T1 802012088 Full text

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN
KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA
SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP
PERILAKU MEMBOLOS

OLEH
THEOPHANI KHARISMA TITALEY
802012088

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda
tangan di bawah ini:
Nama
: Theophani Kharisma Titaley
Nim
: 802012088
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya
: Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas
Kristen Satya Wacana hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas
karya ilmiah saya berjudul:

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN
KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA

SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP
PERILAKU MEMBOLOS
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, Universitas Kristen Satya Wacana berhak
menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis atau pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Salatiga
Pada Tanggal : 26 Agustus 2016
Yang menyatakan,

Theophani Kharisma Titaley

Mengetahui,
Pembimbing

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Theophani Kharisma Titaley

Nim

: 802012088

Program Studi

: Psikologi

Fakultas

: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN

KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA
SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP
PERILAKU MEMBOLOS
Yang dibimbing oleh:
Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan
orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian
kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa
memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 26 Agustus 2016
Yang memberi pernyataan,

Theophani Kharisma Titaley

LEMBAR PENGESAHAN
PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN
KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA
SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP
PERILAKU MEMBOLOS


Oleh
Theophani Kharisma Titaley
802012088

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 26 Agustus 2016
Oleh:
Pembimbing,

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

Diketahui Oleh,

Disahkan Oleh,

Kaprogdi


Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

PERSEPSI SISWA TERHADAP KOMPETENSI GURU DAN
KONFORMITAS TERHADAP TEMAN SEBAYA
SEBAGAI PREDIKTOR TERHADAP
PERILAKU MEMBOLOS

Theophani Kharisma Titaley
Berta Esti Ari Prasetya

Program Studi Psikologi


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

Abstrak
Sekolah menjadi salah satu tempat membentuk kedisiplinan dan perilaku taat terhadap tata tertib.
Namun seringkali siswa menunjukkan perilaku tidak disiplin dengan melanggar tata tertib di
sekolah, salah satunya dengan membolos. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi siswa
melakukan perilaku membolos, diantaranya adalah persepsi terhadap kompetensi guru, dan
konformitas terhadap teman sebaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah persepsi
siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya secara bersama dapat
menjadi prediktor yang signifikan bagi perilaku membolos. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode skala, terdiri dari Persepsi terhadap Kompetensi Guru yang disusun
berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, skala Konformitas terhadap
Teman Sebaya yang dimodifikasi dari Peer Conformity Scale oleh Santor, Messervey, dan
Kusumakar (2000), sedangkan untuk melihat perilaku membolos, peneliti menggunakan data
absensi siswa Kelas XI Tahun Ajaran 2015/2016 pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 135 orang. Pengujian hipotesis antara persepsi

siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya sebagai prediktor
terhadap perilaku membolos menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman
sebaya secara bersama tidak menjadi prediktor yang signifikan terhadap perilaku membolos
siswa. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengkaji kembali masalah terkait perilaku
membolos ini lebih dalam, dengan melihat variabel-variabel lain yang mungkin dapat
memprediksi perilaku membolos siswa.
Kata Kunci: kompetensi guru, konformitas teman sebaya, perilaku membolos

i

Abstract

School became one of many place to establish dicipline and obedient behavior. But often,
students showed undiciplined behavior by breaking the rules in school, one of them was truancy.

There are many things that causes truancy, such as perceptions of teacher’ competence and
conformity to peer group. This study aims to determine whether the students’ perceptions of
teacher ’ competence and conformity to peer group concurrently can become a significant


predictor to truancy. Data collecting method used was scale, consists of Students’ Perceptions of
Teacher’ Competence Scale based on Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008
about Teacher, Peer Conformity Scale modified from Peer Conformity Scale arranged by Santor,
Messervey, and Kusumakar (2000), to see truancy, researcher use students data attendance on
English subject from grade 11 Tahun Ajaran 2015/2016. Sample totaled 135 students.

Hypothesis examined between students’ perceptions of teacher’ competence and conformity to
peer group as a predictor to truancy using multiple regression. The result showed that students’
perception of teacher’ competence and conformity to peer group concurrently can not become a
predictor to truancy. Next studies are expected to review deeply about the issues related to

truancy, by looking at the other variables that may be able to predict students’ truancy.
Keywords: teacher’ competence, conformity to peer group, truancy

ii

1

PENDAHULUAN
Di era globalisasi ini persaingan semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan

sehingga kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat dibutuhkan untuk
menghadapinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membentuk Sumber Daya
Manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut UU No. 20 tahun 2003,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.Salah satu bagian dari pendidikan nasional adalah pendidikan formal
melalui

lembaga

sekolah.

Komponen-komponen

yang

berpengaruh


terhadap

keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan nasional itu sendiri antara lain pendidik,
peserta didik, dan kurikulum.
Pendidik atau yang sering kita kenal dengan guru, memiliki peran penting dan
tanggung jawab yang besar dalam menentukan kualitas sumber daya manusia, untuk itu
dibutuhkan kompetensi yang baik. Mengacu pada Pasal 28 ayat (3) Bagian I Bab VI
Peraturan Pemerintah RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pasal 3
ayat (2) Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru,
kompetensi guru terdiri dari empat bentuk yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Keberhasilan pendidikan walaupun sebagian besar ditentukan oleh guru, namun
peran siswa sendiri pun menjadi penting karena merupakan pusat sumber daya yang
akan dikembangkan. Mengingat pentingnya sekolah sebagai wadah pendidikan formal,
maka warga sekolah juga menyadari perlu adanya peraturan atau tata tertib yang berlaku

