Pertimbangan Hakim dalam Penanganan Perkara Poligami di Pengadilan Agama Sungguminasa - Repositori UIN Alauddin Makassar

  

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENANGANAN PERKARA

POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA

Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum Prodi Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan Jurusan Peradilan Agama pada Fakultas Sy ari’ah dan Hukum

  UIN Alauddin Makassar Oleh

  

AMRI

  NIM. 10100113021

  

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2017

KATA PENGANTAR

  

   

  Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini sebagaimana mestinya.

  Kebesaran jiwa dan kasih sayang yang tak bertepi, doa yang tiada terputus dari kedua orang tuaku yang tercinta, Ayahanda M. Thahir Hi. Salim. dan Ibunda Irmayanti, yang senantiasa memberikan penulis curahan kasih sayang, nasihat, perhatian, bimbingan serta doa restu yang selalu diberikan sampai saat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara-saudariku yang tercinta beserta keluarga besar penulis, terima kasih atas perhatian dan kasih sayangnya selama ini dan serta berbagai pihak yang tulus dan ikhlas memberikan andil sejak awal hingga usainya penulis menempuh pendidikan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar.

  Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi (S1) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Dalam menyusun skripsi ini tidak sedikit kekurangan dan kesulitan yang dialami oleh penulis, baik dalam kepustakaan, penelitian lapangan, maupun hal-hal lainnya. Tetapi berkat ketekunan, bimbingan, petunjuk serta bantuan dari pihak lain akhirnya dapatlah disusun dan diselesaikan skripsi ini menurut kemampuan penulis. Kendatipun isinya mungkin terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, baik mengenai materinya, bahasanya serta sistematikanya.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini disusun dan diselesaikan berkat petunjuk, bimbingan dan bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, sudah pada tempatnyalah penulis menghanturkan ucapan penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah rela memberikan, baik berupa moril maupun berupa materil dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

  Penghargaan dan ucapan terima kasih yang terdalam dan tak terhingga terutama kepada yang terhormat :

  1. Bapak Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Si. selaku Rektor UIN Alauddin Makassar;

  2. Bapak Prof. Dr. Darussalam Syamsuddin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar beserta jajarannya;

  3. Bapak Dr. Supardin M.HI. selaku Ketua Jurusan Peradilan Agama UIN Alauddin Makassar beserta ibu Dr. Hj. Patimah, M.Ag. selaku Sekertaris Jurusan Peradilan Agama;

  4. Bapak Dr. H.Muh. Saleh Ridwan, M.Ag.. selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Hj.Hartini, M.H.I.. selaku pembimbing II. Kedua beliau, di tengah kesibukan dan aktifitasnya bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan petunjuk dan bimbingan dalam proses penulisan dan penyelesaian skripsi ini;

  5. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf akademik dan pegawai Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar;

  6. Seluruh teman kuliah Jurusan Peradilan Agama Angkatan 2013 Khususnya Muhammad Awwaluddin, Fauzan Ismail, Muhammad

  Faqih Al Gifari, Lauhin Mahfudz, Jumardi, Jumardin, Rian Hidayat, Niryad Muqisthi Suryadi, Fitri Uthami, Laila Humaidah, St. Nurjannah, Nurul Inayah Hasyim, Khairunnisa, A. Srismiati, Suriyana, Hasnaeba, Irmayanti, Mutmainnah, Hasmaniar dan

  semua teman-teman yang telah memberikan pengalaman di 4 tahun perkuliahan yang sangat luar biasa, semoga Allah memberkahi setaip langkah di dalam hidup kita;

  7. Seluruh teman-teman kecil sampai sekarang di Suka Mulia, yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan semangat untuk saya belajar lebih banyak tentang peradilan;

  8. Seluruh teman KKN UIN Alauddin Makassar Angkatan 53 khususnya posko desa Pakatto Kecamatan Bontomarannu, Muhammad Faqih Al

  Gifari, Cici Zuhriah Irfan, Ika Pertiwi Dewi Putri, Inayah Hasan, Hanan Ka-do, Nurjannah. Terima kasih atas doa, dukungan dan

  kekeluargaannya selama dan setelah masa KKN, semoga langkah kita dimudahkan oleh Allah dalam mencapai impian masing-masing;

  9. Kepada seluruh keluarga besarku yang tidak bosan memberikan bantuan, semangat kepada penulis sehingga dapat terselasaikan skripsi ini. Atas segala bantuan, kerjasama, uluran tangan yang telah diberikan dengan ikhlas hati kepada penulis selama menyelesaikan studi hingga rampungnya skripsi ini. Begitu banyak bantuan yang telah diberikan bagi penulis, namun melalui doa dan harapan penulis, Semoga jasa-jasa beliau yang telah diberikan kepada penulis mendapat imbalan pahala yang setimpal dengannya dari Allah swt.

  Akhirnya dengan penuh rendah hati penulis mengharap tegur sapa manakala terdapat kekeliruan menuju kebenaran dengan mendahulukan ucapan terima kasih yang tak terhingga.

