T1 8020009110 Full text

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif dan
signifikan antara Adversity Quotient dengan Kompetensi Profesional Guru PAUD di
Kecamatan Kota Raja Kabupaten Kupang. Penelitian ini dilakukan pada 120 guru PAUD di
Kecamatan Kota Raja Kabupaten Kupang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu teknik sampel jenuh. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan skala Adversity Quotient dan skala Kompetensi Profesional Guru. Hubungan
antara adversity quotient dengan kompetensi profesional guru diuji dengan korelasi pearson’s
product moment. Koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0,567 dengan nilai signifikan

0,000 (p < 0,05). Koefisien determinan (r 2) sebesar 32,14% dan masih terdapat 67,86% yang
berkontribusi terhadap kompetensi profesional guru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara adversity quotient dengan kompetensi
professional guru PAUD di Kecamatan Kota Raja Kabupaten Kupang. Hal ini berarti
semakin tinggi adversity quotient maka semakin tinggi kompetensi profesional guru.
Kata kunci : Adversity Quotient, Kompetensi Profesional Guru

ABSTRACT

The objective of this study is to know whether there is a positive and significant
relationship between Adversity Quotient and professional competence of PAUD teachers in

Subdistrict Kota Raja, Kupang District. This study was done to 120 PAUD teachers in
Subdistrict Kota Raja, Kupang District. The sampling technique in this study is saturated
sampling. The data collection was done using Adversity Quotient scale and teacher
professional competence scale. The relationship between adversity quotient and teacher
professional competence was tested using pearson’s product moment. The correlation
coefficient (r) is 0.567 with a significance value of 0,000 (p < 0,05). The coefficient of
determination (r 2) is 32.14% and there is still 67.86% that contribute to teacher professional
competence. Therefore it can be concluded that there is a positive and significant
relationship between adversity quotient and professional competence of PAUD teachers in
Subdistrict Kota Raja, Kupang District. It means that the higher the adversity quotient, the
higher the teachers professional competence.
Key words : Adversity Quotient, professional competence of teachers

1

PENDAHULUAN
Masa anak-anak merupakan masa yang paling penting dalam proses
perkembangan manusia. Rahman (2009) mengungkapkan bahwa masa usia dini
merupakan masa yang menentukan dalam perjalanan selanjutnya. Menurut Mulyadi dan
Rohmad (2013) Pendidikan anak usia dini (PAUD) sebagai pendidikan yang

diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran anak
usia 0-6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas perkembangan. Namun menurut
Anna Surti Arini, ahli psikologi anak (dalam, Hasan 2010) menyatakan bahwa usia ideal
anak masuk sekolah adalah antara 4-5 tahun.
Pentingnya PAUD diungkapkan oleh Yusria (2012) yaitu karena usia dini
adalah golden age yang harus mendapat rangsangan dan stimulus yang tepat sesuai
dengan usianya. Adapun menurut Khasanah dan Sari (2013) alasan utama pentingnya
layanan PAUD adalah pada masa usia dini, perkembangan fisik, motorik, intelektual,
maupun sosial anak terjadi sangat pesat, karena berada pada masa peka atau merupakan
usia emas. Menurut Kiam (2014), PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur
pendidikan formal yang mana terdiri dari TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat,
nonformal yang terdiri dari KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat.
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran anak usia dini, semua itu tidak terlepas
dari faktor yang mempengaruhinya, salah satu adalah kemampuan yang dimiliki guru
PAUD itu sendiri. Menurut Setiawan (2013), guru PAUD memiliki dominasi dan peran
yang besar dalam pendidikan anak karena hampir seluruh waktu anak adalah bersama
dengan guru sehingga guru PAUD harus memiliki profesionalitas dan integritas tinggi
dalam pembelajaran di sekolah.

2


Hal ini sejalan dengan Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2) bahwa pendidik merupakan tenaga profesional.
Oleh karena itu pendidik harus mempunyai kompetensi yang memadai berupa
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan
tugasnya secara profesional, efektif dan efisien.
Dalam kompetensi profesional pada guru-guru PAUD sebagai pendidik Anak
Usia Dini, dibutuhkan seorang guru yang dapat memahami dan membimbing peserta
didik sehingga dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik dengan cara menguasai
dan memberikan materi ajar yang sesuai dengan pengembangan anak didiknya. Menurut
Mulyanto (2008) kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan
seorang guru dalam melaksanakan tugas profesi keguruan dengan penuh tanggung
jawab dan dedikasi tinggi dengan sarana penunjang berupa bekal pengetahuan yang
dimilikinya, sementara menurut Sulistyowati dkk (2012) guru yang memiliki
kompetensi profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang
ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode pembelajaran. Menurut
penelitian Kusnodin (2013) adanya hubungan yang positif signifikan antara kompetensi
profesional guru dengan kinerja guru, dengan nilai korelasi (r) ialah 0,857 (p < 0,05).
Sementara itu penelitian dari Rangkuti dan Anggaraeni (2005) menyatakan bahwa
adanya hubungan yang signifikan antara kompetensi profesional guru dengan motivasi

belajar siswa, dengan nilai korelasi (r) ialah 0,244.
Dengan mengadopsi pendapat Zwell (dalam Emmyah, 2009) mengungkapkan
bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi seseorang, yaitu
keyakinan dan nila-nilai, keterampilan, pengalaman, karakteristik, motivasi, isu
emosional, kemampuan intelektual, budaya organisasi. Dari kedelapan faktor tersebut