2

dan dipatuhi oleh seluruh warga sekolah tanpa terkecuali.Tata tertib bermanfaat sebagai
alat untuk membentuk kedisiplinan. Menurut Depdiknas (dalam Hadianti, 2008) disiplin
adalah: "Tingkat konsistensi dan konsekuen seseorang terhadap suatu komitmen atau
kesepakatan bersama yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai waktu dan
proses pelaksanaan suatu kegiatan". Mengacu pada pengertian-pengertian di atas, jika
dikaitkan dengan konsep sekolah, maka dapat dikatakan bahwa siswa yang disiplin
menciptakan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan dan ketertiban terhadap komitmen dan kesepakatan yang berlaku
dalam proses yang dijalani di sekolah.
Meskipun telah diketahui bahwa siswa seharusnya berperilaku taat terhadap tata
tertib dalam pembentukan kedisiplinan di sekolah, namun seringkali terjadi pelanggaran
akan tata tertib tersebut. Salah satu bentuk pelanggaran tata tertib yang sering terjadi di
sekolah adalah membolos atau ketidakhadiran di sekolah tanpa alasan atau keterangan
yang tepat. Simandjuntak (1975) membolos juga dapat dartikan sebagai bentuk
penarikan diri dari kenyataan di sekolah untuk menghindari tugas-tugas sekolah yang
dirasakan tidak menyenangkan.
Menurut Prayitno dan Amti (2004) ada beberapa gejala siswa membolos antara
lain yaitu: berhari-hari tidak masuk sekolah, tidak masuk sekolah tanpa izin, sering
keluar pada jam pelajaran tertentu, tidak masuk kembali setelah minta izin, masuk
sekolah berganti hari, mengajak teman-teman untuk keluar pada mata pelajaran yang
tidak disenangi, minta izin keluar dengan berpura-pura sakit atau alasan lainnya,
mengirimkan surat izin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-buat, tidak masuk kelas
lagi setelah jam istirahat. Cunningham (dalam Cook dan Ezenne, 2010) mengartikan
membolos adalah ketidakhadiran siswa di sekolah tanpa sepengetahuan atau izin dari

3

orang tua.Mereka yang membolos meningalkan rumah dengan alasan pergi ke sekolah
tetapi berpaling dan terlibat dalam aktivitas di luar sekolah.
Fenomena siswa yang menunjukkan perilaku membolos salah satunya berada di
kota Ambon. Berbagai kasus ditemukan dan beritanya telah dirilis di berbagai media
massa. Sebagai contoh, Riduan Hasan: tingkat kenakalan remaja semakin tinggi
(siwalimanews.com, 6 Desember 2014), bolos di rental PS, empat siswa SMA ditangkap
polisi (Kabar Timur, 28 Januari 2015), siswa berjudi saat jam sekolah, legislator
Ambon: memalukan! (rimanews, 29 Januari 2015), banyak siswa bermasalah, orang tua
harus awasi anaknya (Kabar Timur , 30 Januari 2015). Melihat berbagai kasus yang
disebabkan karena perilaku membolos siswa ini, maka dapat dikatakan bahwa perilaku
membolos cenderung mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Malcolm, Wilson,
Davidson dan Kirk (2003) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa efek
ketidakhadiran di sekolah adalah prestasi akademik menurun, kesulitan berteman,
hilangnya kepercayaan dan harga diri, keterlibatan dalam aktivitas seksual dini, stress
amongst young carers, dan mengalami gangguan sosialisasi untuk bekerja.

Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi siswa untuk melakukan perilaku
membolos. Ishak dan Fin (2015) mengungkapkan bahwa kepribadian guru, sikap siswa
terhadap sekolah, lingkungan sekolah, administrasi sekolah, cara mengajar guru, dan
lingkungan di luar sekolah, peers dan keluarga adalah faktor-faktor yang secara
signifikan berkontribusi terhadap perilaku membolos. Mengacu pada hasil penelitian
ini, salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap perilaku membolos adalah
persepsi

terhadap

kompetensi

guru.

Kompetensi

biasanya

diartikan

sebagai

seperangkatpengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan
dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (UU RI No. 14 Tahun

4

2005). Oleh Anastasia (2010) persepsi terhadap kompetensi guru adalah proses
mengorganisasi, menginterpretasikan informasi yang diterima berdasarkan rangsangan
yang diperoleh individu melalui indera-indera dan memberikan arti berdasarkan
stimulus yang diperoleh berdasarkan kecakapan dan kemampuan guru dalam
menyampaikan materi pelajaran.
Aspek-aspek persepsi terhadap kompetensi guru yang akan digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada Pasal 28 ayat (3) Bagian I Bab VI Peraturan Pemerintah RI
No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pasal 3 ayat (2) Bagian I Bab II
Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, yaitu kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Dijelaskan
lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (4), (5), (6), dan (7) Bagian I Bab II Peraturan
Pemerintah RI No. 74/2008 tentang Guru, adalah sebagai berikut: Kompetensi
pedagogik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru dalam
pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: pemahaman
wawasan

atau

landasan

kependidikan,

pemahaman

terhadap

peserta

didik,

pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya mencakup kepribadian yang: beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, arif
dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi
teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri,
dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.Kompetensi sosial