  Makassar, 15 Agustus 2017 Penulis

  AMRI

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................

  14 D. Syarat Poligami ....................................................................................

  26 F. Metode Pengelohan dan Analisis Data .................................................

  25 E. Instrumen Penelitian .............................................................................

  25 D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................

  24 C. Sumber Data .........................................................................................

  24 B. Pendekatan Penelitian ..........................................................................

  21 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian ..................................................................

  16 E. Prosedur Poligami ................................................................................

  11 C. Alasan Poligami ...................................................................................

  HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................... PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................................. KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... PEDOMAN TRANSLITERASI ..................................................................... ABSTRAK .......................................................................................................

  10 B. Dasar Hukum Poligami ........................................................................

  8 BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Pengertian Poligami .............................................................................

  7 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .........................................................

  5 D. Kajian Pustaka ......................................................................................

  5 C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus .................................................

  1 B. Rumusan Masalah ................................................................................

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................................

  27 BAB IV HASIL PENELITIAN

  A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................

  28 B. Prosedur Penanganan Kasus Poligami Pengadilan Agama Sungguminasa ......................................................................................

  42 C. Duduk Perkara Tentang Poligami ........................................................

  48 D. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Permohonan Perkara Izin Poligami di Pengadilan Agama Sungguminasa ...................................

  70 E. Dampak Poligami Bagi Keluarga .........................................................

  76 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..........................................................................................

  79 B. Saran .....................................................................................................

  80 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

PEDOMAN TRANSLITERASI

  1. Konsonan

  

Huruf Nama Huruf Latin Nama

Arab

  alif Tidak Tidak dilambangkan dilambangkan

  ا

  Ba B Be

  ب

  Ta T Te

  ت

  sa Es (dengan titik di atas) ṡ

  ث

  jim j Je

  ج

  ha ha (dengan titik di ḥ

  ح bawah)

  kha kh Ka dan ha

  خ

  dal d De

  د

  zal Zet (dengan titik di atas) ż

  ذ

  ra r Er

  ر

  zai z Zet

  ز

  sin s Es

  س

  syin sy Es dan ye

  ش

  sad Es (dengan titik di ṣ bawah)

  ص

  dad de (dengan titik di ḍ

  ض bawah)

  ta Te (dengan titik di ṭ

  ط bawah)

  za Zet (dengan titik di ẓ bawah)

  ظ

  Apostrof terbalik „ain „

  ع

  غ

  ه

   اُ ḍammah

   اِ kasrah i i

  a a

  Tanda Nama Huruf Latin Nama اَ fat ḥah

  Vokal tungggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut :

  2. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vocal bahasa Indonesia, terdiri atas vocal tunggal atau monoftong dan vocal rangkap atau diftong.

  ) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apapun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda ( ̕ ).

  ء

  ya y Ye Hamzah (

  ي

  hamzah , Apostof

  ء

  ha h Ha

  wau w We

  gain g Ge

  و

  nun n En

  ن

  mim m Em

  م

  lam l El

  ل

  kaf k Ka

  ك

  qaf q Qi

  ق

  fa f Ef

  ف

  u u Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabung anantara harakat dan huruf, trans literasinya berupa gabungan huruf, yaitu :

  Tanda Nama Huruf Latin Nama fat ai a dan i ḥahdanyā‟

   اَ fat au a dan u ḥahdanwau

   وْ اَ

  3. Maddah

  Maddah atau vocal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,

  transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu :

  

HarkatdanHuruf Nama HurufdanTanda Nama

fat a dan garis di ḥah dan

  ā ... | َا ...

  َ alif atas

  atauyā‟ i dan garis di

  

Kasrah dan i

  yā‟ atas u dan garis di

  ḍammah dan

  ū

  وى wau atas 4.

  Tā‟ Marbūṭah

  Transliterasi untuk t ā’marbūṭaha da dua, yaitu: tā’marbūṭah yang hidup

  atau mendapat harkat fat

  ḥah, kasrah, dan ḍammah, yang transliterasinya

  adalah [t]. Sedangkan t

  ā’marbūṭah yang mati atau mendapat harkat sukun transliterasinya adalah [h].

  Kalau pada kata yang berakhir dengan t

  ā’marbūṭah diikuti oleh kata yang

  menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka

  t ā’marbūṭah itu transliterasinya dengan (h).

  5. Syaddah (Tasydid)

  Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

  dengan sebuah tanda tasydid ( ّ ), dalam transliterasinya ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonanganda) yang di beri tanda syaddah.

  Jika huruf ber-tasydid diakhir sebuah kata dan didahului oleh huruf

  ى

kasrah , maka ia ditransliterasikan seperti huruf maddah menjadi (i).

  ( ) ىّ ىِ

  6. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf

  ال

  (

  alif lam ma’arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang

  ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia di ikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).

  7. Hamzah Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrop

  ( ̕ ) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

  8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al-

  Qur‟an (dari al-

  Qur’ān), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh.

