FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA USIA 7-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGULAN KULON PROGO TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA USIA 7-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

  FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN MP-ASI DINI PADA USIA 7-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGGULAN KULON PROGO TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Dwi Wahyu Windarti NIM: 090105083 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ’AISYIYAH YOGYAKARTA 2012

  

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBERIAN

MP-ASI DINI PADA USIA 7-24 BULAN DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS NANGGULAN

  1 KULON PROGO TAHUN 2012

  2

  3 Dwi Wahyu Windarti Laily Nikmah

  

INTISARI

.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden: 1) memiliki tingkat pengetahuan tentang MP-ASI dalam kategori sedang sebanyak 22 orang (45,83 %), 2) dalam status bekerja yaitu sebanyak 28 orang (57,88 %), 3) memiliki tingkat ekonomi yang rendah yaitu 33 orang (68,75 %), 4) menyatakan peran petugas kesehatan termasuk kategori tinggi, yaitu sebanyak 39 orang (81,25%), dan 5) menyatakan budaya setempat berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI yaitu sebanyak 20 orang (41,67%). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat ekonomi keluarga, peran petugas kesehatan, dan pengaruh budaya setempat merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI pada usia 7-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Nanggulan tahun 2012. Kata kunci : Faktor-faktor, MP-ASI, usia 7-24 bulan Kepustakaan : 23 pustaka (2001-2011) Jumlah Halaman : xiv, 69 halaman PENDAHULUAN

  Menurut data statistik di Indonesia tercatat angka kematian bayi sampai dengan tahun 2010 masih cukup tinggi yaitu 35 tiap 1000 kelahiran hidup, artinya dalam 1 tahun 175.000 bayi meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun.

  Tingginya angka kematian bayi dan angka kematian balita disebabkan oleh berbagai penyakit.. Penyakit tersebut salah satunya dilatarbelakangi karena bayi tidak mendapatkan ASI secara eksklusif. Hasil SDKI 2007 menunjukkan penurunan ASI eksklusif hingga 7,2%. Pada saat yang sama, jumlah bayi di bawah enam bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7% pada 2002 menjadi 27,9% pada 2007. UNICEF menyimpulkan, cakupan ASI eksklusif enam bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia, yaitu 38%. Provinsi DIY sendiri sampai dengan tahun 2008 cakupan ASI ekslusif baru mencapai 39,9%, sedangkan pada tahun 2009 menurun yaitu sebesar 34,56%. Salah satu kabupaten di DIY, yaitu Kulon Progo pada tahun 2009 menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif di wilayah tersebut sebesar 31,31%, sedangkan di wilayah kerja Puskesmas Nanggulan sendiri sebesar 11,68% (Profil Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, 2009) dan pada tahun 2010 sebesar 13 %. Upaya pemerintah dalam meningkatkan cakupan ASI eksklusif dengan menerbitkan surat keputusan Menteri Kesehatan nomor: 450/Menkes/SK/IV/2004 seakan belum ada hasilnya. Hal ini dapat dilihat dengan rendahnya prosentase ASI eksklusif di Indonesia, provinsi maupun kabupaten. Rendahnya tingkat prosentase tersebut akibat dimungkinkan maraknya pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini.

  Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi nasional (Susenas) tahun 2002, terdapat banyak ibu yang memberikan makanan terlalu dini kepada bayinya. Sebanyak 32% ibu memberikan makanan tambahan kepada bayi berumur 2 – 3 bulan, dan 69% terhadap bayi berumur 4 – 5 bulan. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara dini memiliki dampak yang kurang baik bagi kesehatan bayi, namun praktek pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dini di masyarakat tetap bertahan dari tahun ke tahun dan dapat dikaji dari beberapa aspek antara lain segi sosio-kultural, pengetahuan, pendidikan, dan ekonomi.

  Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara dini dapat dipengaruhi berbagai faktor. Beberapa faktor yang paling popular antara lain tingkat pengetahuan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat ekonomi keluarga, peran pelayanan kesehatan dan pengaruh budaya setempat. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam faktor-faktor yang mempengaruhi praktek pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dini, khususnya di wilayah kerja Puskemas Nanggulan kabupaten Kulon Progo.