5

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari
Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk: berkomunikasi lisan,
tulis, dan/atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik, bergaul
secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai
yang berlaku, dan menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi
penguasaan: materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi
program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang
akan diampu, dan konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang
relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari persepsi terhadap kompetensi guru salah
satunya adalah terhadap perilaku membolos siswa di sekolah. Jika kompetensi guru
baik, dan persepsi siswa terhadapnya pun baik, maka siswa cenderung tidak akan
melakukan perilaku membolos. Namun jika persepsi siswa terhadap kompetensi guru
itu tidak baik, maka akan berdampak terhadap munculnya perilaku membolos oleh
siswa. Karakteristik guru yang baik adalah memiliki kompetensi yang baik. Sabitu dan
Nuradeen (2010) mengungkapkan bahwa atribut guru seperti pengetahuan, kemampuan
berkomunikasi, pengajaran yang menarik, dan stabilitas emosional dapat mempengaruhi
performa akademik siswa. Di sisi yang lain, beberapa alasan siswa membolos

6

dipengaruhi oleh kepribadian guru, sikap siswa terhadap sekolah, lingkungan sekolah,
administrasi sekolah, dan cara mengajar guru. Guru yang memiliki kepribadian yang
disukai oleh siswa akan mampu menghasilkan proses belajar mengajar yang disukai
oleh siswa dan dapat berinteraksi secara efektif dengan mereka sehingga dapat membuat
mereka tetap berada di sekolah (Ishak dan Fin, 2015). Hal ini berarti bahwa kompetensi
guru mempengaruhi perilaku membolos siswa, karena guru adalah kekuatan utama yang
menarik siswa untuk tetap berada di sekolah (Hassan dan Muhammad dalam Ishak dan
Fin, 2015).
Hal tersebut di atas sejalan dengan penelitian Ferreira (1995) yang menemukan
adanya hubungan antara lingkungan sekolah dengan sikap siswa terhadap sekolah.
Hasil penelitian Arilia (2012)menunjukkan ada hubungan yang positif dan signifikan
antara persepsi siswa tentang kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, dan
disiplin guru dengan motivasi belajar Pkn. Sementara Ibrahim dan Permadi (2015)
dalam penelitiannya mengatakan bahwa ada hubungan yang positif dan sangat
signifikan antara motivasi belajar dan perilaku membolos pada siswa.
Selain persepsi terhadap kompetensi guru, hal lain berikut yang dapat
mempengaruhi perilaku membolos adalah konformitas terhadap teman sebaya, karena
teman sebaya merupakan kelompok yang penting bagi siswa sebab frekuensi
kebersamaan dengan teman lebih sering daripada dengan keluarga di rumah (Hurlock,
2012). Zebua dan Nurdjayadi (2001) mengungkapkan bahwa konformitas adalah suatu
tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya tetapi
tidak memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilakuperilaku tertentu pada anggota kelompok. Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2005)
konformitas remaja merupakan penyesuaian perilaku remaja untuk menganut pada

7

norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang menunjukkan bagaimana
remaja berperilaku. Pada usia ini juga, seorang individu sangat rentan terhadap ajakanajakan dari teman sebaya yang bersifat negatif.

Sebagian besar siswa melihat

kelompoknya sebagai role model. Pemodelan mengacu pada perubahan individual pada
kognisi, sikap, atau efek yang dihasilkan dari pengamatan terhadap sesama (Ryan dalam
Korir & Kipkemboi, 2014). Perubahan yang terjadi dapat disebut sebagai konformitas
karena ditandai dengan adanya penyesuaian dengan melakukan perubahan-perubahan
perilaku yang disesuaikan dengan norma kelompok. Menurut Berndt (dalam Furhmann,
1990) konformitas yang cukup kuat tidak jarang membuat individu melakukan sesuatu
yang merusak atau melanggar norma sosial (anti sosial). Pelanggaran terhadap norma,
seperti yang telah disebutkan sebelumnya juga terjadi di sekolah. Bentuk-bentuk
pelanggaran terhadap norma dan aturan yang ditetapkan dan berlaku di sekolah
bermacam-macam. Salah satunya yaitu melakukan perilaku membolos.
Sears (1999) mengemukakan bahwa konformitas ditandai dengan adanya tiga
hal sebagai berikut: (a) kekompakan: Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat
konformitas yang semakin tinggi.Peningkatan konformitas terjadi karena anggotanya
enggan disebut sebagai orang yang menyimpang, dan penyimpangan menimbulkan
resiko ditolak. Hal ini dapat berpengaruh terhadap perilaku membolos karena
kekompakan yang besar mengakibatkan remaja cenderung untuk menyetujui pendapat
kelompok.(b) ketaatan: tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya
rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya
tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.Salah satu cara untuk menimbulkan
ketaatan adalah dengan meningkatkan tekanan terhadap individu untuk menampilkan
perilaku yang diinginkan melalui ganjaran, ancaman, atau hukuman karena akan

