si Dul masuk kotak setelah

beberapa tahun menjadi kepala kantor tertentu di Batam . Urutan kata:

kami petieskan, dipetieskan, dan masuk kotak, pasti menimbulkan efek

  emotif bagi orang yang kena perlakuan tersebut. Kesimpulannya, makna emotif adalah makna yang terdapat dalam kata yang menimbulkan emosi (Pateda, 2010: 102).

  Makna emotif (emotimve meaning) adalah makna yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca) ke arah yang

  positif

  . Makna ini berbeda dengan makna kognitif (denotatif) yang menunjukkan adanya hubungan antara dunia konsep (reference) dengan kenyataan. Makna emotif menunjuk sesuatu yang lain yang tidak sepenuhnya sama dengan yang terdapat dalam dunia kenyataan. Suatu makna dapat memiliki makna emotif dan bebas dari makna kognitif, atau dua kata dapat memiliki makna kognitif yang sama, tetapi kedua kata tersebut dapat memiliki makna emotif yang berbeda. Makna emotif cenderung berbeda dengan makna konotatif, makna emotif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang positif, sedangkan makna konotatif cenderung mengacu kepada hal-hal (makna) yang negatif (Djajasudarma, 1999: 11).

  Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa makna emotif adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai atau terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan yang melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca) kearah positif. Makna tersebut melibatkan stimulus dan respon yang mengandung nilai-nilai emosional dan melibatkan perasaan (pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca) kea rah negatif di mana makna tersebut melibatkan stimulus dan respon yang mengandung nilai konotatif.

F. Keterampilan Menulis 1. Pengertian

  Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif (Tarigan: 1994: 1).

  Menurut Nurgiantoro (1988: 298) menulis adalah aktifitas aktif produktif, aktivitas menghasilkan bahasa. Dilihat dari pengertian secara umum, menulis adalah aktivitas mengemukakan pendapat melalui media bahasa.

  Menulis menurut Parera (1987: 3) menulis merupakan suatu proses. Oleh karena itu maka penulis harus mengalami tahap prakarsa, tahap pelanjutan, tahap revisi dan tahap pengakhiran.

  Dari pendapat-pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis adalah merupakan suatu keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai pelajar bahasa setelah kemampuan mendengarkan, berbicara, dan membaca, bersifat produktif dan ekspresif yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.

2. Tujuan Menulis

  Tujuan utama dari menulis tulisan adalah agar dapat berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis juga sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar untuk berpikir (Tarigan, 1994: 22)

  Hugo Hartig (dalam Tarigan, 1994: 24-24) menjelaskan tujuan penulisan sesuatu tulisan adalah sebagai berikut: (1) untuk tujuan penugasan, (2) untuk tujuan altuistik, (3) untuk tujuan persuasif, (4) untuk tujuan informasional, (5) untuk tujuan penyataan diri, (6) untuk tujuan kreatif, dan (7) untuk tujuan pemecahan masalah.

  Dari kedua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis ,yaitu: (1) untuk berkomunikasi baik secara langsung maupun tidak lansung, (2) untuk tujuan penugasan, (3) untuk tujuan altuistik, (4) untuk tujuan persuasif, (5) untuk tujuan informasional, (6) sebagai media untuk pernyataan diri, (7) untuk tujuan kreatif, dan (8) untuk memecahkan masalah.

G. Poster 1. Pengertian

  Poster adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar. Pengaplikasiannya dengan ditempel di dinding atau permukaan datar lainnya dengan sifat mencari perhatian mata sekuat mungkin. Karena itu poster biasanya dibuat dengan warna-warna kontras dan kuat (http://id.wikipedia.org/wiki/Poster).

  Poster adalah plakat atau tempelan yang biasanya berisi pengumuman dan ditempel di tempat-tempat umum. Poster merupakan informasi yang ditulis dalam media tertentu (biasanya papan atau kertas). Poster biasanya dipergunakan untuk kepentingan publikasi atau propaganda. Agar lebih menarik, biasanya dilengkapi dengan gambar ilustrasi ( Basuki, dkk., 2010: 26).

  Menutut Setyorini dan Wahono (2008: 107) poster merupakan plakat yang dipasang di pinggir jalan atau tempat umum. Poster harus dibuat secara menarik, baik gambar maupun tulisan. Untuk menghasilkan tulisan yang menarik, pembuat poster bisa memanfaatkan berbagai sarana bahasa, baik penggunaan kata yang unik, indah, juga variasi kalimat yang tepat.

  Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi poster. Poster yaitu plakat atau tempelan atau karya seni atau desain grafis atau iklan atau pengumuman yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar yang pengaplikasiannya dengan ditempel di dinding atau permukaan datar lainnya dengan sifat mencari perhatian mata sekuat mungkin yang biasanya berisi pengumuman serta berisi informasi untuk memberitahu, mengajak, atau mempengaruhi pembacanya. Tujuannya yaitu agar pembaca tahu, mengerti, tertarik, atau bertindak sesuai dengan pesan yang ditampilkan.

