Perbandingan Algoritma Steganografi echo Data Hiding Dan Low Bit Encoding Dalam Pengamanan File

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Steganografi
Steganografi adalah sebuah seni menyembunyikan pesan rahasia dengan tujuan agar
keberadaan pesan rahasia tersebut tidak diketahui oleh orang yang tidak
berkepentingan. Ada dua proses utama dalam steganografi yaitu proses penyisipan
dan proses pengekstrakan. Steganografi menggunakan sebuah berkas yang disebut
dengan cover atau biasa disebut dengan carrier, tujuannya sebagai media pembawa
dari pesan rahasia. (Priambadha,2012)
Banyak format carrier yang dapat dijadikan media untuk menyembunyikan pesan,
diantaranya:
1. Format Image (Format Citra)
Format ini cukup sering digunakan karena format merupakan salah satu format file
yang sering dipertukarkan dalam dunia internet. Alasan lainnya adalah banyaknya
tersedia algoritma steganografi untuk carrier yang berupa citra. Contoh :

Bitmap

(.bmp), Graphics Interchange Format (.gif), Paintbrush Bitmap Graphic (.pcx), Joint

Photographic Expert Group (.jpeg), dan lain-lain.
2. Format Audio (Format Suara)
Format ini pun dipilih karena biasanya berkas dengan format ini berukuran relatif
besar. Sehingga dapat menampung pesan rahasia dalam jumlah yang besar pula.
Contoh : Wave Audio Format (.wav), Motion Picture Expert Group Audio Stream
Layer III (.mp3), Musical Instrument Digital Interface (.midi), dan lain-lain.

7
Universitas Sumatera Utara

8

3. Format Lain
Dalam algoritma Steganografi banyak juga carrier yang dapat digunakan. Contoh :
Teks file (.txt) , HyperText Markup Language (.html), Portable Document Format
(.pdf), video, dan lain-lain.
Secara umum teknik steganografi pada media digital menggunakan algoritma
penumpangan data pada byte stream data, byte stream data dapat berbentuk segment,
frames, data grams, dan lainnya. Karena steganografi mempunyai tujuan utama
menghindari deteksi sehingga algoritma penumpangan data pada file dilakukan secara

tak terlihat.
2.1.1 Kriteria Steganografi
Kriteria steganografi yang baik yakni sebagai berikut : (Ariyus, 2009)
1. Impercepbility
Keberadaan

pesan tidak

dapat

dipersepsi

oleh

indera manusia. Jika pesan

disisipkan ke dalam sebuah citra, citra yang telah disisipi pesan harus tidak dapat
penurunan kualitas warna pada file citra yang telah disisipi pesan rahasia dengan citra
asli


oleh

mata.

Begitu

pula

dengan

suara,

seharusnya

tidak

terdapat

perbedaan antara suara asli dengan suara yang telah disisipi pesan.
2. Fidelity

Mutu media penampung tidak berubah banyak akibat penyisipan Pengamat tidak
mengetahui kalau di dalam file carrier tersebut terdapat data rahasia.
3. Robustness
Pesan atau data yang disembunyikan harus tahan terhadap manipulasi yang dilakukan
kepada file carrier.
4. Recovery
Pesan yang disembunyikan harus dapat diungkap kembali. Tujuan steganografi adalah
menyembunyikan informasi, maka sewaktu- waktu informasi yang disebunyikan ini
harus dapat diambil kembali untuk dapat digunakan lebih lanjut sesuai keperluan.

Universitas Sumatera Utara

9

2.1.2 Konsep Steganografi
Konsep

dari

steganografi adalah


menyembunyikan

pesan dalam media lain,

sehingga pesan tidak dapat diterjemahkan secara langsung, dalam steganografi dikenal
beberapa istilah yaitu: (Alatas Putri, 2009)
1. Hidden File, merupakan pesan yang disembunyikan.
2. Cover (Carrier), merupakan media yang digunakan untuk menampung pesan.
3. Stego Audio, merupakan media audio yang sudah disisipkan pesan.
4. Stego Key, merupakan kunci

yang digunakan untuk menyisipkan pesan

maupun membaca pesan.
Didalam Steganografi audio digital ini, hidden text atau embedded message yang
dimaksudkan adalah teks yang akan disisipkan ke dalam cover atau carrier yaitu file
audio digital yang digunakan sebagai media penampung pesan yang disipkan. Dari
hasil penyisipan pesan kedalam file audio akan dihasilkan Stego Audio yang
merupakan file audio yang berisikan pesan rahasia. Proses penyisipan dan

pengekstrakan ini memerlukan kunci rahasia (stego key) agar hanya pihak yang
berhak saja yang dapat melakukan penyisipan dan ekstraksi pesan.
Pada penelitian ini, dalam proses penyisipan file dokumen menggunakan
media penyisipan berupa file audio yang berformat wave yang akan dikombinasikan
dengan sebuah kunci. Skema penyisipan pesan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skema Penyisipan Pesan