8

menimbulkan ketaatan yang semkain besar. Tekanan inilah yang menyebabkan remaja
memiliki kecenderungan utnuk memenuhi tuntutan kelompok meskipun ia tidak
menginginkannya, misalnya melakukan tindakan membolos. (c) kesepakatan: pendapat
kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan yang kuat, sehingga remaja harus
loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok. Bila dalam suatu
kelompok terdapat satu orang saja tidak sependapat dengan anggota kelompok yang lain
maka konformitas akan menurun. Ketidaksepakatan menimbulkan resiko ditolak oleh
kelompok sehingga remaja harus loyal dan mematuhi keputusan kelompok, bahkan
yang negatif, misalnya membolos.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari konformitas terhadap teman sebaya adalah
terhadap perilaku membolos. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Anjana (2014) di SMA Negeri 12 Banda Aceh juga menunjukkan hasil bahwa adanya
hubungan signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku membolos siswa.
Penelitian oleh Santor, Messervey, dan Kusumakar (2000) juga mengungkapkan bahwa
adanya korelasi sebesar 0,34 antara skipped classes dan peer conformity.
Mengacu pada hasil dari beberapa penelitian di atas, dapat kita lihat bahwa
kompetensi guru dan konformitas teman sebaya dapat mempengaruhi siswa melakukan
perilaku membolos.Setiap siswa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap
kompetensi guru. Jika siswa memiliki persepsi baik terhadap kompetensi guru,
kemungkinan siswa akan mengikuti pelajaran dengan baik dan tidak membolos. Namun,
dari pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa penelitian-penelitian yang ada dilakukan
secara terpisah, baik hubungan antara persepsi terhadap kompetensi guru dengan
perilaku membolos, maupun hubungan konformitas dengan perilaku membolos.Maka
dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melihat secara bersama-sama hubungan

9

antara persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya
dengan perilaku membolos di sekolah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuiapakah
persepsi siswa terhadap perilaku membolos dan konformitas terhadap teman sebaya
dapat menjadi prediktor yang signifikan bagi perilaku membolos.

METODE PENELITIAN
Variabel-variabel dalam penelitian adalah: variabel bebas (X) terdiri dari dua
yaitu persepsi siswa terhadap kompetensi guru(X1) dan konformitas terhadap teman
sebaya (X2), sedangkan variabel terikat (Y) yaitu perilaku membolos. Dalam penelitian
ini, yang menjadi populasi adalah seluruh siswa kelas XI SMK Negeri 4 Ambon
sebanyak 135 orang. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
total sampling, dan metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode angket

atau skala pengukuran psikologi.
Skala persepsi siwa terhadap kompetensi guru dibuat oleh peneliti berdasarkan
Pasal 3 ayat (4), (5), (6), dan (7) Bagian I Bab II Peraturan Pemerintah RI No. 74/2008
tentang Guru, dan disusun untuk mengukur empat aspek, yaitu: kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.Perhitungan uji
seleksi item dan reliabilitas skala persepsi siwa terhadap kompetensi guru Bahasa
Inggris di SMK Negeri 4 Ambon yang dilakukan sebanyak dua kali putaran, diperoleh 6
item dari 44 item yang tidak lolos seleksi

atau belum memenuhi standar daya

diskriminasi item, dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,3050,575.Untuk menguji reliabilitas, menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach,
diperoleh koefisien Alpha pada skala persepsi siwa terhadap kompetensi guru Bahasa
Inggris sebesar 0,907.

10

Skala konformitas terhadap teman sebaya yang digunakan, dimodifikasi dari
Peer Conformity Scale yang disusun oleh Santor, Messervey, dan Kusumakar (2000),

dengan koefisien Cronbach Alpha yang bergerak dari 0,69-0,91. Skala disusun untuk
mengukur dua aspek yaitu situasi netral dan situasi anti sosial dengan 10 item
pernyataan favorable dan dibuat dalam bentuk Likert. Berdasarkan perhitungan uji
seleksi item dan reliabilitas skala konformitas teman sebayayang dilakukan sebanyak
satu kali putaran, semua item lolos seleksi atau memenuhi standar daya diskriminasi
item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,350-0,677. Pengujian
reliabilitas menggunakan teknik koefisien alpha cronbach, sehingga dihasilkan
koefisien alpha pada skala konformitas teman sebayasebesar 0,834.
Data perilaku membolos siswa diambil dari data kehadiran siswa kelas XI SMK
Negeri 4 Ambon pada mata pelajaran Bahasa Inggris selama satu semester.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Descriptive Statistics
N

Minimum Maximum

Mean

Std. Deviation

147

121.21

12.374

11

40

26.39

6.170

4

16

9.93

2.529

kompetensi guru

135

79

konformitas teman sebaya

135

perilaku membolos

135

Valid N (listwise)

135

Berdasarkan hasil uji deskriptif statsistik, skor empirik yang diperoleh pada skala
persepsi siswa terhadap kompetensi guru skor paling rendah adalah 79 dan skor paling
tinggi adalah 147, rata-ratanya adalah 121,21 dengan standar deviasi 12,374. Untuk
skala konformitas teman sebaya skor paling rendah adalah 11 dan skor paling tinggi
adalah 40, rata-ratanya adalah 26,39 dengan standar deviasi 6,170. Begitu juga dengan

11

skala perilaku membolos paling rendah adalah 4 dan skor paling tinggi adalah 16, rataratanya adalah 9,93 dengan standar deviasi 2,529.

Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Skala Persepsi Siswa Tentang Kompetensi
Guru, Konformitas Teman Sebaya dan Perilaku Membolos

Skala
Persepsi Siswa
Tentang
Kompetensi Guru

No
1

Interval
129,2 ≤ x ≤ 152

2
3
4
5

106,4 ≤ x < 129,2
83,6 ≤ x < 106,4
60,8 ≤ x < 83,6
38 ≤ x < 60,8

Kategori
Sangat
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat
Rendah

Mean

F
88

Persentase
65,18%

121,211

9
3
0
35

6,67%
2,22%
0%
25,93%

135

100%

18

13,33%

27
56
26
8

20%
41,48%
19,26%
5,93%

135

100%

15

11,11%

19
55
38
8

14,07%
40,74%
28,15%
5,93%

135

100%

Jumlah
SD = 12,374 Min = 79 Max = 147
Konformitas
Teman Sebaya

1

34 ≤ x ≤ 40

2
3
4
5

28 ≤ x < 34
22 ≤ x < 28
16 ≤ x < 22
10 ≤ x < 16

Sangat
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat
Rendah

26,39

Jumlah
Perilaku
Membolos

1
2
3
4
5

SD = 6,170 Min = 11 Max = 40
13,6 ≤ x ≤ 16
Sangat
Tinggi
11,2 ≤ x < 13,6
Tinggi
8,8 ≤ x < 11,2
Sedang
9,93
6,4 ≤ x < 8,8
Rendah
4 ≤ x < 6,4
Sangat
Rendah
Jumlah
SD = 2,529 Min = 4 Max = 16

Setelah melakukan kategorisasi, terdapat 35 subjek yang memiliki skor persepsi
siswa terhadap kompetensi guru

yang berada pada kategori sangat rendah dengan

persentase 25,93%, 88 subjek memiliki skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru
yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 65,18%, 9 subjek memiliki
skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru yang berada pada kategori tinggi dengan
persentase 6,67%, 3 subjek memiliki skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru

12

yang berada pada kategori sedang dengan persentase 2,22%, dan tidak ada subjek yang
memiliki skor persepsi siswa terhadap kompetensi guru yang berada pada kategori
rendah dengan persentase 0%. Berdasarkan rata-rata sebesar 121,21 dapat dikatakan
bahwa rata-rata persepsi siswa terhadap kompetensi guru subjek berada pada kategori
tinggi.
Sedangkan untuk skala konformitas teman sebaya terdapat 18 subjek memiliki
skor konformitas teman sebaya yang berada pada kategori sangat tinggi dengan
persentase 13,33%, 27 subjek memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada
pada kategori tinggi dengan persentase 20%, 56 subjek memiliki skor konformitas
teman sebaya yang berada pada kategori sedang dengan persentase 41,48%, 26 subjek
memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada pada kategori rendah dengan
persentase 19,26%, dan 8 subjek memiliki skor konformitas teman sebaya yang berada
pada kategori sangat redah dengan persentase 5,93%. Berdasarkan rata-rata sebesar
26,93 dapat dikatakan bahwa rata-rata konformitas teman sebaya subjek berada pada
kategori sedang.
Untuk skala perilaku membolos terdapat 15 subjek memiliki skor perilaku
membolos yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 11,11%, 19
subjek memiliki skor perilaku membolosyang berada pada kategori tinggi dengan
persentase 14,07%, 55 subjek memiliki skor perilaku membolos yang berada pada
kategori sedang dengan persentase 40,74%, 38 subjek memiliki skor perilaku membolos
yang berada pada kategori rendah dengan persentase 28,15%, dan 8 subjek memiliki
skor perilaku membolos yang sangat rendah dengan persentase 5,93%. Berdasarkan
rata-rata sebesar 18,50 dapat dikatakan bahwa rata-rata perilaku membolos subjek
berada pada kategori sedang.

13

Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
heteroskedastisitas, dan uji linearitas.
Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat hasil uji one sample kolmogorov
smirnov, didapati hasil bahwa pada skala persepsi siswa terhadap kompetensi guru

diperoleh hasil skor K-S-Z sebesar 0,880 dengan probabilitas (p) atau signifikansi
sebesar 0,421 (p>0,05). Sedangkan pada skor konformitas teman sebaya memiliki nilai
K-S-Z sebesar 1,217 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,103.Dengan
demikian kedua variabel memiliki distribusi yang normal. Begitu juga pada variabel
perilaku membolos diperoleh skor K-S-Z sebesar 1,311 dengan probabilitas (p) atau
signifikansi sebesar 0,064 (p>0,05), yang berarti variabel perilaku membolos
berdistribusi normal. Uji multikolinearitas akan dilakukan dengan melihat nilai
tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Multikolinearitas terjadi jika nilai
tolerance ≤ 1,0 dan VIF ≥1,0 (Ghosali, 2009).Setelah melakukan pengujian, didapati

hasil bahwa kedua variabel bebas yang digunakan memiliki nilai tolerance lebih kecil
dari 1,0 dan nilai VIF lebih besar dari 1,0. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak
terdapat masalah multikolinearitas pada variabel yang digunakan.
Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Jika varians tetap maka terjadi problem heteroskedastisitas.Model regresi yang baik
yaitu homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Scatterplot menunjukkan
titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola-pola tertentu yang jelas,
serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga dapat dipakai

14

untuk memprediksi variabel perilaku membolos berdasarkan persepsi siswa terhadap
kompentesi guru dan konformitas teman sebaya.
Hasil uji linearitas untuk variabel persepsi siswa terhadap kompentesi guru (X1)
dengan variabel perilaku membolos (Y) diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,058 dengan
signifikansi = 0,389 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara persepsi siswa
terhadap kompentesi guru dengan perilaku membolos adalah linear. Hasil uji linearitas
untuk variabel konformitas teman sebaya (X2) dengan variabel perilaku membolos (Y)
diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,980 dengan signifikansi = 0,503 (p>0,05) yang
menunjukkan hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku membolos
juga adalah linear.
Pengujian regresi melibatkan dua variabel bebas yaitu persepsi siswa terhadap
kompetensi guru dan konformitas teman sebaya, serta satu variabel tergantung yaitu
perilaku membolos. Selain itu peneliti juga menguji kelayakan model regresi dalam
penelitian ini. Dengan ketentuan (p < 0,05).

