Analisis Efektifitas Alat Penukar Kalor Shell & Tube Dengan Fluida Panas dan Fluida Dingin Air

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Dasar Perpindahan Panas
Perpindahan kalor dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpindahnya
suatu energi (kalor) dari satu daerah ke daerah lain akibat adanya perbedaan suhu
pada daerah tersebut. Macam-macam proses perpindahan kalor, yaitu :
1. Perpindahan kalor secara konduksi.
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana
kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah
dalam suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang
berlainan yang bersinggungan secara langsung.
2. Perpindahan kalor secara konveksi.
Perpindahan kalor secara konveksi adalah proses tansport energi dengan kerja
gabungan dari konduksi kalor, penyimpanan energi dan gerakan mencampur.
Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara
permukaan benda padat dan cair atau gas. Perpindahan kalor secara konveksi dari
suatu permukaan yang suhunya di atas suhu fluida disekitarnya berlangsung

dalam beberapa tahap. Pertama, kalor akan mengalir dengan cara konduksi dari
permukaan ke partikel partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah
dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel-partikel
fluida tersebut. Kedua, partikel-partikel tersebut akan bergerak ke daerah suhu
yang lebih rendah dimana partikel tersebut akan bercampur dengan
partikel-partikel fluida lainnya.
Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi
di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada
saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan
koefisien perpindahan panas menyeluruh, U, yang memungkinkan untuk
menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara

Universitas Sumatera Utara

6

kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan
temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada
saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan
logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan

perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor.
Ketika dua temperatur tidak diketahui maka dapat dianalisisdengan metode
keefektifitasan-NTU.
2.2 Pengertian Alat Penukar Kalor
Secara umum,alat penukar kalor adalah alat yang memindahkan panas
diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan
kedua fluida tersebut dengan menggunakan suatu medium pembatas. Alat penukar
kalor biasanya digunakan didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus
pemanasan, teknik pendingin dan sistem pengkondisian udara, proses-proses
kimia, dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan
ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua
fluida bercampur. Adapun pembagian alat penukar kalor berdasarkan fungsinya
yakni :
a. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau
campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang
dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan
panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap
yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan
dimasukkan ke dalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.
b. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida

sampai

pada

temperatur

yang

rendah.

Temperatur

fluida

hasil

pendinginandidalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida
pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media
pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon. Salah satu contohmya
adalah water – cooled chiller yang dapat dilihat pada gambar 2.1


Universitas Sumatera Utara

7

Gambar 2.1 :Water – Cooled Chiller [6]

c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas
dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi
perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin
coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan
(kipas).
d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi
uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari
fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat
yang digunakan adalah air atau refrigeran cair.
e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta
menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang
sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.
Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.1, diperlihatkan

sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media
penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube.

Universitas Sumatera Utara

8

Gambar 2.2 :Thermosiphon Reboiler [7]

f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas
suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu:
1. Memanaskan fluida
2. Mendinginkan fluida yang panas
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan
kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana
fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang
mengalir adalah gas buangan yang semuanya berada didalam shell.

Gambar 2.3 : Konstruksi Heat Exchanger [1]


Universitas Sumatera Utara

9

2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor
1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas
a. Tipe kontak tidak langsung
1. Tipe dari satu fase
2. Tipe dari banyak fase
3. Tipe yang ditimbun (storage type)
4. Tipe fluidized bed
b. Tipe kontak langsung
1. Immiscible fluids
2. Gas liquid
3. Liquid vapor
2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir
a. Dua jenis fluida
b. Tiga jenis fluida
c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)
3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan

a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m
b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m
4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas
a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya
b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya
terdapat cara konveksi 2 aliran
c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2
passaliran masingmasing
d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi
5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi
a. Konstruksi tubular (shell and tube)
1. Tube ganda (double tube)
2. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod
baffle)
3. Konstruksi tube spiral

Universitas Sumatera Utara

10


b. Konstruksi tipe pelat
1. Tipe pelat
2. Tipe lamella
3. Tipe spiral
4. Tipe pelat koil
c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface)
1.Sirip pelat (plate fin)
2. Sirip tube (tube fin)
3.Heat pipe wall
4.Ordinary separating wall
d. Regenerative
1. Tipe rotary
2. Tipe disk (piringan)
3 Tipe drum
4. Tipe matrik tetap
6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran
a. Aliran dengan satu pass
1. Aliran Berlawanan
2.Aliran Paralel
3.Aliran Melintang

4.Aliran Split
5.Aliran yang dibagi (divided)
b. Aliran multipass
a. Permukaan yang diperbesar (extended surface)
1.Alirancounter menyilang
2.Aliran paralel menyilang
3.Alirancompound
b. Multipass plat

Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang
telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang

Universitas Sumatera Utara

11

dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular
Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan
untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat,
karena alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi.

Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger,
yaitu :
1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat,
misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.
2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi
ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum
digunakan dalam dunia industri :
1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)
Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang
ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada
gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang
mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau
countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan
dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat
exchangermerupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran
yang kecil.

Gambar 2.4 : Aliran double pipe heat exchanger [7]


Universitas Sumatera Utara

12

Gambar 2.5 :Hairpin heat exchanger [10]

Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk extreme
temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan surface area
yang moderat (range surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exchanger tersedia
dalam :
-

Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell
(multitube),

-

Bare tubes, finned tube, U-Tubes,

-

Straight tubes,

-

Fixed tube sheets

Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan dan
dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan
panas yang besar.Ukuran standar dari tees dan return head diberikan pada tabel
berikut :

Tabel 2.1 :Double Pipe Exchanger fittings
Outer Pipe, IPS

Inner Pipe, IPS

3







3

2

4

3

Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft Panjang
efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi
perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the
exchanger section.

Universitas Sumatera Utara

13

Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini. Aliran
dalam type heat exchanger dapat bersifat cocurrent atau counter current dimana
aliran fluida panas ada padainner pipe dan fluida dingin pada annulus pipe.

Gambar 2.6 : Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current
[11]

Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes)
maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang.
Sedangkan pada aliran countercurrent, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di
dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar
2.6 dan gambar 2.7.

Gambar 2.7 :Double-pipe heat exchangers in series [12]

Universitas Sumatera Utara

14

Gambar 2.8 :Double-pipe heat exchangers in series–parallel [3]

Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger:
a) Keuntungan
1. Penggunaan longitudinal tinned tubesakan mengakibatkan suatu heat
exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat
transfer coefficient.
2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface
area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature
cross.
3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan
dengan konstruksi pipa-U.
4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.

b) Kerugian
1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak
dibangun untuk 14ndustry standar dimanapun selain ASME code.
2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing
dengan single shell dan tube heat exchanger.
3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.

Universitas Sumatera Utara

15

2. Shell And Tube Heat Exchanger
Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan
relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu
annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang
optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi
perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular
pitch(Pola segitiga) dan square pitch(Pola segiempat).

Gambar 2.9 :Bentuk susunan tabung [5]

Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan
pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)

Gambar 2.10 :Shell and tube heat exchanger[5]

Universitas Sumatera Utara

16

Keuntungan dari shell and tube:
1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar
dengan bentuk atau volume yang kecil.
2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk
operasi bertekanan.
3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished).
4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis
material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi.
5. Mudah membersihkannya.
6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished).
7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.
8. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui
oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah).
9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu
kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang

Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah
lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit
perawatannya

3. Plate Type Heat Exchanger
Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless
steel atau tembaga. Plate dibuat dengandesign khusus dimana tekstur permukaan
plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua
plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti berlapislapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran
alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah
plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah

Universitas Sumatera Utara

17

Gambar 2.11 :Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent [12]

4. Jacketed Vessel With Coil and Stirrer
Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air
panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam
vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas.
Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi
tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur
diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel

Gambar 2.12 : Skema Dari Jacketed Vessel With Coil And Stirrer [4]

Universitas Sumatera Utara

18

2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas
2.4.1 Konduksi
Terdapat sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi
pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang
berbeda yakni T1>T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan
perpindahan panas secara konduksi pada arah x positif. Dapat diukur laju
perpindahan panas qx, dan dapat ditentukan qx bergantung pada variabelvariabel berikut : ΔT, yakni perbedaan temperatur ; Δx, yakni panjang batang
; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang.
Jika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka dapat
dilihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika ΔT
dan A adalah konstan, dapat dilihat bahwa qx berbanding terbalik dengan Δx.
Apabila A dan Δx konstan, maka dapat dilihat bahwa qx berbanding lurus
dengan ΔT. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
qx ∞ A

Δ�

(2.1)

Δx

Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah
percobaan.

Gambar 2.13 : Perpindahan Panas secara Konduksi [5]
Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, akan
ditemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, juga ditemukan
bahwa untuk nilai A,Δx,dan ΔTyang sama, akan menghasilkan nilai qx yang
lebih

kecil

untuk

plastik

daripada

bermaterial

logam.