  Tujuan dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada usia 7-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Nanggulan kabupaten Kulon Progo. Sedangkan tujuan khusus adalah diketahuinya tingkat pengetahuan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat ekonomi keluarga, peran petugas kesehatan dan pengaruh budaya setempat sebagai faktor yang mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASI pada usia 7-24 bulan.

  METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survey deskriptif. Pendekatan waktu yang digunakan adalah studi retrospektif.

  Variabel yang digunakan adalah multi variabel yaitu tingkat pengetahuan ibu, status pekerjaan ibu, tingkat ekonomi keluarga, peran petugas kesehatan dan pengaruh budaya setempat.

  Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu di wilayah kerja Puskesmas Nanggulan yang mempunyai anak usia 7-24 bulan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara cluster sampling. Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan kuisioner/angket. Kuisoner disampaikan secara langsung kepada ibu-ibu yang mempunyai anak usia 7-24 bulan pada saat kegiatan posyandu berlangsung dengan bantuan kader posyandu.

  Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi “product moment” dan uji reliabilitas instrument mnenggunakan KR 20 (Kuder Richardson). Setelah data terkumpul, maka langkah pengolahan data yang dilakukan dengan editing, coding, entry, cleaning, tabulating.

  Analisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian dilakukan dengan analisis Univariate. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  Hasil Penelitian

  1. Gambaran umum Puskesmas Nanggulan

  Puskesmas Nanggulan secara geografis berada di wilayah kabupaten Kulon Progo provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Puskesmas menaungi 61 posyandu yang tersebar di enam kelurahan. Berdasarkan data Puskesmas Nanggulan pada bulan September 2011 diketahui bahwa jumlah balita sebanyak 1.680 anak, dengan kategori usia 0-6 bulan sebanyak 368 anak, usia 7-24 bulan sebanyak 410 anak, dan usia lebih dari 24 bulan sebanyak 902 anak. Untuk peningkatan derajat kesehatan balita, Puskesmas memiliki program yaitu penyuluhan tentang gizi balita. Program penyuluhan gizi balita ini biasanya diberikan pada saat kegiatan posyandu di masyarakat.

  2. Tingkat pengetahuan ibu tentang MP-ASI

  Data hasil kuisioner tingkat pengetahuan ibu kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel 4.1 seperti di bawah ini:

Tabel 4.1 Hasil Analisis Data Tingkat Pengetahuan Ibu

  Tingkat Pengetahuan Ibu Frekuensi Prosentase Tinggi

  20

  41.67 Sedang

  22

  45.83 Rendah

  6

  12.5 Total 48 100

  3. Status pekerjaan ibu

  Data mengenai status pekerjaan ibu tersaji dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.2 Hasil Analisis Data Status Pekerjaan Ibu

  Status Pekerjaan Ibu Distribusi Frekuensi Prosentase Bekerja dan harus meninggalkan rumah

  10

  20.83 Bekerja tanpa harus meninggalkan rumah

  18

  37.5 Tidak Bekerja

  20

  41.67 Total 48 100

  4. Tingkat ekonomi keluarga

  Data tingkat ekonomi keluarga dianalisis dan ditampilkan dalam tabel 4.3 sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Analisis Data Tingkat Ekonomi Keluarga

  Tingkat ekonomi keluarga Distribusi Frekuensi Prosentase

  Tinggi

  3

  6.25 Sedang

  12

  25 Rendah

  33

  68.75 Total 48 100

  5. Peran petugas kesehatan

  Data hasil kuisioner di atas kemudian dianalisis sehingga diperoleh data dalam

tabel 4.4 sebagai berikut:Tabel 4.4 Hasil Analisis Data Peran Petugas Kesehatan

  Peran Petugas Kesehatan Distribusi frekuensi Prosentase Tinggi

  39

  81.25 Sedang

  7

  14.58 Rendah

  2

  4.17 Total 48 100

  6. Pengaruh budaya setempat

  Data hasil kuisioner pengaruh budaya setempat kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5 Hasil Analisis Data Pengaruh Budaya Setempat