Tabel 3. Regresi
ANOVAb
Model
1

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

Regression

17.297

2

8.649

1.293

.278a

Residual

883.103

132

6.690

900.400

134

Total

Pada bagian ini, menunjukkan besarnya angka signifikansi pada perhitungan
ANOVA yang akan digunakan untuk uji kelayakan model regresi. Dalam uji ANOVA,
penelitian ini menghasilkan angka F = 1.293 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,278
dan nilai R = 0,139. Karena angka signifikansi 0,278> 0,05, maka persepsi siswa

15

terhadap kompetensi guru Bahasa Inggris dan konformitas teman sebaya tidak
berpengaruh terhadap perilaku membolos pada siswa SMK Negeri 4 Ambon.

Tabel 4. Summary
Model Summaryb
Model
1

R

R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the
Estimate

Durbin-Watson

.139a

.019

.004

2.587

1.401

Nilai Adjusted R Square dalam tabel di atas sebesar 0,019. Angka tersebut
menunjukkan bahwa 0,019 atau 1,9% yang berarti persepsi siswa terhadap komopetensi
guru dan konformitas teman sebaya hanya berperan sebanyak 1,9% terhadap perilaku
membolos siswa kelas XI di SMK Negeri 4 Ambon.Jika dilihat dari standar error of the
estimate yang bernilai 2,587 dan jumlah ini lebih kecil dari nilai standar deviasi perilaku

membolos(2,529), hal ini berarti persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan
konformitas teman sebayacukup layak dijadikan prediktor untuk perilaku membolos.
Setelah mengetahui persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas
teman sebayadalam memprediksi perilaku membolos, peneliti menguji koefisien regresi.

Tabel 5. Koefisien Regresi
Coefficientsa
Unstandardized
Coefficients
Model

B
(Constant)

Standardized
Coefficients

Std.Error

13.137

2.514

kompetensi guru

-.015

.018

konformitas teman
sebaya

-.054

.036

Beta

Collinearity
Statistics
t

Sig.

Tolerance

VIF

5.226

.000

-.070

-.811

.419

.987

1.013

-.128

-1.473

.143

.987

1.013

16

Untuk menguji koefisien regresi dapat dilihat dari Standardized Coefficients
yang dapat menunjukkan besarnya nilai yang digunakan untuk mengukur besarnya
pengaruh variabel bebas secara parsial (mandiri atau sendiri-sendiri) terhadap variabel
tergantung. Angka koefisien nilai Beta persepsi siswa terhadap kompetensi guru sebesar
-0,070 dengan nilai sig = 0,419 (p > 0,05). Maka kompetensi guru secara mandiri belum
dapat dikatakan sebagai

prediktor terhadap perilaku membolos. Sedangkan angka

koefisien nilai Beta konformitas teman sebaya sebesar-0,128 dengan nilai sig = 0,143
(p >0,05). Maka konformitas teman sebaya secara mandiri juga belum dapat dikatakan
sebagai prediktor terhadap perilaku membolos.
Berdasarkan penelitian mengenai persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan
konformitas terhadap teman sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos yang
telah dilakukan pada siswa kelas XI di SMK Negeri 4 Ambon, didapatkan hasil bahwa
persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya tidak
menjadi prediktor utama yang signifikan terhadap perilaku membolos siswa dengan
nilai F sebesar 1.293. Kedua variabel ini hanya memberikan kontribusi atau berperan
sebanyak 1,9% terhadap perilaku membolos siswa kelas XI di SMK Negeri 4 Ambon.
Berdasarkan hasil uji dan analisis regresi berganda, nilai Beta yang diperoleh pada
variabel persepsi siswa terhadap kompetensi guru sebesar -0,070 dengan signifikansi
sebesar 0,419 sedangkan nilai Beta pada variabel konformitas terhadap teman sebaya
sebesar -0,128 dengan signifikansi sebesar 0,143. Hal ini berarti bahwa variabel
persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap teman sebaya secara
mandiri juga belum dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap perilaku membolos.
Tidak terbuktinya variabel persepsi siswa terhadap kompetensi guru sebagai
prediktor yang signifikan terhadap perilaku membolos berlawanan denganhasil

17

penelitian oleh Ishak dan Fin (2015) yang menyatakan bahwaalasan siswa membolos
dipengaruhi oleh kepribadian guru, dan cara mengajar guru.
Terjadinya hal di atas mungkin bukan disebabkan oleh faktor dari guru, namun
lebih kepada kurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran, dalam hal ini mata
pelajaran Bahasa Inggris. Seperti yang diberitakan oleh media massa, bahwa pelajaran
Bahasa Inggris menjadi salah satu mata pelajaran yang tidak disukai oleh para siswa
karena dianggap susah. Wartawan Lipos: lebih menarik di SMAN 1 ada native speaker
(Linggau Pos, 14 Oktober 2015), Abi: bagaimana menjadi pengajar Bahasa Inggris
yang disukai para siswa? (Kompasiana, 24 Juni 2015). Pelajajaran yang dianggap sulit
oleh siswa menyebabkan timbulnya ketidaktertarikan dan ketidaksukaan terhadap mata
pelajaran tersebut, sehingga tidak jarang siswa memilih untuk tidak mengikuti pelajaran
dan melakukan perilaku membolos.Hal ini sejalan dengan hasil dari penelitian yang
dilakukan oleh Wadesango dan Machingambi (2011) menyatakan bahwa salah satu
penyebab perilaku membolos adalah ketidaktertarikan terhadap mata pelajaran. Artinya,
meskipun siswa melihat guru memiliki kompetensi mengajar, tetapi siswa menilai mata
pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang sulit, kurang menarik, bisa saja
ketertarikan siswa untuk tetap mengikuti pelajaran tetap tidak ada, yang menyebabkan
siswa lebih ingin tetap membolos untuk menghindari pelajaran tersebut.
Sementara itu, konformitas terhadap teman sebaya juga belum dapat menjadi
prediktor terhadap perilaku membolos. Melalui dan pengamatan yang dilakukan tanggal
11-22 April 2016 dan wawancara tanggal 15 April 2016 dengan MT, guru BK, para
siswa tidak menunjukkan perilaku membolos yang dilakukan secara berkelompok.
Bersama ataupun tidak bersama teman kelompok, siswa cenderung melakukan perilaku