  9. Laf ẓ al-Jalālah (

  الله)

  Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagai mu

  ḍāfilaih (frase nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

  Adapun t

  ā’marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al- Jalālah ditransliterasi dengan huruf [t].

  10. Huruf Kapital Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All caps), dalam transliterasinya huruf

  • – huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf capital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf Adari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR).

  ABSTRAK NAMA : AMRI NIM : 10100113021 JUDUL SKRIPSI : PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENANGANAN

  PERKARA POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA Perkawinan poligami adalah suatu perkawinan seorang suami yang memiliki istri lebih dari satu atau maksimal empat istri yang memiliki dasar hukum dalam hukum islam yaitu pada Al-

  Qur’an surat An-nisa: 3 dan surat An- Nahl: 90 dan juga didalam Undang - Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. dan yang menjadi judul Skripsi penulis adalah Pertimbangan Hakim Dalam Penanganan Perkara Poligami di Pengadilan Agama Sungguminasa. Adapun dua sub masalah yang penulis bahas adalah: Pertama, Bagaimana Prosedur Penanganan Kasus Poligami pada Pengadilan Agama Sungguminasa? dan Kedua, Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Permohonan Perkara Izin Poligami di Pengadilan Agama Sungguminasa ?

  Dalam penelitian ini penulis mengunakan pendekatan yuridis dan pendekatan sosiologis. Menurut harfiahnya pendekatan yuridis adalah melihat atau memandang suatu hal yang ada dari aspek atau segi hukumnya terutama peraturan perundang - undangan. Sedangkan pendekatan sosiologis adalah sesuatu yang ada dan terjadi dalam kehidupan masyarakat, Dengan demikian yuridis sosiologis adalah suatu pendekatan dengan cara pandang dari aspek hukum mengenai segala sesuatu yang terjadi di masyarakat yang berakibat hukum untuk dihubungkan dengan peraturan perundang - undangan yang ada.

  Hukum acara peradilan agama tentang penanganan kasus poligami tidak jauh beda dengan penanganan penyelesaian kasus perdata di pengadilan agama yang lainnya. Mulai masuknya gugatan sampai penetapan. Sedangkan yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam menyelesaikan perkara kasus poligami adalah pasal 4 ayat 1 undang-undang no.1 tahun 1974, pasal 2 dan pasal 5 undang-undang no.1 tahun 1974 pasal 55 ayat 2 dan pasal 58 ayat 1,pasal 35 dan pasal 37 undang-undang no.1 tahun 1974 jo. Pasal 94 ayat (1 dan 2) kompilasi hukum Islam, dan pasal 89 ayat 1 undang-undang no.7 tahun 1989, dengan no.3 tahun 2006.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan aspek penting dalam ajaran Islam. Di dalam Al- Q

  ur’an dijumpai tidak kurang dari delapan puluh ayat yang berbicara tentang perkawinan, baik yang memakai kata Nikah maupun yang menggunakan kata

  

zawwaja (berpasangan). Keseluruhan ayat tersebut memberikan tuntunan kepada

  manusia bagaimana seharusnya menjalani perkawinan agar perkawinan itu dapat menjadi jembatan yang mengantarkan manusia, laki-laki dan perempuan menuju

  1 kehidupan sakinah (damai, tenang dan bahagia) yang di ridhai Allah.

  Untuk itu merumuskan sejumlah ketentuan yang harus dijadikan pedoman meliputi peminangan, penentuan mahar, cara ijab qabul, hubungan suami istri, serta pengaturan hak dan kewajiban keduanya dalam rumah tangga .salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangankan dalam masyarakat muslim adalah poligami.

  Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami)

  2 mengawini beberapa (lebih dari satu orang istri) dalam waktu yang bersamaan.

  Kebalikan dari poligami ialah monogami, yaitu ikatan perkawinan yang hanya membolehkan suami mempunyai satu istri.

  1 Mohd.Idris Ramulyo, SH, MH, Hukum perkawinan Islam, edisi kedua (Jakarta : PT.

  Bumi Aksara, 1996), h. 176 2 Rochayat Machali, Wacana Poligami Di Indonesia, (Bandung : PT. Mizan Pustaka,

  2 Perkembangan poligami dalam sejarah manusia mengikuti pola padang masyarakat terhadap kaum perempuan. Ketika masyarakat memandang kedudukan dan derajat perempuan hina, poligami menjadi subur, sebaliknya pada masa masyarakat yang memandang kedudukan dan derajat perempuan terhomat, poligami pun terkadang. Jadi, perkembangan poligami mengalami pasang surut mengikut tinggi rendahnya kedudukan dan derajat perempuan dimata masyarakat.

  Ketika Islam datang, kebiasaan poligami itu tidak serta merta dihapuskan. Namun, setelah ayat yang menyinggung soal poligami diwahyukan, Nabi lalu melakukan perubahan yang radikal sesuai dengan petunjuk kandungan ayat.