  Pengaruh Budaya Setempat Distribusi Frekuensi Prosentase Sangat Berpengaruh

  19

  39.58 Berpengaruh 20 41. 67 Tidak berpengaruh

  9

  18.75 Total 48 100

  Pembahasan

  1. Tingkat Pengetahuan Ibu

  Ibu-ibu yang menjawab benar bahwa Kepanjangan MP-ASI sebanyak 19 orang (40%) dan yang menjawab salah sebanyak 29 orang (60%). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu-ibu belum mengerti bahwa kepanjangan dari MP-ASI. Untuk pertanyaan no 2 “Yang dimaksud dengan MP- ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 4-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI” ibu-ibu yang menyatakan bahwa pernyataan tersebut benar sebanyak 15 orang (31%) dan yang menyatakan salah sebanyak 33 orang (69%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu belum mengetahui maksud dari pemberian MP-ASI..

  MP-ASI dini adalah makanan pendamping ASI yang diberikan sebelum usia 6 bulan. Responden yang sudah mengetahui hal tersebut sebanyak 19 orang (40%) dan responden yang belum mengerti sebnyak 29 orang (60%). Hal ini yang sudah mengerti waktu pemberian makanan pendamping yang benar sebanyak 35 orang (73%) dan yang belum mengerti sebanyak 13 orang (27%). Dapat diketahui bahwa sebagian besar ibu-ibu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai waktu pemberian makanan pendamping ASI, tetapi pada kenyataannya mereka masih memberikan makanan pendamping sebelum anak berusia 6 bulan. Pertanyaan nomor 5 dan 6 dari kuisoner berisikan tentang dampak pemberian MP-ASI dini. Untuk pertanyaan nomor 5 yang menjawab benar 32 orang (67%) dan yang menjawab salah 16 orang (33%). Sedangkan pertanyaan nomor 6 yang menjawab benar 33 orang (69%) dan yang menjawab salah 15 orang (31%). Dari 2 pertanyaan tersebut, sebagian besar ibu-ibu sudah mengerti dampak dari pemberian MP-ASI dini. Meskipun mereka tahu dampak pemberian MP-ASI dini, namun masih ada beberapa ibu-ibu yang berfikir jika bayi zaman dahulu sudah diberi makan pisang sejak berumur beberapa hari, dan tidak masalah. Pandangan salah ini sering kali menekan ibu baru yang tidak memiliki pemahaman dan prinsip yang kuat (Putri, 2010).Dari soal nomor 7, ibu-ibu yang sudah mengerti syarat pemberian makanan pendamping ASI sebanyak 42 orang (88%) dan yang belum mengerti sebanyak 6 orang (13%). Sebagian ibu sudah mengerti syarat pemberian makanan pendamping ASI.

  Responden yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang MP-ASI dapat disebabkan karena responden pernah mendapat informasi tentang MP-ASI. Penelitian ini menunjukkan responden yang paling sedikit mempunyai pengetahuan tentang MP-ASI dengan kategori rendah yaitu 6 orang (12,5 %). Responden yang mempunyai pengetahuan dengan kategori rendah tentang MP-ASI dapat disebabkan karena minat responden yang kurang untuk mencari informasi tentang MP-ASI.

  Tingkat pengetahuan responden tentang MP-ASI dapat mempengaruhi perilaku responden dalam pemberian MP-ASI. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Suparyanto (2010) bahwa r endahnya tingkat pemahaman tentang pentingnya ASI selama 6 bulan pertama kelahiran bayi dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat yang terkandung dalam ASI.

2. Status Pekerjaan Ibu

  Berdasarkan pada tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar responden (ibu- ibu yang memiliki anak usia 7 – 24 bulan) dalam status bekerja yaitu sebanyak 28 orang (57,88 %), yang meninggalkan rumah 10 orang (20,83 %) dan yang tetap di rumah 18 orang (37,5 %). Sedangkan responden yang tidak bekerja dalam arti hanya sebagai ibu rumah tangga saja sebanyak 20 orang (41,67 %).