18

membolos.Mungkin hal inilah yang menyebabkan tidak terbuktinya konformitas teman
sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos
Hal lain yang mungkin juga menyebabkan tidak terbuktinya variabel
konformitas terhadap teman sebaya sebagai prediktor terhadap perilaku membolos
adalah karena skala yang digunakan lebih banyak menggambarkan pernyataanpernyataan konformitas yang sifatnya umum, dan tidak secara spesifik hanya mengukur
perilaku konformitas terhadap teman sebaya dalam hal membolos.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru Bimbingan dan Konseling,
MT, 40 tahun, tanggal 15 April 2016, selain salah satu faktor yang telah disebutkan
sebelumnya, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi siswa melakukan perilaku
membolos antara lain : Pertama, lemahnya penegakkan peraturan tata tertib sekolah dan
sanksi yang dapat memberikan efek jera serta adanya tindakan pembiaran terhadap
tindakan siswa yang tidak disiplin mengakibatkan terulangnya tindakan yang sama.
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan siswa tidak disiplin adalah karena belum ada
prosedur yang tepat untuk menangani bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib (Hastuti,
2012).
Faktor kedua yang disampaikan oleh guru BK, adalah faktor dari dalam diri
siswa sendiri (faktor internal) yaitu motivasi belajar yang kurang sehingga
menyebabkan siswa melakukan perilaku membolos.Hal ini sejalan dengan hasil
penelitin yang dilakukan oleh Ibrahim dan Permadi (2015) yang menemukan adanya
hubungan positif yang sangat signifikan antara motivasi belajar siswa dengan perlaku
membolos.
Hal ketiga yang juga disampaikan oleh guru BK adalah, adanya pemahaman
yang kurang terhadap tata tertib sekolah. Hal ini juga seiring dengan yang ditemukan

19

oleh Bariyani (2013) dalam penelitiannya yang mendapat hasil bahwa adanya korelasi
positif signifikan antara pemahaman tata tertib dengan pelanggaran disiplin yang sering
terjadi di sekolah.
Selain hal-hal di atas, faktor keempat, sesuai dengan hasil pengataman selama
penelitian dan hasil wawancara dengan salah seorang guru lain, luasnya lokasi sekolah
(kurang 2 hektar)yang tidak diimbangidengan sistem pengamanan yang

memadai

memungkinkan siswa memiliki ruang gerak yang bebas untuk keluar-masuk sekolah
tanpa sepengetahuan guru.
Berdasarkan hasil uji deskriptif statistik pada penelitian ini, diperoleh data yang
menunjukkan bahwa: persepsi siswa terhadap kompetensi guru berada pada kategori
tinggi, dengan rata-rata (Mean) sebesar 121,21, konformitas terhadap teman sebaya
masuk dalam kategori sedang, dengan rata-rata sebesar 26,39, dan perilaku membolos
siswa masuk dalam kategori sedang, dengan rata-rata sebesar 9,93.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil sebagai berikut:persepsi siswa
terhadap kompetensi guru Bahasa Inggris dan konformitas terhadap teman sebaya
belum dapat dikatakan sebagai prediktor terhadap perilaku membolos, dan persepsi
siswa terhadap kompetensi guru berada pada kategori tinggi, konformitas terhadap
teman sebaya pada kategori sedang, sementara perilaku membolos berada pada kategori
sedang.Karena persepsi siswa terhadap kompetensi guru dan konformitas terhadap
teman sebaya tidak dapat menjadi prediktor terhadap perilaku membolos, maka peneliti
selanjutnya diharapkan untuk mengkaji kembali masalah terkait perilaku membolos ini
lebih dalam, dengan melihat variabel-variabel lain yang mungkin dapat memprediksi

20

perilaku membolos siswa. Selain itu, skala yang akan digunakan juga sebaiknya
diperhatikan dulu apakah sudah spesifik dalam mengukur aspek yang ada sehingga
dapat mengungkap lebih dalam tentang variabel yang diteliti. Lebih jauh, semoga
penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti.

