T1 802008124 Full text

8

PENDAHULUAN
Kreativitas dinilai sebagai salah satu faktor penting yang dapat menunjang
bagi masa depan siswa. Siswa yang kreatif diharapkan mampu menciptakan ideide baru, memiliki daya imajinasi yang baik serta memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi. Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena
kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif (Munandar,
1992).
Berbagai pendapat tentang kreativitas manusia dari para ahli, masingmasing ahli memberikan pengertian tentang kreativitas dengan titik berat yang
berbeda-beda. Hurlock (1993), mengemukakan bahwa kreativitas adalah suatu
proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun objek
dalam suatu bentuk atau susunan yang baru. Anak yang kreatif menghasilkan
sebagian besar waktunya untuk menciptakan yang orisinil dari mainan-mainan
dan alat-alat bermain, sedangkan anak yang tidak kreatif mengikuti pola yang
sudah ada dibuat oleh orang lain.
Banyak siswa cenderung kurang bisa mengembangkan kreativitasnya dalam
kelas atau dalam mengikuti pelajaran. Siswa kurang mampu untuk menciptakan
ide-ide baru dan mereka cenderung suka meniru hasil karya dari temannya. Hasil
penelitian yang dilakukan Hans Jellen dari Universitas Utah, AS dan Klaus Urban
dari Universitas Hannover, Jerman bulan Agustus 1987 terhadap anak-anak
berusia 10 tahun (dengan sampel 50 anak-anak di Jakarta) menunjukkan, tingkat

kreativitas anak-anak Indonesia adalah terendah di antara anak-anak seusianya
dari 8 negara lainnya. Berturut-turut dari skor tertinggi sampai terendah adalah
Filipina, AS, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan Indonesia (
http://www.pikiran-rakyat.com).
Pentingnya kreativitas akhir-akhir ini makin terasa sebagaimana nyata
dalam banyaknya tulisan dan ungkapan di media masa mengenai masalah
kreativitas. Kebutuhan peningkatan kreativitas dirasakan dalam semua bidang
kegiatan manusia baik di sekolah, pekerjaan, keluarga, bahkan penggunaan di
waktu luang. Sebabnya ialah karena manfaat dari perkembangan bakat kreatif

9

tidak hanya dirasakan oleh individu itu sendiri, tetapi dirasakan juga oleh
lingkungan (Munandar,1990).
Guilford menekankan betapa penelitian dalam bidang kreativitas sangat
kurang. Perhatian utama terhadap kreativitas dan kesadaran akan pentingnya bagi
dunia ilmu pengetahuan dating dari luar psikologi. Salah satu kendala konseptual
utama terhadap studi kreativitas adalah pengertian tentang kreativitas sebagai sifat
yang diwarisi oleh orang yang berbakat luar biasa atau genius. Kreativitas
diasumsikan sebagai sesuatau yang dimiliki atau tidak dimiliki, dan tidak banyak

yang dilakukan melalui pendidikan untuk mempengaruhinya.
Saat ini model pendidikan paling umum dan dikenal di masyarakat adalah
sistem sekolah. Bahkan, sekolah hampir dipandang sebagai satu-satunya model
pendidikan yang ada dan valid di masyarakat. Sekolah adalah sistem yang
digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan, tetapi sesungguhnya ruang
lingkup pendidikan jauh lebih luas daripada sistem sekolah. Proses pendidikan
anak terjadi tidak hanya di ruang sekolah, tetapi juga keluarga, pergaulan,
lingkungan dan sebagainya (Sumardiono, 2007).
Tak seorang pun akan mengingkari bahwa kemampuan-kemampuan dan
ciri-ciri kepribadian sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh faktor lingkungan
seperti keluarga dan sekolah. Kedua lingkungan pendidikan ini dapat berfungsi
sebagai pendorong (press) dalam pengembangan kreativitas anak (Munandar
1995).
Pada penelitian sebelumnya berpendapat bahwa siswa SD ternyata lebih
kreatif dibandingkan dengan siswa SDIT, hal ini mungkin bisa dipengaruhi oleh
lamanya waktu belajar dalam sekolah tersebut. Pada SD siswa lebih memiliki
waktu belajar dalam sekolah tersebut. Pada SD siswa lebih memiliki waktu lebih
banyak daripada siswa SDIT yang waktu belajarnya sampai sore (full day)
(Jauhariatun Marfu’ah, Suparno, dan Rosana Dewi, 2007).
Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang

memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya
secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan fungsi sepenuhnya,
sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat (Munandar 1995).