3

Zwell menjelaskan bahwa dalam karakter kepribadian menunjukkan bahwa kepribadian
dapat mempengaruhi seseorang dalam penyelesaian konflik dan dalam faktor
pengalaman menunjukkan bahwa keahlian dari banyak kompetensi memerlukan
pengalaman menyelesaikan masalah. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Khan
(dalam Kartini, 2011) menyatakan bahwa salah satu faktor penting dari kompetensi
profesional guru ialah training dan pengembangan, karena menurut Danim (dalam
Kartini, 2011) faktor ini dilaksanakan melalui beberapa strategi pelatihan diantaranya
ada strategi diskusi masalah pendidikan yang mana melalui diskusi ini guru diharapkan
dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran di
sekolah ataupun masalah pengkatan kompetensi dan pengembangan karirnya.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, dan UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen dan dalam Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional No. 16/2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Guru, sama-sama menyatakan bahwa salah satu ketentuannya menyebutkan
bahwa pendidik anak usia dini wajib memiliki kualifikasi akademik pendidikan
minimum D-IV atau S1 serta kompetensi sebagai pendidik. Para calon guru yang telah
memiliki kualifikasi akademik S1 dan kompetensi sebagai pendidik, selanjutnya harus
mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat pendidik.
Menurut Murwati (2013), pada kenyataannya kualitas guru di Indonesia masih
tergolong rendah, rendahnya kualitas guru di Indonesia dapat dilihat dari kelayakan
guru mengajar. Hal tersebut dikarenakan kurangnya kompetensi dan kualifikasi guru
sebagai tenaga kependidikan. Khasanah dan sari (2013) menyatakan bahwa berdasarkan
data sejumlah 60% guru di Indonesia belum memenuhi kualifikasi akademik S1,
terutama untuk guru PAUD justru lebih besar lagi prosentasenya. Karena selama ini

4

guru-guru PAUD banyak yang berijasah SLTA bahkan ada juga yang berijasah SLTP.
Hal ini ditegaskan oleh Murwati (2013), yang mana dalam penelitiannya didapat data
yang menunjukan guru PAUD (TK) yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan
minimal sebesar 119.470 (78,1%) dengan sebagian besar berijazah SLTA. Hal tersebut
serupa dengan yang terjadi di Kupang NTT diperoleh gambaran akan lembaga PAUD

yang tidak didukung oleh jumlah pendidik yang berkualitas. Menurut Kepala Bidang
PLS Dinas PPO Kupang NTT, Cornelis Wadu mengungkapkan bahwa berdasarkan
data, masih banyak tenaga pendidik PAUD yang tidak memiliki latar belakang pendidik
(Pos Kupang.com, 29 Januari 2012). Hal ini dibuktikan dengan data yang ada di Kota
Kupang bahwa masih banyak tenaga pendidik anak usia dini yang berlatar belakang
SLTA kebawah dan adapula tenaga pendidik usia dini yang belum mengikuti pelatihan
(kupangkota.go.id).
Menurut Janawi (dalam Widiastuti dkk, 2013) mengatakan bahwa latar
belakang pendidikan guru memiliki hubungan yang sinergis terhadap persyaratan untuk
menjadi guru yang profesional. Seorang guru harus memahami filosofi bidang keilmuan
dan praktis bidang keilmuan yang ditekuni. Latar belakang pendidikan guru yang missmatch harus dihindari karena akan mempengaruhi tingkat keberhasilan proses

pembelajaran.
Dengan keterbatasan dan masalah yang dihadapi, guru didorong untuk tetap
dapat

mengajar

dengan


baik

dan

dibutuhkan

daya

juang.

Inilah

yang

dikonseptualisasikan oleh Stolz (2007) sebagai kecerdasan ketegaran atau daya juang
atau yang disebut juga Adversity Quotient (AQ). Menurut Stolz (2007) AQ adalah
kemampuan seseorang dalam mengelola, menghadap, dan bertahan menghadapi
tantangan yang dialami dan menjadikan tantangan sebagai suatu proses dalam upaya

5


mengembangkan diri dan potensi yang dimiliki untuk mencapai suatu tujuan yang telah
direncanakan. Hal tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan Pramono (2009)
dalam penelitiannya bahwa apabila pendidik PAUD memiliki AQ yang tinggi, maka dia
akan mampu mengatasi setiap permasalahan yang muncul dan bahkan berupaya
mencapai prestasi tertinggi dalam pengembangan PAUD. Disisi lain, apabila pendidik
PAUD memiliki AQ yang kurang, akan cepat mengalami putus asa dan frustasi, yang
berakibat pada rendahnya kinerja dalam mendidik anak. Hal tersebut diperjelas oleh
Mamahit (dalam Laura dan sunjoyo, 2009) bahwa individual yang mampu bertahan
menghadapi kesulitan dan mampu mengatasi kesulitan, maka individual akan mencapai
kesuksesan dalam hidup.
Oleh karena itu penelitian ini akan menganalisis hubungan adversity quotient
dengan kompetensi profesional guru. Hal yang mendasar dalam penelitian ini dengan
penelitian-penelitian sebelumnya ialah penelitian sebelumnya lebih khusus pada kinerja,
prestasi dan motivasi yang nampak saja sedangkan penelitian ini dikhususkan pada
kompetensi profesional guru untuk melihat arah dan tujuan serta kemampuan dan
kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan latar belakang yang
sesuai dengan fenomena yang terjadi di Kupang, dimana masih banyak guru yang tidak
memiliki latar belakang sarjana, tidak mengikuti pelatihan guru sehingga tidak memiliki
sertifikat. Karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Sappaile dan Rusmawati

(2007) menyatakan bahwa guru dinyatakan memenuhi persyaratan penguasaan
kompetensi bilamana guru memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D-IV dan
lulus uji kompetensi. Dan akhirnya dibutuhkan daya juang (adversity quotient) sehingga
guru-guru tersebut masih dapat mengajar dengan baik. Dari hal inilah yang menjadi
dasar dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumya.