  Ibu-ibu yang bekerja di luar rumah biasanya akan meninggalkan anaknya di rumah untuk diasuh ibu atau mertua, atau mereka akan menitipkan anaknya pada tempat penitipan anak. Hal ini akan menyulitkan ibu untuk tidak memberikan makanan pendamping terutama pada 6 bulan pertama. Berbeda dengan ibu yang bekerja tanpa harus meninggalkan rumah atau tidak bekerja, mereka akan memiliki banyak waktu untuk mengasuh anaknya. Pemberian MP- ASI dini sebenarnya dapat dihindari. Namun dari penelitian yang dilakukan Indriyawati (2010) hasilnya tidak ada hubungan antara status pekerjaan ibu dan sikap ibu terhadap pemberian ASI eksklusif 6 bulan dengan pemberian MP-ASI dini. Hasil penelitian ini juga menunjukkan responden yang bekerja tanpa harus meninggalkan rumah sebanyak 18 orang (37,5%) dan yang tidak bekerja 20 orang (41,67%), meskipun mereka tetap tinggal di rumah tetapi mereka juga tetap memberikan makanan pendamping ASI dini.

  3. Tingkat Ekonomi Keluarga

  Berdasarkan pada tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki tingkat ekonomi yang rendah yaitu 33 orang (68,75 %). Sedangkan yang memiliki taraf ekonomi sedang ke atas hanya 15 orang (31,25 %). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat penghasilan keluarga berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini. Hal ini selaras dengan pendapat Zulfanetti (1998) yang menyatakan penurunan prevalensi menyusui lebih cepat terjadi pada masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Penghasilan keluarga yang lebih tinggi berhubungan positif secara signifikan dengan pemberian susu botol pada waktu dini dan makanan buatan pabrik.

  4. Peran Petugas Kesehatan

  Berdasarkan pada Tabel 4.4 diketahui bahwa responden dalam penelitian ini sebagian besar menyatakan peran petugas kesehatan termasuk kategori tinggi, yaitu sebanyak 39 orang (81,25%). Hasil penelitan ini menunjukkan pentingnya peranan petugas kesehatan sebagai informan langsung untuk menyampaikan hal- hal yang terkait dengan kesehatan anak, khususnya mengenai ASI ekslusif dan pemberian MP-ASI pada anak usia 7-24 bulan. Sedangkan yang menyatakan peran petugas kesehatan rendah hanya 2 orang responden (4,17 %). Secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan bahwa peranan petugas kesehatan berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI pada anak usia 7-24 bulan.

5. Pengaruh Budaya Setempat

  Manusia merupakan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manuasia tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lain. Di sisi lain, kehidupan manusia sangat bergantung pada lingkungan alam dan interaksinya dengan sesama. Dalam interaksi di sebuah koloni akan tercipta budaya lokal yang kemudian biasanya akan diwariskan secara turun temurun.

  Sebanyak 30 orang (63%) menyatakan bahwa lingkungan sekitar mereka masih banyak yang memberikan makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan, dan yang menyatakan tidak sebanyak 18 orang (38%). Sedangakan sebanyak 32 orang (67%) ibu menyatakan bahwa masih ada anggapan bayi yang lahir itu untuk makan dan sebanyak 16 orang (33%) menyatakan sudah tidak ada anggapan seperti itu.Menurut Putri (2010: 76-77) tidak sedikit orang tua yang memberikan MP-ASI kepada anaknya sebelum berumur 6 bulan. Umumnya, mereka beranggapan bahwa anaknya kelaparan dan akan tidur jika diberi makan. Meskipun tidak ada relevansinya, banyak yang beranggapan bahwa hal ini benar. Mereka juga berfikir jika bayi zaman dahulu sudah diberi makan pisang sejak berumur beberapa hari, dan tidak masalah. Pandangan salah ini sering kali menekan ibu baru yang tidak memiliki pemahaman dan prinsip yang kuat.