10

Menurut Djuwita (2009) seorang psikolog Perkembangan Anak dan staf
pengajar Fakultas Psikologi UI, sekolah alam adalah salah satu bentuk pendidikan
alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama sebagai pembelajaran
siswa didiknya. Tidak seperti sekolah biasa yang lebih banyak menggunakan
metode belajar mengajar di dalam kelas, para siswa belajar lebih banyak di alam
terbuka. Di sekolah alam metode belajar mengajar menggunakan action learning
dimana anak belajar melalui pengalaman (dimana anak mengalami dan melakukan
langsung). Dengan mengalami langsung anak atau siswa diharapkan belajar
dengan lebih bersemangat, tidak bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai
media belajar diharapkan agar kelak anak atau siswa jadi lebih aware dengan
lingkungannya dan tahu aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari. Tidak hanya
sebatas teori saja.
Djuwita (2009) menjelaskan lebih lanjut bahwa pada pendidikan
konvensional (sekolah biasa) pemberian PR asal proporsi dan tujuannya tepat

dapat melatih anak juga untuk bertanggung jawab dengan tugas yang mereka
miliki. Di sekolah alampun pengajaran tentang tanggung jawab dan disiplin diri
diajarkan dengan cara dan kegiatannya yang berbeda. Mengenai sistem
pendidikan sekolah alam yang banyak manfaatnya, sekolah alam mengajarkan
siswa belajar tidak hanya berdasarkan atau mengandalkan text book, tapi juga
belajar aktif. Belajar dengan aktif dengan situasi, kondisi, komunikasi antara
siswa dan guru yang menyenangkan tentunya diharapkan akan memberikan
motivasi belajar yang besar untuk siswa dan menumbuhkan minat akan apa yang
dipelajari. Situasi belajar yang menyenangkan, dukungan komunikasi yang hangat
antara guru dan siswa memudahkan anak dalam beradaptasi dan memahami
dirinya sendiri.
Djuwita (2009 ) menerangkan kelebihan sekolah alam dibandingkan sekolah
biasa, sekolah alam membuat anak tidak terpaku hanya pada teori saja, namun
mereka dapat mengalami langsung pengetahuan yang mereka pelajari di alam.
Saat ini sekolah-sekolah biasa lebih banyak menggunakan sistem belajar mengajar
konvensional di mana guru menerangkan, siswa hanya mendapat pengetahuan
dengan mengandalkan buku panduan saja, dan siswa jarang diberikan kesempatan

11


untuk mengalami langsung atau melihat langsung bentuk pengetahuan yang
mereka pelajari. Di sekolah alam, biasanya aturan yang diberlakukan tidak seketat
sekolah biasa di mana siswa harus duduk mendengarkan gurunya atau
mendapatkan hukuman jika tidak mengerjakan tugas.
Jika berbicara tentang sekolah tak terlepas dari kurikulum yang ada dan
ditetapkan pemerintah, berbeda dengan sekolah konvensional. Sekolah alam
memiliki kurikulum yang berbeda, jikapun menggunakan kurikulum pendidikan
biasanya dilakukan penyesuaian saja. Sekolah alam yang dirintis oleh Dik Doank
bahkan tidak menggunakan kurikulum, sebab sekolah alamnya mengajarkan anak
untuk menggali potensi dirinya tanpa harus menjadi beban sang anak dengan
sekolahnya (Yoga, 2009).
Jadi, sekolah adalah model pendidikan mainstream (mayoritas). Tetapi
sekolah bukanlah satu-satunya cara bagi seorang anak untuk memperoleh
pendidikannya. Sekolah hanyalah salah satu cara yang dapat digunakan seorang
anak untuk belajar dan memperoleh pendidikannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Kreativitas
Kreativitas (creativity) ialah kemampuan untuk memikirkan sesuatu dengan
cara-cara yang baru dan tidak biasa melahirkan suatu solusi yang unik terhadap
masalah-masalah, Santrock (2002). Menurut Semiawan (1984) kreativitas adalah

kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru dan menerapkan dalam
pemecahan masalah. Kreativitas meliputi baik ciri-ciri aptitude seperti kelancaran,
keluwesan (fleksibilitas), dan keaslian (orisinalitas) dalam pemikiran maupun ciriciri (non-aptitude), seperti rasa ingin tahu, senang mengajukan pertanyaan, dan
selalu ingin mencari pengalaman baru. Ayan (2002) menyatakan bahwa hahikat
kreativitas adalah kemauan, keinginan atau semangat untuk melakukan eksplorasi,
mempertanyakan dan melakukan eksperimen terhadap berbagai objek, peristiwa
dan situasi yang ada lingkungan.
Berbagai pendapat tentang kreativitas manusia dari para ahli, masingmasing ahli memberikan pengertian tentang kreativitas dengan titik berat yang

