PENINGKATAN KANDUNGAN β-KAROTEN Dunaliella salina AKIBAT PEMBERIAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA

  SKRIPSI

PENINGKATAN KANDUNGAN β-KAROTEN Dunaliella salina AKIBAT

PEMBERIAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA

  

Oleh:

NOVI SUGIATI

JOMBANG – JAWA TIMUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

  

SURABAYA

2016

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

UNIVERSITAS AIRLANGGA

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  SKRIPSI PENINGKATAN KANDUNGAN β-KAROTEN Dunaliella salina AKIBAT PEMBERIAN INTENSITAS CAHAYA YANG BERBEDA

  Oleh : NOVI SUGIATI NIM. 141111090

  Telah diujikan pada Tanggal : 9 Juni 2016 KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua : Dr. Woro Hastuti Satyantini, Ir., M.Si.

  Anggota : Sapto Andriyono, S.Pi., M.T.

  Sudarno, Ir. M.kes.

  Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., M.P. Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Kes.

  Surabaya, 18 Agustus 2016 Fakultas Perikanan dan Kelautan

  Universitas Airlangga Dekan, Dr. Mirni Lamid, drh., M.P.

  NIP.19620116 199203 2 001 ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

RINGKASAN

NOVI SUGIATI. Peningkatan Kandungan β-Karoten Dunaliella salina

Akibat Pemberian Intensitas Cahaya yang Berbeda. Dosen Pembimbing :

Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., M.P. dan Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si.

  Dunaliella salina merupakan alga hijau uniseluler dari kelas Chlorophyta

  yang dapat tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan seperti suhu rendah, salinitas, pH, dan cahaya yang tinggi. Dunaliella salina merupakan salah satu contoh sumber alami β-karoten dan memiliki sel yang lebih besar dibandingkan dengan genus Dunaliella lain, sehingga mampu menghasilkan β-karoten lebih banyak. Dunaliella salina mampu mengakumulasi kandungan β-karoten lebih banyak saat dikultur dalam kondisi stres lingkungan seperti salinitas tinggi, nutrisi rendah dan cahaya yang tinggi. β-karoten banyak digunakan dalam industri makanan, sebagai pewarna aditif dalam budidaya perikanan dan sebagai antioksidan dalam bidang kesehatan.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kandungan

  

β-karoten pada D. salina akibat intensitas cahaya yang berbeda dan untuk

mengetahui intensitas cahaya terbaik yang dapat menghasilkan kandungan

β-karoten tertinggi pada D. salina. Metode penelitian yang digunakan adalah

metode eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan hasil

  penelitian dianalisis secara deskriptif. Perlakuan yang digunakan adalah intensitas

  

cahaya yang berbeda, yaitu A (700 lux), B (2.200 lux), C (3.700 lux) dan

D (5.200 lux) dengan lima ulangan pada setiap perlakuan. Parameter utama yang

diamati adalah kandungan β-karoten D. salina. Parameter pendukung yang

  diamati adalah pertumbuhan kepadatan sel D. salina dan kualitas air seperti suhu, pH, dan salinitas.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan intensitas cahaya dapat meningkatkan kandungan β-karoten D. salina. Intensitas cahaya maksimal untuk memperoleh kandungan β-karoten D. salina tertinggi adalah pada intensitas cahaya 5.200 lux dengan kandungan sebanyak 0,0087 ml/L. Berdasarkan hasil tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai intensitas cahaya yang lebih tinggi,

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA yang masih mampu ditolerir untuk pertumbuhan agar menghasilkan kandungan β-karoten D. salina yang lebih banyak.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

SUMMARY

NOVI SUGIATI. The Increase β-Carotene Content on Dunaliella salina with

Different Light Intensity Treatment. Academic Advisor : Dr. Endang Dewi

Masithah, Ir., M.P. and Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si.

  Dunaliella salina has unicellular’s green alga from class of Chlorophyta’s

  which grow on a variety of environmental conditions such as low temperature, salinity, pH, and high light. Dunaliella salina is one of example from natural source of β-carotene and a larger cell than the other of genus Dunaliella, so it be able to produce high β-carotene. Dunaliella salina able to accumulate more β-carotene content when cultured in environmental stress conditions such as high salinity, low nutrients and high light. β-carotene many used in the food industry, as a colorant additives in aquaculture and as an antioxidant in health.

  This study aim to know the increase β-carotene content on D. salina effect from aplication difference light intensities and to know the maximal light intensity to obtain the highest β-carotene content in D. salina. The research method was experimental with completely randomized design (CRD) with deskriptive analysis. The treatments used different light intensities, namely A (700 lux), B (2.200 lux), C (3.700 lux) and D (5.200 lux) with five repetitions in each treatment. The primary parameter be measured, was β-carotene content of

  

D. salina . Supported parameter in this research was the growth of D. salina and

water quality such as temperature, pH, and salinity.