  Sebanyak 27 orang (56%) menyatakan bahwa dalam mengambil keputusan memberikan makanan pendamping ibu di bantu oleh orang lain (mertua, tetangga, keluarga) sedangkan sebanyak 21 orang (44%) menyatakan tidak dibantu. Dalam hal ini ibu memiliki posisi lemah dalam pengambilan keputusan karena pengaruh suami atau mertua sangat kuat dalam pengasuhan anak, termasuk dalam pemberian ASI (Sulistyo,

  http://worldvision.or.id/mod/7/?aID=1667 ).

  Sebanyak 29 orang (60%) menyatakan bahwa orang di sekitar meminta untuk segera memberikan makanan pendamping sebelum usia 6 bulan sedangkan sebanyak 19 orang (40%) menyatakan tidak. Pengaruh dari orang sekitar ibu ini akan menekan ibu untuk memberikan makanan pendamping sebelum usia 6 bulan. Meskipun ibu-ibu sudah memiliki pengetahuan yang cukup, tapi dengan adanya pengaruh dari orang sekitar maka ibu akan mengikuti orang sekitar mereka.

  Sebanyak 29 orang (60%) menyatakan orang tua atau mertua berperan penting dalam hal pemberian makanan pada anak sedangkan sebanyak 19 orang (40%) menyatakan tidak. Mertua biasanya masih memegang kebiasaan lama yang memberikan makanan pendamping ASI, bahkan ketika bayi berusia kurang dari satu bulan. Berdasarkan pada Tabel 4.5 diketahui bahwa responden menyatakan pengaruh budaya setempat dalam kategori sangat berpengaruh sebanyak 19 orang (39,58%), kategori berpengaruh sebanyak 20 orang (41,67%) dan kategori tidak berpengaruh sebanyak 9 orang (18,75%).

  Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan budaya dan kebiasaan yang ada di lingkungan masyarakat mempengaruhinya dalam memberikan makanan pendamping ASI. Hal ini sesuai dengan Rakhmat (2003) yang menyatakan karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya.

  KESIMPULAN Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan:

  a. Tingkat pengetahuan ibu tentang MP-ASI termasuk kategori sedang yaitu berjumlah 22 orang (45,83 %).

  b. Sebagian besar ibu tidak bekerja yaitu 20 orang (41,67 %).

  c. Tingkat ekonomi keluarga dari responden sebagian besar dalam kategori rendah yaitu sebanyak 33 orang (68, 75%).

  d. Sebagian besar responden menyatakan bahwa peran petugas kesehatan dalam kategori tinggi yaitu 39 orang (81,25%). e. Sebagian besar responden menyatakan bahwa budaya setempat dalam kategori berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI yaitu sebanyak 20 orang (41,67%).

  SARAN

  Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat berbagai kekurangan, maka peneliti menyarankan pada:

  1. Responden yang mempunyai pengetahuan kategori rendah hendaknya meningkatkan pengetahuan dan wawasannya tentang MP-ASI baik melalui media cetak, media elektronik, maupun dari petugas kesehatan.

  2. Masyarakat hendaknya memahami bahwa pemberian MP-ASI dini pada usia kurang dari 6 bulan memiliki dampak yang kurang baik bagi kesehatan bayi.

  Dengan demikian praktek pemberian MP-ASI dini di masyarakat tidak membudaya dari tahun ke tahun.

  3. Mahasiswa yang akan melakukan penelitian lanjutan dengan tema sejenis hendaknya mengadakan perencanaan dan persiapan yang lebih baik lagi sehingga keterbatasan-keterbatasan dalam penelitian ini dapat diatasi.

  4. Petugas kesehatan tidak hanya memberikan informasi kepada ibu-ibu yang memiliki anak, tetapi juga memberikan informasi kepada orang terdekat ibu (ibu, mertua, atau keluarga yang lain) agar mereka dapat mendukung ibu untuk tidak memberikan makanan pendamping sebelum anak berusia 6 bulan.