Sehingga

kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan
memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,

Universitas Sumatera Utara

19

qx = kA

Δ�

(2.2)

Δx

k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat
material yang penting. Dengan menggunakan limit Δx

0 didapatkan

persamaan untuk laju perpindahan panas,
qx = kA

��

(2.3)

dx

atau persamaan flux panas menjadi,

2.4.2 Konveksi

��" =

qx
A

=-k

��

(2.4)

dx

Ada beberapa mekanisme perpindahan panas yaitu konduksi,
konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media
perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi,
pada konveksi membutuhkan gerakan fluida

untuk dapat

memindahkan

panas.
Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat
bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis μ, konduktivitas
termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh
kecepatan fluida Ѵ , bentuk dan kekasaran permukaan, dan tipe aliran.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi
adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu,
konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.

Gambar 2.14 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa [11]

Universitas Sumatera Utara

20

Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan
panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan temperatur dan
dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.
Qkonveksi = hAs (Ts - T∞)

(2.5)

h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area
permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda,
T∞ merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.
2.4.3 Radiasi
Radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi
dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan
kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi
yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat kecepatan
cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara
konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang
lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi pada 2 benda
yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang
memiliki temperatur yang lebih rendah.
Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan
kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari
keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda
blackbody.Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap
radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu,
tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak
daripada blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan
panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi
yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah
emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai
arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada gambar
berikut

Universitas Sumatera Utara

21

Gambar 2.15 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas [11]
Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan
tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan
pada tahun 1879 dan dapat dituliskan
Eb (T) = σT 4 (w/m2)

(2.6)

σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah
temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi
secara teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. Eb merupakan kekuatan
emisifitas blackbody.
2.5 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh
Sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang
dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari
fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui
konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi
apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi.
Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang
terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti
yang ditunjukkan oleh gambar berikut

Universitas Sumatera Utara

22

Gambar 2.16 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor
tabung sepusat [11]
Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk
alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan
termal dinding tabung adalah
Rdinding =

ln(Do/Di)

(2.7)

2kL

Gambar 2.17 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis
Di ≈Do dan Ai ≈Ao [11]

k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga
tahanan termal total menjadi
R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =

1
hi Ai

+

ln(Do/Di)
2kL

+

1
ho Ao

(2.8)

Universitas Sumatera Utara

23

Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan
semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi
sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah
Q=

ΔT
R

= UA ΔT = UiAi ΔT = UoAo ΔT

(2.9)

U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C).
Rumus diatas menjadi :
1

=

1

=

1

=R=

UAs Ui Ai Uo Ao

1
hi Ai

+Rdinding +

1

(2.10)

ho Ao

Sebagai catatan bahwa UiAi = UoAo tetapi Ui ≠ Uo kecuali Ai = Ao

2.6 Faktor Kerak ( Fouling Factor )
Penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor biasanya
mengakibatkan performansi alat penukar kalor semakin menurun seirinng dengan
bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya. Lapisan kotoran
tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan
mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor.
Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rfyang
menjadi ukuran dalam tahanan termal.
Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan
meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel
pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur
operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor.
Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya
kecepatan.
Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya
yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan
sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam
dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki
sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

Universitas Sumatera Utara

24

1
UAs

=

1
Ui Ai

=

1
Uo Ao

Rf,i ln(Do/Di) Rf,o

1

= R=h A + +
i

i

Ai

2kL

+

Ao

+

1
ho Ao

(2.11)

Ai = DiL dan Ao= DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar
kalor.
Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.
Tabel 2.3 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida [11]
Fluid

Rr, m2, oC/W

Distiled water, sea
water, river water,
boiler feedwater:
Below 50oC

0,0001

Above 50oC

0,0002

Fuel oil

0,0009

Steam (oil free)

0,0001

Refrigerants
(liquid)

0,0002

Refrigerants
(vapor)

0,0004

Alcohol vapors

0,0001

Air

0,0004

2.7 Metode LMTD
Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan
tunak (steady)
a) Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk.
Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida

yang berada di elemen da dari

permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui
elemen ds dituliskan dengan rumus

Universitas Sumatera Utara

25

dq = U dA ( Th - Tc)

(2.12)

Dimana :
dq = Laju perpindahan panas kedua fluida (W)
U = Koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C)
dA = luas penampang tabung (m2)
Th = Suhu fluida panas (°C)
Tc = Suhu fluida dingin (°C)