12

berbeda-beda. Hurlock (1993), mengemukakan bahwa kreativitas adalah suatu
proses yang menghasilkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun objek
dalam suatu bentuk atau susunan yang baru. Anak yang kreatif menghasilkan
sebagian besar waktunya untuk menciptakan yang orisinil dari mainan-mainan
dan alat-alat bermain, sedangkan anak yang tidak kreatif mengikuti pola yang
sudah ada dibuat oleh orang lain.
Kreativitas yang berkaitan dengan 5 pribadi yang kreatif didasarkan pada
teori Guilford (1978) yaitu:
a. Ketrampilan berpikir lancar (fluency), yaitu mencetuskan banyak gagasan,

jawaban, penyelesaian masalah dan pertanyaan, memberikan banyak cara atau
saran untuk melakukan berbagai hal serta selalu memikirkan lebih dari satu
jawaban.
b. Ketrampilan berpikir luwes (Flexibility), yaitu menghasilkan gagasan, jawaban
atau pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut
pandang yang berbeda-beda, mencari banyak alternatif atau arah yang berbedabeda, serta mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
c. Ketrampilan berpikir orisinal (originality), yaitu mampu melahirkan ungkapan
yang baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan
diri serta mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagianbagian atau unsur-unsur.
d. Ketrampilan merinci atau penguraian (elaboration), yaitu mampu memperkaya
dan mengembangkan suatu gagasan atau produk, dan menambahkan atau
merinci secara detail dari suatu obyek, gagasan atau situasi sehingga lebih
menarik.
e. Ketrampilan perumusan kembali (redefinition), yaitu menentukan apakah suatu
pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana, mampu
mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka, serta tidak hanya
mencetuskan gagasan tetapi juga melakukan.
Sedangkan Munandar (1982) melalui penelitiannya, menyebutkan ciri-ciri
kepribadian kreatif yaitu mempunyai daya imajinasi yang kuat, memiliki inisiatif
dan minat yang luas, memiliki kebebasan dalam berpikir, bersifat ingin tahu,


13

penuh semangat, berani mengambil resiko, memiliki keyakinan dan berani
berpendapat
Munandar (1990) menambahkan beberapa penemuan mengenai pengertian
kreativitas, antara lain :
a. Kreativitas adalah kemampuan untuk melihat kombinasi baru berdasarkan data,
informasi atau unsur-unsur yang ada. Pada umumnya orang mengartikan
kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan hal baru, tetapi merupakan
gabungan dari hal-hal yang ada sebelumnya.
b. Kreativitas adalah kemampuan berdasarkan data informasi yang tersedia,
menemukan banyak kemungkinan jawaban pada suatu masalah dimana
penekanannya pada kuantitas, kelipatgunaan, dan kegunaan. Makin banyak
kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah makin
kreatiflah seseorang, tetapi jawaban yang diberikan harus sesuai dengan
permasalahan dan dilihat dari kualitas jawaban.
c. Kreativitas dapat dirumuskan dengan kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan (fleksibelitas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta
kemampuan


untuk

mengolaborasi

(mengembangkan,

memperkaya,

memperinci) suatu gagasan.
d. Kreativitas (berpikir kreatif dan berikir divergen) adalah kemampuan

berdasarkan atau informasi yang tersedia, menemukan kemungkinan banyak
jawaban suatu masalah dimana penekanannya pada kuantitas, kelipatgunaan,
dan kegunaan.
Dari pendapat tentang pengertian kreativitas di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membentuk
kombinasi-kombinasi baru berdasarkan informasi atau data yang ada di sekitarnya
atau di lingkungannya dari unsur-unsur yang diberikan yang tercermin dari
kelancaran, kelenturan dan originalitas dalam memberikan gagasan serta

kemempuan untuk mengembangkan, merinci dan memperkaya suatu gagasan
(elaborasi).