  5. Puskesmas hendaknya lebih menggalakkan program-program yang berkaitan dengan gizi pada balita, seperti penyuluhan tentang makanan pendamping ASI dan ASI eksklusif.

DAFTAR PUSTAKA

  Anita, Nur. 2008. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Laktasi dengan

  Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Secara Dini pada Bayi di BPS Yuni A. Baerozi Sewon Bantul Tahun 2008

  . Karya Tulis Ilmia tidak dipublikasikan. Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta

  Buletin Al-Ilmu. Kedudukan Wanita dalam Islâm

  . http://akhwat.web.id/muslimah-

  ,

salafiyah/muslimah/kedudukan-wanita-dalam-islam/ diakses 24 Juli 2012

Burns, A. August, dkk.2009 .Sehat Saat Hamil, Melahirkan, dan Menyusui.

  Yogyakarta:Insist Press Depkes RI. 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu

  (MP-ASI) Lokal Tahun 2006

  . Jakarta Depkes RI. 2005. Manajemen Laktasi Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas.

  Jakarta Freitag, Harry. 2010. Cerdas Meramu Makanan Pendamping ASI untuk Tumbuh

  Kembang Bayi Optimal . Yogyakarta:MedPress

  Indriyawati, Iin. 2010. Faktor-faktor Ibu yang Berhubungan dengan Pemberian

  Makanan Pemdamping ASI (MP-ASI) Dini pada Bayi Usia < 6 Bulan . Istiqomah, Novita Maulida. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan praktik

  Pemberian MP-ASI Lokal pada Balita Usia 6-24 Bulan di Kota Semarang . http://eprints.undip.ac.id , diakses 30 Maret 2011

  Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 224/Menkes/SK/2007 Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 450/Menkes/SK/IV/2004 Krisnatuti, Diah dan Rina yenrina. 2001. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.

  Jakarta: Puspa Swara LNKAGES. 2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI Saja: Satu-satunya Sumber

  Cairan yang Dibutuhkan Bayi Usia Dini

  . www.linkagesproject.org Minarto, MPS , http://www.gizikia.depkes.go.id , diakses 30 Maret 2011 Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka

  Cipta Profil Kesehatan Kabupaten Kulon Progo 2009 Putri, Hamsah. 2010. Perawatan Si Kecil dan Bunda Pasca Melahirkan. Leaf

  Production Office Rahadian, P Paramita. 2003. Ibu Negara Serukan Inisiasi Menyusui Dini.

  

http://www.asipasti.co.cc/2008_01_01_archive.html , diakses 24 Maret 2011

  Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung:PT REMAJA ROSDAKARYA

  

Republika Newsroom. 2009. Cakupan ASI Eksklusif di DIY Masih Di Bawah 40

Persen

  . http://rol.republika.co.id , diakses 23 Maret 2011

  Soraya, Luluk Lely. 2005. Resiko Pemberian MP-ASI Terlalu Dini. http://wrm-

  Indonesia.org , diakses 1 April 2011

  Suharsaputra, Uhar. Islam dan Ilmu. http://uharsputra.wordpress.com/filsafat/islam-

  dan-ilmu/ , 24 Juli 2012

  Suherni, dkk. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta:Fitramaya Sulistyo, Sigit. http://worldvision.or.id/mod/7/?aID=1667 , diakses 4 Oktober 2011

  Konsep Asi Eksklusif

  Suparyanto, M. Kes. 2010. . http://dr-

  suparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-asi-eksklusif.html , diakses 4 Oktober

  2011

  Menyusui Anak (Ar-Radha’ah) Wahid, Marzuki.

  .

  http://www.fahmina.or.id/pbl/dfp_indo/marzuki_wahid_menyusui.pdf , diakses

  27 Oktober 2011 Zulfanetti, et al,. 1998. Faktor-faktor Sosioekonomi yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemberian ASI di Kotamadya Jambi. Jurnal Manajemen dan Pembangunan VIII(2).

  1998. Available from: http://iespfeunja.files.wordpress.com/2008/10/zulfaneti-asi.pdf