2. Jenis-Jenis Poster

  Jenis-jenis poster berdasarkan tujuannya dapat dibagi ke dalam empat jenis, yaitu (a) informational poster (untuk memberikan informasi), (b) educational poster (untuk mempromosikan suatu produk), (c) propaganda poster (untuk membujuk, biasanya polotik), dan (d) teaster

  poster (untuk membuat penasaran) (google.co.id).

  Berdasarkan isinya, poster dapat di bedakan atas dua belas jenis, yaitu (a) poster propaganda, (b) poster kampanye, (c) poster wanted, (d) poster cheesecake, (e) poster film, (f) poster komik buku, (g) poster affirmation, (h) poster riset dan kegiatan ilmiah, (i) poster di dalam kelas, (j) poster karya seni, (k) poster pelayanan masyarakat/ pelayanan kesehatan, dan (l) poster komersial (http://siswa.univpancasila.ac.id/ndrycute22/2011/01/07/tugas-poster- makalah/).

  Berdasarkan isinya, poster-poster yang biasa dipajang di tempat- tempat umum ternyata memiliki dua jenis, yaitu poster pengumuman/ kegiatan dan poster iklan (Setyorini dan Wahono, 2008: 107).

  Dari kedua sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis poster dapat dibedakan ke dalam tujuh belas jenis, yaitu (a) informational poster (untuk memberikan informasi), (b) educational poster (untuk mempromosikan suatu produk), (c) propaganda poster (untuk membujuk, biasanya polotik), (d) teaster poster (untuk membuat penasaran), (e) poster kampanye, (f) poster wanted, (g) poster cheesecake, (h) poster film, (i) poster komik buku, (j) poster affirmation, (k) poster riset dan kegiatan ilmiah, (l) poster di dalam kelas, (m) poster karya seni, (n) poster pelayanan masyarakat/ pelayanan kesehatan, (o) poster komersial, (p) poster hiburan, dan (q) poster niaga.

  Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, serta sumber data yang ada, maka dalam penelitian ini hanya akan dibahas tentang poster kesehatan.

3. Kalimat Poster

  Ciri-ciri kalimat poster yang baik yaitu: singkat dan efektif, jelas dan mudah dimengerti, tepat sasaran, dan menarik perhatian pembaca (www. google.com). Adapun penjelasannya seperti di bawah ini: a.

  Singkat dan Efektif Singkat artinya pembahasan mengenai sebuah topik dilakukan secara garis besar tidak sampai detail, sedangkan efektif artinya bahasa dalam poster ditulis sesuai dengan topik dan tidak menuliskan hal-hal yang berada di luar topik. b.

  Jelas dan Mudah Dimengerti Jelas artinya tulisan itu mencerminkan judul.

  c.

  Tepat Sasaran Isi poster harus sesuai dengan sasaran yang dibicarakan dalam permasalahan yang diangkat dalam poster tersebut.

  d.

  Menarik Menarik artinya tulisan yang berbobot tidak hanya dalam uraian dan sudut pandangnya, tetapi juga dalam cara penyajiannya.

  Basuki, dkk. (2010: 26) mengatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam poster haruslah singkat, mudah dimengerti, dan mudah diingat. Selain itu bahasa poster juga harus menarik perhatian bagi orang yang melihat dan membacanya. Poster juga bersifat persuasif (mempengaruhi) terhadap pembaca sehingga pembaca menjadi yakin.

  Dari kedua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan, ciri-ciri kalimat poster yang baik antara lain, (a) singkat dan efektif, (b) jelas atau mudah dimengerti, (c) tepat sasaran, (d) menarik perhatian pembaca, dan (e) bersifat persuasif (mempengaruhi).

4. Poster Pelayanan Kesehatan Masyarakat

  Poster pelayanan masyarakat atau social compaign merupakan suatu jenis poster yang tidak bersifat komersial, atau tidak diperdagangkan (seperti poster-poster Cheseecage, poster film, poster karya seni, poster tentang suatu penyakit, dsb.) (http://siswa.univpancasila.ac.id).

  Poster kesehatan termasuk dalam poster pendidikan. poster pendidikan adalah poster yang bertujuan memberi penerangan kepada masyarakat bersifat memberitahu atau mendidik (dalam Laporan- Discovery-Learning-2, www.scribd.com).

  Dari kedua sumber di atas dapat disimpulkan pengertian poster kesehatan adalah suatu jenis poster yang tidak bersifat komersial atau tidak diperdagangkan yang bertujuan memberi penerangan kepada masyarakat bersifat memberitahu atau mendidik.