14

Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kreativitas di Sekolah
a. Sikap Guru
Dalam suatu studi, tingkat motivasi intinsik rendah, jika guru terlalu
banyak mengontrol, dan lebih tinggi jika guru memberikan lebih banyak
otonomi.
b. Belajar dan Hapalan Mekanis
Salah satu cara yang salah untuk menghimpun pengetahuan adalah
dengan belajar secara mekanis, menghafal fakta tanpa pemahaman
bagaimana hubungan antara fakta tersebut. Pengetahuan seperti itu dapat
berguna untuk memperoleh nilai tinggi pada tes pilihan berganda, tetapi
akan kurang berguna untuk menghasilkan karya kreatif.
c. Kegagalan
Semua siswa pasti pernah mengalami kegagalan dalam pendidikan
mereka, tetapi frekuensi kegagalan dan cara bagaimana hal itu ditafsirkan
mempunyai dampak nyata terhadap motivasi intrinsik dan kreativitas.

d. Tekanan dan Konformitas
Bukan guru saja yang mematikan kreativitas disekolah. Anak-anak
dapat saling menghambat kreativitas mereka dengan menekankan
konformitas. Dampak dari tekanan teman sebaya nyata jika kita melihat
gaya berpakaian anak, dan hiburan atau kegiatan waktu luang yang disukai.
Pada sekitar umur Sembilan tahun tekanan akan konformitas oleh teman
sebaya dapat menghambat kreativitas anak. Penemuan bahwa kreativitas
cenderung menurun pada tingkat kelas 4 agaknya berkaitan langsung
dengan tekanan teman sebaya (Torrance, dikutip Amabile, 1989).
e. “Sistem” Sekolah
Joan Freeman (1993) memberikan saran-saran bagaimana mengatasi
rasa bosan anak di sekolah. Faktor yang dinilai dapat mempengaruhi
kreativitas siswa adalah sistem pendidikan yang diterapkan. Sistem
pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah dasar biasanya masih
tergantung pada pendidik, akibatnya siswa kurang bersemangat dalam
mencapai prestasi belajar dan siswa kurang memiliki tingkah laku yang

15

kritis, bahkan cara berpikir untuk mengeluarkan ide-ide baru terkesan
lambat. Sistem pendidikan hendaknya dapat merangsang pemikiran, sikap
dan perilaku kreatif siswa disamping pemikiran logis dan penalaran.
SEKOLAH
Pengertian sekolah
Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan
pendidikan , seperti yang sudah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman
keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi
muda terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju masyarakat,
semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum
masuk kedalam proses pembangunan masyarakat itu. Oleh karena itu sekolah
sebagai pusat pendidikan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal.
Sistem Pendidikan
1. Pendidikan Reguler
Fuad (1997) mengartikan institusi pendidikan adalah sebuah institusi
resmi yang dikelola oleh pemerintah dengan menyelenggarakan pendidikan
secara terencana, sengaja, terarah, sistematis yang diajarkan oleh pendidik
profesional yang programnya dituangkan di dalam kurikulum untuk jangka
waktu tertentu.
Pendidikan reguler adalah bagian dari sebuah sistem pendidikan yang
berlaku dan sudah menjadi kebiasaan di dalam pendidikan di kalangan
masyarakat

dan

mempunyai

aturan

yang

baku

dari

institusi

yang

membawahinya. Di lingkungan masyarakat, pendidikan reguler dimulai dari
pendidikan tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai pendidikan Menengah
Tingkat Atas (SMTA/SMA). Waktu belajar berdasarkan kurikulum yang wajib
diberikan yaitu pada hari Senin sampai Kamis mulai jam 07.00 – 13.00 WIB,
sedangkan hari Jum’at dan Sabtu mulai jam 07.00 – 11.00 WIB.

16

2. Sekolah alam
Sekolah alam didirikan pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 yang
merupakan gagasan dari seorang mantan staf ahli Mentri Negara BUMN, yaitu
Lendo Novo. Ir. Lendo Novo adalah alumni tekhnik perminyakan Institut
Tekhnologi Bandung (ITB). Sejak tahun 1992, Lendo merancang konsep
sekolah alam agar murid-murid bisa belajar sambil bermain. Pada tahun 1997,
barulah beliau bisa mewujudkan konsepnya tersebut dan mendirikan Sekolah
Alam, yaitu di Ciganjur, Jakarta Selatan.
Sistem pembelajaran dalam Sekolah Alam tidak hanya bersifat
pembelajaran teoritis. Anak-anak dibawa ke alam untuk melihat secara
langsung materi pelajaran yang perlu diketahui sehingga ilmu yang diperoleh
bisa aplikatif. Karena lewat pembelajaran langsung (experiential learning ),
anak-anak dilatih untuk berpikir dan menyelesaikan masalah menggunakan
ilmu yang mereka peroleh. Mereka menjadi subyek berpikir yang mencari tahu
dan menyadari kegunaan materi yang dipelajari.
Menurut Djuwita (2009), Sekolah alam adalah salah satu bentuk
pendidikan alternatif yang menggunakan alam sebagai media utama sebagai
pembelajaran siswa didiknya. Tidak seperti sekolah biasa yang lebih banyak
menggunakan metode belajar mengajar di dalam kelas, para siswa belajar lebih
banyak di alam terbuka. Di sekolah alam metode belajar mengajar lebih banyak
menggunakan action learning dimana anak belajar melalui pengalaman
(dimana anak mengalami dan melakukan langsung). Dengan mengalami
langsung anak atau siswa diharapkan belajar dengan lebih bersemangat, tidak
bosan, dan lebih aktif. Penggunaan alam sebagai media belajar ini diharapkan
agar kelak anak atau siswa jadi lebih aware dengan lingkungannya dan tahu
aplikasi dari pengetahuan yang dipelajari.
Djuwita (2009) juga mengatakan bahwa bisa dibilang konsep sekolah
alam adalah konsep belajar aktif, menyenangkan dengan menggunakan alam
sebagai media langsung untuk belajar. Jika dibilang sekolah alam mengacu
pada pendidikan montesorri mungkin tidak bisa dibilang mengacu seratus
persen. Namun ada beberapa dasar-dasar metode pendidikan montesorri yang