  The results showed that the difference light intensities can increase β-carotene content on D. salina. Maximum light intensities to produse highest of β-carotene content is 5.200 lux with 0,0087 ml/L. Based on these results, further research is needed about the more high light intensities that is able to tolerate for growth of D. salina that can produce many β-carotene content on D. salina.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia serta izin-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi tentang Pengaruh Intensitas Cahaya yang Berbeda Terhadap Kandungan β-Karoten Dunaliella salina. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya.

  Penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak luput dari kesalahan, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kami dapat memperbaiki kesalahan pada karya tulis selanjutnya. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi kepada semua pihak, khususnya bagi Mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama budidaya perairan.

  Surabaya, 18 Agustus 2016 Penulis ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

UCAPAN TERIMA KASIH

  Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

  1. Dr. Mirni Lamid, drh., M.P., Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Surabaya;

  2. Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., M.P. dan Ibu Wahju Tjahjaningsih, Ir., M.Si. Dosen Pembimbing yang telah memberi bimbingan, nasehat dan ilmu mulai dari penyusunan proposal hingga Skripsi ini selesai;

  3. Ibu Dr. Woro Hastuti Satyantini, Ir. M.Si., Bapak Sapto Andriyono, S.Pi., M.T. dan Bapak Sudarno, Ir. M.Kes., Dosen Penguji yang memberikan evaluasi dan arahan hingga Skripsi ini selesai;

  4. Bapak Agustono, Ir., M.Kes., Koordinator Skripsi, dan Staf Kemahasiswaan yang membantu dalam alur penyelesaian Skripsi;

  5. Bapak Kustiawan Tri Pursetyo, S.Pi., M.Vet., Dosen Wali yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam hal akademik;

  6. Bapak Annur Ahadi Abdillah, S.Pi., M.Si., Dosen yang banyak membantu hingga Skripsi ini selesai;

  7. Kedua orang tua Bapak Sugiyan, Ibu Warti, Randa Wipiyanto, A.Md. Pi. serta kakak-kakakku yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan moril dalam pelaksanaan hingga Skripsi ini selesai;

  8. Teman-teman kos dan teman-teman angkatan 2011 Fakultas Perikanan dan Kelautan. Terima kasih atas bantuan dan semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini; 9. Semua pihak yang telah membantu sehingga Skripsi ini bisa terselesaikan.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

DAFTAR ISI

Halaman

  RINGKASAN ................................................................................................. iv SUMMARY .................................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................... vii UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................ viii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii I PENDAHULUAN ...................................................................................

  1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................

  3 1.3 Tujuan ................................................................................................

  3 1.4 Manfaat .............................................................................................

  4 II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

  5 2.1 Dunaliella salina................................................................................

  5 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi .........................................................

  5 2.1.2 Habitat.......................................................................................

  6 2.1.3 Reproduksi Sel ………………………. ....................................

  6 2.1.4 Pertumbuhan ………………………. .......................................

  8 2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan.....................

  9 2.2 β-Karoten ............................................................................................

  11 2.2.1 Pengertian β-Karoten ………………………. ..........................

  11 2.2.2 Proses Pembentukan ………………………. ...........................

  12 2.3 Respon D. salina terhadap Cahaya .....................................................

  13 III KERANGKA KONSEPTUAL ................................................................

  15 3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................

  15

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  3.2 Hipotesis .............................................................................................

  16 IV METODOLOGI .......................................................................................

  18 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................

  18 4.2 Materi Penelitian ...............................................................................

  18 4.2.1 Alat Penelitian .........................................................................

  18 4.2.2 Bahan Penelitian ......................................................................

  18 4.3 Metode Penelitian .............................................................................

  19 4.3.1 Rancangan Penelitian ..............................................................

  19 4.3.2 Prosedur Kerja ............................................................ ............

  21 4.4 Parameter ............................................................................................

  26 4.4.1 Parameter Utama......................................................................

  26 4.4.2 Parameter Penunjang ...............................................................

  27 4.5 Analisis Data .......................................................................................

  27 V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

  28 5.1 Hasil ..................................................................................................

  28 5.1.1 Kandungan β-Karoten D. salina ............................................

  28 5.1.2 Pertumbuhan D. salina ............................................................

  29 5.1.3 Kualitas Air ..............................................................................

  31 5.2 Pembahasan .......................................................................................

  33 VI KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................

  42 6.1 Kesimpulan ........................................................................................

  42 6.2 Saran ...................................................................................................

  42 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

  43 LAMPIRAN ...................................................................................................

  48

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Rata-rata Kandungan β-karoten D. salina.................................................

  28 2. Kepadatan Rata-rata D. salina...................................................................

  30

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Struktur Sel D. salina................................................................................

  6 2. Reproduksi Sel D. salina dengan Pembentukan Zigot Baru.....................