  3 Seperti yang di sebutkan dalam Al- Qur’an surah An-Nisa ayat 3.

  Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang laki-laki hanya boleh mempunyai seorang istri.Seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami (pasal 3 ayat (1)) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.

  Apabila seorang suami hendak beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya seperti dimaksud dalam pasal 4 dan pasal 5 Undang-undang No.1 tahun 1974 jo. Pasal 41 PP No.9 tahun 1975 kepada Pengadilan Agama di daerah tempat tinggalnya dengan membawa kutipan Akta Nikah yang terdahulu dan surat-surat izin yang diperlukan.

3 Depertemen Agama Republik Indonesia, Al- Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : PT.

  3 Pengadilan Agama kemudian memeriksa hal-hal sebagaimana diatur dalam pasal 41 PP No.9 tahun 1975. Pengadilan Agama dalam melakukan pemeriksaan harus memanggil dan mendengar keterangan istri yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam pasal 42 ayat (1) PP No.9 tahun 1975.

  Apabila Pengadilan Agama berpendapat bahwa cukup alasan bagi permohonan untuk beristri lebih dari seorang, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan yang berbentuk izin untuk beristri lebih dari seorang kepada pemohon yang

  4 bersangkutan (pasal 14 peraturan Mahkamah Agung No.3 tahun 1975).

  Oleh karena itu, ada juga beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang suami agar dapat mengajukan permohonan izin poligami yaitu, persetujuan dari Istri atau para Istri, kepastian Jaminan Suami terhadap keperluan hidup Istri-istri dan Anak-anaknya, adanya Jaminan bahwa Suami akan berlaku Adil terhadap Istri-istri dan Anak-anaknya.

  Apabila kesemua syarat tersebut dianggap telah terpenuhi dan ada alasan sebagai dasar untuk poligami Pengadilan akan memberikan izin. Namun, dalam praktiknya, seringkali syarat-syarat yang seharusnya dipenuhi tersebut tidak ditaati oleh suami sepenuhnya . oleh karena itu, Pengadilan Agama tidak dapat memberikan izin poligami terhadap pihak yang mengajukan permohonan izin poligami tersebut dikarenakan tidak dipenuhinya semua syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama tersebut.

  4 Agar pemberian izin oleh Pengadilan Agama tidak bertentangan dengan asas monogami yang dianut oleh Undang- Undang No.1 tahun 1974, maka Pengadilan Agama dalam memeriksa dan memutus perkara permohonan izin

  5

  poligami harus berpedoman tentang prosedur berpoligami Permohonan izin poligami harus bersifat kontensius, pihak istri didudukkan sebagai termohon. Alasan izin poligami yang diatur dalam pasal 4 ayat (2) Undang- Undang No, 1 tahun 1974 bersifat fakultatif, bermaksud bila salah satu persyaratan tersebut dapat dibuktikan, Pengadilan Agama dapat memberi izin poligami

  • – Persyaratan izin poligami yang diatur dalam pasal 5 ayat (1) Undang Undang No, 1 tahun 1974b bersifat kumulatif, maksudnya pengadilan Agama hanya dapat memberi izin poligami apabila semua persyaratan tersebut telah dipenuhi

  Pada saat permohonan izin poligami, suami wajib pula mengajukan permohonan penetapan harta bersama dengan istri sebelumnya, atau harta bersama istri sebelumnya. Dalam hal suami tidak mengajukan permohonan penetapan harta bersama yang digabung dengan permohonan izin poligami, istri atau istri-istrinya dapat mengajukan rekonvensi penetapan harta bersama

5 Mahkamah Agung Republik Indonesia, pedoman Teknis Administrasi dan

  5 Dalam hal suami tidak mengajukan permohonan penetapan harta bersama yang digabung dengan permohonan izin poligami dan istri terdahulu tidak mengajukan rekonvensi penetapan harta bersama dalam perkara permohonan izin poligami, maka permohonan penetapan izin poligami harus dinyatakan tidak dapat diterima.

  B.

   Rumusan Masalah

  Dilihat dari latar belakang diatas maka dalam penelitian ini terdapat pokok masalah yaitu Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Penetapan Poligami pada Pengadilan Agama Sungguminasa, rumusan masalahnya yaitu :

  1. Bagaimana prosedur penanganan Kasus Poligami pada Pengadilan Agama Sungguminasa ?

  2. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Permohonan perkara izin Poligami di Pengadilan Agama Sungguminasa ? C.

   Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

  Identifikasi dan pembatasan masalah di sini digunakan peneliti untuk memberikan batasan masalah yang akan diteliti. Adapun batasan masalah pada dalam penelitian ini adalah pertimbangan hakim dalam penanganan poligami pada Pengadilan Agama Sungguminasa (Studi Kasus terhadap Putusan Perkara Nomor 248/Pdt.G/2016/PA Sgm.) .untuk menjelaskan konsep-konsep atau memberikan batasan masalah ada beberapa istilah yang berkaitan dengan judul penelitian.

  Adapun istilah yang dimaksud adalah:

  6 1. “pertimbangan”, pendapat tentang baik dan buruknya tentang suatu hal.

  2.

  “hakim”,orang yang mengadili perkara ( dalam pemgadilan atau

  mahkamah). Hakim yang dimaksud disini adalah hakim pada pengadilan agama dan hakim pada pengadilan tinggi Agama. Secara etimologi merupakan kata serapan dari bahasa Arab yaitu hakim. Yang berarti orang yang memberi putusan yang diistilahkan juga dengan qadhi. Hakim juga berarti orang melaksanakan hukum, karena hakim itu memang bertugas mencegah seseorang dari kedzaliman. Kata hakim dalam pemakaiannya disamakan dengan Qadhi yang berarti orang yang memutus perkara dan menetapkannya.

  3.

  “poligami”, ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu orang istri) dalam waktu yang bersamaan.

  4.

  “Pengadilan Agama Sunggumina”, lembaga pengadilan yang khusus

  menangani perkara bagi yang beragama Islam, yang berlokasi di Jl. Mesjid Raya No.3 Sungguminasa.

  Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pertimbangan Hakim Dalam Menangani Permohonan Poligami pada Pengadilan Agama adalah pendapat dari hakim dalam memutuskan permohonan Izin Poligami berdasarkan pertimbangan yang sesuai dengan peraturan perundang Undangan.

  7 D.

   Kajian Pustaka

  Untuk menyelesaikan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa literature yang ada kaitanya dengan judul skripsi ini, adapun literatur-literatur yang penulis baca dan kutip dalam menyelesaikan pembahasan ini diantaranya:

  Wacana poligami Di Indonesia, oleh Rochayat Machali : Buku ini menguraikan tentang beberapa aspek-aspek poligami seperti, yuridis normative, sosial, dan cultural. Buku ini juga menyuguhkan gambaran perkembangan poligami di Indonesia. Sedangkan pada tulisan ini, penulis lebih focus mengenai poligami penanganan poligami pada lembaga yang berwenang menangani masalah tersebut, dimana pada tulisan ini, penulis melakukan penelitian pada Pengadilan Agama Sungguminasa.

  Hukum islam di Indonesia, oleh Drs. Ahmad Rofid : Buku ini menguraikan tentang bagaimana alasan, syarat dan prosedur poligami berdasarkan pada undang- undang tentang perkawinan. Sedangkan pada tulisan ini, penulis tidak hanya menguraikan bagaimana alasan, syarat, dan prosedur poligami tersebut tetapi juga menguraikan bagaimana penanganannya secara langsung pada lembaga yang berwenang dalam menangani masalah poligami tersebut.

  Poligami Dalam Persfektif Hadis Nabi, oleh Drs. H. Muhammad Yahya, M.ag: Buku ini menguraikan tentang hadis- hadis nabi dan berbagai tinjauan poligami yang dilakukan oleh Rasulullah dan juga poligami yang sesuai dengan hukum- hukum yang berlaku di Indonesia. Sedangkan pada tulisan ini, penulis

  8 yang ingin melakukanpoligami pada saat ini melalui lembaga yang berwenang yaitu Pengadilan Agama.

  Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, oleh H.E. Syibli Syarjaya buku ini memjelaskan tentang Tafsir Ayat-Ayat Hukum yang membahas mengenai ayat tentang ibadah- ibadah mahdah maupun ibadah lainnya, buku yang mengkaji ayat-ayat fikih darimana hukum-hukum di kaji dan di gali secara mendalam.

  Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku ini membahas pemikiran hukum islam di Indonesia, dengan adanya KHI terjadi perubahan pola dalam sistem hukum nasional yang keberadannya kini sebagian di dukung oleh unsur-unsur yang berasal dari norma-norma agama.

  Begitu juga halnya dengan Peraturan perundang-undangan perkawinan, seperti Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah memuat aturan- aturan permohonan izin poligami agar tidak bertentangan dengan monogami.

  E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

  1. Mengetahui bagaimana prosedur pelaksaan poligami pada Pengadilan Agama Sungguminasa.

  2. Mengetahui apakah ada pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan izin poligami pada Pengadilan Agama Sungguminasa selain

  9 Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut :

  1. Bagi Penulis Untuk mengembangkan displin ilmu yang telah ditempuh selama 4 tahun terakhir dan untuk mengetahui lebih komprehensif khususnya pengetahuan tentang Pertimbangan Hakim dalam Mengabulkan Permohonan Suami Melaksanakan Perkawinan Poligami pada Pengadilan Agama Sungguminasa.

  2. Bagi dunia ilmu pengetahuan Penulis mengharapkan penelitian ini dapat menambah referensi atas ilmu yang telah ada, memperluas wawasan dan memberikan informasi yang baru bagi pihak- pihak yang berkepentingan serta memperbanyak khazanah keilmuan.

  3. Bagi penegak hukum Diharapkan dengan adanya penulisan skripsi ini, penulis mengharapkan pula dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat dipergunakan oleh penegak hukum dalam usaha penertiban hukum, sehingga mencegah terjadinya poligami yang sambrut dan dapat mengurangi praktik perkawinan yang bertentangan dengan hukum.

BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Pengertian Poligami Dari Wikipedia dijelaskan bahwa poligami merupakan praktik pernikahan

  kepada lebih dari satu wanita atau perkawinan yang banyak atau pemahaman tentang seorang laik- laki yang membagi kasih sayangnya terhadap beberapa

  1 wanita dengan menyunting atau menikahi wanita lebih dari satu orang.

  Kata- kata Poligami terdiri dari kata “poli” dan “gami”.Secara etimologi, poli atrinya “banyak”, gami artinya “isrti”.Jadi, poligami itu artinya berisrti banyak.Secara terminolo gy, poligami yaitu “seorang laki- laki mempunyai lebih dari satu orang isrti, atau seorang laki- laki berisrti lebih dari seorang, tetapi

  2 dibatasi paling banyak empat orang.

  Dalam Islam, poligami mempunyai arti perkawinan yang lebih dari satu orang isrti, dengan batasan, umumnya dibolehkan hanya sampai empat orang isrti.

  Poligami dengan batasan empat orang isrti nampaknya lebih didukung oleh bukti sejarah.Karena Nabi melarang menikahi lebih dari empat orang isrti.

  Allah swt membolehkan berpoligami sampai dengan empat orang isrti dengan syarat berlaku adil kepada mereka.Yaitu adil dalam melayani isrti, seperti nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala yang bersifat lahiriah.

1 Muhammad Yahya, Poligami Dalam Persfektif HadisNabi SAW , (Makassar: Alauddin

  University Pers, 2013), h.3

  11 B.

   Dasar Hukum Poligami

  Praktek poligami sudah menjadi fakta yang terjadi di masyarakat lama sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw. Seperti sudah diketahui bahwa Nabi Ibrahim a.s beristri Siti Hajar di samping Siti Sarah dengan alasan karena istri pertama belum memberikan keturunan kepada Nabi Ibrahim a.s Dalil naqli yang dijadikan landasan kebolehan poligami di sebagian kalangan umat Islam dari QS An- nisa‟/4:3

  

             

               

3 Terjemahnya : “Dan jika khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”

  Adapun Asbabun Nuzul dari ayat di atas adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim Nasa‟I, dan Baihaqi bahwa Zubair bertanya kepada bibinya, Aisyah r.a tentang ayat ini, Aisyah berkata: “Ada seorang pria yang sedang mengurus dan memelihara anak yatim perempuan, dan dia berkeinginan untuk mengawininya karena kecantikan dan hartanya, tetapi dia tidak mampu 3 Departemen Agama, Al-

  Qur‟an dan Terjemahnya ( Bandung: PT. Syaamil Cipta Media,

  12 untuk memberikan maskawin yang layak bagi si anak yatim tersebut. Lalu, dia dilarang untuk mengawini anak yatim itu dan dipersilakan untuk mengawani wanita lain dua, tiga, atau empat (Wahbah Al-Zuhaeli: 3:233).

  Dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah Swt menerangkan tentang kewajiban memelihara anak yatim bersama hartanya dan diharuskan untuk menyerahkan harta tersebut kepadanya apabila dia telah balig dan dewasa, serta dilarang pula untuk memakan dan mencampuradukkan antara harta anak yatim dengan hartanya. Kemudian pada ayat ini, Allah melarang untuk mengawini anak yatim bila tidak mampu berlaku adil, atau hanya sekadar tertarik kepada hartanya saja. Oleh karena itu, jika dia mampu berlaku adil, lebih baik ia

  4 mengawini wanita lain yang dia suka dua, tiga, atau empat.

  Dalam tafsir Ibnu Katsir ayat tersebut diatas ditafsirkan dalam beberapa poin diantaranya larangan menikahi anak yatim dengan mahar yang rendah yakni apabila di bawah pemeliharan salah seorang diantara kamu terdapat wanita yatim dan ia merasa takut tidak dapat memberikan mahar yang sebanding, maka carilah wanita lainnya. Selain itu ayat ini juga menjelaskan tentang pembatasan pernikahan dengan empat orang wanita atau mencukupkan diri dengan satu orang

  

5

isrti saja apabila tidak dapat berlaku adil.

  Setelah melarang mengambil dan memanfaatkan harta anak yatim secara aniaya, kini yang dilarang-Nya adalah berlaku aniaya terhadap pribadi anak-anak yatim itu. Karena itu ditegaskan bahwa: “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku 4 H.E. Syibli Syarjaya, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

  2008). H.168-169 5 Tim Pustaka Ibnu Katsir,Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Cet.5, (Jakarta: Pustaka Ibnu Karsir,

  13 adil terhadap perempuan yatim, dan kamu percaya diri akan berlaku adil terhadap wanita- wanita selain yang yatim itu, maka kawinilah apa yang kamu senangi sesuai selera kamu dan halal dari wanita- wanita yang laim itu. Kalau perlu, kamu dapat menggabung dalam saat yang sama dua, tiga, atau empat, tetapi jangan lebih, lalu jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil dalam hal harta dan perlakuan lahiriah, bukan dalam hal cinta bila menghimpun lebih dari seorang istri, maka kawini seorang saja atau kawinilah budak- budak yang kamu miliki.

  Yang demikian itu, yakni selain menikahi anak yatim yang mengakibatkan ketidak adilan dan mencukupkan satu orang istri adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya, yakni lebih mengantarkan kamu kepada keadilan atau kepada

  6 tidak memiliki banyak anak yang harus kamu tanggung biaya hidup mereka.

  Selain ayat tersebut di atas, sejumlah riwayat pun menamparkan pembatasan poligami tersebut, diantaranya riwayat dari Naufal bin Muawiyah, ia berkata : “Ketika masuk Islam, aku memiliki lima orang istri. Rasulullah berkata, „ceraikanlah yang satu dan pertahankanlah yang empat”. Pada riwayat yang lain.

  Qais bin Tsabit berkata, “Ketika masuk Islam, aku mempunyai delapan istri. Aku menyampaikan hal itu kepada Rasul dan beliau berkata.‟pilih dari mereka empat

  7 orang”.

  Selain berdasarkan ayat tersebut di atas, dasar hukum poligami juga dapat ditemukan dalam:

  1. Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan; 6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h.321

  14

  2. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

  3. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

C. Alasan Poligami

  1. Alasan poligami Karena pada prinsipnya suatu perkawinan seorang laki- laki hanya boleh mempunyai seorang istri, maka poligami atau seorang suami beristri lebih dari seorang istri diperbolehkan apabila dihendaki oleh para pihak- pihak yang bersangkutan dan pengadilan telah memberikan izin. Adapun alasan- alasan yang dipedomani oleh pengadilan untuk dapat memberi izin poligami, ditegaskan dalam pasal 4 ayat (2) Undang- undang perkawinan yaitu :

  Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila: a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri

  b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan

  c. Istri tidak melahirkan keturunan Apabila diperhatikan alasan- alasan tersebut diatas, adalah mengacu pada tujuan pokok perkawinan itu dilaksanakan, untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, atau dalam rumusan kompilasi, yang sakinah, mawaddah dan warhmah.

  15 Jika ketiga hal tersebut diatas menimpa satu keluarga atau pasangan suami istri, sudah barang tentu kehampaan dan kekosongan manis dan romanticnya kehidupan rumah tangga yang menerpanya.

  Sama halnya dengan alasan yang ketiga, tidak setiap pasangan suami istri yang istrinya tidak dapat melahirkan keturunan memilih alternatif untuk berpoligami.mereka kadang menempuh cara mengangkat anak asuh, Namun, jika suami ingin berpoligami, adalah wajar dan masuk akal. Karena keluarga tanpa ada anak tidaklah lengkap, atau kurang sempurna.Namun, tidak sedikit, pasangan suami istri yang tidak dikarunia anak, tetap mempertahankan keutuhan rumah tangganya, karena mungkin juga disebabkan faktor tertentu yang menyertainya.

  Dalam pasal 1 ayat (3) Undang- undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pengawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai pengawai Aparatur Sipil Negara (ASN) secara tetap oleh pejabat Pembina kepegawaaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

  Sedangkan ketentuan khusus yang mengatur tentang izin perkawinan PNS untuk beristri lebih dari satu (poligami) terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang perubahan Atas peraturan pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, khususnya dalam Pasal 4 PP No.45 Tahun 1990 yang berbunyi:

  1) Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih seorang, wajib

  16 2) Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan untuk menjadi istri kedua, ketiga, atau keempat.

  3) Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.

  4) Dalam surat permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin untuk beristri lebih dari seorang.

  Dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 1990 disebutkan bahwa ketentuan ini mengandung, perngertian bahwa selama berkedudukan

  8 sebagai istri kedua, ketiga, atau keempat dilarang menjadi PNS.

D. Syarat Poligami

  Selain alasan- alasan tersebut diatas, untuk berpoligami syarat- syarat di bawah ini harus dipenuhi, sebagaimana dimaksud dalam pasa 4 ayat (1) undang- undang Perkawinan harus dipenuhi syarat- syarat sebagai berikut:

  1. Adanya persetujuan dari istri atau para istri- istri Pada hakikatnya, sulit bagi seorang istri untuk menerima kenyataan berbagi dengan perempuan lain dalam kehidupan rumah tangganya. Kenyataan tersebut sangat manusiawi karena hal yang sama akan dialami pula oleh seornag laki- laki. Sebagaimana seorang perempuan, seorang laki- laki akan sulit menerima kenyataan hal yang sama. Meskipun secara kodrat memang tidak

  

  17 dimungkinkan bagi seorang perempuan untuk berpoliandri. Poin yang ingin disampaikan adalah kesadaran suami untuk berhati- hati sebelum mengambil keputusan dan mampu berempati memahami dan merasakan perasaan sang istri dalam hal dimadu.

  Oleh karena itu, penting adanya persetujuan lebih dahulu dari istri untuk merelakan suaminya berpoligami.Hendaknya, persetujuan tersebut harus dengan keralaan hati, kesadaraan, keikhlasan, tanpa adanya unsur paksaan.Meskipun demikian bukan berarti seorang perempuan harus bersikeras tidak mau memberi persetujuan kepada suaminya untuk berpoligami jika terdapat alasan untuk itu dan syarat-syarat yang ditentukan telah dianggap terpenuhi.

  Persetujuan dari istri ini juga harus diberikan secara tertulis yang di buat sendiri oleh istri tetapi sekalipun telah ada persetujuan seacara tertulis, persetujuan ini di pertegas dengan persetujuan lisan istri pada siding Pengadilan

9 Agama.

  Namun perstujuan yang dimaksud di atas tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri atau istri- istrinya tidak mungkin dimintai persetujuan dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau apabila tidak ada kabar berita istrinya selama sekurang- kurangnya 2 (dua) tahun atau karena sebab- sebab lainnya yang perlu mendapat pernilaian dari hakim pengadilan.

9 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Edisi Revisi, Cet.1, (Jakarta:

  18

  2. Kepastian jaminan Suami terhadap Keperluan Hidup Isrti- istri dan Anak- anak

  Syarat ini mungkin tidak terlalu sulit dilakukan kalau suami memiliki kemampuan dibidang materi yang cukup sehingga memungkinkannya terus memberikan kewajiban nafkah untuk para istri dan anaknya.Namun, kasus yang ada dimasyarakat tidak demikian.Banyak suami dari kalangan menegah kebawah yang kurang berkecukupan memberanikan diri berpoligami.Hal tersebut pada akhirnya memperparah kondisi ekonomi istri dan anak-anak sebelumnya serta membuat mereka lebih menderita.Kadang kala dianggap sebagai suatu tantangan bagi laki- laki dengan menyatakan, “kalau tukang becak, petani, atau tukang parker dapat beristri lebih dari satu, mengapa saya tidak.”

  Kepastian jaminan dari suami untuk memenuhi kebutuhan para istri dan anaknya harus ditegaskan dalam suatu surat perjanjian. Hal itu penting karena sering terjadi suami ingkar janji dan tidak melaksanakan kewajiban terhadap istri dan anak- anaknya dari perkawinan terdahulu sesuai dengan kesepakatan sehingga mengakibatkan istri yang tidak memiliki penghasilan sendiri menjadi telantar begitu juga dengan anak- anaknya.

  3. Adanya jaminan bahwa Suami Akan Berlaku Adil terhadap Istri- istri dan Anak- anaknya Syarat ketiga tentang keadilan ini sangat penting untuk menjaga perasaan istri- istri dan anak- anaknya melalui adanya perlakuan yang tidak adil.Tindakan

  19 yang ada membuktikan betapa sulitnya suami mewujudkan keadilan bagi istri- istri dan anak- anaknya dari perkawinan terdahulu.Sering kali seorang istri dan anak dari perkawinan terdahulu merasa lebih banyak menjadi korban karena diperlakukan tidak adil dibandingkan dengan perlakukan pada istri dari perkawinan kemudian.

  Kata keadilan dalam poligami adalah persyaratan yang paling utama dianjurkan oleh Allah Swt. Dan yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah-Nya.

Dokumen yang terkait

Peranan Ijtihad Hakim dalam Penyelesaian Perkara Kewarisan di Pengadilan Agama Maros, Pangkep dan Barru - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 1 156

Penilaian Hakim tentang Alat Bukti Elekronik dalam Proses Pembuktian Perkara Perdata di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 1 186

Hakim Wanita di Pengadilan Agama Selayar (Studi atas Peran Hakim Wanita dalam Menyelesaikan Perkara bias Jender) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 90

Peranan Hakim Pengadilan Agama dalam Penyelesaian Sengketa Perwakafan - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 78

Peranan Hakim Pengadilan Agama dalam Penyelesaian Sengketa Perwakafan - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 79

Tinjauan Hukum Islam Mengenai Kesaksian Non-Muslim Terhadap Perkara Perdata di Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 2 86

Efektifitas Upaya Mediasi oleh Hakim dalam Meminimalisir Kasus Perceraian di Pengadilan Agama Sungguminasa - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 103

Pertimbangan Hakim dalam Penanganan Poligami pada Pengadilan Agama Sungguminasa - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 78

Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama dalam Putusan Isbat Nikah Massal Terhadap Pernikahan Siri (Kasus di Pengadilan Agama Kelas 1A Makassar Tahun 2014-2015) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 127

Kaidah Hukum Islam dalam Pertimbangan Hukum Putusan Hakim ( Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Tahun 2017 di Pengadilan Agama Kelas 1 A Makassar) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 136