17

menurutnya, juga diterapkan dalam sekolah alam. Baik montesorri dan sekolah
alam berusaha menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan,
dimana atmosfer belajar tidak menegangkan, komunikasi antara guru dan siswa
juga hangat dan juga mementingkan pada active learning dimana siswa tidak
berfokus pada buku-buku pelajaran saja tapi mengalami langsung apa yang
mereka pelajari, bisa lewat percobaan, observasi dan lain sebagainya. Hanya
sekolah alam lebih memanfaatkan alam sebagai media untuk siswa belajar
langsung, sementara dalam pendidikan montesorri, material yang digunakan
bisa tidak disediakan di alam, namun bisa berupa material yang memang
dirancang khusus untuk membantu siswa belajar.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas IV, V, VI SDN 10 Salatiga
dan siswa kelas IV, V, VI Sekolah Alam Ungaran tahun ajaran 2013/2014. Tehnik
pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive non random sampling ,
yaitu penentuan sampel yang didasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang
dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat yang
sudah ditentukan oleh peneliti sebelumnya, tanpa memberikan peluang yang sama
pada semua subjek yang menjadi anggota populasi.
Berdasarkan tehnik sampling tersebut diperoleh sampel yang berjumlah 35
siswa kelas VI, V, VI SDN 10 dan 31 siswa kelas IV, V, VI Sekolah Alam
Ungaran. Dipilih siswa kelas VI, V, VI SDN 10 Salatiga dan siswa kelas IV, V,
VI di Sekolah Alam Ungaran dengan alasan rata-rata subjek berumur 10-12 tahun
dan sesuai dengan standarisasi alat tes kreativitas (TKF).
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan alat tes yaitu tes kreativitas figural
(TKF). Tes yang digunakan adalah alat ukur kreativitas yang diadaptasi di
Indonesia yang disusun oleh Utami Munandar dkk (Utami Munandar dkk, 1988).
Dalam penelitian ini penulis mengukur kreativitas dalam TKF yang
memiliki pengertian sebagai kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi

18

baru dari unsur-unsur yang diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan,
dan

orisinalitas

dalam

memberi

gagasan

serta

kemampuan

untuk

mengembangkan, merinci, dan memperkaya (elaborasi) suatu gagasan.
Istilah figural menyangkut informasi dalam bentuk konkrit, berbeda dengan
verbal yang menyangkut informasi dalam bentuk konsepsi atau konstruk mental
yang menggunakan kata-kata.
Dari penelitian yang telah dilakukan Munandar (1988) maka tes kreativitas
figural dari Torrence yang telah dimodifikasi oleh Munandar sudah cukup sahih
untuk mengungkap kreativitas di Indonesia.
Kisi-Kisi Instrumen
Tes Kreativitas Figural diadaptasi dari Torrance “Circles Test”, dan
dibukukan untuk umur 10-18 tahun oleh Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Kreativitas yang diukur dalam TKF memiliki pengertian sebagai
kemampuan untuk membentuk kombinasi-kombinasi baru dari unsur-unsur yang
diberikan yang tercermin dari kelancaran, kelenturan, dan orisinalitas dalam
memberi gagasan serta kemampuan untuk mengembangkan, merinci, dan
memperkaya (elaborasi) suatu gagasan.
Istilah figural menyangkut informasi dalam bentuk konkrit, berbeda dengan
verbal yang menyangkut informasi dalam bentuk konsepsi atau konstruk mental
yang menggunakan kata-kata.
Bentuk figural dari baterai tes Torrance meliputi kegiatan tugas:
1. Membuat suatu gambar dari suatu bentuk yang diberikan;
2. Melengkapi gambar, berdasarkan beberapa rangsang garis;
3. Membuat macam-macam gambar dari sejumlah lingkaran yang
diberikan sebagai rangsang (Circles Test)
Tes ini dikembangkan oleh Torrance (1974). Disebut juga Tes Kreativitas
Lingkaran. Dalam tes ini, subjek diminta menggunakan gambar-gambar lingkaran
untuk membuat gambar apa pun yang dikehendaki subjek. Dari tes ini akan dinilai
beberapa aspek:

19

1. Kelancaran (Fluency)
Skor diperoleh dari jumlah jawaban dikurangi jumlah jawaban yang
sama.
2. Fleksibilitas (Flexibility)
Skor diperoleh dari jumlah kategori yang berbeda yang diperoleh
berdasarkan klasifikasi jawaban.
3. Originalitas
Skor diperoleh berdasarkan kejarangan jawaban. Jawaban yang diberikan
oleh 10% atau lebih responden mendapat skor 0. Jawaban yang diberikan
oleh 5% sampai 9% responden mendapat skor 1. Jawaban yang diberikan
oleh 2% sampai 4% lebih responden mendapat skor 2. Jawaban yang
diberikan oleh kurang dari 2% diberi skor 3.
4. Bonus Originalitas.
Termasuk skor kejarangan jawaban, namun diberikan untuk jawaban
yang mengkombinasikan 2 atau lebih lingkaran.
5. Elaborasi
Skor diperoleh berdasarkan jumlah gagasan yang nampak pada setiap
jawaban, disamping gagasan pokok yang minimal.
Tes Kreativitas Figural (TKF) relatif mudah pelaksanaan-nya dan hanya
memerlukan waktu 10 menit dalam pelaksanaannya. Stimulus TKF mengundang·
anak mengungkapkan gagasan-gagasannya dalam bentuk gambar, sehingga lebih
menarik bagi anak-anak (seperti bermain).
Adapun aspek-aspek yang mendasari TKF sama dengan ciri-ciri kreativitas
yang dikemukakan oleh Guilford, yaitu kelancaran berpikir, keluwesan berpikir,
elaborasi dan originalitas (dalam Munandar dkk., 1988).
Validitas dan Reliabilitas
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat tes yang sudah ada yaitu alat
tes kreativitas figural (TKF). Tes kreatif figural ini diadaptasi dari Torrance
“Circles Test”, pertama kali digunakan di Indonesia pada tahun 1976, kemudian
tahun 1988 dilakukan penelitian standarisasi tes kreativitas figural (untuk umur

20

10-18 tahun) oleh Fakulatas Psikologi Universitas Indonesia, bagian Psikologi
Pendidikan (Utami Munandar, 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Munandar tahun 1988 (dalam Yunita, 2010) kesahihan tes kreativitas figural dapat
dilihat dengan mengkolerasikan figural divergen productivity measure (Torrence
Circless Test) dengan figural corvergent thinking . Pada waktu itu subjek yang

diteliti adalah siswa SD, SMP, SMU di Jakarta. Hasil analisis statistik
menggunakan rumus product moment yang menunjukkan koefisien korelasi antara
Circless Test dengan figure extclution sebesar 0,23; p < 0,01. Validitas tes

kreativitas figural, namun koefisien korelasi antara cricle test dan word relation
sebesar 0,45; p < 0,01 dan reliabilitasnya untuk fluency 0,76, untuk flexibility 0,63
sedangkan originality 0,79 dengan taraf signifikansi 1%.
Karena alat tes kreativitas figural ini sudah distandarisasi, maka tidak perlu
diukur validitas dan reliabilitasnya lagi.
Tehnik Analisis Data
Untuk membuktikan hipotesis yang diajukan , yaitu ada perbedaan
kreativitas pada siswa kelas IV, V, VI SDN 10 Salatiga dan siswa kelas IV, V, VI
Sekolah Alam Ungaran (SAUNG), maka tehnik analisa data yang digunakan
adalah analisis dwivariant uji-t student antar kelompok.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dari hasil analisis data diperoleh hasil penelitian yaitu T = -3.282, df = 64
dan p = 0,002 (p < 0,05), artinya ada perbedaan yang signifikan antara siswa
Sekolah Dasar Negeri 10 Salatiga dan Sekolah Alam Ungaran (SAUNG).
Kreativitas adalah kemampuan siswa untuk menghasilkan pemikiran atau
gagasan apa saja yang pada dasarnya baru, sebelumnya belum pernah ada, dan
kemampuan untuk memecahkan masalah yang memungkinkan orang tersebut
untuk menciptakan ide-ide asli atau menghasilkan sesuatu yang adaptif yang
secara penuh berkembang, serta dapat bermanfaat bagi penggunanya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat tes kreativitas figural
(Utami Munandar dkk, 1988) untuk mengukur dan membandingkan kreativitas