  7 3. Pola Pertumbuhan Fitoplankton................................................................

  9 4. Struktur β-karoten .....................................................................................

  12 5. Proses Pembentukan β-karoten .................................................................

  13 6. Mekanisme Sel Dunaliella dalam Merespon Cahaya dan Nutrisi ............

  14 7. Kerangka Konseptual Penelitian ...............................................................

  16 8. Diagram Alir Penelitian ............................................................................

  20 9. Grafik Kandungan β-karoten D. salina selama Penelitian........................

  29 10. Grafik Pertumbuhan Rata-rata Populasi D. salina selama Penelitian.....

  30 ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Kandungan β-Karoten D. salina.................. .............................................

  48 2. Data Pertumbuhan Kepadatan Sel D. salina ............................................

  50 3. Data Rata-rata Kualitas Air .......................................................................

  52 4. Dokumentasi Penelitian ............................................................................

  54

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Organisme fotosintetik memiliki pigmen organik yang berperan dalam proses fotosintesis. Klorofil, karotenoid dan fikobilin merupakan tiga kelas utama dari pigmen yang dimiliki oleh organisme fotosintetik. Klorofil dan karotenoid memiliki sifat lipofilik sedangkan fikobilin memiliki sifat hidrofilik (Masojidek et

  

al ., 2004). Karotenoid berasal dari kelas terpenoid, berupa rantai poliena dengan

  40 karbon yang diakhiri oleh kelompok cincin siklik sehingga menunjukkan struktur khas molekul karotenoid (Del Campo et al., 2007). Karotenoid secara umum ditemukan pada tumbuhan, alga, bakteri fotosintetik, bakteri non fotosintetik, jamur dan kapang (Karnjanawipagul et al., 2010). Lebih dari 400 karotenoid ditemukan di alam dan β-karoten merupakan karoten yang paling banyak dikomersialkan (Pisal and Lele, 2005).

  Gupta et al. (2007) mengatakan bahwa terdapat dua macam karotenoid yang digunakan dalam budidaya perairan yaitu sintetik dan alami. Karotenoid sintetik jika digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Harga karotenoid sintetik yang mahal juga menyebabkan penggunaan dalam formula pakan ikan dibatasi. Menurut Abu-Rezq et al. (2010), harga β-karoten sintetik yang mahal menyebabkan beralihnya penggunaan β-karoten secara alami.

  β-karoten merupakan senyawa hidrokarbon (C H ) dengan ikatan rantai

  40

  56

  jenuh yang menghasilkan warna orange dan memiliki dua isomer yaitu trans dan

  

cis . Molekul-molekul ini berperan secara fisiologis sebagai provitamin A dan

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA penangkal radikal bebas (Marchal et al., 2013). Menurut Jeffrey and Egeland (2009), β-karoten secara komersial dapat disintesis dari ekstraksi sumber alami.

  

Dunaliella salina merupakan contoh sumber alami β-karoten. Menurut Pisal and

  Lele (2005) β-karoten banyak digunakan sebagai anti kanker, pencegah penuaan dini dan imunomodulator. Jeffrey and Egeland (2009), menambahkan bahwa β-karoten digunakan dalam industri makanan, sebagai pewarna aditif dalam budidaya perikanan dan sebagai antioksidan dalam bidang kesehatan.

  Menurut Pisal and Lele (2005) D. salina memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan sumber β-karoten alami lain. Keuntungan tersebut antara lain D. salina lebih mudah dibudidayakan secara kontinyu karena waktu kultur lebih singkat dan tingkat pertumbuhan sel lebih cepat. Sel D. salina juga mudah dibudidayakan karena lebih tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan, sehingga ketersediaan sumber β-karoten secara kontinyu dapat terpenuhi. Rizky dkk. (2012) menambahkan bahwa fitoplankton kaya nutrien antara lain asam lemak omega 3 dan 6, asam amino esensial dan karoten. Keunggulan lain dari fitoplankton adalah tidak tergantung pada iklim dan cuaca, waktu tumbuh cepat sehingga dapat dipanen dalam waktu yang tidak terlalu lama, dapat diproduksi terus-menerus, tidak menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan, serta produksi dapat dikendalikan sesuai dengan kebutuhan.

  Menurut Zainuri dkk. (2006), sebuah isolat lokal spesies alga dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara yaitu D. salina, memiliki potensi sumber karotenoid sebagai feed additive atau feed suplemen dalam budidaya ikan.

  

Dunaliella salina adalah alga hijau uniseluler, yang dapat tumbuh pada berbagai

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA kondisi lingkungan seperti suhu rendah, salinitas, pH, dan cahaya yang tinggi (Polle and Qin, 2009). Dunaliella salina mampu mengakumulasi konsentrasi β-karoten lebih banyak saat dikultur dalam kondisi stres lingkungan (De-Fretes et al. , 2012).

  Menurut Hu (2004), intensitas cahaya akan mempengaruhi respon seluler sel D. salina yaitu klorofil dan pigmen lain akan meningkat seperti fikobiliprotein serta β-karoten sebagai bentuk pertahanan diri. Hasil penelitian El-Baky et al. (2007), menunjukkan bahwa saat dikultur dalam kondisi stres salinitas dan dikombinasikan dengan tingkat nitrogen rendah D. salina mampu menghasilkan 60,4% β-karoten dari total karotenoid.

  Berdasarkan hal diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui peningkatan kandungan β-karoten akibat intensitas cahaya yang berbeda serta mengetahui intensitas cahaya yang optimal untuk pembentukan β-karoten D. salina .

  1.2 Perumusan Masalah

  1. Apakah perbedaan intensitas cahaya dapat meningkatkan kandungan β-karoten pada D. salina?

  2. Berapakah intensitas cahaya terbaik untuk menghasilkan kandungan β-karoten tertinggi pada D. salina?

  1.3 Tujuan

  1. Untuk mengetahui peningkatan kandungan β-karoten pada D. salina akibat intensitas cahaya yang berbeda.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  2. Untuk mengetahui intensitas cahaya terbaik yang dapat menghasilkan kandungan β-karoten tertinggi pada D. salina.

1.4 Manfaat

  1. Untuk memberikan informasi ilmiah mengenai peningkatan kandungan β-karoten D. salina akibat intensitas cahaya yang berbeda.

  2. Untuk memberikan informasi ilmiah mengenai nilai intensitas cahaya terbaik yang mampu menghasilkan β-karoten tertinggi pada D. salina.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

II TINJAUAN PUSTAKA

  Dunaliella salina

  2.1

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi

  Klasifikasi D. salina menurut Shaktivel et al. (2011) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Phylum : Chlorophyta Class : Chlorophyceae Order : Volvocales Family : Dunaliellaceae Genus : Dunaliella Species : Dunaliella salina

  Dunaliella salina merupakan alga hijau uniseluler dari kelas Chlorophyta

  (Oren, 2005). Sel D. salina memiliki panjang 5-29 µm dan lebar 4-20 µm (Posudin et al., 2010). Sel D. salina memiliki bentuk bervariasi yaitu elips, bulat telur dan silinder tergantung kondisi lingkungan tertentu. Dunaliella salina mempunyai dua flagela sama panjang yang terletak pada bagian anterior (Polle

  

and Ben-Amotz, 2009). Dunaliella salina mempunyai struktur sel yang terdiri

  dari kloropas, pyrenoid, vakuola, nukleus, nukleolus dan badan golgi serta memiliki bintik mata pada bagian anterior (Polle and Ben-Amotz, 2009).

  

Dunaliella salina memiliki sel yang lebih besar dibandingkan dengan genus

Dunaliella lain, sehingga mampu memproduksi β-karoten lebih banyak (Oren,

  2005). Dunaliella salina bersifat halofilik, mempunyai sebuah central pyrenoid dan memiliki kloropas berbentuk melengkung, mengandung banyak β-karoten pada bagian tepi sel sehingga sel berwarna kemerahan (Borowitzka and

  Borowitzka, 1989 ; Borowitzka and Siva, 2007). Gambar struktur sel D. salina dapat dilihat pada Gambar 1.

  2. Nukleolus.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1 Keterangan : 1. Nukleus.

  o

  3. Mitokondria.

2.1.2 Habitat Dunaliella salina

  Dunaliella salina merupakan fitoplankton halofilik yang memiliki habitat

  9. Kloropas.

  8. Vakuola.

  7. Badan golgi.

  6. Kantong β-karoten.

  5. Pirenoid.

  4. Kantong makanan.

  perairan laut dan mampu bertahan hidup dalam lingkungan yang memiliki kadar garam tinggi (Polle and Qin, 2004). Chen (1994) menyatakan bahwa salinitas optimal bagi pertumbuhan D. salina adalah 20-35 ppt. Juneja et al. (2013) menyatakan bahwa D. salina dapat tumbuh pada suhu 25-40

  C. Borowitzka and Borowitzka (1989) menyatakan bahwa pertumbuhan normal D. salina adalah pada intensitas cahaya 1.200-2.200 lux. Menurut Boyd (2011), pH 6-9 merupakan kisaran pH terbaik untuk pertumbuhan fitoplankton.

  2

  

Gambar 1. Struktur Sel Dunaliella salina (Richmond, 2004)

  4

  5

  6

  9

  8

  7

  3

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2.1.3 Reproduksi Sel Dunaliella salina

  Dunaliella salina dapat bereproduksi dengan dua cara yaitu seksual dan

  aseksual (Zainuri et al., 2006). Reproduksi seksual dapat terjadi sebagai respon dari perubahan lingkungan ekstrim seperti nutrisi yang rendah melalui proses gametogenesis dengan memproduksi isogamet yang terlihat seperti zoospora (Polle and Qin, 2009). Reproduksi seksual D. salina terjadi dengan cara melakukan isogami, selama pekembangan zigot akan terjadi pembelahan secara meiosis. Zigot berwarna merah atau hijau memiliki endomembran yang halus dan sangat tipis (Shariati and Hadi, 2011). Zigot akan membelah secara meiosis setelah tahap istirahat dan akan membentuk lebih dari 16 sel yang dibebaskan melalui celah pada dinding sel induk (Polle and Qin, 2009). Zigot kemudian membelah hingga 32 sel anak haploid melalui celah pada dinding sel induk (Oren, 2005). Reproduksi D. salina secara seksual dapat dilihat pada Gambar 2.

  Gambar 2. Reproduksi Sel D. salina dengan Pembentukan Zigot Baru (Oren, 2005).

  Sel D. salina mengalami pembelahan sel secara longitudinal pada reproduksi aseksual. Reproduksi aseksual terjadi hingga dua jam. Proses reproduksi aseksual diawali dengan pembelahan inti sel yang masing-masing

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA memiliki pyrenoid dan sepasang flagela. Inti sel yang telah meiliki pyrenoid dan flagela kemudian mengalami pembelahan. Sel hasil pembelahan tersebut masih melekat pada bagian anterior dan posterior yang dihubungkan oleh membran plasma. Membran plasma akan lepas dan kedua sel anak baru akan terpisah menjadi dua sel anakan (Polle and Qin, 2009).

2.1.4 Pertumbuhan Dunaliella salina

  Menurut Lavens and Sorgeloos (1996), pertumbuhan fitoplankton dibagi menjadi beberapa fase yaitu fase lag, fase eksponensial, fase berkurangnya pertumbuhan relatif, fase stasioner, dan fase kematian.

  1. Fase Lag Pertumbuhan fitoplankton pada fase ini dikaitkan dengan adaptasi fisiologis metabolisme sel pertumbuhan fitoplankton, seperti peningkatan kadar enzim dan metabolit yang terlibat dalam pembelahan sel dan fiksasi karbon.

  2. Fase Eksponensial Fase eksponensial ditandai dengan sel fitoplankton telah mengalami pembelahan dan laju pertumbuhan relatif tetap. Pertumbuhan fitoplankton dapat maksimal tergantung pada spesies alga, nutrien, intensitas cahaya, dan temperatur.

  3. Fase Berkurangnya Pertumbuhan Relatif Pertumbuhan sel mulai melambat karena faktor kimia dan fisika seperti nutrien, cahaya, pH, CO membatasi pertumbuhan.

  2 ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  4. Fase Stasioner Fase stasioner ditandai dengan kematian fitoplankton hampir sama dengan laju pertumbuhan sehingga kepadatan fitoplankton pada fase ini relatif konstan.

  5. Fase Kematian Fase kematian ditandai dengan kualitas air menurun dan nutrien habis sehingga tidak mampu menyokong kehidupan fitoplankton. Kepadatan sel menurun dengan cepat karena laju kematian fitoplankton lebih tinggi daripada laju pertumbuhan hingga kultur berakhir.

  Grafik pola pertumbuhan fitoplankton dapat dilihat pada Gambar 3.

  Keterangan:

  1. Fase lag

  2. Fase logaritmik/eksponensial

  3. Fase berkurangnya pertumbuhan relatif

  4. Fase stasioner

  5. Fase kematian

Gambar 3. Pola Pertumbuhan Fitoplankton (Lavens and Sorgeloos, 1996).

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Dunaliella salina

  A. Suhu

  Dunaliella salina dapat bertahan pada suhu rendah hingga di bawah titik o

  beku dan bersifat mematikan pada suhu di atas 40 C (Isnansetyo dan Kuarniastuty, 1998). Juneja et al. (2013) menyatakan bahwa D. salina dapat

  o

  tumbuh pada suhu 25-40 C.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA B. Cahaya

  Ben-Amotz (2004) menyatakan bahwa Dunaliella memiliki respon yang berbeda terhadap cahaya dan mengalami pertumbuhan yang lambat pada intensitas cahaya yang terlalu tinggi. Borowitzka and Borowitzka (1989) menyatakan bahwa pertumbuhan normal D. salina adalah pada intensitas cahaya 1.200-2.200 lux.

  C. Salinitas

  Dunaliella salina merupakan fitoplankton halofilik yang mampu bertahan

  hidup dalam lingkungan yang memiliki kadar garam tinggi (Polle and Ben- Amotz, 2004). Konsentrasi salinitas yang tinggi di lingkungan kultur dapat menjadikan sel D. salina bersifat hipotonik sehingga terjadi penyusutan sel, sedangkan pada konsentrasi salinitas yang rendah maka akan bersifat hipertonik atau sel D. salina mengalami pengembangan (Pisal and Lele, 2004). Chen and Durbin (1994) menyatakan bahwa salinitas optimal bagi pertumbuhan D. salina adalah 20-35 ppt.