Gambar 2.18 distribusi suhu APK aliran sejajar

2.7.1 Metode LMTD Pada Aliran Paralel (Sejajar)
Metode ini dipakai dengan arah fluida panas dan fluida dingin pada
arah yang sama. Artinya perpindahan panas antara kedua fluida di dalam
APK sama besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau pun dari fluida
dingin. Sehingga didapatkan rumus dan dapat dituliskan sebagai berikut
dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (dtc)
dimana : ṁh
ṁc

(2.13)

= laju aliran massa fluida panas (kg/s)
= laju aliran massa fluida dingin (kg/s)

Cph = panas jenis fluida panas (J/kg K)
Cpc = panas jenis fluida dingin (J/kg K)

Universitas Sumatera Utara

26

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dTh< 0 dan dTc> 0 dan
dituliskan sebagai berikut :
dTh = -

�q

ṁℎ��

;

dTc =



�q

(2.14)

ṁ� ���

Kemudian persamaan diatas diturunkan, sehingga didapatkan :
dTh – dTc = d (Th – Tc) = -

�q

ṁℎ��

-

�q

(2.15)

1

(2.16)

ṁ� ���



dimana diketahui bahwa :
�q

1

=

ṁℎ ��ℎ

ṁℎ ��ℎ

�q

dan

ṁ� ���

=

ṁ� ���

Lalu disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan didapatkan
persamaan :
d (Th – Tc) = -dq�

1

ṁℎ ��ℎ

+

1

ṁ� ���



(2.17)

Kemudian mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat:
1

d (Th – Tc) = -U dA ( Th - Tc) �

ṁℎ ��ℎ

d (Th – Tc)

1

1

+

ṁ� ���



(2.18)

setelah itu, persamaan 2.19 disederhanakan menjadi berikut:

( Th − Tc)

= - U dA�

1

ṁℎ ��ℎ

+

ṁ� ���



(2.19)

Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U
dan �

1

ṁℎ ��ℎ

+

1

ṁ� ���

� adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada gambar

distribusi suhu maka didapatkan:


��� d (Th – Tc)

∫� ℎ��

ℎ� ��



( Th − Tc)

� = −� �

1

ṁℎ ��ℎ

+

1

ṁ� ���



� ∫0 ��

(2.20)

Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat:
ln (Tho – Tco) – ln (Thi – Tci) = - U A�

1

ṁℎ ��ℎ

+

1

ṁ� ���



(2.21)

Universitas Sumatera Utara

27

ln�

Tho – Tco
Thi – Tci

� = - U A�

1

+

ṁℎ ��ℎ

1

ṁ� ���



(2.22)

Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q :
Q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci)
ṁhCph =

Q

ṁcCpc =

;

�ℎ� − �ℎ�

(2.23)
Q

(2.24)

���−���

dengan mensubstitusikan persamaan 2.25 ke 2.23 maka didapatkan
ln�

Tho – Tco
Thi – Tci

q = U A�

� = - U A�

�ℎ� −�ℎ�
Q

(�ℎ� −��� )−(�ℎ� −���)
� −�
�� ℎ� ��

�ℎ� −���

+

��� −���
Q



(2.25)



(2.26)

Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu :
∆Ta = �ℎ� − ���
∆Tb=�ℎ� − ���

Jadi :

(2.27)
(2.28)
∆T� −∆T�

q =UA

∆T
�� b
∆T�

∆T� −∆T�

atau q = U A

��

∆Ta
∆T�

(2.29)

2.7.2 Metode LMTD Pada Aliran Berlawanan
Variasi dari temperatur fluida dingin dan fluida panas pada APK
dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada
kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan.
Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida
panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran
fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini
tidak sesuai dengan pernyataan hukum kedua dari temodinamika.