21

siswa SDN 10 dan siswa Sekolah Alam Ungaran. Jadi peneliti menggunakan tes
figural.
Munandar (1990) kreativitas dapat dirumuskan dengan kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibelitas), dan orisinalitas dalam
berpikir, serta kemampuan untuk mengolaborasi (mengembangkan, memperkaya,
memperinci) suatu gagasan.
Rogers, 1972 (dalam Munandar,1988) juga mengemukakan bahwa yang
mendorong individu untuk bertindak kreatif adalah kecenderungannya untuk
mengaktualisasikan diri dan untuk merealisasikan potensi-potensi yang ada.
Kecenderungan inilah yang merupakan motivasi untuk membentuk produk kreatif
dalam hubungan dengan lingkungannya.
Sistem pendidikan memiliki pengaruh terhadap kreativitas siswa. Hal ini
sesuai dengan pendapat Soemardjan (1983) yang menyebutkan bahwa kreativitas
merupakan sifat pribadi individu dan bukan merupakan sifat sosial yang dihayati
oleh masyarakat. Tumbuh dan kembangnya kreativitas diciptakan oleh individu
dan dipengaruhi pula oleh banyak faktor, terutama adalah karakter yang kuat,
kecerdasan yang cukup dan lingkungan yang mendukung. Lingkungan dalam hal
ini adalah lingkungan sekolah, di mana dalam lingkungan sekolah ini terdapat
sistem pendidikan yang di terapkan di dalam sekolahan tersebut.
Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang di
lakukan oleh Marfu’ah, Suparno dan Rosana Dewi (2007) yang mengatakan siswa
SD lebih kreatif di bandingkan dengan SDIT (sekolah non regular .)
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kreatifitas yaitu sistem pembelajaran
dan metode yang berbeda. Sekolah alam tidak hanya bersifat pembelajaran
teoritis. Anak-anak dibawa ke alam untuk melihat secara langsung materi
pelajaran yang perlu diketahui sehingga ilmu yang diperoleh bisa aplikatif. Karena
lewat pembelajaran langsung (experiential learning), anak-anak dilatih untuk
berpikir dan menyelesaikan masalah menggunakan ilmu yang mereka peroleh.
Mereka menjadi subyek berpikir yang mencari tahu dan menyadari kegunaan
materi yang dipelajari.

22

Dalam penelitian ini penulis membedakan kreativitas dengan menyimpulkan
bahwa faktor yang dinilai dapat mempengaruhi kreativitas siswa adalah sistem
pendidikan yang diterapkan. Sistem pendidikan yang diterapkan di sekolahsekolah dasar biasanya masih tergantung pada pendidik, akibatnya siswa kurang
bersemangat dalam mencapai prestasi belajar dan siswa kurang memiliki tingkah
laku yang kritis, bahkan cara berpikir untuk mengeluarkan ide-ide baru terkesan
lambat. Sistem pendidikan hendaknya dapat merangsang pemikiran, sikap dan
perilaku kreatif siswa disamping pemikiran logis dan penalaran.
Di dalam penelitian ini berarti ada perbedaan kreativitas antara siswa
Sekolah Dasar Negeri 10 Salatiga dan Sekolah Alam Ungaran (SAUNG).
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data seperti yang telah diuraikan pada bab IV
maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
kreativitas siswa Sekolah Dasar Negeri 10 Salatiga dan siswa Sekolah Alam
Ungaran (SAUNG).
Yaitu dengan nilai p = 0,002 (p < 0,05) dan nilai mean pada siswa Sekolah
Dasar Negeri 10 Salatiga sebesar 88.66.
Siswa Sekolah Alam Ungaran (SAUNG) dengan nilai mean sebesar 96.61
di mana kreativitas siswa Sekolah Alam Ungaran (SAUNG) lebih tinggi dari pada
kreativitas siswa Sekolah Dasar Negeri 10 Salatiga.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan di atas, maka
penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi subjek penelitian khususnya siswa SDN 10 Salatiga diharapkan agar
selalu menggunakan kemampuan dimiliki untuk berkreasi atau membuat
sesuatu/menghasilkan karya tertentu seperti membuat puisi, berani dalam
mengungkapkan pendapat, berani bertanya dan mempertahankan pendapatnya
walaupun mendapat kritik (secara verbal), membuat benda dari tanah liat,
pasir, cat, kertas, dan lem, melukis/menggambar, menciptakan kontruksi