6

Berdasarkan pemaparan di atas, oleh karena itu peneliti tertarik untuk
mengangkat masalah ini sebagai bahan penelitian untuk menganalisis hubungan atau
korelasi dari kemampuan mengatasi masalah yang diukur dengan menggunakan konsep
adversity quotient dengan kompetensi profesional guru. Oleh karena itu masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada korelasi yang positif dan signifikan antara adversity
quotient dengan kompetensi profesional guru PAUD di Kecamatan Kota Raja

Kabupaten Kupang?
Kompetensi Profesional Guru
Menurut UU Guru dan Dosen no. 14 tahun 2005, Kompetensi adalah
seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan

dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.
Profesional berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang
ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Kata profesi identik dengan kata keahlian,
demikian juga menurut Jervis seperti yang dikutip Yamin (2008) mengartikan seseorang
yang melakukan tugas profesi juga sebagai seorang ahli (expert). Pada sisi lain profesi
mempunyai pengertian seseorang yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian,
kemampuan, teknik, dan prosedur berdasarkan intelektualitas.
Menurut Arkiunto (dalam, Sukrapi et al., 2014) menjelaskan bahwa kompetensi
profesional adalah "teacher must have extensive knowledge as well as in the subjects to
be taught, and mastery of the methodology in the sense of having knowledge of
theoretical concepts, is able to choose the right method, and be able to use in teaching
and learning ". Menurut Yamin dan Maisah (2010) mendefinisikan kompetensi

profesional sebagai penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang
mencangkup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi

7

keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodelogi
keilmuan. Adapun, kompetensi profesional guru menurut Peraturan Pemerintah Nomor

19 Tahun 2005, pada pasal 28:3 yang menyatakan bahwa kompetensi profesional guru
adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan
Sehingga kompetensi profesional guru adalah kemampuan seorang guru yang
memiliki kemampuan dalam menjalankan profesinya, serta penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencangkup penguasaan materi
kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya,
serta penguasaan terhadap struktur dan metodelogi keilmuan.
Adapun pada dasarnya kompetensi profesional guru memiliki 5 aspek utama.
Kelima aspek tersebut menurut mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 16 tahun 2007, yaitu :
1.

Menguasai materi, struktur, konsep, dan kompetensi dasar mata pelajaran atau
bidang pengembangan yang diampu.

2.

Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran atau bidang
pengembangan yang diampu.

3.

Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.

4.

Mengembangkan keprofesionalam secara berkelanjutan dengan melakukan
tindakan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.

5.

Memanfaatkan teknologi dan komunikasi dalam berkomunikasi.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi Kompetensi Profesional Guru menurut
Kartini (2011) :

8

1.

Training atau pendidikan dan latihan (diklat) dan/atau Musyawarah Guru Mata

Pelajaran (MGMP) : faktor ini dilaksanakan melalui beberapa strategi pelatihan
diantaranya ada stategi diskusi masalah pendidikan yang mana melalui diskusi ini
guru diharapkan dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan
proses pembelajaran di sekolah ataupun masalah pengkatan kompetensi dan
pengembangan karirnya.
2.

Kualifikasi

akademik

atau

latar

belakang

pendidikan

:

menyangkut

keahlian/keilmuan, pangkat/golongan, jabatan, pengalaman kerja dan usia.
3.

Supervisi akademik : membantu meningkatkan situasi belajar mengajar yang lebih
baik.

4.

Kepemimpinan kepala sekolah : pemimpin merupakan faktor yang mempengaruhi
terhadap suatu organisasi karena akan membawa kearah mana organisasi itu
menuju.

5.

Motivasi : intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai
tujuannya.

6.

Kesejahteraan atau kompensasi : segala sesuatu yang diterima sebagai balas jasa
kerja mereka.

7.

Etos kerja : kondisi internal yang mendorong dan mengendalikan perilaku ke arah
terwujudnya kualitas kerja yang ideal.

8.

Kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi

Adversity Quotient

Stoltz (2000) memperkenalkan bentuk kecerdasan yang disebut Adversity
Quotient (AQ) adalah bentuk kecerdasan selaim Intelegen Quotient (IQ), Spiritual
Quotient (SQ), dan Emotional Quotient (IQ) atau gabungan dari ketiganya untuk

9

mengatasi kesulitan. Lebih lanjut Stolz (2007), menyatakan bahwa Adversity Quotient
adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk mengelola, mengatasi, dan merespon
permasalahan di saat permasalahan tersebut muncul, atau dengan kata lain kemampuan
hambatan dan kemampuan untuk mengatasinya. Terkait dengan pengertian tersebut
Josephine & Bautista (2015) menyatakan bahwa beberapa orang bertahan hidup lebih
baik daripada yang lain saat menghadapi beberapa situasi yang merugikan. Dalam dunia
yang berkembang pesat, guru sangat cepat terkena tuntutan, kapasitas dan kemampuan
dalam kinerja. Sehingga tidak dapat dipungkiri guru-guru akan menghadapi kesulitan
tuntutan, kompleksitas dan kemalangan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa adversity quotient adalah kemampuan
seseorang dalam menghadapi kesulitan, sehingga mampu mengubah hambatan menjadi
sebuah peluang bagi dirinya untuk mengasah kemampuan.
Adapaun aspek atau dimensi yang dikemukakan oleh Stoltz (2007) menyatakan
bahwa Adversity Quotient terdiri atas empat dimensi yang disingkat dengan CO2RE
(Control, Origin and Ownership, Reach, Endurance ).
1. Control (C) menjelaskan tentang seberapa besar kendali yang dimiliki seseorang
terhadap sebuah peristiwa yang dianggap menimbulkan kesulitan.
2. Origin and Ownership (O2). Origin menjelaskan mengenai bagaimana seseorang
memandang sumber masalah yang ada. Ownership menjelaskan tentang bagaimana
seseorang mengakui akibat dari masalah yang timbul.
3. Reach (R) menjelaskan tentang bagaimana suatu masalah yang muncul dapat

mempengaruhi segi-segi hidup yang lain dari orang tersebut.
4. Endurance (E) menjelaskan tentang bagaimana seseorang memandang jangka waktu
berlangsungnya masalah yang muncul. Apakah ia cenderung untuk memandang

10

masalah tersebut terjaddi secara permanen dan berkelanjutan atau hanya dalam
waktu yang singkat saja.
Hubungan Adversity Quotient dengan Kompetensi Profesional Guru
Guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu keberhasilan
pendidikan di sekolah. Tugas guru yang utama adalah memberikan pengetahuan
(cognitive), sikap/nilai (affective) dan keterampilan (psychomotoric) kepada anak didik
(Rosana, 2011)
Kompetensi profesional guru adalah kemampuan guru dalam menjalankan
profesi keguruannya. Kompetensi profesional yang dimiliki guru sangat menentukan
keberhasilan siswa untuk mencapai hasil yang optimal. Guru merupakan pekerjaan
profesional yang memerlukan keahlian khusus sebgai pendidik. Berkaitan dengan itu
guru dituntut agar dapat memenuhi kualifikasi akademiknya sesuai dengan undangundang yang berlaku. Jika tidak sesuai maka guru dikategorikan sebagai seseorang yang
belum berkompeten dalam menjalankan profesinya. Dengan hambatan tersebut guru
tetap dituntut

untuk mencari cara sehingga dapat

memberikan kompetensi

profesionalnya dalam kelas dengan baik.
Kompetensi profesional guru sangat terkait dengan kinerja mengajarnya.
Menurut Suastiti, Yudana dan Dantes (2013)

kinerja profesional guru adalah

prestasi/unjuk kerja yang dicapai oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar
selama periode tertentu yang diwujudkan melalui (1) kompetensi pedagogik, (2)
kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi sosial. Terkait
dengan kinerja guru, Pramono (2009) menyatakan bahwa apabila pendidik PAUD
memiliki adversity quotient yang kurang, akan cepat mengalami putus asa dan frustasi,
yang berakibat pada rendahnya kinerja dalam mendidik anak. Sementara itu, adapun

11

penelitian dari Muhirudin, Dantes, dan Sudiana (2013) menemukan bahwa makin baik
AQ, maka makin baik kinerja konselor. Dengan kata lain, berdasarkan pada pemaparan
diatas maka adversity quotient dapat meningkatkan kinerja guru dan dengan
meningkatkan kinerja guru maka pada akhirnya adversity quotient juga dapat
meningkatkan kompetensi profesional guru tersebut.
Hal inilah yang sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Stolz (2007) tentang
Adversity Quotient, yang mana kemampuan yang dimiliki individu untuk mengelola,

mengatasi, dan merespon permasalahan di saat permasalahan tersebut muncul, atau
dengan kata lain kemampuan hambatan dan kemampuan untuk mengatasinya. Dengan
demikian guru yang memiliki AQ yang tinggi, maka guru tersebut akan mampu
mengatasi setiap permasalahan dan akan lebih berkompeten dalam pengembangan di
kelas. Disisi lain, apabila guru memiliki AQ yang kurang, maka akan cepat mengalami
putus asa dan frustasi, yang berakibat pada rendahnya kompetensi profesionalnya dalam
mendidik dan mengajar anak.
Berdasarkan pemaran tersebut diatas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah: “ada hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dengan
kompetensi profesional guru PAUD di Kecamatan Kota Raja Kabupaten Kupang”.
METODE PENELITIAN
Partisipan
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kota Raja Kabupaten Kupang. Partisipan
dalam penelitian ini adalah guru-guru PAUD di Kecamatan Kota Raja. Populasi dalam
penelitian ini adalah semua guru di Kecamatan Kota Raja.

12

Prosedur Sampling
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara teknik sampling jenuh.
Sehingga pada penelitian ini jumlah populasi guru PAUD di Kecamatan Kota Raja
Kabupaten Kupang sebanyak 120 orang ditetapkan pula sebagai sampel penelitian.
Alat Ukur Penelitian
Dalam penelitian ini, metode pengukuran yang digunakan untuk memperoleh data
informasi adalah angket. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai,
yaitu subjek yang digunakan untuk try out sekaligus digunakan unutk penelitian, guna
menghemat waktu, tenaga dan biaya.
Angket dalam penelitian ini berdasarkan skala yang telah disusun oleh peneliti
sebagai berikut :
1. Skala Adversity Quotient
Dalam Skala Adversity Quotient digunakan adalah alat ukur Adversity
Response Profile (ARP) Quick TakeTM milik Stoltz (2007). Skala tersebut memiliki

empat dimensi yaitu control, origin dan ownership, reach, dan endurance yang
dimodifikasi oleh peneliti. Pada penelitian ini penulis menggunakan uji daya
diskriminasi item pada angket adversity quotient. Item dalam skala-skala tersebut
dikelompokkan dalam 30 peristiwa yang mana masing-masing peristiwa terdapat 2
pernyataan sehingga total item pada angket ini 60 item yang mana diperoleh 37 item
yang memiliki daya diskriminasi dengan koefisien korelasi item total bergerak antara
0,303-0,649, dan didapat nilai Alpha Cronbach sebesar 0,901 yang artinya skala
tersebut reliabel (Azwar, 2012).

13

2. Skala Kompetensi Profesional Guru
Skala Kompetensi Profesional Guru yang disusun berdasarkan aspek
kompetensi perofesional guru dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16
tahun 2007 terdiri dari 5 dimensi, yaitu menguasai materi, struktur, konsep, dan
kompetensi dasar mata pelajaran atau bidang pengembangan yang diampu, menguasai
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran atau bidang pengembangan
yang diampu, mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif,
mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan
refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus, dan memanfaatkan teknologi dan
komunikasi dalam berkomunikasi. Item dalam skala-skala tersebut dikelompokkan
dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban
dari skala Likert yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat
Tidak Sesuai (STS). Dari hasil uji daya diskriminasi dari 42 item yang mana diperoleh
29 item yang memiliki daya diskriminasi dengan koefisien korelasi item totalnya
bergerak antara 0,316-0,680 dan didapat nilai

Alpha Cronbach skala kompetensi

profesional guru PAUD sebesar 0,901. Hal ini berarti skala kompetensi profesional guru
reliabel (Azwar, 2012).
Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa data uji Pearson Product Moment.
Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah
data yang telah memenuhi asumsi analisis sebagai syarat untuk melakukan analisis
dengan korelasi Pearson Product Moment. Uji normalitas yang dilakukan adalah uji
normalitas Kolmogorov-Smirnov. Uji liniearitas dilakukan dengan menggunakan anova .
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment.

14

HASIL PENELITIAN
Uji Deskriptif
Uji deskriptif yang dilakukan terdiri dari kategori pengukuran Skala Adversity
Quotient dan kategori pengukuran Skala Kompetensi Profesional Guru. Uji kategori

pengukuran Skala Adversity Quotient dan kategori pengukuran Skala Kompetensi
Profesional Guru dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
a. Adversity Quotient
Tabel 1.
Kategorisasi Pengukuran Skala Adversity Quotient
No

Interval

Kategori

1

155,4 ≤ x ≤ 185

Sangat

Mean

N

Persentase

0

0%

3

2,5%

90

75%

Tinggi
2

125,8 ≤ x <

Tinggi

155,4
3

96,2 ≤ x < 125,8

Sedang

4

66,6 ≤ x < 96,2

Rendah

27

22,5%

5

37 ≤ x < 66,6

Sangat

0

0%

104,00

Rendah
Jumlah

120

100%

SD = 12,36 Min = 76 Max = 131
Keterangan: x = Skor adversity quotient; N = Jumlah Subjek

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa tidak ada guru yang memiliki
skor adversity quotient yang berada pada kategori sangat tinggi, 3 guru memiliki
skor adversity quotient yang berada pada kategori tinggi dengan prosentase
2,5%, 90 guru memiliki skor adversity quotient yang berada pada kategori
sedang dengan prosentase 75%, 27 guru memiliki skor adversity quotient yang
berada pada kategori rendah dengan prosentase 22,5% dan tidak ada guru yang

15

memiliki skor yang berada pada kategori sangat rendah. Rata-rata skor adversity
quotient yang diperoleh guru sebesar 104,00 berada pada kategori sedang. Skor
adversity quotient yang diperoleh guru bergerak dari skor minimum 76 sampai

dengan skor maksimum 131 dengan standar deviasi 12,36.
b. Kompetensi Profesional Guru
Tabel 2.
Kategorisasi Pengukuran Skala Kompetensi Profesional Guru
No

Interval

Kategori

1

98,6 ≤ x ≤ 116

Sangat

Mean

N

Persentase

3

2,5%

56

46,67%

55

45,83%

Tinggi
2

81,2 ≤ x < 98,6

Tinggi

3

63,8 ≤ x < 81,2

Sedang

4

46,4 ≤ x < 63,8

Rendah

6

5%

5

29 ≤ x < 46,4

Sangat

0

0%

80,90

Rendah
Jumlah

120

100%

SD = 9,104 Min = 51 Max = 105
Keterangan: x = Skor kompetensi profesional guru; N = Jumlah Subjek