  D. Derajat Keasaman (pH) pH didefinisikan sebagai negatif logaritma konsentrasi ion hidrogrn dalam air atau tingkat keasaman dan kebasaan dalam air (Edhy dkk., 2010). Menurut Boyd (2011), pH 6-9 merupakan kisaran pH terbaik untuk pertumbuhan fitoplankton.

  E. Kebutuhan Nutrien Fitoplankton membutuhkan nutrisi untuk pertumbuhan. Unsur hara yang dibutuhkan oleh fitoplankton terdiri dari unsur hara makro dan mikro. Unsur hara

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA makro yang dibutuhkan oleh fitoplankton yaitu karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), natrium (Na), besi (Fe), magnesium (Mg), kalsium (Ca). Unsur hara mikro yang dibutuhkan yaitu boron (B), tembaga (Cu), mangan (Mn), zink (Zn), molibdenum (Mo), kobalt (Co), vanadium (V), selenium (Se) dan lain-lain (Grobbelaar, 2004).

  2.2 β-Karoten

2.2.1 Pengertian β-Karoten

  Karotenoid berasal dari kelas terpenoid, berupa rantai poliena dengan 40 karbon yang dibentuk dari delapan unit isoprena C

  5 yang menunjukkan struktur

  khas molekul karotenoid (Del-Campo et al., 2007). Karotenoid dikelompokkan menjadi dua yaitu karoten yang merupakan kelompok hidrokarbon (C

  40 H 56 ) dan

  xantofil yang merupakan turunan karoten teroksigenasi (Gross, 1991 dalam de Fretes et al., 2012). Lebih dari 400 karotenoid ditemukan di alam dan β-karoten merupakan karoten yang paling banyak dikomersialkan (Pisal and Lele, 2005).

  β-karoten ditemukan terakumulasi dalam oil globule pada tilakoid yang ada dalam kloroplas dan terdiri dari dua isomer yaitu all-trans dan 9-cis β-karoten (Kleinegris et al., 2010).

  β-karoten memiliki rumus C

  40 H 56 dengan berat molekul 536,9 (Shariati

and Hadi, 2011) memiliki ikatan rantai jenuh yang menghasilkan warna orange

  dan memiliki isomer yang berbeda yaitu trans dan cis. Molekul ini berperan secara fisiologis sebagai provitamin A dan penangkal radikal bebas (Leon et al., 2003). Cincin β dari β-karoten dapat diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh organisme oleh enzim 15,15’ dioksigenase menjadi dua molekul retinal, kemudian

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA molekul retinal akan direduksi menjadi retinol yang merupakan vitamin A (Lindqvist and Andersson, 2002). β-karoten pada D. salina memiliki dua fungsi yang berbeda. Fungsi yang pertama berperan dalam transfer energi ke klorofil dalam proses fotosintesis dan fungsi kedua sebagai perlindungan sel terhadap oksidasi akibat kondisi lingkungan yang ekstrim (Hejazi and Wijffel, 2003).

  Gambar struktur β-karoten dapat dilihat pada Gambar 4.

  Gambar 4. Struktur β-karoten (Haekal et al., 2013)

2.2.2 Proses Pembentukan β- karoten

  β-karoten ditemukan terakumulasi dalam oil globule pada tilakoid yang ada dalam kloroplas dan terdiri dari dua isomer yaitu all-trans dan 9-cis β-karoten (Kleinegris et al., 2011). Semua organisme hidup yang mengandung senyawa isoprenoid akan mensintesis isopentenil difosfat (IPP) dan difosfat dimethylallyl (DMAPP) melalui jalur plastidial 2-c-metil-d-erythritol-4-fosfat (MEP). Jalur MEP yang terjadi di plastida akan mensintesis isopentenil difosfat (IPP), kemudian akan terjadi tiga reaksi yang dikatalisasi oleh prenyltransferase dan mengarah pada pembentukan geranylgeranyl difosfat (GGPP) yang merupakan prekursor dari karotenoid (Ramos et al., 2011). Proses pembentukan β-karoten dapat dilihat pada Gambar 5.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Gambar 5. Proses Pembentukan β-karoten (Stange and Flores, 2012) Biosintesis karotenoid terdiri dari kondensasi dua molekul GGPP (C

  20 )

  menjadi phytoene dengan bantuan enzim sintase phytoene (PSY). Phytoene kemudian akan mengalami reaksi desaturasi oleh enzim phytoene desaturase (PDS) yang mengkatalis terbentuknya 9,15,9’-tri-cis-ζ-karoten. Desaturase pertama akan menghasilkan 9,9’-di-cis- ζ-karoten dengan bantuan enzim karoten isomerase (Z-ISO). Desaturase kedua akan menghasilkan 7,9,9’-cis-neurosporene dan 7',9'-cis-likopen dengan bantuan enzim desaturase (ZDS). Carotene somerase (CRTISO) akan mengkatalis terbentuknya all-trans likopen. Likopen akan mengalami dua reaksi siklase yaitu oleh enzim β-siklase (βLCY) yang dapat menghasilkan β-karoten dan enzim ε-siklase (εLCY) dapat menghasilkan α-karoten (Stange and Flores, 2012).

2.3 Respon Dunaliella salina Terhadap Cahaya

  Menurut Hu (2004), cahaya akan mempengaruhi respon seluler sel

  

Dunaliella yaitu klorofil dan pigmen lain akan meningkat seperti fikobiliprotein

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA serta karotenoid. Intensitas cahaya tinggi akan menyebabkan peningkatan pigmen lain seperti zeaxanthin, β-karoten dan astaxanthin sebagai bentuk pertahanan diri.

  Cahaya akan melakukan aktivasi jalur transduksi pada membran plasma sel Dunaliella, sehingga akan mengubah susunan ekspresi gen dalam nukleus dan sitoplasma. Produk dari gen ini akan dikirim ke kloroplas sehingga dapat menyebabkan peningkatan lipid dan produksi karotenoid (Ramos et al., 2011). Sel

  Dunaliella dalam merespon cahaya dan nutrisi dapat dilihat pada Gambar 6.

  Gambar 6. Mekanisme Sel Dunaliella dalam Merespon Cahaya dan Nutrisi (Ramos et al., 2011)

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

III KONSEPTUAL PENELITIAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

  Karotenoid merupakan kelompok isoprenoid dengan 40 atom karbon yang terdiri dari karoten dan turunan oksigen yaitu xantofil. Karotenoid merupakan pigmen sekunder dari organisme fotosintetik yang memiliki peran penting sebagai antioksidan dan sebagai provitamin A (Leon et al., 2003). Lebih dari 400 karotenoid ditemukan di alam dan β-karoten merupakan karoten yang paling banyak dikomersialkan (Pisal and Lele, 2005). β-karoten merupakan bagian dari karotenoid yang merupakan senyawa hidrokarbon (C

  40 H 56 ) dengan berat molekul

  536,9 (Shariati and Hadi, 2011). Menurut Polle and Qin (2004), β-karoten dapat disintesis dari ekstraksi sumber alami. Dunaliella salina dan D. bardawil merupakan contoh sumber alami β-karoten terbesar. β-karoten digunakan dalam industri makanan, sebagai pewarna aditif dalam budidaya perikanan dan sebagai antioksidan dalam bidang kesehatan.

  Menurut Zainuri dkk. (2006), sebuah isolat lokal spesies alga dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara yaitu D. salina, memiliki potensi sumber karotenoid sebagai feed additive atau feed suplemen dalam budidaya ikan.

  Menurut Kusumaningrum dan Zainuri (2014), β-karoten pada D. salina akan meningkat selama fase stasioner karena β-karoten yang dihasilkan akan digunakan untuk bertahan hidup bagi fitoplankton ini. Dunaliella salina memiliki dua jenis β-karoten yaitu all-trans β-karoten dan 9-cis- β-karoten. All-trans β-karoten disintesis secara bersamaan dengan pembentukan klorofil sedangkan 9- cis-β- karoten disintesis pada fase logaritmik dan disimpan dalam lapisan lipid dari

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA kloroplas. 9-cis-β-karoten yang tersimpan dalam lapisan lipid akan digunakan sebagai pertahanan diri ketika terjadi perubahan lingkungan terutama perubahan salinitas dan cahaya. Menurut De-Fretes et al. (2012) Dunaliella salina mampu mengakumulasi konsentrasi β-karoten sangat tinggi saat dikultur dalam kondisi stres. Cahaya memegang peranan penting pada jalur biosintesis karotenoid (Kusumaningrum dan Zainuri, 2014). Cahaya akan melakukan aktivasi jalur transduksi pada membran plasma sel D. salina, sehingga akan mengubah susunan ekspresi gen dalam nukleus dan sitoplasma. Hasil susunan gen ini akan dikirim ke kloroplas sehingga dapat menyebabkan peningkatan produksi karotenoid (Ramos

  

et al ., 2011). Stres lingkungan seperti nutrisi rendah, cahaya tinggi dan salinitas

  berpengaruh terhadap ekspresi enzim phytoene synthase (PSY), phytoene desaturase (PDS) dan lycopene β-cyclase (LCY-b) yang akan meningkatkan akumulasi β-karoten pada mikroalga ini (Ramos et al., 2009).