23

dengan menggunakan balok-balok agar sesuai dengan keinginannya, serta
berimajinasi, misalnya membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi dan
membuat/menulis cerita tentang kejadian-kejadian yang belum pernah dialami.
2. Bagi pendidik, diharapkan agar memberikan kebebasan siswa untuk berkreasi
misalnya memberikan kebebasan dalam membuat karya seni atau membuat
sesuatu yang baru (puisi, cerita pendek), memberikan kebebasan berimajinasi
seperti bercerita tentang hal-hal yang pernah dialami ataupun yang belum
pernah dialami (mengarang cerita), bertanya tentang sesuatu yang belum
dimengerti serta menerapkan sistem pendidikan yang dapat meningkatkan
kreativitas siswa dengan menambah jam pelajaran pada pelajaran seni,
menyediakan ruang kreativitas untuk siswa dan sering melakukan kegiatan
yang dapat membangkitkan kreativitas siswa seperti perlombaan mewarnai,
melukis, olah raga atau diskusi.
3. Bagi orang tua, diharapkan agar selalu memberikan dukungan untuk
peningkatan

kreativitas

anaknya,

misalnya

dengan

memberikan

atau

mengusahakan alat-alat permainan yang dapat merangsang kreativitas, seperti
permainan konstruksif (balok-balok, puzzle), menyediakan satu sudut khusus
untuk anak dalam melakukan aktivitas seerta mengajak anak untuk
menggambar atau melukis dan bermain teka-teki.
4. Bagi peneliti lain yang tertarik untuk mengadakan penelitian dengan tema yang
sama penulis menyarankan untuk mengontrol ruang lingkup yang lebih luas
misalnya dengan memperluas populasi dan memperbanyak sampel. Peneliti
juga menyarankan menggunakan alat tes yang lain seperti Tes Kreativitas
Verbal (TKV), Skala Sikap Kreatif, dan tes intelegensi. Dalam melaksanakan
penelitian diharapkan tidak hanya mengukur pribadi kreatif saja tetapi juga
untuk mengikut sertakan variabel lain seperti intelegensi, usia, lingkungan
tempat tinggal (desa-kota) dan variabel-variabel lain yang diduga dapat
mempengaruhi kreativitas sehingga hasil penelitian akan lebih akurat.

24

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta. Rineka Cipta.
Asmani Ma’mur Jamal 2011. 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Yogyakarta : DIVA Press.
Ayan, E. 2002. Bengkel Kreativitas. Penerjemah : Ibnu Setiawan . Bandung:
Kaita.
Chandra, J. 1994. Kreativitas bagaimana Menanam, Membangun, dan
Mengembangkannya. Yogyakarta : Sigma Alpha.
Gunarsa, S. 1986. Psikologi Remaja . Jakarta : PT . BPK. Gunung.
Kabul K. Apriani. 2006. Perbedaan Kreativitas Antara Siswa Laki- Laki dan
Siswa Perempuan di SMA LAB. Satya Wacana Salatiga.
Marfu’ah, Suparno, Dewi Rosana. 2007. Perbedaan Kreativitas Pada Siswa
Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Dasar Islam Terpadu. Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Prof. DR. Sudjana, M.A., M.SC. 2005. Metoda Statistika . Bandung: Tarsito
Purwanto. Kreativitas Berpikir Menurut Guilford. STAIN Surakarta; 2007
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D . Bandung. Alfabeta.
http: www.handsofalchemy.com
http://abudira.wordpress.com/2009/03/17/apa-itu-sekolahalam/EfriyaniDjuwita,M.Si
http://anggitadewipratiwi.blogspot.com/2012/09/sekolah-alam-inovasipendidikan.html
http://byutiridhaandini.blogspot.com/2013/09/identifikasi-dan-pengukurankreativitas.html
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/11/jhptump-a-kurniadest-526-3-babiii.pdf
http://sondyi.blogspot.com/2013/05/nilai-estetika-pendidikan.htmlericsondamanik
http://www.psychologymania.com/2012/07/tes-kreativitas-figural.html
http://www.psychologymania.net/2010/02/pengukuran-kreativitas.html

25

www.nakita.com. Mengukur Tingkat Kreativitas Si Prasekolah.18 Desember
2009.
www.wahyubk.blogspot.com. Pengertian Kreativitas