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa 3 guru yang memiliki skor
kompetensi profesional guru yang berada pada kategori sangat tinggi dengan
prosentase 2,5%, 56 guru memiliki skor kompetensi profesional guru yang
berada pada kategori tinggi dengan prosentase 46,67%, 55 guru memiliki skor
kompetensi profesional guru yang berada pada kategori sedang dengan
prosentase 45,83%, 6 guru memiliki skor kompetensi profesional guru yang
berada pada kategori rendah dengan prosentase 5% dan tidak ada guru yang
mimiliki skor yang berada pada kategori sangat rendah. Rata-rata skor
kompetensi profesional guru yang diperoleh guru sebesar 80,90 berada pada

16

kategori sedang. Skor kompetensi profesional guru yang diperoleh guru bergerak
dari skor minimum 51 sampai dengan skor maksimum 105 dengan standar
deviasi 9,104.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas.
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas, kedua variabel memiliki signifikansi
p>0,05. Variabel adversity quotient guru yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,792
dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,557 (p>0,05). Sedangkan variabel
kompetensi profesional guru memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,197 dengan probabilitas (p)
atau signifikansi sebesar 0,114 (p>0.05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka
distribusi data adversity quotient dan data kompetensi profesional guru berdistribusi
normal.
Sedangkan dari hasil uji linearitas diperoleh nilai F beda sebesar 1,011 dengan sig.= 0,472
(p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara adversity quotient dengan kompetensi profesional
guru adalah linear.

Hasil Uji Korelasi
Dalam penelitian ini uji korelasi antara variabel adversity quotient dan variabel
kompetensi profesional guru di Kecamatan Kota Raja Kabupaten Kupang dilakukan
dengan bantuan SPSS 16.0. Hasil uji korelasi antara variabel adversity quotient dan
variabel kompetensi profesional guru pada penelitian ini dilihat pada tabel 3.

17

Tabel 3.
Hasil Uji Korelasi Pearson Product Moment
VAR00001
Adversity
Quotient

Pearson Correlation

VAR00002
1

Sig. (2-tailed)

N

.567**
.000

120

120

.567**

1

Kompetensi

Pearson Correlation

Profesional

Sig. (2-tailed)

.000

N

120

Guru
120

Berdasarkan hasul uji korelasi Pearson Product Moment pada Tabel 3 diperoleh
korelasi sebesar 0,567 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p < 0.05). Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara adversity quotient
dengan kompetensi profesional guru PAUD di Kecamatan Kota Raja Kabupaten
Kupang.
Pembahasan
Berdasarkan penelitian tentang hubungan antara adversity quotient dengan
kompetensi profesional guru PAUD di Kecamatan Kota Raja Kabupaten Kupang,
diperoleh hasil perhitungan koefiesien korelasi (r) sebesar 0,567 dengan signifikansi
sebesar 0,000 (p < 0.05). Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang positif
signifikan antara adversity quotient dengan kompetensi profesional guru PAUD di
Kecamatan Kota Raja Kabupaten Kupang. Atau dapat dikatakan, semakin tinggi skor
adversity quotient maka semakin tinggi pula kompetensi profesional guru. Sebaliknya

18

semakin rendah adversity quotient maka semakin rendah pula kompetensi profesional
guru tersebut.
Secara umum hasil pengukuran ini mengungkapkan bahwa adversity quotient
dan kompetensi profesional guru memiliki hubungan positif dan signifikan. Hasil
penelitian tersebut dimungkinkan karena, pertama guru lain yang berkompetensi
profesional merasakan bahwa adanya daya juang atau adversity quotient yang ada
disekitar sekolah sehingga memberikan pengaruh tingkah laku pada guru yang akhirnya
akan meningkatkan kemampuannya dalam mengajar. Kedua, setiap guru yang tidak
mempunyai kompetensi profesional menyadari bahwa adversity quotient merupakan
suatu variabel yang perlu dimiliki oleh mereka untuk menghadapi tantangan-tantangan
yang terjadi pada saat proses belajar mengajar.
Hasil penelitian tersebut diperkuat dengan wawancara yang dilakukan pada
beberapa guru yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan ataupun yang memiliki
latar belakang pendidikan namun tidak mengikuti pelatihan dan tidak bersertifikat
mengatakan bahwa walaupun mereka tidak memiliki pendidikan yang yang sesuai
dengan profesi ataupun yang tidak bersertifikasi namun mereka memiliki daya juang
untuk mengatasi setiap permasalahan yang muncul sehingga dengan demikian dapat
meningkatkan kompetensi profesional mereka yang baik pula dalam mengajar. Hal ini
senada dengan pendapat Stoltz (2007) mengenai Adversity Quotient yaitu sebuah
terobosan untuk memahami tentang sikap dan perilaku yang diperlukan dan dimiliki
oleh manusia untuk menentukan menjadi sukses.
Penelitian yang dilakukan oleh Josephine & Bautista (2015), menemukan bahwa
adanya hubungan yang positif signifikan antara adversity quotient dengan kinerja
mengajar anggota fakultas di West Visayas State University. Makin baik adversity

19

quotient maka makin baik pula kinerja guru. Terkait dengan kinerja adapun penelitian

yang dilakukan oleh Sukrapi et al (2014) menemukan bahwa adanya hubungan yang
positif signifikan antara kompetensi profesional dengan kinerja guru. Menurut
penelitian oleh Kusnodin (2013) yang menemukan bahwa kompetensi profesional guru
dipandang sebagai pilar terasnya kinerja dari sesuatu profesi. Sehingga hal ini
mengartikan bahwa semakin tinggi kompetensi profesional guru maka akan
meningkatkan kinerja guru. Lebih lanjut menurut Suastiti, Yudana dan Dantes (2013)
kompetensi profesionalitas harus dikuasai oleh seorang guru, maka diperlukan kesiapan
guru itu sendiri baik aspek fisik maupun non-fisik (mental). Terlebih dari aspek mental
yang harus disiapkan mau tidak mau guru harus memiliki keinginan kuat dalam
menghadapi kesulitan dan mampu mengatasi kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi.
Mengatasi kesulitan tentu dengan mencari solusi dengan melibatkan potensi yang
dimiliki, salah satunya adalah dengan Adversity Quotient. Terkait dengan itu sesuai
dengan penelitian-penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa adversity quotient
mempunyai hubungan dengan kompetensi profesional seorang guru dalam hal ini
kompetensi profesional guru pada saat proses kinerja guru dalam mengajar. Sehingga
makin baik daya juang (adversity quotient) makin baik kinerja guru dengan kata lain
main baik juga kompetensi profesional guru.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data rata-rata
(mean) adversity quotient guru sebesar 104,00 yang berada pada kategori sedang.
Sedangkan rata-rata pada kompetensi profesional guru di Kecamatan Kota Raja
Kabupaten Kupang sebesar 90,80 yang berada pada kategori sedang.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka didaptkan koefisien determinan (r2)
sebesar (0,567)2 yaitu 32,14% dan berarti masih terdapat 67,86% dipengaruhi oleh

20

faktor lain di luar adversity quotient yang dapat berpengaruh terhadap kompetensi
profesional guru. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2011) yang
menyatakan bahwa adanya faktor lain seperti kualifikasi akademik atau latar belakang
pendidikan, supervisi akademik, kepemimpinan kepala sekolah, motivasi, kesejahteraan
atau kompensasi, etos kerja, kemampuan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara adversity quetient dengan
kompetensi profesional guru PAUD di Kecamatan Kota Raja Kabupaten Kupang.
Artinta semakin tinggi adversity quotient guru maka semakin tinggi kompetensi
profesional yang dimiliki guru tersebut. Begitu juga sebaliknya.
Saran
Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta
melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yan penulis ajukan :
1. Kepala Sekolah PAUD di Kecamatan Kota Raja
Hasil penelitian ini diharapkan membantu para kepala sekolah mengerti akan
pentingnya adversity quotient yang tinggi dalam mengevaluasi proses mengajar
guru di kelas PAUD ataupun melakukan diskusi-diskusi antar guru yang
memiliki adversity quotient yang rendah sehingga dapat ditingkatkan ataupun
menyarankan guru-guru untuk melakukan pelatihan-pelatihan, maka dapat
meningkatkan adversity quotient sehingga dengan demikian kompetensi
profesional guru dalam mengajar dapat meningkat juga.

21

2. Guru PAUD di Kecamatan Kota Raja
Guru-guru yang memiliki adversity quotient yang rendah seharusnya lebih
meningkatkan adversity quotient, dengan cara mengikuti pelatihan-pelatihan
ataupun mengikuti diskusi-diskusi dengan para guru yang memiliki adversity
quotient

yang tinggi sehingga mereka dapat bertukar pikiran dalam

mengendalikan dan menyelesaikan masalah supaya dapat bertahan dalam setiap
situasi permasalahan yang ada.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat
memanfaatkan secara maksimal hasil penelitian yang ada dan dapat
meningkatkan kualitas penelitian, khususnya yang berhubungan dengan variabel
adversity quotient dengan kompetensi profesional guru. Hal tersebut dapat

dilaksanakan seperti tidak hanya untuk guru PAUD saja tetapi dapat dilakukan
pada guru-guru SD, SMP atau SMA lainnya juga. Bagi peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut maka dapat disarankan untuk menyertakan
variabel lain, seperti : kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan,
supervisi akademik, kepemimpinan kepala sekolah, motivasi, kesejahteraan atau
kompensasi, etos kerja, kemampuan menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.

22

Daftar Pustaka
Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Standar Kompetensi Guru Sekolah Dasar .
Depdiknas Dirjen Dikdasmen.
Hasan, M. (2010). PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Jogjakarta: DIVA Press.
Josephine, M., & Bautista. (2015). Adversity Quotient and Teaching Performance of
Faculty Members. International Journal of Scientific and Research Publication, 5 ,
1-6. Retriaved March 17, 2015, from http://www.ijsrp.org/research-paper0315/ijsrp-p3984.pdf.
Kartini, T. (2011). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Profesional Guru di
SMK Negeri 1 Losarang Kabupaten Indramayu. Tesis (Tidak diterbitkan). Jakarta:
Universitas Indonesia. Diperoleh dari www.lib.ui.ac.id/
Khasanah & Y. Sari. (2013, Oktober).
Pandangan Masyarakat Tentang
Penyelenggaraan Program Studi PG PAUD di IKIP Veteran Semarang. Majalah
Ilmiah Payiwitan, 4, 73-83.
Kiam, D. (2014). Implementasi Kebijakan Program Pendidikan Non Formal pada
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kecamatan Sintang. Jurnal Administrasi
Publik dan Birokrasi. 1, 1-9.
Kusnodin, I. (2013). Hubungan Kompetensi Profesional, Keterampilan Proses dan
Motivasi terhadap Kinerja Guru SMK Negeri 3 Medan Sebagai Rintisan Sekolah
Bertarap Internasional.
Tesis
(Tidak diterbitkan).
Diperoleh dari
http://digilib.unimed.ac.id
Laura & Sunjoyo. (2009). Pengaruh Adversity Quotient terhadap kinerja Karyawan:
Sebuah Studi Kasus pada Holiday Inn Bandung. Proceeding of the 2nd National
Symposium
Muhirudin, N. Dantes, & I. N. Sudiana. (2013). Determinasi Adversity Quotient, Etos
Kerja, dan Kualifikasi Akademik Terhadap Kinerja Konselor SMP Negeri di
Lombok Timur. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha , 3, 1-8.
Mulyadi & Z. Rohmad (2013). Pengaruh Bimbingan Kelompok Kerja Pendidik
Terarah, Supervisi Model Klinis Dalam Pembelajaran, dan Motivasi Kerja
Terhadap Kompetensi Guru Pendidikan Anak Usia Dini di Kecamatan Ngatur
Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Manajemen Bisnis Syariah, 2, 1319-1334.
Mulyanto, A. S. (2008). Hubungan Antara Kompetensi Profesional Guru dan Konsep
Diri Guru dengan Kinerja Guru Kelas V Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan
Grogol Kabupaten Sukuharjo. Tesis (Tidak diterbitkan). Diperoleh dari
www.eprints.uns.ac.id/

23

Murwati, H. (2013). Pengaruh Sertifikasi Profesi Guru Terhadap Motivasi Kerja dan
Kinerja Guru di SMK Negeri Se-Surakarta. Jurnal Pendidikan Bisnis dan
Ekonomi. 1, 12-21.
Pramono. (2009). Pengaruh Adversity Quotient dan Motivasi Berprestasi Terhadap
Kinerja Pendidik PAUD Ditinjau dari Kelompok Etnis. Jurnal Ilmiah, 4, 109-209.
Rahman, U. (2009). Karakteristik Perkembangan Usia Dini. Lentera Pendidikan. 12,
46-57.
Rangkuti, A. F. & F. D. Anggaraeni. (2005). Hubungan Persepsi Tentang Kompetensi
Profesional Guru Matematika dengan Motivasi Belajar Matematika pada Siswa
SMA. Jurnal Psikologia , 1, 76-85.
Rasyid, H. A. (2013). Analisis Standar Kualifikasi Akademik Guru SD di Kecamatan
Kras Kabupaten Kediri. Widyagogik, 1, 1-16. Diunduh pada 22 September 2014,
dari http://journal.trunojoyo.ac.id/widyagogik/article/view/1/4
Rosana, D. (2011). Road To Teacher Idol Pengembangan Profesionalisme Guru
Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Alfa
Sappaile, B. I. & Rusmawati. (2007). Kualifikasi Akademik Guru Pendidikan Dasar.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 1-10
Semiawan, C. (2002). Paradigma Baru PAUD dalam Rangka Sosialisasi PAUD .
Jakarta: Depdiknas.
Setiawan, R. (2013). Pengaruh Motivasi Belajar untuk Peningkatan Profesionalitas
Guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di Provinsi Jawa Tengah. Majalah
Ilmiah Pawiyitan, 20, 50-58.
Stoltz, P, G. (2007). Adversity Quotient. Mengubah Hambatan Menjadi Peluang.
Jakarta: Grasindo.
Suastiti., T, Made, Y., Gede, R, D. (2013). Kontribusi motivasi berprestasi, disiplin
kerja, dan ketahanmalangan (adversity quotient) terhadap kinerja profesional guru
SMA Negeri di Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Bali. e-Journal
Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha , 4, 1-13.
Sukardewi, N., Nyoman, D., Nyoman, N. (2013). Kontribusi adversity quotient (AQ).
Etos kerja, dan budaya organisasi terhadap kinerja guru SMA Negeri di Kota
Amlapura. e-Journal Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha ,
4, 1-12.
Sukrapi, M., Pudji, M., & Ninuk, P. (2014). Ther Relationship between Professional
Competence and Work Motivation with the Elementary School Teacher
Performance. Asian Journal of humanities and Social Studies, 2 , 1-6. Retrieved
March 17, 2015, from http://www.ijsrp.org/research-paper-0315/ijsrp-p3984.pdf

24

Sulistyowati, Y, Widiyanto & Sukardi F. (2012). Pengaruh Motivasi Belajar dan
Kompetensi Profesional Guru terhadap prestasi Belajar Mata Pelajaran IPS
Ekonomi Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Magelang Tahun Pelajaran 2011/2012.
Economic Education Analysis Journal, 2, 1-6.
Widiastuti, K, W, S., Iyus, A, H., & Naswan, S. (2013) Pengaruh Kompetensi
Profesional Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Di SMK Triatma Jaya
Singaraja TahunAjaran 2012/2013. e-journal undiksha, 3, 1-12
Yamin, M. & Maisah. (2010). Standarnisasi Kinerja Guru. Jakarta: Persada Press.
Yusria. (2012). Pemberdayaan Pendidikan Anak Usia Dini Melalui Standar
Kompetensi. Media Akademika,27, 403-425.