Universitas Sumatera Utara

10

Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa pengirim akan membutuhkan 3 file yaitu file
Carrier atau penampung yaitu file audio dengan format *.wav untuk menampung
pesan rahasia berupa file dokumen dengan format *.txt dan file stego key dengan
format *txt yang akan diinputkan kedalam Aplikasi Steganografi sehingga
menghasilkan file Stego Audio dengan format *.wav yang akan diberikan kepada
penerima.
Sedangkan pada proses pengekstrakan penerima akan memerlukan 2 file yaitu file
Stego key dengan format *.txt yang sama dengan Stego key yang dimiliki oleh

pengirim agar Hidden file dapat dilihat dan Stego Audio dengan format *.wav yang
merupakan audio yang telah disisipi oleh Hidden file. Skema pengekstrakan dapat
dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Skema Pengekstrakan Pesan
Saat ini steganografi dalam dunia digital berkembang ke dalam 2 arah yang berbeda,
satu arah bertujuan untuk melindungi file dokumen rahasia dari deteksi (protection
against detection), yang merupakan tujuan utama dari steganografi. Arah yang lain,
walaupun mengandung tujuan utama dari steganografi (menghindari deteksi), namun
bertujuan untuk melindungi file dokumen rahasia pada media agar tidak dapat
dihilangkan (protection against removal) (Vico, Jes´us d´iaz. 2010).

Universitas Sumatera Utara

11

2.2 Audio
2.2.1 Audio Digital
Audio digital merupakan versi digital dari suara analog yang dapat berasal dari hasil
perekaman atau hasil sintesis dari komputer. Audio digital merupakan representasi

dari suara asli dengan kata lain audio digital merupakan sampel suara. Kualitas
perekaman digital tergantung pada beberapa sering sampel diambil. (Binanto, 2010)
Tiga frekuensi yang paling sering digunakan adalah kualitas CD 44.1 kHz,
22.05 kHz, dan 11.025 kHz dengan ukuran 8 bit – 16 bit. Ukuran sampel 8 bit
menyediakan 256 unit level suara dalam satu waktu. Kualitas perekaman digital
tergantung pada seberapa sering sampel diambil dan berapa banyak angka yang
digunakan untuk merepresentasikan nilai dari tiap sampel, semakin bagus resolusi dan
kualitas suara yang ditangkap ketika diputar. Artinya, kualitas suara kan semakin
tinggi. Semakin tinggi kualias suara, semakin besar pula file yang dihasilkan. Resolusi
audio ( 8 bit atau 16 bit) menentukan akurasi. Penggunaan bit yang lebih besar untuk
ukuran sampel akan menghasilkan hasil rekaman yang menyerupai versi aslinya
(Binanto, 2010).
2.2.2 Proses Penyisipan pada Audio
Proses penyisipan pesan kedalam carrier audio melibatkan konversi sinyal analog ke
dalam rangkaian bit. Sinyal analog yang mulanya direpresentasikan dalam gelombang
sinus dan dengan frekuensi yang beragam akan dikonversi kedalam rangkaian bit
terlebih dahulu. Karena sistem pendengaran manusia yang hanya dapat menangkap
frekuensi dalam rentang 20 – 20.000 Hz dan gelombang suara yang bersifat analog
(sinyalnya bersifat kontinyu) maka gelombang tersebut perlu dibagi terlebih dahulu ke
dalam beberapa set sampel agar dapat direpresentasikan dalam rangkaian biner (1 dan

0).
Konversi dari sinyal analog ke sinyal digital akan dimulai dengan mengambil
sampel dari suatu sinyal analog dan merubah sampel tersebut dalam tingkatan voltase.
Tingkata voltase tersebut akan dikonversikan terlebih dahulu ke dalam format
numerik menggunakan skema yang disebut Pulse Code Modulation yang alat
pengkonversinya disebut Coder-Decoder.

Universitas Sumatera Utara

12

Pulse Code Modulation akan dipengaruhi oleh level sinyal dan waktu. Untuk
tampilan Pulse Code Modulation dapat dillihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Pulse Code Modulation (Karina, 2014)
Tetapi Pulse Code Modulation (PCM) hanya dapat menyediakan perkiraan dari sinyal
analog yang asli dan akan mengambil nilai yang mendekati. Misalnya sinyal analog
diukur pada level 6.93 akan dikonversikan ke 7 pada PCM. Hal ini dapat disebut
dengan quantization error. Aplikasi-aplikasi audio dapat mendefinisikan level-level
yang berbeda pada PCM. Sinyal analog yang akan dikonversi perlu disampel dengan

rate dua kali lebih tinggi dari frekuensi tertinggi yang berada pada sinyal tersebut agar
hasil yang asli dapat direproduksi dari sampel. Sebagai contoh pada sebuah jaringan,
suara manusia dengan rentang frekuensi 0-4000Hz (walaupun pada kenyataannya
hanya 500 – 3500 Hz yang membawa suara), disampel dengan rate 8000 Hz. Aplikasi
audio musik yang menangani spektrum penuh dari pendengaran manusia pada
umumnya menggunakan sampling rate 44.1 kHz, dimana pada 1 detik musik digital
terdapat 44100 sampel. (Kessler, 2004).
Sedangkan besar dari ukuran file musik yang tidak dikompresi dapat
dikalkulasikan dengan persamaan sebagai berikut:
Jumlah bit per detik = S * R* C

Universitas Sumatera Utara

13

Dimana:
S = Sampling rate
R = Resolusi Pulse Code Modulation (16 bit)
C = Jumlah channel (mono = 1, stereo = 2)


2.2.3 File Wave
Wave adalah bentuk format file audio yang fleksibel untuk menyimpan semua
kombinasi audio. Hal ini menyebabkan format file audio dalam bentuk wave sangat
layak untuk menyimpan dan mengarsipkan rekaman asli. Wave merupakan format
file yang tidak dikompres sehingga akan mengenkodingkan semua suara baik suara
yang kompleks maupun tanpa suara dengan jumlah bit yang sama setiap satuan
waktunya. Contohnya: sebuah file menyimpan rekaman dari sebuah lagu selama
tiga menit akan sama besarnya dengan file yang hanya berada dalam keadaan
tanpa suara selama tiga menit apabila keduanya disimpan dalam bentuk format file
wave. (Sugeng, 2014)
2.2.3.1 Struktur Wave
File Wave menggunakan struktur standar RIFF (Resource Interchange File Format)
dengan mengelompokan isi file ke dalam bagian-bagian seperti format Wave dan data
digital audio. Setiap bagian akan memiliki header beserta ukurannya sendiri-sendiri.
Struktur RIFF sendiri merupakan struktur yang biasa digunakan untuk menyimpan
data multimedia dalam Windows. Struktur ini akan mengatur semua data yang
berada di dalam file ke dalam bagian-bagian yang masing-masing memiliki header
dan ukurannya sendiri yang biasa disebut sebagai chunk. Struktur ini akan
memudahkan jika terdapat bagian yang tidak dikenali oleh sistem akan dilakukan
pelompatan dan terus memproses bagian yang dikenal. Contoh

file

yang

menggunakan struktur RIFF adalah file WAV dan AVI. (Sugeng, 2014)
Sesuai dengan struktur file RIFF file Wave akan diawali dengan 4 byte yang
berisi „RIFF‟ kemudian 4 byte beriktunya yang menyatakan akan menyatakan ukuran
dari file tersebut kemudia 4 byte berikutnynya berisi „WAVE‟ yang menyatakan
bahwa file tersebut adalah file Wave. Kemudian adalah informasi dari format sampel
yang menjadi sub-bagian dari bagian RIFF lalu diikuti sub-bagian data audionya.

Universitas Sumatera Utara

14

Struktur data pada file audio berbeda-beda tergantung format audionya. Struktur file
wave dapat dilihat seperti pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Struktur File Wave (Kamred, 2014)
File dengan format wave akan menggunakan Pulse Code Modulation (PCM) untuk
menyimpan suara yang bersifat analog agar dapat menjadi data digital pada komputer
dimana data sinyal analog tersebut akan diambil sampelnya pada setiap selang periode
tertentu kemudian dijadikan nilai pada sistem digital. Selang waktu yang digunakan
untuk mengambil sampel pada sinyal analog tersebut menentukan kualitas suara yang
dihasilkan. Semakin banyak sampel sinyal analog yang diambil dalam selang waktu
tertentu maka semakin baik pula kualitas suara yang dihasilkan (hasil suara akan
mendekati dengan suara aslinya). Data mentah hasil PCM ini kemudian disimpan
dalam format file *.wav.

Universitas Sumatera Utara

15

2.3 Penyisipan Data
Untuk melakukan penyisipan data dengan menggunakan media audio akan
membutuhkan dua file. File pertama adalah media audio digital asli yang belum
dimodifikasi yang akan menangani informasi tersembunyi yang akan disebut dengan
carrier audio. File kedua adalah pesan yang akan disisipkan yang hal ini merupakan
file dokumen. Suatu file dokumen dapat berupa plaintext, chipertext, gambar lain, atau
apapun yang dapat ditempelkan ke dalam bit-stream. Ketika dikombinasikan carrier
audio dan file dokumen yang ditempelkan membuat Stego Audio. Suatu Stego Key
(suatu password khusus) juga dapat digunakan secara tersembunyi pada saat decode
selanjutnya dari file dokumen (Munir, R. 2004).

2.3.1

Algoritma Penyisipan Data dalam Media Audio

Ada tiga algoritma yang sering digunakan untuk melakukan penyisipan data dalam
media audio yaitu Algoritma Spread Spectrum, Algoritma Echo Data Hiding, serta
Algoritma Low Bit Encoding, (Vico, Jes´us d´iaz. 2010).
2.3.1.1 Spread Spectrum
Algoritma Spread spectrum akan bekerja dengan cara menyembunyikan pesan di
dalam sinyal lain yang area sebarnya lebih besar. Oleh karena itu pesan yang akan
disisipkan terlebih dulu dibagi ke dalam beberapa blok dengan ukuran tertentu yang
sesaui dengan ukuran carrier audio. Setiap blok tersebut nantinya akan ditempatkan
secara acak di dalam sinyal lain yang areanya lebih besar tadi. Langkah pertamanya
adalah dengan cara membuat noise dari suatu sinyal menggunakan noise generator.
Kemudian pesan yang telah dipecah ke dalam beberapa blok tersebut akan
disembunyikan pada noise yang telah terbentuk dan akan disebarkan ke berbagai
spectrum dengan frekuensi sinyal yang berbeda-beda dan kemudian akan membuat
sebuah file baru yang disebut dengan Stego Audio yang telah berisi pesan dan audio.
File Stego Audio yang telah dibentuk juga dapat berisi Stego Key yang akan
membantu mencari letak pesan yang disisipkan. (Vico, Jes´us d´iaz, 2010).

Universitas Sumatera Utara

16

2.3.1.2 Echo Data Hiding (EDH)
Algoritma Echo Data Hiding bekerja dengan cara menyisipkan pesan pada file carrier
dengan menggunakan sebuah “echo”. Telinga manusia tidak dapat membedakan
sinyal asli dan echo secara bersamaan melainkan hanya berupa sinyal distorsi tunggal.
Untuk membentuk echo dibutuhkan impuls yang disebut dengan kernel. Kernel “satu”
dibuat dengan delay 1 detik sedangkan kernel “nol” dibuat dengan delay 0 detik
seperti yang terlihat pada Gambar 2.5. (Sugiono, 2008)

Gambar 2.5 Kernel (Sugiono, 2008)
Proses Pembentukan echo dimulai dari sinyal suara asli yang kemudian akan dibentuk
kernel dan hasil akhirnya berupa sinyal asli yang telah digabu ngkan dengan echo
seperti yang terlihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Proses Pembentukan Echo (Sugiono, 2008)
Pertama-tama carrier audio harus dibagi-bagi menjadi bagian yang lebih kecil.
Setelah dilakukan pembagian, maka setiap bagian dapat di-echo-kan sesuai dengan bit
yang diinginkan dengan menggunakan bantuan kernel “satu”. Dan kernel “nol” seperti
yang terlihat pada Gambar 2.7.

Universitas Sumatera Utara

17

Gambar 2.7 Proses Penyisipan (Sugiono, 2008)

Dua buah mixer sinyal akan dibuat untuk menggabungkan kedua sinyal hasil encode
tadi. Mixer sinyal akan mewakili masing-masing bit biner baik bit biner satu maupun
bit biner nol (tergantung pada bit yang akan disembunyikan pada bagian tersebut) atau
pada tahap transisi antara bagian–bagian yang berisi bit biner yang berbeda seperti
yang terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Penyisipan dalam Echo Data Hiding (Sugiono,2008)

Universitas Sumatera Utara

18

Sedangkan untuk proses ekstraksi input yang dibutuhkan hanya carrier audio atau
sinyal suara yang asli saja (apabila stego key sudah disisipkan pada sinyal terlebih
dahulu) atau carrier audio beserta stego key yang harus diinputkan. Pada proses
ekstraski ini secara keseluruhan proses yang terjadi merupakan kebalikan dari proses
penyisipan, akan tetapi proses yang dilakukan tetap berdasarkan stego key yang
diinputkan. Apabila stego key yang diinputkan salah maka proses ekstraksi akan
gagal. Output dari proses ekstraksi ini adalah kode unik yang telah disisipkan
sebelumnya. Data hasil ekstraksi ini nantinya akan berupa sekumpulan bilangan biner
yang harus dikonversi terlebih dahulu agar dapat digunakan untuk penjelasan lebih
lanjut dapat dilihat pada Gambar 2.9

.
Gambar 2.9 Ekstrasi dalam Echo Data Hiding (Sugiono,2008)

Pada Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa sinyal audio dan key mula-mula akan dihitung
terlebih dahulu panjang sinyal yang akan diprosesnya kemudian sinyal tersebut akan
dipecah menjadi beberapa bagian yang disebut kernel. Kemudian dapat digunakan
cepstrum pada tiap kernel dan tahap terakhir data akan disusun sehingga
menghasilkan data akhir.

Universitas Sumatera Utara

19

2.3.1.3 Low Bit Encoding
Algoritma Low Bit Encoding bekerja dengan cara mengganti Least Significant Bit
(LSB) pada setiap titik sampling. Algoritma ini mirip dengan Algoritma Least
Significant Bit pada citra, bedanya jika pada citra yang diganti adalah bit yang
merepresentasikan warna, maka pada audio bit yang diganti adalah bit sampling dari
file audio itu sendiri. Dengan menggunakan algoritma ini ukuran pesan yang
disisipkan relatif besar, namun akan berdampak pada kualitas audio. Karna akan
terdapat banyak noise. Selain itu, dengan menggunakan algoritma ini lemahnya
kekebalan terhadap manipulasi.( Firmansyah, 2012)
Pada Algoritma Low Bit Encoding dilakukan penyisipan pesan dilakukan
dengan mengganti bit pada Least Significant Bits yang merupakan bagian dari barisan
data biner yang mempunyai nilai paling kecil yang terletak di paling kanan dari
barisan bit. Lalu terdapat Most Significant Bits yang letaknya berada disebelah kiri
barisan data biner. Biasanya bit yang terletak pada LSB merupakan bit yang nilainya
tidak terlalu berarti sehingga jika dilakukan perubahan pada bit-bit tersebut tidak akan
memberikan perbedaan besar terhadap data asli. Untuk penjelasan letak MSB dan
LSB dapat dilihat pada Gambar 2.10. (Chasanah,2009)

Gambar 2.10 Penjelasan LSB dan MSB (Suri, 2013)
Pada Gambar 2.10 dapat dilihat pada bagian bit sebelah kiri yaitu 0110 yang
merupakan Most Significant Bit (MSB) dan bit 1001 yang terletak di sebelah kanan
yang merupakan Least Significant Bit (LSB).

Universitas Sumatera Utara

20

2.4 Penelitian yang Relevan
Berikut ini beberapa penelitian yang terkait dengan algoritma Echo Data Hiding dan
Low Bit Encoding:
1. Tirta Priambadha (2012) dalam jurnal internasional ISSN 1693-0533 yang
berjudul Echo Data Hiding Steganography and RSA Cryptography on Audio
Media, beliau menyimpulkan bahwa algoritma tersebut dapat digunakan dalam
penyisipan pesan karena mekanika untuk mengekstraksi bit-bit pesan yang
menggunakan beberapa sampel untuk memeperoleh setiap pesan. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah amplitudo. Semakin tinggi amplitude yang dipilih pada
proses penyisipan maka semakin tinggi

juga tingkat pemulihannya. Artinya

kualitas audio menurun jika amplitudo meningkat sehingga mempengaruhi
kualitas audio.
2. Susmita Dutta (2013) dalam jurnal internasional ISSN 2321 – 2004 yang berjudul
Echo Hiding Approach in Video Forensic, beliau menyimpulkan bahwa
dibutuhkan algoritma yang dapat mengatasi masalah rendahnya ketahanan
terhadap serangan dan mencegah pengungkapan pesan tersembunyi. Maka
digunakan sebuah algoritma yang dapat menyisipikan pesan dalam bit ke dalam
lapisan sampel yang lebih dalam utnuk mengurangi kesalahan yang terjadi jika
perubahan tidak mungkin terjadi bagi setiap sampel maka perubahan tersebut akan
diabaikan. Dengan mengunakan algoritma ini bit-bit pesan dapat disisipkan
kedalam dalam lapisan untuk meningkatkan tingkat keamanan tadi.
3. Sounak Lahiri (2016) dalam jurnal yang berjudul IJCA 0975 – 8887 yang berjudul
Audio Steganography using Echo Hiding in Wavelet Domain with Pseudorandom
Sequence, beliau menyimpulkan bahwa dalam karya ilmiah ini menyediakan satu
algoritma dalam penyisipan pesan ke dalam cover file audio. Kebalikan dari
algoritma least significant bit yang sering digunakan pada kasus lainnya. Disini
penulis menggunakan algoritma echo data hiding. Tetapi pada proses ini
menghasilkan noise pada saat transisi. Penerapan Discrete Wavelet Transform
membuat sistem yang lebih efisien dan dinamis sebagaisinyal rekonstruksi
menjadi lebih mudah, dibandingkan dengan transformasi lain yang dapat
digunakan untuk tujuan. Selain itu, transformasi wavelet memungkinkan analisis
dalam waktu dan frekuensi domain, yang memiliki lebih banyak keuntungandari

Universitas Sumatera Utara

21

transformasi lain. Penggunaan pseudorandom urutan ke-encode data pada posisi
yang berbeda meningkatkan efisiensi dan menjaga kerahasiaan dari informasi
yang ditransmisikan dari satu titik ke yang lain, karena urutan pseudorandom yang
dihasilkan unik untuk encoder - decoder pasangan. Oleh karena itu, informasi
dalam sinyal stego tidak dapat diekstraksi dengan mudah tanpa kunci yang sesuai .
Oleh karena itu, sistem secara keseluruhan, memiliki efisiensi yang lebih dan
kebal terhadap kebisingan, sambil menjaga kerahasiaan pesan selama transmisi.
4. Kamred Udham Singh (2014) dalam jurnal internasional ISSN 2250-2459 yang
berjudul

LSB Audio Steganography Approach, beliau menyimpulkan bahwa

Teknik yang diusulkan dianggap menjadi algoritma yang efisien untuk
menyimpan teks didalam file audio sehingga informasi dapat dikirim sampai
tujuan dalam cara yang aman tanpa diubah.

Audio Steganografi adalah teknik

mengirim informasi rahasia dengan menyembunyikan file pembawa. Hanya
penerima file yang mengetahui adanya informasi. Teknik LSB Steganografi sangat
mudah untuk diterapkan. Penggantian byte terakhir dari audio dengan bit pesan
akan membuat perubahan kecil dalam audio tetapi tidak akan dideteksi oleh
manusia.
5. Namita Verma (2012) dalam jurnal yang berjudul Secure Communication Through
Audio Signals, beliau menyimpulkan bahwa algoritma yang digunakan adalah
Least Significant Bit yang memungkinkan pesan rahasia dikirim secara aman dan
tidak terdeteksi. Ukuran wadah penampung juga tidak mengalami perubahan.
Algoritma LSB dapat digunakan jika wadah penampung merupakan file yang tidak
dikompresi. Sistem tersebut dapat dikembangkan dengan menggunakan enkripsi
bersamaan dengan teknik penyembunyian data yang lain.

Universitas Sumatera Utara