3.2 Hipotesis

  

H : Perbedaan intensitas cahaya dapat meningkatkan kandungan β-karoten pada

1 D. salina. H

  1 : Terdapat intensitas cahaya terbaik yang dapat menghasilkan kandungan β- karoten tertinggi pada D. salina. Keterangan : : faktor yang diteliti : faktor yang tidak diteliti

  Gambar. 7 Kerangka Konseptual Penelitian Sintetis Alami

  Diperoleh melalui karotenogenesis Produksi β-karoten

  Sayur Alga Buah

  Chlorophyta yang mengandung β-karoten

  Dunaliella salina

  Kultur Dunaliella salina Cahaya

  Suhu Nutrisi pH Intensitas cahaya tinggi

  Respon sel terhadap intensitas cahaya Pengaktifan jalur biosintesis karotenoid dengan bantuan enzim PSY, PDS, LCY-b

  Pertahanan diri

  Chlorella Spirulina

  Intensitas cahaya tinggi Salinitas tinggi

  Nutrien rendah Dipengaruhi oleh stressor

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

IV METODOLOGI

  4.1 Tempat dan Waktu

  Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya pada bulan September 2015.

  4.2 Materi Penelitian

  4.2.1 Alat Penelitian

  Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tabung kaca, selang aerator, aerator, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur, pipet tetes, mikro pipet, mikroskop binokuler, haemocytometer, hand counter, spektrofotometer, lampu flourescent 40 Watt, rak kultur, refraktometer, pH meter, lux meter,

  

autoclave , cover glass, kertas label, vortex, centrifuge, gunting, cuvet, plastik

gelap, sterofoam, dan alumunium foil.

  4.2.2 Bahan Penelitian

  Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit D. salina dan medium Walne yang berasal dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, air laut, kertas perkamen (pembungkus alat saat proses autoclave), metanol, aseton, alkohol, sabun, tisu, dan akuades.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.3 Metode Penelitian

4.3.1 Rancangan Penelitian

  Metode penelitian digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang dapat dilakukan dengan pengumpulan data melalui pengamatan, survei, ataupun melalui percobaan (Kusriningrum, 2012). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental (true eksperimental) dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan pada penelitian ini terdiri dari empat perlakuan dengan lima kali ulangan sehingga terdapat 20 satuan percobaan.

  Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah perbedaan intensitas cahaya pada kultur D. salina. Intensitas cahaya yang diberikan adalah 700 lux (A), 2.200 lux (B), 3.700 lux (C) dan 5.200 lux (D), masing-masing perlakuan terdiri dari lima ulangan. Perbedaan perlakuan intensitas cahaya diperoleh berdasarkan Borowitzka and Borowitzka (1989) yang menyatakan bahwa pertumbuhan normal D. salina adalah pada intensitas cahaya 1.200-2.200 lux.

  Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Variabel bebas pada penelitian ini adalah perbedaan intensitas cahaya, sedangkan variabel terikat adalah kandungan β-karoten D. salina. Variabel terkontrol meliputi suhu, pH dan salinitas.

  Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

  Gambar 8. Diagram Alir Penelitian ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4.3.2 Prosedur Kerja

  A. Persiapan dan Pengaturan Intesitas Cahaya

  Medium kultur yang digunakan adalah medium Walne yang diperoleh dari Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo. Terdapat 20 satuan percobaan sehingga dibutuhkan 20 tabung kaca. Ruang kultur dipersiapkan dengan memasang rak kultur dan setiap bagian sisi ditutup dengan plastik gelap. Perlakuan pencahayaan diperoleh dari lampu flourescent 40 Watt yang ditempatkan pada rak kultur. Nilai intensitas cahaya pada perlakuan diperoleh dari jarak antara lampu dengan botol media kultur. Menurut Kawaroe dkk. (2009), pengukuran intensitas cahaya dapat dilakukan dengan menggunakan lux meter.

  Pengukuran intensitas cahaya dilakukan dengan cara menghadapkan lensa sensor lux meter pada lampu hingga jarum skala pada lux meter menunjukkan angka yang dikehendaki.

  B. Sterilisasi

  Sterilisasi dilakukan untuk membunuh kontaminan yang dapat mengganggu pertumbuhan D. salina. Sterilisasi yang dilakukan pada penelitian ini meliputi sterilisasi peralatan, bahan dan rak kultur.

  Menurut Masithah dkk. (2011), sterilisasi alat dan air laut dimaksudkan untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme lain. Peralatan yang akan digunakan dicuci sampai bersih dan dibilas dengan air tawar kemudian peralatan dikeringkan di bawah sinar matahari. Peralatan yang akan digunakan untuk kultur disterilkan menggunakan autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit.

  ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Sterilisasi dengan autoclave dilakukan untuk peralatan yang terbuat dari kaca tahan panas.