21

DAFTAR PUSTAKA
Anastasia, J. (2010). Prestasi Belajar Bahasa Jawa Ditinjau Dari Persepsi Terhadap
Kompetensi Guru dan Dukungan Sosial Orangtua Pada Siswa Sekolah Dasar .
Skripsi, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang
Anjana, S. (2014). Pengaruh Konformitas Kelompok Teman Sebaya Terhadap Perilaku
Membolos Siswa (Suatu Penelitian Pada Remaja di SMA Negeri 1 Banda Aceh).
Skripsi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Arilia, O. (2012). Hubungan Antara Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Profesional,
Kompetensi Pedagogik dan Disiplin Guru Dengan Motivasi Belajar Pendidikan
Kewarganegaraan Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kota Yogyakarta . Skripsi,
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
Bariyani, D. (2013). Hubungan antara Pemahaman Tata Tertib Sekolah dengan
Disiplin Siswa di MAN Godean Sleman. Skripsi, Universitas Sunan Kalijaga,
Jogjakarta
Baron, Robert A. dan Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial (jilid 1 edisi kesepuluh). Alih
Bahasa: Mari Jumiati. Jakarta:Erlangga
Cook, L.D. & Ezenne, A. (2010). Factors influencing students’ absenteeism in primary
schools in Jamaica.Perspective of community members. Carribbean Curriculum,
17, 33-57
Ferreira, M.M. (1995). The caring of a suburban middle school. Indiana University,
Bloomington: Center for Adolescent Studies. (ERIC Document Reproduction
Service No. ED385011)
Fuhrmann, B.S. (1990). Adolescence Adolecent. Illinois: A Division of Scott Foresman
and Company.
Ghozali, H. I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS (cetakan
IV). Universitas Diponegoro.
Hadianti, L. S. (2008). Pengaruh Pelaksanaan Tata Tertib Sekolah Terhadap
Kedisiplinan Belajar Siswa (Penelitian Deskriptif Analisis di SDN Surakarya II
Kecamatan Semarang Kabupaten Garut). Jurnal Pendidikan Universitas Garut,
02(01), 1-8.
Hasan, R. (2014). Tingkat Kenakalan Remaja Semakin Tinggi. Artikel. Diakses pada 28
Januari 2016 dari www.siwalimanews.com
Hastuti, W. T. (2012). Penegakan Kedisiplinan Dalam Rangka Implementasi
Pendidikan Karakter Siswa di Sekolah (Studi Kasus di SMP Negeri 4 Tawang
Sari, Kecamatan Tawang Sari, Kabupaten Sukoharjo ). Skripsi, FKIP Universitas
Muhammadiyah. Surakarta
Hurlock, E. B. (2012). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Erlangga

22

Ibrahim, Ahmad S.& Permadi. (2015). Hubungan Antara Motivasi Belajar Dengan
Perilaku Membolos Pada Siswa Kelas VIII SMP Batik Surakarta. Skripsi,
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
Ishak, Z. dan Fin, Low S. (2015).Factors Contributing to Truancy among Students: A
Correlation between Predictors. British Journal of Education, Society &
Behavioral Science, 9(1), 32-39.
Koran Elektronik KATIM.(2015). Banyak Siswa Bermasalah, Orangtua Harus Awasi
Anaknya. Artikel. Diakses pada 28 Januari 2016 dari www.kabartimur.co.id
_____ Elektronik KATIM. (2015). Bolos di Rental PS, Empat Siswa SMA Ditangkap
Polisi.Artikel. Diakses pada 30 Januari 2016 dari www.kabartimur.co.id
Korir, D.K. & Kipkemboi, F. (2014).The Impact of School Environment and Peer
Influences on Students’ Academic Performance in Vihiga County,
Kenya.Internationa Journal of Humanities and Social Science, 4(5), 240-251.
Lipos. (2014). Lebih Menarik di SMAN 1 Ada Native English Speaker. Artikel. Diakses
pada 28 Januari 2016, dari www.linggaupos.com
Malcolm, H., Wilson, V., Davidson, J. & Kirk, S. (2003) Absence from school: a study
of its causes and effects in seven LEAs , Research Report 424 (London,
Department for Education and Skills).
Palutturi, A. (2015). Bagaimana Menjadi Pengajar Bahasa Inggris yang disukai Para
Siswa. Artikel. Diakses pada 30 Juli 2016 dari www.kompasiana.com
Poerwadarminto W.J.S. (1986). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Prayitno & Erman, A.(2004). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: Rieneka
cipta.
Rivers, B. (2010). Truancy: Causes, Effects, and Solutions. Education Masters, paper
107.
Sabitu, A.O & Nuradeen, B.B. (2010). Teachers attributes as correlates of students’
academic performance in geography in secondary schools in ondo state, Nigeria
Medwell Journals 7(5), 388- 392
Santor, D.A., Messervey, D., & Kusumakar, V. (2000). Measuring Peer Pressure,
Popularity, and Conformity in Adolescent Boys and Girls: Pedicting School
Performance, Sexual Attitudes, and Substance Abuse. Journal of Youth and
Adolescence, 29(2), 163-182.
Sears, David O, dkk.(1999). Psikologi Sosial (edisi kelima). Jakarta: Erlangga
Simandjuntak, B. (1975). Latar Belakang Kenakalan Anak. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Siswa Berjudi Saat Jam Sekolah, Legislator Ambon: Memalukan!.Artikel. Diakses pada
29 Januari 2016 dari www.rimanews.com

23

Sugiyono. (2010). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Wadesango, N & Machingambi, S. (2011). Causes and Sructural Effects of Stundent
Absenteeism: A Case Study of Three South African Universities. Journal of
Social Science. 26(2), 89-97.
Zebua, A & Nurdjayadi, R. (2001).Hubungan Antara Konformitas dan Konsep Diri
Dengan Perilaku Konsumtif Pada Remaja Putri. Phronesis.3(6), 72-82.