Universitas Sumatera Utara

28

Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga
dari LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan
APK aliran sejajar dan untuk luasan pun APK aliran berlawanan lebih kecil
dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan terlebih dahulu menentukan persamaan LMTD untuk aliran
berlawanan berikut.
dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (-dtc)

(2.30)

pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dTh dan dtc adalah
negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan
tersebut dapat dilihat bahwa:
dTh = -

��

ṁℎ��

;

dTc =-



persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi:
��

dTh – dTc = d (Th – Tc) = -

ṁℎ��

��

(2.31)

ṁ� ���



��

(2.32)

ṁ� ���

dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke
persamaan 2.33, maka didapat:
d (Th – Tc) = -dq�

1

ṁℎ ��ℎ



1

ṁ� ���



(2.33)

dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat:
d(Th – Tc) =- U dA( Th - Tc) �

d (Th – Tc)

( Th − Tc)

= - U dA�

1

ṁℎ ��ℎ



1

ṁ� ���

1

ṁℎ ��ℎ



1

ṁ� ���





(2.34)

(2.35)

Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian
mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan �
1

ṁ� ���

1

ṁℎ ��ℎ



� adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada

gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat:
�ℎ� ��� d (Th – Tc)


( Th − Tc)
ℎ� ��0

∫�

=−� �

1

ṁℎ ��ℎ

+

1

ṁ� ���



� ∫0 ��

(2.36)

Universitas Sumatera Utara

29

Maka hasil integral dari persamaan 2.37 didapat:
ln (Tho – Tci) – ln (Thi – Tco) = - U A�

ln�

Tho – Tci

� = - U A�

Thi – Tco

1



ṁℎ ��ℎ

1

ṁℎ ��ℎ
1

ṁ� ���



1

ṁ� ���





(2.37)

(2.38)

kemudian persamaan 2.39 diturunkan sehingga didapat:
ln�

Tho – Tci

� = -U A�

Thi – Tco

�ℎ� −�ℎ�
Q



���−���
Q



(2.39)

dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat:
(�ℎ� −��� )−(�ℎ� −���)

Q = U A�

� −�
�� ℎ� ��
�ℎ� −���



(2.40)

Berdasarkan gambar distribusi suhu:
∆Ta = �ℎ� − ���

(2.41)

∆Tb = �ℎ� − ���

(2.42)

Dimana :
�ℎ� = Suhu panas keluar (℃)

�ℎ� = Suhu panas masuk (℃)

��� = Suhu dingin keluar (℃)
��� = Suhu dingin masuk (℃)
Jadi :

∆T� −∆T�

q =UA

∆T
�� b
∆T�

∆T� −∆T�

atau q =U A

��

∆Ta
∆T�

(2.43)

Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka
didapat:

Universitas Sumatera Utara

30

LMTD = =

∆T� −∆T�
��

∆Tb
∆T�

=

∆T� −∆T�
��

(2.44)

∆Ta
∆T�

Untuk aliran sejajar : ∆Ta = �ℎ� − ��� ; ∆Tb = �ℎ� − ���

Untuk aliran berlawanan : ∆Ta = �ℎ� − ��� ; ∆Tb = �ℎ� − ���

(2.45)
(2.46)

Catatan:


Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut :
1. Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam
perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata
didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya.
2. Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan
untuk sepanjang permukaan APK.
3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50% dari ∆Tb, maka LMTD
dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya
hanya dibawah 1%.
4. ∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan
grafik sebgai fungsi ∆Ta dan ∆Tb
5. APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran
sejajar.

Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran
sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini
dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas
menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu
masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas
dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran
berturut-turut adalah 180oC dan 100oC sedangkan temperatur fluida dingin
masuk dan keluar berturut-turut adalah 40oC dan 80oC, maka dapat dilihat
bahwa:
������ �������

������ ����������



= =


� � ∆��� ��

� � ∆��� ��

Universitas Sumatera Utara

31

Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing � � ∆��� pada setiap

aliran maka didapat:
��� ∆��� ��

��� ∆��� ��

=1

���

=

∆��� ��

���

=

78,31

���

= 1,27

���
���
���

∆��� ��

61,67

Maka didapat perbandingannya yaitu:
Aas = 1,27Aab
dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang
dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka
harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga
luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran
sejajar.
Untuk beberapa aliran, LMTD atau ∆��� perlu dikoreksi dengan

mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang

perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan
panas yang terjadi di dalam APK menjadi:
Q = U A F ∆���

(2.47)

Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R:
P=

��−��

��−��

;R=

��−��
��−��

=

(ṁ��)�
(ṁ��)�

(2.48)

Dimana:
Ti = suhu fluida masuk cangkang (℃ )

To= suhu fluida keluar cangkang (℃ )

Universitas Sumatera Utara

32

ti = suhu fluida masuk tabung (℃ )
to= suhu fluida keluar tabung (℃ )

2.8 Metode NTU

Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2
fluida diketahui, yaitu fluida masuk (fluida panas dan dingin), suhu fluida keluar
(fluida panas dan dingin). Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui
suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU
yang diperkenalkan oleh Nusselt.
Dalam hal ini diperkenalkan notasi dari keefektifan APK yang didefinisikan
sebagai berikut:
Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum
secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APK
(fluida, kapasitas, suhu sama)
Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
E=

