T1 802012123 Full text

(1)

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN PERILAKU AGRESIF

PADA KOMUNITAS ANAK PUNK DI MOJOKERTO

OLEH

STEFFAN TEJO PRAKOSO 802012123

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA


(2)

(3)

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Steffan Tejo Prakoso

NIM : 802012123

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN PERILAKU AGRESIF PADA KOMUNITAS ANAK PUNK DI MOJOKERTO

Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Mengetahui, Pembimbing

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, M.S. Dibuat di: Salatiga

Pada tanggal: 31 Mei 2016 Yang menyatakan,


(5)

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Steffan Tejo Prakoso NIM : 802012123

Program studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN PERILAKU AGRESIF PADA KOMUNITAS ANAK PUNK DI MOJOKERTO

Yang dibimbing oleh:

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, M.S.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 31 Mei 2016 Yang memberi pernyataan,


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN PERILAKU AGRESIF PADA KOMUNITAS ANAK PUNK DI MOJOKERTO

Oleh

Steffan Tejo Prakoso 802012123 TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 31 Mei 2016 Oleh

Pembimbing

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, M.S. Diketahui oleh,

Kaprogdi

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Disahkan oleh, Dekan

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA


(7)

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS DAN PERILAKU AGRESIF

PADA KOMUNITAS ANAK PUNK DI MOJOKERTO

Steffan Tejo Prakoso Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA


(8)

i Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan perilaku agresi pada komunitas punk di kota Mojokerto. Sampel penelitian adalah anggota komunitas punk yang tersebar di beberapa daerah di kota Mojokerto, yang berjumlah 35 orang terdiri dari 32 laki-laki dan 3 perempuan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh. Data penelitian diambil menggunakan skala Aggression Quessionaire (AQ) untuk variabel agresivitas, terdiri dari 29 item dan 21 item yang dinyatakan lolos seleksi daya diskriminasi item dengan koefisien alpha cronbach 0,836 dan skala konformitas mengadaptasi dari Fauziah (2014) terdiri dari 19 item dan 11 item yang dinyatakan lolos seleksi daya diskriminasi item koefisien alpha cronbach 0,8008. Metode pengumpulan data dalam penelitian skala ini menggunakan skala model Likert dan analisis statistiknya menggunakan SPSS versi 17.0. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif korelasional. Data dianalisis dengan menggunakan korelasi Pearson product moment, didapat koefesien korelasi (r) sebesar 0,295 dengan nilai signifikansi 0,043 (p < 0,05). Hasil uji korelasi tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas dengan perilaku agresi pada komunitas punk di Kota Mojokerto. Artinya semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku agresif, sebaliknya makin rendah konformitas maka semakin rendah perilaku agresif yang ditimbulkan.


(9)

ii

Abstract

This study was aimed to determine relation between conformity and aggressive behavior of the punk communities in Mojokerto. The samples of this study were 35 members of punk communities who spread across several regions in Mojokerto, consist of 32 men and 3 women. The sampling technique which is used in this study is saturated sampling. The data were taken using a scale of Aggression Quessionaire (AQ) for variable aggressiveness, consists of 29 items and 21 items that passed the selection southwest discrimination item with a Cronbach alpha coefficient 0,836 and conformity scale adapted from Syifah Fauziah consists of 19 items and 11 items that otherwise qualify the selection item discrimination power Cronbach alpha coefficient of 0.8008. This scale uses a Likert scale models and statistical analysis using SPSS version 17.0. Research method in this study was using quantitative correlation method. Data was analyzed by Pearson’s correlation product moment, obtained correlation coefficient (r) of 0,295 with a significance level of 0,043 (p < 0,05). The result was indicated that there was significant correlation between conformity and aggressive behavior of the punk communities in Mojokerto, as the higher the conformity, the higher aggresive behavior posed conversely. As the lower the conformity, the lower aggresive behavior posed too.


(10)

1

PENDAHULUAN

Di Indonesia sangatlah mudah kita menjumpai anak jalanan terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Malang dan di kota-kota-kota-kota kecil sangatlah banyak anak jalanan. Mereka biasa berada di lampu merah, tempat umum, halte bis, stasiun dan juga terminal. Anak jalanan menurut Rahmad (dalam Khoirunnisa, 2012) dibedakan menjadi dua macam, pertama yaitu anak yang punya keluarga dan tempat tinggal. Mereka biasanya menjadi pedagang asongan, pengamen, pengemis dan menjadi anak punk.

Generasi muda yang tergabung dalam komunitas punk merasa menemukan konsep dan pemikiran mereka terhadap gaya unik dan khas yang ditonjolkan oleh punk. Komunitas punk di Indonesia sangat diwarnai oleh budaya dari barat atau Amerika dan Eropa. Biasanya perilaku mereka terlihat dari gaya busana yang mereka kenakan seperti sepatu boots, potongan rambut mohawk ala suku Indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker (Marshall, 2005).

Masuknya Punk ke Indonesia tidak lepas dari pemberitaan media yang terlalu berlebihan tentang adanya suatu komunitas yang sedang tren. Di Indonesia kultur punk dikenalkan pertama kali sebagai bentuk musikal dan fashion statement. Kultur punk telah hadir tanpa substansi sejak awal.

Menurut Kamus Besar, punk merupakan pemuda yang ikut gerakan menentang masyarakat yang mapan, dengan menyatakannya lewat musik, gaya


(11)

2

berpakaian, dan gaya rambut yang khas. Punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari kesenian. Komunitas punk banyak diminati dikalangan remaja. Pada sebagian orang menganggap komunitas tersebut negatif. Hal ini disebabkan gaya penampilan mereka yang nyeleneh ataupun perilaku agresif mereka yang nampak pada suatu waktu tertentu.

Kasus kriminal yang melibatkan anggota komunitas punk sebagai pelaku maupun korban di Indonesia dirasa cukup banyak. Dalam kasus pembunuhan terhadap seorang pengamen yang dilakukan oleh 6 anak punk dikarenakan mereka tidak ingin lahan mereka mengamen dikuasai orang lain. Di Pekanbaru 20 anggota punk mengeroyok anggota TNI dan warga karena tidak terima ditegur setelah mereka melakukan pesta minuman keras. Di kota Mojokerto kasus anak punk ini cukup marak dan sering terjadi seperti saat mereka mengamen di lampu merah apabila mereka tidak diberi uang oleh pengendara seirngkali mereka mengeluarkan kata-kata kotor terhadap pengendara dan kepada pengendara mobil mereka akan mencoret mobil tersebut menggunakan batu atau paku.

Hal ini menyebabkan warga merasa risih dengan keberadaan mereka, seperti yang diberitakan oleh radio Maja FM pada hari Selasa tanggal 26 Febuari 2013 memuat bahwa satpol PP mengamankan anak punk yang dilaporkan warga sekitar karena mereka berperilaku merasahkan di lampu merah dan warga yang melintas merasa risih dengan keberadaan mereka. Perilaku agresi yang ditunjukkan berupa agresi verbal seperti mengeluarkan kata-kata kotor dan agresi non-verbal seperti mencoret mobil.

Pada usia remaja, tingkat emosionalnya masih labil. Sarwono (dalam Lesmana & Budiani, 2013), menyatakan bahwa masa remaja dikenal sebagai masa yang


(12)

3

penuh kesukaran, karena masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa. Santrock (2012) membagi masa remaja di mulai dari usia 10 tahun hingga 13 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Pada masa transisi menuju dewasa, remaja juga memiliki tugas untuk menemukan identitas dirinya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Erikson (dalam Lesmana & Budiani, 2013) yang menyebutkan bahwa tugas terpenting bagi remaja adalah mencapai identitas diri yang lebih mantap melalui pencarian dan eksplorasi terhadap diri dan lingkungan sosialnya. Dalam proses pencarian identitas diri diperlukan pengasuhan dari orang tua ataupun keluarga di dalam mengarahkan remaja dalam menemukan identitas dirinya. Sehingga mereka mudah terpengaruh oleh keadaan-keadaan di sekitar dan memicu terjadinya perilaku agresif.

Sebuah definisi klasik diusulkan oleh Buss (dalam Krahé, 2005). Mengkarakterisasikan agresi sebagai sebuah respons yang mengantarkan stimulus ‟beracun‟ kepada mahluk hidup lain. Dalam arti tertentu, ternyata definisi yang behavioristis ini dianggap terlalu luas, karena mencakup banyak bentuk perilaku yang seharusnya tidak dapat digolongkan sebagai agresi. Tetapi dalam arti lain, definisi ini terlalu sempit karena mengesampingkan semua proses nonperilaku, seperti pikiran dan perasaan.

Menurut Buss (dalam Krahé, 2005), agresi manusia tidak muncul sebagai adaptasi khusus untuk menangani masalah tertentu tetapi muncul sebagai sebuah adaptasi untuk menangani sejumlah masalah yang berkaitan untuk kelangsungan hidup manusia. Agar perilaku seseorang memenuhi kualifikasi agresi, perilaku itu harus dilakukan dengan niat menimbulkan akibat negatif terhadap targetnya dan sebaliknya, menimbulkan harapan bahwa tindakan itu akan menghasilkan sesuatu.


(13)

4

Spesifikasi ini mengesampingkan perilaku yang mengakibatkan sakit atau cedera yang terjadi di luar kehendak, misalnya yang terjadi secara kebetulan atau akibat kecerobohan atau akibat ketidakcocokan. Sebaliknya, spesifikasi ini memasukkan perilaku-perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain tetapi, keperluan alasan tertentu, tidak menimbulkan akibat-akibat yang dikehendaki: tembakan yang meleset dari targetnya dianggap mewakili sebuah tindakan agresif, bahkan meskipun tak sehelai rambut pun terlepas dari kepala si target.

Menurut Baron dan Byrne (2005), agresivitas adalah tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perilaku semacam itu.

Menurut Buss dan Perry (1992) berpendapat bahwa ada 4 dimensi agresi yang biasa dilakukan individu yaitu: Agresi fisik adalah agresi yang dilakukan untuk melukai seseorang secara fisik, seperti melukai sesorang secara fisik. Agresi verbal adalah komponen perilaku motorik seperti : menyakiti dan melukai orang lain melalui verbalis, misalnya memaki, mengejek, membentak. Agresi marah.emosi atau afektif yaitu perasaan tidak senang sebagai reaksi fisik atau cidera fisik maupun psikis yang diderita seseorang. Misalnya kesal, hilang kesadaran, dan tidak mampu mengontrol rasa marah. Agresi permusuhan adalah sikap negative terhadap orang lain karena penilaian sendiri yang negatif.

Menurut Sears, Taylor dan Peplau (1997), perilaku agresif remaja disebabkan oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan serta frustasi. Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal atau serangan fisik. Faktor penyebab agresi selanjutnya


(14)

5

adalah frustasi. Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan atau tindakan tertentu.

Menurut Berkowitz (2003) dalam bukunya yang berjudul emosional behavior menyatakan bahwa adanya persaingan atau kompetisi juga dapat menjadi penyebab munculnya perilaku agresif remaja. Sedangkan Baron dan Byrne (2005), menyatakan bahwa faktor penyebab remaja berperilaku agresif bermacam-macam, Faktor-faktor Sosial merupakan faktor-faktor yang terkait dengan sosial individu yang melakukan perilaku agresif, diantaranya : Frustasi, yang merupakan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan, dan frustasi dapat menyebabkan agresi. Provokasi langsung, adalah tindakan oleh orang lain yang cenderung memicu agresi pada diri si penerima, seringkali karena tindakan tersebut dipersepsikan berasal dari maksud yang jahat. Agresi yang dipindahkan, bahwa agresi dipindahkan terjadi karena orang yang melakukannya tidak ingin atau tidak dapat melakukan agresi terhadap sumber provokasi awal. Pemaparan terhadap kekerasan di media, dimana dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk terlibat dalam agresi terbuka. Keterangsangan yang meningkat, bahwa agresi muncul karena adanya emosi dan kognisi yang saling berkaitan satu sama lain. Keterangsangan seksual dan agresi, dimana keterangsangan seksual tidak hanya mempengaruhi agresi melalui timbulnya afek (misalnya mood atau perasaan) positif dan negatif. Tetapi juga dapat mengaktifkan skema atau kerangka berpikir lainnya yang kemudian dapat memunculkan perilaku nyata yang diarahkan pada target spesifik. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa perilaku agresif yang dilakukan oleh individu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial di luar diri individu itu sendiri. Faktor Pribadi, berikut ini adalah trait atau karakteristik yang memicu seseorang melakukan


(15)

6

perilaku agresif : Pola perilaku Tipe A dan Tipe B. Pola perilaku tipe A memiliki karakter sangat kompetitif, selalu terburu-buru, dan mudah tersinggung serta agresif. Sedangkan pola perilaku tipe B menunjukkan karakteristik seseorang yang sangat tidak kompetitif, yang tidak selalu melawan waktu, dan yang tidak mudah kehilangan kendali. Bias Atributional Hostile, merupakan kecenderungan untuk mempersepsikan maksud atau motif hostile dalam tindakan orang lain ketika tindakan ini dirasa ambigu. Narsisme dan ancaman ego, individu dengan narsisme yang tinggi memegang pandangan berlebihan akan nilai dirinya sendiri. Mereka bereaksi dengan tingkat agresi yang sangat tinggi terhadap umpan balik dari orang lain yang mengancam ego mereka yang besar. Perbedaan gender, pria umumnya lebih agresif daripada wanita, tetapi perbedaan ini berkurang dalam konteks adanya provokasi yang kuat. Pria lebih cenderung untuk menggunakan bentuk langsung dari agresi, tetapi wanita cenderung menggunakan bentuk agresi tidak langsung. Faktor-faktor pribadi juga mempengaruhi agresivitas, dimana hal tersebut berkaitan erat dengan aspek yang ada di dalam diri individu yang melakukan perilaku agresif. Faktor-faktor Situasional merupakan faktor yang terkait dengan situasi atai kontek dimana agresi itu terjadi. Berikut ini adalah faktor situasional yang mempengaruhi agresi: Suhu udara tinggi. Suhu udara yang tinggi cenderung akan meningkatkan agresi, tetapi hanya sampai pada titik tertentu.m Diatas tingkat tertentu atau lebih dari 80 derajat fahrenheit agresi menurun selagi suhu udara meningkat. Hal ini disebabkan pada saat suhu udara yang tinggi membuat orang-orang menjadi sangat tidak nyaman sehingga mereka kehilangan energi atau lelah untuk terlibat agresi atau tindakan kekerasan. Alkohol. Individu ketika mengonsumsi alkohol memiliki kecenderungan untuk lebih agresi. Dalam beberapa eksperimen, partisipan-partisipan yang mengonsumsi alkohol


(16)

7

dosis tinggi serta membuat mereka mabuk ditemukan bertindak lebih agresif dan merespon provokasi secara lebih kuat, daripada partisipan yang tidak mengkonsumsi alkohol. Perilaku agresif yang dilakukan oleh seorang individu selain dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor pribadi adalah faktor situasional yakni suhu udara dan alkohol.

Karena anak punk menginginkan kesamaan identitas dan kesamaan kebutuhan membuat para anggota punk satu dengan yang lain cenderung bergaya sesuai kelompok yang diikutinya. Hal ini menyebabkan terwujudnya konformitas di dalam anggota kelompok punk. Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Wiggins, Wiggins, dan Zanden (1994) menjelaskan konformitas sebagai perilaku yang muncul akibat norma atau aturan dari orang lain.

Sedangkan (Wade & Tavris, 2007) mengatakan bahwa konformitas adalah melakukan tindakan atau sikap sebagai hasil dari adanya tekanan kelompok yang nyata maupun yang dipersepsikan. Tingkat agresfitas dalam satu komunitas punk lebih rendah daripada diluar komunitas. Karena mereka menganggap bahwa dalam satu komunitas itu adalah satu kesatuan yang mempunyai banyak persamaan dan tujuan.

Menurut Soerjono Soekanto (dalam Sunarto) 2006, konformitas berarti penyesuaian diri dengan masyarakat dengan cara mengindahkan norma dan nilai masyarakat.Sugiyarta menerangkan bahwa konformitas merupakan hasil interaksi sosial dan proses sosial dalam kehidupan manusia bermasyarakat akan memunculkan perilaku-perilaku kesepakatan (conformitas) sebagai bentuk aturan bermain bersama”. Penyesuaian-penyesuaian perilaku yang disepakati bersama sebagai pedoman dalam kehidupan, hal ini menyangkut perilaku kepatuhan individu


(17)

8

melakukan konformitas dalam rangka mencari equillibrium dalam kehidupan bermasyarakat.

Sedangkan Wiggins, Wiggins, dan Zanden (1994) membedakan konformitas ke dalam dua dimensi, yaitu: Konformitas Pemenuhan (Compliance Conformity), adalah ketika seseorang bersama-sama dengan yang orang lain inginkan atau harapkan, tetapi hanya untuk mendapatkan hadiah yang ditawarkan jika mereka melakukanya, atau menghindari hukuman bila dipaksa melakukannya. Konformitas ini terjadi dimana individu bertingkah laku sesuai dengan tekanan yang diberikan oleh kelompok sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku tersebut. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh sosial normatif yang didasarkan pada keinginan individu untuk diterima atau disukai oleh orang lain. Konformitas Perubahanatau Internalisasi (Conversion or Internalization Conformity), adalah kebalikan dari konformitas compliance. Konformitas ini terjadiketika seseorang menyesuaikan diri dalam ketiadaan orang lain, karena ia melakukan apa yang dianggap benar atau ingin dilakukan. Dalam penenlitian ini yang dimaksud dengan konformitas adalah konformitas dengan kelompok yang berperilaku negatif (kelompok punk).

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas adalah (Baron & Byrne, 2005) : Kohesivitas dan Konformitas, Kohesivitas merupakan derajat ketertarikan yang dirasa oleh individu terhadap suatu kelompok. Ketika kohesivitas tinggi, artinya adalah ketika seseorang menyukai dan mengagumi suatu kelompok orang-orang tertentu maka tekanan untuk melakukan konformitas bertambah besar, dan sebaliknya. Konformitas dan Ukuran Kelompok, faktor kedua yang memiliki kecenderungan untuk melakukan konformitas adalah ukuran dari kelompok yang berpengaruh. Asch dan peneliti lainnya dalam Baron dan Bryne (2005) menemukan


(18)

9

bahwa konformitas meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota kelompok hingga delapan orang anggota tambahan atau lebih yang mana sebelumnya hanya 3 orang atau lebih. Norma Sosial Deskriptif dan Norma Sosial Injungtif, norma deskriptif adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa yang sebagian besar orang lakukan pada situasi tertentu. Sedangkan norma injungtif menetapkan apa yang harus dilakukan dan tingkah laku apa yang diterima atau yang tidak diterima pada situasi tertentu. Keduan norma tersebut dapat memberikan pengaruh besar terhadap tingkah laku.

Berdasarkan penjelasan (dalam Krahé, 2005) dan Wiggins, Wiggins, dan Zanden (1994) dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif dapat dipengaruh oleh konformitas dimana semakin tinggi individu ingin diterima di kelompok maka semakin tinggi pula konformitasnya meskipun perilaku tersebut menyimpang dari norma-norma sosial yang ada dimasyarakat. Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan Utomo dan Warsito (2013) menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara konformitas dan agresi pada anak punk. Penelitian yang dilakukan Nia Megawati menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas dengan perilaku agresi pada komunitas punk di Kota Malang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Puput & Budiani (2012) mengenai pengaruh konformitas pada remaja terhadap perilaku agresi di SMK PGRI 7 Surabaya menunjukkan hasil bahwa ada pengaruh signifikan antara konformitas pada geng remaja terhadap perilaku agresi di SMK PGRI 7 Surabaya.

Namun peniliti ingin meneliti kembali apakah ada hubungan yang signifikan antara konformitas dan perilaku agresif jika penelitian dilakukan pada partisipan dan tempat yang berbeda. Partisipan dalam penelitian ini yaitu usia remaja awal sehingga


(19)

10

rumusan masalah “apakah ada hubungan positif antara konformitas dan perilaku agresivitas pada komunitas anak punk di kota Mojokerto ?”.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif yang signifikan antara konformitas dan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto.


(20)

11

METODOLOGI PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Variabel-variabel yang akan dilibatkan dalam penelitiani adalah:

a. Variabel terikat (Y) : Perilaku Agresif b. Variabel bebas (X) : Konformitas

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang menjadi anggota komunitas anak punk di Mojokerto yang berada dalam tahap perkembangan remaja awal yang berusia 12-15 tahun dengan jumlah 35 orang

Tehnik Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila anggota populasi digunakan sebagai sampel.

Alat Ukur Penelitian

A. Skala Perilaku Agresif

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku agresif. Skala perilaku agresif menggunakan skala Aggression Questionnaire yang dikemukakan oleh Buss dan Perry (1992). Terdapat empat aspek didalam pengukuran perilaku agrsif yaitu a.) Agresi Verbal, b.)Agresi Fisk, c.) Kemarahan, dan d.)Permusuhan. Skala Aggression Questionnaire menggunakan 5 poin skala


(21)

12

likert dengan 1 menujukkan tidak sesuai sama sekali dan poin 5 menunjukan benar dan sesuai selalu setiap saat. Jumlah keseluruhan item pada skala Aggresion Questionnaire berjumlah 29 aitem, dengan koefisien realibilitas sebesar 0,839 dengan daya diskriminasi yang baik (≥0,25) sebanyak 19 item.

B. Skala Konformitas

Sedangan skala yang digunakan untuk mengukur tingkat konformitas menggunakan skala yang berdasarkan pada jenis-jenis konformitas menurut Neil, Levine, dan Russo (dalam Wiggins, Wiggins, & Zanden, 1994). Aspek didalam skala ini terdiri dari 2 aspek yaitu Compliance dan Conversion. Skala ini menggunakan 5 poin skala likert dengan 1 menunjukan tidak sesuai sama sekali dan poin 5 menunjukan benar dan sesuai selalu setiap saat. Jumlah keseluruhan aitem pada skala konformitas berjumlah 19 aitem, dengan koefesien realibilitas sebesar 0,808 dengan daya diskriminasi yang baik (≥0,25) sebanyak 12 item.

Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Pearson. Keseluruhan analisis data pada penelitian ini dikerjakan dengan analisis data komputer SPSS for Window versi 17.0.


(22)

13

HASIL PENELITIAN A.Uji asumsi

Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara konformitas dengan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto. Namun, sebelum dilakukan uji korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk menentukan jenis statistik parametrik atau non parametrik yang akan digunakan untuk uji korelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan skala perilaku agresif (K-S-Z = 0,559, nilai sig. 0,914 (p>0,05) menunjukkan data-data normal dan skala konformitas (K-S-Z = 0,514, nilai sig. 0,954 (p>0,05) menunjukkan data-data berdistribusi normal.

2. Uji Linearitas

Dari hasil uji linearitas menunjukkan adanya hubungan linear antara konformitas dengan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto diperoleh hasil beda Fbeda sebesar 0,21 sedangkan nilai sign sebesar 0,075 (p>0,05) yang menunjukkan ada hubungan linear.


(23)

14

A. Analisa Deskriptif

Tabel 3

Statistik Deskriptif Skala Konformitas dengan Perilaku Agresif Pada Komunitas Anak Punk di Kota Mojokerto

NO. Skala N Min Max M SD

1. Perilaku Agresif

35

32 80 56,77 10,4

2. Konformitas 20 49 34,20 6,7

Tabel 3 merupakan statitik deskriptif dari skor partisipan untuk setiap variabel. Peneliti kemudian membagi skor dari setiap skala menjadi 5 kategori mulai dari “sangat sesuai” hingga “sangat tidak sesuai”. Interval skor untuk setiap kategori ditentukan dengan menggunakan rumus interval dalam Hadi (2000). Tabel 2 dan 3 menunjukkan jumlah partisipan untuk setiap kategori pada masing-masing variabel.


(24)

15

Tabel 4

Kriteria Skor Perilaku Agresif

No.

Interval Kategori

Frekuens i

Presentase Mean SD

1. 76 ≤ x≤ 95

Sangat Tinggi

1 2,86 %

56,77 2. 57 ≤ x< 76 Tinggi 19 54,28 %

3. 38 ≤ x< 57 Rendah 13 34,28 %

4. 19 ≤ x< 38

Sangat Rendah

2 5,71 % 10,4

Jumlah 35 100 %

x = skor Perilaku Agresif

Berdasarkan tabel kategorisasi pengukuran skala kecurangan akademik diatas dapat dilihat bahwa 2 subjek memiliki skor perilaku agresif yang berada pada kategori sangat rendah dengan persentase 5,71 %, 13 subjek yang memiliki skor perilaku agresif yang berada pada kategori rendah dengan persentase 34,28 %, 19 subjek yang memiliki skor perilaku agresif yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 54,28, 1 subjek yang memiliki skor perilaku agresif yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 2,86. Berdasarkan rata-rata sebesar 10,4 dapat dikatakan bahwa rata-rata perilaku berada pada kategori sangat rendah. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 32 sampai dengan skor maksimum sebesar 80 dengan standard deviasi 56,77.


(25)

16

Tabel 5

Kriteria Skor Konformitas

No. Interval Kategori Frekuensi Presentase Mean SD

1. 48 ≤ x≤ 60

Sangat Tinggi

1 2,86 %

6,77

2. 36 ≤ x< 48 Tinggi 14 40 %

3. 24 ≤ x< 36 Rendah 18 51,43 % 34,20

4. 12 ≤ x< 24

Sangat Rendah

2 5,71 %

Jumlah 35 100 %

x = skor konformitas

Berdasarkan tabel kategorisasi penrgukuran skala konformitas diatas dapat dilihat bahwa 1 subjek yang memiliki skor konformitas yang berada pada kategori sangat tinggi dengan persentase 2,86 %, 14 subjek memiliki skor konformitas yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 40 %, 18 subjek memiliki skor konformitas yang berada pada kategori rendah dengan persentase 51,43% dan 2 subjek memiliki skor konformitas yang berada pada kategori sangat rendah dengan presentase 5,71%. Berdasarkan rata-rata sebesar 34,20 dapat dikatakan bahwa rata-rata konformitas berada pada kategori rendah. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 20 sampai dengan skor maksimum sebesar 49 dengan standard deviasi 6,7. Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa


(26)

rata-17

rata tingkat perilaku agresif pada kategori rendah, sedangkan rata-rata konformitas terhadap komunitas anak punk partisipan berada pada kategori tinggi.

Uji Korelasi

Berdasarkan uji asumsi yang telah dilakukan, diketahui bahwa data yang diperoleh berdistribusi normal dan variabel-variabel penelitian linear, dengan menggunakan uji product moment dari Pearson.

Tabel 6

Hasil Uji Korelasi antara Konformitas dengan Perilaku Agresif Correlations

Agresifitas konfrormitas

Agresifitas Pearson Correlation 1 .295*

Sig. (1-tailed) .043

N 35 35

Konfrormitas Pearson Correlation .295* 1

Sig. (1-tailed) .043

N 35 35

Hasil dari uji korelasi menunjukkan adanya korelasi positif yang sangat signifikan antara konformitas dengan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota


(27)

18

Mojokerto, r = 0,295 dengan nilai sign sebesar 0,043(p<0,05). Hal ini berarti hipotesis penelitian yang menyatakan adanya hubungan positif antara konformitas dan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto.

Sumbangan efektif konformitas pada perilaku agresif sebesar 8,7 %. Artinya makin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku agresif, sebaliknya makin rendah konformitas maka semakin rendah perilaku agresif yang ditimbulkan.


(28)

19

PEMBAHASAN

Hasil uji korelasi yang menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan antara konformitas dan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku agresif, sebaliknya makin rendah konformitas maka semakin rendah perilaku agresif yang ditimbulkan. Sumbangan efektif konformitas pada perilaku agresif sebesar 8,7 %. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Nia Megawati mengenai hubungan antara konformitas dengan perilaku agresi yang menghasilkan ada hubungan antara konformitas dan perilaku agresivitas. Selain itu menurut Berkowitz (2003) dalam bukunya yang berjudul emosional behavior menyatakan bahwa adanya persaingan atau kompetisi juga dapat menjadi penyebab munculnya perilaku agresif remaja. Sedangkan (Wade & Tavris, 2007) mengatakan bahwa konformitas adalah melakukan tindakan atau sikap sebagai hasil dari adanya tekanan kelompok yang nyata maupun yang dipersepsikan.

Dua dimensi konformitas teman sebaya yaitu compliance dan conversion memiliki pengaruh signifikan terhadap agresivitas anak punk di kota Mojokerto. Menurut Wiggins, Wiggins, dan Zanden (1994), konformitas compliance terjadi apabila individu mengikuti aturan atau perilaku orang lain untuk mendapatkan reward dan menghindari penolakan atau hukuman. Anak Punk melakukan perilaku agresif cenderung mengikuti perilaku orang lain yang dalam hal ini adalah teman sebaya, dimana mereka melakukan perilaku agresif agar diterima oleh lingkungan dan kelompoknya. Pada dimensi conversion didapatkan pengaruh signifikan dan secara positif mempengaruhi agresivitas anak punk di kota Mojokerto.Semakin anak


(29)

20

punk tersebut memiliki konformitas conversion yang tinggi maka semakin tinggi agresivitasnya. Konformitas conversion itu sendiri merupakan konformitas yang terjadi saat seseorang menyesuaikan diri dalam ketidakberadaan orang lain karena ia melakukan apa yang dianggap benar atau melakukan apa yang ingin ia lakukan (Wiggins, Wiggins, & Zanden 1994). Anak punk yang mengikuti tingkah laku orang lain tanpa adanya paksaan atau karena diri sendiri menghendakinya juga cenderung melakukan perilaku agresif. Hal itu terjadi karena mungkin mereka melakukan hal demikian untuk kebaikan pribadi maupun kelompok, selain itu juga untuk membela diri, menjaga harga diri serta tidak ingin dianggap lemah oleh orang lain. Variabel terakhir yaitu jenis kelamin tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas anak punk di kota Mojokerto. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Berkowitz, Osterman, dan Hjelt-Back (dalam Baron, 2003) tentang perbedaan jenis kelamin yang mempengaruhi perilaku agresif dimana hasilnya adalah pria umumnya lebih agresi dalam bentuk langsung daripada wanita. Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini dimana laki-laki cenderung lebih agresif dibandingkan dengan perempuan.

Berdasarkan karakteristik responden pada sampel penelitian terlihat bahwa remaja yang menjadi sampel terbesar dalam penelitian ini yaitu sebanyak 35 anak punk berusia 12-15 tahun, kemudian berdasarkan jenis kelamin sampel jenis kelamin laki-laki yang paling banyak dalam penelitian ini atau sebesar 32 orang. Pada hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa perilaku yang muncul pada agresivitas beraktegori sangat rendah dan konformitas pada berkategori rendah, pada perilaku agresif sebanyak 19 anak punk memiliki perilaku agresif yang tinggi sedangkan pada perilaku konformitas menunjukkan sebanyak 18 orang yang berkategori rendah.


(30)

21

Berdasarkan keseluruhan kategori pada kedua variabel, maka hasil penelitian ini menunjukan bahwa konformitas mempengaruhi perilaku agresif. Hal ini dapat dilihat dari korelasi yang sangat signifikan antara konformitas terhadap perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto. Hal ini sama dengan fenomena yang ada,yang mengatakan bahwa konformitas mempengaruhi perilaku agresif. Hal ini kemudian mendukung penelitian sebelumnya yang mengemukakan mengenai konformitas dan perilaku agresif.


(31)

22

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan antara konformitas dengan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan yang sangat signifikansi antara antara konformitas dengan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto.

2. Rerata anak punk di kota Mojokerto memiliki skor konformitas yang berada pada kategori rendah dan anak punk di kota Mojokerto memiliki skor perilaku agresif yang berada pada kategori sangat rendah.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi anak punk

Subyek diharapkan menjaga keadaan psikologisnya dan hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya, lebih meningkatkan perannya di lingkungannya tanpa harus mengikuti apa yang orang lain lakukan, tetap menjaga kondisi hati untuk selalu berpikir positif, sehingga tidak membebani pikiran dan tidak perlu untuk merasa „berkuasa atau hebat‟ disaat berada dalam kelompoknya. Serta tanpa perlu mengartikan bahwa identitas kelompoknya yang paling ditakuti.


(32)

23

2. Bagi orangtua

Orangtua disarankan dapat memberikan perhatian khusus kepada anak mereka masing masing sehingga mereka merasa masih diperhatikan. Orangtua di rumah bisa memberikan tanggung kepada anaknya di rumah maupun di luar rumah sehingga mereka merasa dibutuhkan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya lebih memperhatikan kondisi emosional subjek terlebih dahulu. Selanjutnya peneliti bisa memberikan aspek-aspek agresif lainnya yang ditimbulkan oleh anak punk dan bisa menggunakan teori yang lebih baru. Dan pada penelitian berikutnya sebaiknya memberikan seminar atau penyuluhan terhadap anak punk tentang bagaimana mengontrol emosi.


(33)

24

DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A., & Byrne, D. (2005). Social psychology: Tenth edition. Jakarta: Erlangga.

Buss, A. H. & Perry, M. (1992). The aggression questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology. 63. 452-459.

Hadi, Sutrisno. (2000). Metodologi Researchraw-Hill, Inc.

Khoirunnisa. (2012, June 21). Social Sciences. Retrieved November 13, 2013, from Shvoong.com:

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2179550-macam-macam-anak-jalanan.

Koeswara, E. (1998). Agresi Manusia. Bandung: PT Erasco.

Krahé, Barbara. (2005). Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Fauziah, S. (2014). Pengaruh Trait Kepribadian Big-Five dan Konformitas Teman Sebaya Terhadap Agresivitas Anak Punk Di Jabodetabek. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

News.detik.com. (2013). Pengamen di Cipulir Dibunuh Anak Punk Lantaran Kuasau Lahan Ngamen.

http://news.detik.com/berita/2289402/pengamen-di-cipulir-dibunuh-anak-punk-lantaran-kuasai-lahan-ngamen. Retrieved Januari 25, 2016.

https://psychology-tools.com/buss-perry-aggression-questionnaire/. Retrieved

Januari 21, 2016.

Myers, David G. (2012). Psikologi Sosial. Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Humanika.

Megawati, Nia. (t.t). Hubungan antara Konformitas dan Perilaku Agresif Pada Komunitas Anak Punk di Kota Malang. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya.

Palinoan, E. L, (2014). Pengaruh Konformitas dengan Agresivitas pada Kelompok Geng Motor di Samarinda. Ejournal Program Studi Psikologi Universitas Mulawarman.

Paman, D. Yasmina, & L. P. Lunata. (2012). Psikologi Sosial: Edisi Kesepuluh.Jakarta: Erlangga.

Puput, W., Budiani, M. S. (2012). Pengaruh Konformitas pada geng Remaja Terhadap Perilaku Agresi di SMK PGRI 7 Surabaya. Jurnal Ilmiah Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya..


(34)

25

Purwanto. (2008). Metodologi peneltian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sears, David O, dkk. (1999). Psikologi Sosial ( edisi revisi ). Jakarta: Erlangga

konformitas

Soekanto, Soerjono, (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada,

Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Social Psychology, 12th edition. In T. Wibowo, Psikologi sosial, edisi kedua belas. Jakarta: Kencana.

Utomo, H., & Warsito, H. (2013). Hubungan antara Frustasi dan Konformitas dengan Perilaku Agresi pada Suporter Bonek Persebaya. Skripsi.

Wiggins, J. A., Wiggins, B. B., & Zanden, J. V. (1994). Social psychology: fifth edition. United State: McG


(1)

punk tersebut memiliki konformitas conversion yang tinggi maka semakin tinggi agresivitasnya. Konformitas conversion itu sendiri merupakan konformitas yang terjadi saat seseorang menyesuaikan diri dalam ketidakberadaan orang lain karena ia melakukan apa yang dianggap benar atau melakukan apa yang ingin ia lakukan (Wiggins, Wiggins, & Zanden 1994). Anak punk yang mengikuti tingkah laku orang lain tanpa adanya paksaan atau karena diri sendiri menghendakinya juga cenderung melakukan perilaku agresif. Hal itu terjadi karena mungkin mereka melakukan hal demikian untuk kebaikan pribadi maupun kelompok, selain itu juga untuk membela diri, menjaga harga diri serta tidak ingin dianggap lemah oleh orang lain. Variabel terakhir yaitu jenis kelamin tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas anak punk di kota Mojokerto. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Berkowitz, Osterman, dan Hjelt-Back (dalam Baron, 2003) tentang perbedaan jenis kelamin yang mempengaruhi perilaku agresif dimana hasilnya adalah pria umumnya lebih agresi dalam bentuk langsung daripada wanita. Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian ini dimana laki-laki cenderung lebih agresif dibandingkan dengan perempuan.

Berdasarkan karakteristik responden pada sampel penelitian terlihat bahwa remaja yang menjadi sampel terbesar dalam penelitian ini yaitu sebanyak 35 anak punk berusia 12-15 tahun, kemudian berdasarkan jenis kelamin sampel jenis kelamin laki-laki yang paling banyak dalam penelitian ini atau sebesar 32 orang. Pada hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa perilaku yang muncul pada agresivitas beraktegori sangat rendah dan konformitas pada berkategori rendah, pada perilaku agresif sebanyak 19 anak punk memiliki perilaku agresif yang tinggi sedangkan pada perilaku konformitas menunjukkan sebanyak 18 orang yang berkategori rendah.


(2)

Berdasarkan keseluruhan kategori pada kedua variabel, maka hasil penelitian ini menunjukan bahwa konformitas mempengaruhi perilaku agresif. Hal ini dapat dilihat dari korelasi yang sangat signifikan antara konformitas terhadap perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto. Hal ini sama dengan fenomena yang ada,yang mengatakan bahwa konformitas mempengaruhi perilaku agresif. Hal ini kemudian mendukung penelitian sebelumnya yang mengemukakan mengenai konformitas dan perilaku agresif.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan antara konformitas dengan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan yang sangat signifikansi antara antara konformitas dengan perilaku agresif pada komunitas anak punk di kota Mojokerto.

2. Rerata anak punk di kota Mojokerto memiliki skor konformitas yang berada pada kategori rendah dan anak punk di kota Mojokerto memiliki skor perilaku agresif yang berada pada kategori sangat rendah.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi anak punk

Subyek diharapkan menjaga keadaan psikologisnya dan hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya, lebih meningkatkan perannya di lingkungannya tanpa harus mengikuti apa yang orang lain lakukan, tetap menjaga kondisi hati untuk selalu berpikir positif, sehingga tidak membebani pikiran dan tidak perlu untuk merasa „berkuasa atau hebat‟ disaat berada dalam kelompoknya. Serta tanpa perlu mengartikan bahwa identitas kelompoknya yang paling ditakuti.


(4)

2. Bagi orangtua

Orangtua disarankan dapat memberikan perhatian khusus kepada anak mereka masing masing sehingga mereka merasa masih diperhatikan. Orangtua di rumah bisa memberikan tanggung kepada anaknya di rumah maupun di luar rumah sehingga mereka merasa dibutuhkan.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya lebih memperhatikan kondisi emosional subjek terlebih dahulu. Selanjutnya peneliti bisa memberikan aspek-aspek agresif lainnya yang ditimbulkan oleh anak punk dan bisa menggunakan teori yang lebih baru. Dan pada penelitian berikutnya sebaiknya memberikan seminar atau penyuluhan terhadap anak punk tentang bagaimana mengontrol emosi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A., & Byrne, D. (2005). Social psychology: Tenth edition. Jakarta: Erlangga.

Buss, A. H. & Perry, M. (1992). The aggression questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology. 63. 452-459.

Hadi, Sutrisno. (2000). Metodologi Researchraw-Hill, Inc.

Khoirunnisa. (2012, June 21). Social Sciences. Retrieved November 13, 2013, from

Shvoong.com:http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2179550-macam-macam-anak-jalanan.

Koeswara, E. (1998). Agresi Manusia. Bandung: PT Erasco.

Krahé, Barbara. (2005). Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Fauziah, S. (2014). Pengaruh Trait Kepribadian Big-Five dan Konformitas Teman Sebaya Terhadap Agresivitas Anak Punk Di Jabodetabek. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

News.detik.com. (2013). Pengamen di Cipulir Dibunuh Anak Punk Lantaran Kuasau Lahan Ngamen.

http://news.detik.com/berita/2289402/pengamen-di-cipulir-dibunuh-anak-punk-lantaran-kuasai-lahan-ngamen. Retrieved Januari 25, 2016.

https://psychology-tools.com/buss-perry-aggression-questionnaire/. Retrieved

Januari 21, 2016.

Myers, David G. (2012). Psikologi Sosial. Jakarta Selatan: Penerbit Salemba Humanika.

Megawati, Nia. (t.t). Hubungan antara Konformitas dan Perilaku Agresif Pada Komunitas Anak Punk di Kota Malang. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya.

Palinoan, E. L, (2014). Pengaruh Konformitas dengan Agresivitas pada Kelompok Geng Motor di Samarinda. Ejournal Program Studi Psikologi Universitas Mulawarman.

Paman, D. Yasmina, & L. P. Lunata. (2012). Psikologi Sosial: Edisi Kesepuluh.Jakarta: Erlangga.

Puput, W., Budiani, M. S. (2012). Pengaruh Konformitas pada geng Remaja Terhadap Perilaku Agresi di SMK PGRI 7 Surabaya. Jurnal Ilmiah Program Studi Psikologi Universitas Negeri Surabaya..


(6)

Purwanto. (2008). Metodologi peneltian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sears, David O, dkk. (1999). Psikologi Sosial ( edisi revisi ). Jakarta: Erlangga

konformitas

Soekanto, Soerjono, (2006). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada,

Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Social Psychology, 12th edition. In T. Wibowo, Psikologi sosial, edisi kedua belas. Jakarta: Kencana.

Utomo, H., & Warsito, H. (2013). Hubungan antara Frustasi dan Konformitas dengan Perilaku Agresi pada Suporter Bonek Persebaya. Skripsi.

Wiggins, J. A., Wiggins, B. B., & Zanden, J. V. (1994). Social psychology: fifth edition. United State: McG