�����

���������

(2.49)

Dalam APK aliran sejajar, ∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk
aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar
C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas
jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C.
C = ṁ.Cp

(2.50)

Untuk kapasitas fluida panas dituliskan:
ṁh . Cph = Ch

(2.51)

dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan:
ṁc . Cpc = Cc

(2.52)

perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan
menggunakan rumus

Universitas Sumatera Utara

33

qmax = (ṁ.Cp) min (Thi-Tci)

(2.53)

Dimana :
qmax

= Perpindahan panas maksimum (W)



= massa persatuan waktu ( Kg/s)

����� = Kapasitas panas minimum (

Thi

= Suhu panas masuk (℃)

Tci

= Suhu dingin masuk (℃)



��

℃)

Maka berdasarkan persamaan yang telah dituliskan keefektifan APK menjadi:
E=

ṁℎ ��ℎ (�ℎ� −�ℎ� )

�ṁ�� ���� (�ℎ� −��� )

dan

E=

ṁ� ��� (���−��� )

�ṁ�� ���� (�ℎ� −��� )

(2.54)

Bila (ṁ.Cp)min = ṁh.Cph , maka keefektifan E menjadi,
E=

�ℎ� −�ℎ�

(2.55)

���−���

Bila (ṁ.Cp)min = ṁc.Cpc , maka keefektifan E menjadi,
� −�

E = � ��−� ��
ℎ�

(2.56)

ℎ�

Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka didapatkan laju
pindahan panas Q,
q = E Cmin (Thi-Tci)

dimana

Cmin = (ṁ Cp)min

(2.57)

Adapun hubungan antara alat efektifitas alat penukar kalor dengan fungsi
NTU dan c dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

34

Tabel 2.4 Hubungan efektifitas dengan NTU dan C [11]

Dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan
c, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan
hubungan tersebut.Adapun beberapa grafik efektifitas dari beberapa alat
penukar kalor dpat dilihat dibawah ini.

Gambar 2.19 grafik efektifitas untuk APK shell&tube [11]

Universitas Sumatera Utara

35

Gambar 2.20 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan [11]
2.9 Persamaan – Persamaan Yang Digunakan Dalam Perhitungan Teoritis
Sebelum menggunakan persamaan – persamaan di bawah,dimisalkan
terlebih dahulu Tho dan Tco . Setelah itu, sifat – sifat termofisik kedua fluida pada
suhu – suhu tersebut dicari untuk dapat melengkapi penggunaan persamaan –
persamaan di bawah.
Aliran pada laluan pipa bagian dalam
Q = A.V
Re =

ρVD
μ

ṁh = ρ Q
f=

64

Re

(untuk aliran laminar)

f = (0,790 ln Re – 1,64)-2 (untuk aliran turbulen)
Nu =
hi =

(f/8) (Re – 1000) Pr
1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3 – 1)

k Nu
D

Universitas Sumatera Utara

36

Aliran pada pipa cangkang (luar)
Q = A.V
ρVD

Re =

μ

ṁc = ρ Q

Nu =
ho =

(f/8) (Re – 1000) Pr
1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3 – 1)

k Nu
Dh

Rf,i= 0,0002 m2°C/W
Rf,o= 0,0001 m2°C/W
Ai =  Di L
Ao =  Do L
kpipa = 385 W/m.K (Pipa Tembaga)
1

1

=

+

� ℎ�

Ch= ṁh cp,h

1

ℎ�

+





Cc= ṁc cp,c
-

Jika Ch < Cc maka Ch menjadi Cmin dan jika

-

Jika Cc < Ch maka Cc menjadi Cmin

Cmin Ch
= =C
Cmax Cc

NTU =
NTU1 =

UA
Cmin
���


ε= 2 �1 + � + (1 + � 2 )0.5

ε=

(Th,i – Th,o)

1+����−���1 (1+� 2 )0.5 �

−1


0.5 ]

1−���[−���1 (1+� 2 )

(Th,i – Tc,i)

Ch(Th,i – Th,o)= Cc (Tc,o – Tc,i)

Universitas Sumatera Utara

37

Setelah diperoleh Th,o dan Tc,o dilanjutkan kembali ke iterasi berikutnya
hingga Th,o dan Tc,o yang diandaikan mendekati atau sama dengan inputTh,o dan
Tc,o sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara