Studi Penyerapan Amoniak Dari Limbah Pabrik Karet Dengan Menggunakan Zeolit Alam Serta Perolehan Kembali (Recovery) Amoniak Yang Telah Diserap Zeolit

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Zeolit

Zeolit pertama kali ditemukan oleh seorang ahli mineral berkebangsaan Swedia,
Baron Axel Frederick Cronsted pada tahun 1756 pada rongga-rongga batuan
basalt di pertambangan Lappmark. Nama zeolit berasal dari bahasa Yunani,
“zein” yang berarti membuih dan “lithos” berarti batu. Nama ini sesuai dengan
sifat zeolit yang akan membuih bila dipanaskan pada suhu 100oC hingga 350oC
(Harjanto,S.,1983).

Zeolit dapat didefinisikan sebagai mineral hidrat Alumino Silikat, dimana
mineral ini terhidrasi dari logam-logam alkali dan alkali tanah (terutama Ca dan
Na) dengan struktur tiga dimensi yang mempunyai rongga dan saluran yang
dibentuk atas penggabungan dan pengulangan unit-unit tetrahedral AlO4 dan SiO4
yang dihubungkan oleh atom oksigen. Rumus umum zeolit ditulis :
Mx/n (AlO2)x (SiO2)y m H2O
dimana :
M


: Logam Alkali atau Alkali Tanah

n

: Valensi dari Kation Logam

m

: banyaknya Molekul air per unit sel zeolit

x,y

: bilangan total tetrahedral per unit sel dan perbandingan y/x berkisar 1 – 5

Rumus ini menunjukkan struktur satu unit sel kerangka zeolit dan bagian
dalam tanda kurung menunjukkan komposisi kerangkanya (Keller, G.E dan
Anderson, R.A. 1987).

Universitas Sumatera Utara


2.2. Sifat-sifat Mineral Zeolit

Zeolit memiliki sejumlah sifat kimia maupun fisika yang menarik diantaranya,
mampu menyerap (adsorpsi) zat organik maupun anorganik, sebagai penukar
kation (ion exchange), katalisator (catalyst), dan penyaring molekul berukuran
halus (molecular sieving) (Dixon dan Weed, 1989).

2.2.1. Sifat-sifat adsorpsi dari zeolit

Adsorpsi adalah suatu proses penyerapan suatu zat oleh zat lainnya, yang hanya
terjadi pada permukaan. Zat yang diserap disebut fase terserap (adsorbat) dan zat
yang menyerap disebut adsorben. Struktur zeolit mempunyai sistem mikropori
yang biasanya diisi oleh kation dan air. Molekul tersebut bebas bergerak sehingga
dapat disubstitusi secara reversibel oleh molekul lain (Atkins, 1999).

Dalam keadaan normal maka ruang-ruang rongga dalam kristal zeolit terisi
oleh molekul air bebas yang membentuk bulatan di sekitar kation. Bila kristal
tersebut dipanaskan selama bebarapa jam, biasanya pada temperatur 200-300oC,
tergantung dari jenis mineral zeolitnya, maka molekul-molekul air pada ronggarongga tersebut akan keluar, sehingga zeolit yang bersangkutan dapat berfungsi

sebagai penyerap gas atau cairan mineral zeolit.

Daya serap mineral zeolit tergantung dari jumlah ruang kosong dan luas
permukaan. Molekul air yang terdapat dalam rongga-rongga saluran masuk yang
diperkirakan dapat mencapai jumlah 10-25 persen dari berat zeolitnya, bila
dikeluarkan, maka molekul-molekul yang mempunyai garis tengah lebih kecil dari
saluran masuk pada zeolit, akan dapat diserap ke bagian dalam permukaan dari

Universitas Sumatera Utara

pusat rongga tersebut. Molekul-molekul yang lebih besar dari slauran rongga,
tidak akan dapat masuk ke dalamnya (Sastiono,A. 1991).

2.2.2. Sifat Pertukaran Ion dari Zeolit

Sifat Penukar ion dari zeolit berhubungan dengan ion - ion yang berada pada
rongga - rongga. Ion – ion ini dapat bergerak bebas sehingga pertukaran ion yang
terjadi tergantung dari ukuran dan muatan maupun jenis zeolitnya. Sifat sebagai
penukar ion pada zeolit tergantung dari sifat kation, suhu, dan anion. Penukaran
kation dapat menyebabkan perubahan beberapa sifat zeolit seperti stabilitas

terhadap panas, sifat adsorpsi, dan aktivitas katalitis (Narita,2012).

2.2.3. Sifat Zeolit sebagai Katalis

Zeolit sebagai katalis hanya mempengaruhi laju reaksi tanpa mempengaruhi
kesetimbangan reaksi karena mampu menaikkan perbedaan lintasan molekular
dari reaksi. Katalis berpori dengan pori – pori sangat kecil akan memuat molekul
kecil tetapi mencegah molekul besar masuk. Selektivitas molekuler seperti ini
disebut

molecular

sieves

yang

terdapat

dalam


substansi

zeolit

alam

(Ginting,2007).

2.3. Pengaktifan Mineral Zeolit

Pengaktifan zeolit dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memodifikasi
keadaan pada struktur kerangka atau non kerangka zeolit sehingga diperoleh sifat
fisika – kimia zeolit yang diinginkan. Pada zeolit alam, pengaktifan memberikan

Universitas Sumatera Utara

efek pencucian atau penghilangan komponen pengotor (impurities) dari mineral
zeolit.

Pengaruh pengaktifan zeolit, yaitu dapat memurnikan zeolit dari

komponen pengotor, menghilangkan jenis kation logam tertentu dan molekul air
yang terdapat dalam rongga, atau memperbesar volume pori, sehingga memiliki
kapasitas yang lebih tinggi. Oleh karena itu, zeolit alam perlu diaktifkan terlebih
dahulu sebelum digunakan, untuk mempertinggi daya kerjanya. Pengaktifan zeolit
dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain :
1. Pemanasan dalam jangka waktu dan suhu tertentu
2. Mengubah atau mempertukarkan kation yang dapat dipertukarkan
3. Mengubah ratio perbandingan Si/Al dengan perlakuan dealuminasi
(Pasaribu, B.2013).

2.3.1. Pengaktifan dengan Pemanasan

Pemanasan terhadap zeolit alam bertujuan untuk mengeluarkan air atau garam
pengotor dari dalam rongga-rongga kristal zeolit. Aktivasi secara fisis berupa
pemanasan zeolit dengan tujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam
pori-pori Kristal zeolit, sehingga luas permukaan pori-pori bertambah (Suyartono,
1992).

Kestabilan zeolit terhadap temperature tergantung pada jenis kandungan
mineral zeolitnya (perbandingan Si dengan Al dan kation yang terdapat dalam

zeolit). Umumnya zeolit dengan silika lebih banyak mempunyai kestabilan yang
lebih besar. Komposisi kation yang berbeda dan perbandingan Si dan Al yang
berbeda pada beberapa zeolit alam menyebabkan kestabilan pada temperatur yang
berbeda-beda (Harjanto,S. 1983).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Pengaktifan dengan Pengasaman

Pengaktifan zeolit secara kimia melalui pengasama bertujuan untuk mengurangi
efek hambatan dari pertukaran kation dengan cara pencucian kation dan Al3+
dalam kerangka zeolit dan posisinya akan digantikan oleh ion H+.

Pemberian suatu larutan asam mineral pada mineral zeolit akan
menyebabkan:
1. Membukanya saluran ataupun rongga dari struktur zeolit melalui
penghilangan pengaruh penutupan silika atau senyawa yang terbungkus
pada saluran yang terjadi selama proses pembentukan zeolit.
2. Al pada kisi Kristal akan terlepas dan membentuk hidroksil zeolit.
Pemilihan konsentrasi larutan asam perlu diperhatikan. Pada konsentrasi

tertentu, ternyata asam juga menghidrolisa aluminium dari kerangka zeolit
sehingga merusak struktur zeolit (Sastiono,A. 1991).

2.4. Zeolit Alam Sarulla

Berdasarkan hasil penelitian laboratorium Departemen Pertambangan dan Energi
Sumatera Utara, zeolit alam ada terdapat di Sarulla (Tapanuli Utara) yang
merupakan salah satu lokasi yang memiliki potensi zeolit alam yang besar.
Penambangan zeolit di daerah ini umumnya dapat dilakukan dengan tambang
terbuka dengan terlebih dahulu mengupas tanah penutupnya setebal antara 1 – 2
meter. Sedangkan jenis zeolit yang terdapat di Sarulla tersebut pada umumnya
zeolit jenis klinoptilolit, Na6(Al6Si30O72).24H2O
Sifat-sifat yang dimiliki zeolit alam Sarulla, sebagai berikut:
Warna

: Putih Kehijauan

Cerat

: Putih


Kekerasan

:1–2

Sifat dalam

: Rapuh

Universitas Sumatera Utara

Pecahan

: Chonchoidal (seperti kaca)

Sifat lain

: ringan, kompak, padat

Tabel 2.1 Komposisi kimia yang terkandung dalam zeolit alam Sarulla

Senyawa

Kandungan

SiO2

60,16

Al2O3

14,25

Fe2O3

4,20

CaO

3,08


Na2O

-

Lg-Loss

17,30

2.5. Amoniak
Amoniak NH3, merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH rendah
yang disebut amonium; amoniak sendiri berada dalam keadaan tereduksi (-3).
Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja; juga dari oksidasi
zat organis (HaObCcNd) secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau air
buangan dan penduduk.

Dapat dikatakan bahwa amoniak berada di mana-mana, dari kadar
beberapa mg/l pada air permukaan dan air tanah, sampai kira-kira 30 mg/l lebih
pada air buangan. Kadar amoniak yang tinggi pada air sungai selalu menunjukkan
adanya pencemaran. Rasa NH3 kurang enak, sehingga kadar NH3 harus rendah;
pada air minum kadarnya harus nol dan pada air sungai harus dibawah 0,5 mg/l N
(syarat mutu air sungai di Indonesia) (Alaerts, 1984).

Amoniak merupakan gas tajam yang tidak berwarna dengan titik didih 33,5oC. Cairannya mempunyai panas penguapan sebesar 1,37 kJ g-1 pada titik
didihnya. Secara fisik cairan NH3 mirip dengan air dalam perilaku fisikanya
dimana bergabung sangat kuat melalui ikatan hydrogen (Cotton, 1989).

Universitas Sumatera Utara

Dalam fase cair amoniak terdapat dalam dua bentuk, yaitu : bentuk amoniak bebas
(NH3) dan bentuk ion ammonium (NH4+). Perbandingan jumlah keduanya sangat
dipengaruhi oleh pH dan suhu.
NH3 + H2O

NH4+ + OH-

Pada pH rendah bentuk yang paling banyak dijumpai adalah bentuk ion
ammonium. Pada pH 11 atau lebih yang paling banyak dijumpai adalah bentuk
ammonia bebas (Schroeder, 1977 dan Viesman, 1985).

Menurut Swingle dan Walter (1997), gas amoniak terbentuk dengan tiga
cara, yaitu:
1. Dekomposisi Protein. Protein diuraikan oleh bakteri proteolitik menjadi
asam amino. Asam amino mengalami deaminasi menghasilkan amoniak
dan melalui proses ini dihasilkan amoniak paling banyak.
2. Hidrolisis Urea. Urea

yang sebagian besar berasal dari limbah cair

bersama asam urat dihidrolisis oleh enzim urease membentuk ammonium
karbonat, yang mudah terurai menjadi gas amoniak, karbondioksida, dan
air.
3. Reduksi Nitrat. Nitrat tereduksi menjadi nitrit dan selanjutnya nitrit
tereduksi menjadi gas amoniak.

Dalam proses pengolahan lateks menjadi ribbed smoked sheet (RSS)
diperlukan bahan pembantu yaitu amonia dan asam format (asam semut).
Amoniak (NH3) dalam bentuk sikloheksilamin dan setelah diencerkan menjadi
ammonium (NH4OH). Amoniak berfungsi sebagai antikoagulan dan juga
desinfektan agar tidak terjadi pembusukan yang dapat menimbulkan bau. Tiap
liter lateks membutuhkan 5-10 mL larutan amoniak 2-2,5 % (Setyamidjaja, 1982).

Universitas Sumatera Utara

2.6. Analisis Spektrofotometri

Intensitas warna adalah salah satu faktor utama dalam penentuan suatu analit
secara

spektrofotometri.

Pada

analisa

spektrokimia,

spectrum

radiasi

elektromagnetik digunakan untuk menganalisa spesies kimia dengan menelaah
interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Radiasi berinteraksi dengan spesies
kimia dan kita dapat memperoleh informasi mengenai spesies tersebut. Cara
interaksinya dapat berupa absorpsi, penghamburan, atau pemendaran tergantung
dari sifat materi.

Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan secara kuantitatif dengan
mengukur jumlah cahaya yang ditransmisikan, perlu ada suatu hubungan antara
konsentrasi, larutan, dan transmisi cahayanya. Hubungan ini dinyatakan oleh
Lambert-Beer (Day, R.A.Jr. 1983).

Bagian-bagian penting pada spektrofotometer adalah: (1) suatu sumber
cahaya, (2) sebuah monokromator, yakni sebuah piranti untuk memancarkan
cahaya monokromatik atau lebih tepat, pita-pita sempit energi cahaya dari
sumbernya, (3) sel/kuvet kaca atau silica atau pelarut dalam larutan yang diuji dan
tempat sebuah piranti untuk menerima atau mengukur berkas0berkas energy
cahaya yang melewati pelarut atau larutan (Basset,J.1994).

2.6.1. Hukum Lambert

Lambert (1760) menyatakan bahwa bila cahaya monokromatik melewati medium
tembus cahaya, maka intensitas cahaya yang dipancarkan berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya ketebalan medium (Day, R.A.Jr. 1983).

Universitas Sumatera Utara

2.6.2. Hukum Beer

Beer (1850) menjumpai bahwa intensitas cahaya monokromatik berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi zat penyerap secara linier
(Basset,J.1994).

2.6.3. Hukum Lambert-Beer

Gabungan hukum Lambert-Beer dapat dituliskan sebagai berikut:

Dimana: Io
It

:

: Intensitas radiasi yang datang

Intensitas radiasi yang diteruskan

: Absorbansi molar (L.mol-1.cm-1)
b

: Tebal larutan yang dilalui sinar (cm)

c

: Konsentrasi (mol L-1)

Analisis dengan spektrofotometri uv/vis selalu melibatkan pembacaan
absorbansi radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik
yang diteruskan. Keduanya dikenal sebagai absorbansi (A) tanpa satuan dan
transmitansi dengan satuan % (%T).

Secara matematik, hubungan antara %T dan A, adalah :

A = 2 – log %T
dimana:

T

: transmitansi

Universitas Sumatera Utara

A

: absorbansi

Grafik absorbansi versus konsentrasi diketahui sebagai lukisan hokum
Beer. Kurva spektrum yang diperoleh membantu sebagai petunjuk dalam
menyelidiki sebuah panjang gelombang yang diinginkan untuk sebuah analisa
(Mulja,M.1995).

2.7. Penentuan Amoniak secara Spektrofotometri

Amoniak dapat ditentukan dengan atau tanpa didahului oleh suatu pengolahan
pendahuluan (destilasi). Bila destilasi tidak dilakukan maka amoknia langsung
ditentukan dengan analisis Nessler atau melalui titrasi. Destilasi tidak dilakukan
bila sampel cukup jernih yaitu tidak melebihi batas kadar kekeruhan 10 NTU dan
batas kadar warna 5 mg Pt-Co/L. Keadaan ini terdapat pada air PDAM, air sungai
jernih, air sumur jernih, dan effluent system pengolahan air buangan yang jernih.
Destilasi perlu dilakukan pada sampel air buangan penduduk, air buangan
industri, air sungai yang keruh dan air yang mengandung warna.

Pada proses destilasi, hasil yang mengandung amoniak ditampung dalam
larutan absorben asam borat. Kadar nitrogen kemudian ditentukan dengan metode
Nessler atau melalui titrasi dengan standar asam sulfat dan penambahan indikator
campuran. Pemilihan metode berdasarkan perkiraan ammonia dalam sampel. Bila
perkiraan kadar ammonia dalam sampel antara 1 sampai 25 mg/L maka digunakan
titrasi dengan standar asam sulfat, bila kadar ammonia antara 0,05 sampai 5 mg/L
dapat ditentukan dengan metode Nessler. Kadar amoniak >5 mg/L juga dapat
ditentukan dengan metode Nessler dengan pengenceran.

Metode Nessler terdiri dari suatu analisa kimiawi dengan menggunakan
alat spektrofotometer. Reagen Nessler [K2HgI4] akan bereaksi dengan NH3 dalam

Universitas Sumatera Utara

larutan yang bersifat basa. Reaksi yang menghasilkan larutan berwarna kuningcokelat yang mengikuti hokum Beer-Lambert. Intensitas warna yang terjadi
berbanding lurus dengan konsentrasi NH3 yang terdapat dalam sampel, yang
kemudian ditentukan secara spektrofotometri (Alaerts.G. 1984).

Reagen Nessler dibuat dengan melarutkan 100 g Merkurium(II)Iodida dan
70 g Kalium iodida dalam 100cm3 air bebas ammonia, kemudian ditambahkan
perlahan-lahan ke dalam larutan yang telah didinginkan dari 160 g NaOH dalam
700 cm3 air bebas ammonia. Biarkan endapan turun, sebaiknya untuk beberapa
hari, sebelum menggunakan cairan di atasnya. Bila 1 cm3 reagen Nessler
ditambahkan ake dalam contoh, dapat diukur serapannya dalam daerah panjang
gelombang

400-425

nm

dengan

menggunakan

spektrofotometer

visibel

(Basset,J.1994).

2.8. Gangguan dalam analisis Nessler

Gangguan dalam analisis amoniak secara Nessler adalah kekeruhan dan warna.
Pada analisis Nessler tanpa destilasi sampel jernih harus ditambahkan larutan basa
dan ZnSO4 untuk mencegah gangguan ion Ca, Mg, Fe, dan Sn yang dapat
menimbulkan kekeruhan. Dengan penambahan larutan basa dan ZnSO4, ion-ion
tersebut akan mengendap. Larutan sampel akan bebas gangguan setelah
pengendapan 15 sampai 30 menit. Kemudian penambahan EDTA membantu agar
sisa-sisa ion Ca, Mg, dan Fe dalam larutan tidak ikut mengendap. Dengan destilasi
sampel, gangguan warna dan kekeruhan akan hilang, sedang kation yang dapat
menimbulkan kekeruhan diendapkan dengan pH tinggi (Alaerts, G. 1984).

2.9. Sumber Limbah Cair Industri Karet

Universitas Sumatera Utara

Dilihat dari tahapan poduksi baik dari bahan baku berasal dari lateks dan bahan
olahan karet rakyat (bokar), maka limbah yang terbentuk pada industri karet dapat
berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Kualitas bahan baku
berpengaruh terhadap tingkat kuantitas dan kualitas limbah yang akan terjadi
dengan rincian sebagai berikut :
1. Semakin kotor bahan karet olahan akan mkin banyak air yang diperlukan untuk
proses pembersihannya, sehingga debit limbah cairpun meningkat.
2. Semakin kotor dan makin tinggi kadar air dari bahan baku karet olahan, akan
semakin mudah terjadinya pembusukan, sehingga kuantitas limbah gas/bau pun
meningkat.
3. Bahan baku karet olahan yang kotor menyebabkan kuantitas lumpur, tatal dan
pasir relatif tinggi.

Pembersihan dilakukan melalui pengecilan ukuran, proses ini juga
bertujuan untuk memperbesar luas pemukaan karet agar waktu pengeringan relatif
singkat. Dengan demikian, limbah yang terbentuk dominan berbentuk limbah cair.
Sumber limbah cair dapat dikategorikan dari proses produksi dengan rincian
sebagai berikut:
1. Bahan baku olahan karet rakyat Bahan baku karet rakyat berbentuk koagulum
(bongkahan) yang telah dibubuhi asamsemut, dan banyak mengandung air dan
unsur pengotor dari karet baik disengaja maupun tidak disengaja oleh kebun
rakyat. Sumber limbahnya antara lain:
a. penyimpanan koagulum
b. sebelum produksi terlebih dulu karet disempot air sehingga menghasilkan
limbah
c. pencacahan koagulum lalu di cuci dengan air lagid. proses peremahan dengan
hammer mill juga menghasilkan limbah cair, walaupun jumlahnya relatif kecilkecil. Bahan baku berasal dari lateks kebun. Dalam proses produksi untuk
meghasilkan karet digunakan air lebih sedikit, tetapimempunyai bahan kimia
didalam air limbahnya. Sumber limbahnya adalah dari proses pencacahan dan

Universitas Sumatera Utara

peremahan. Pengaruh tiap parameter terhadap lingukungan dapat dijelaskan
sebagai berikut:

a. BOD
BOD merupakan salah satu parameter limbah yang diberi gambaran atas tingkat
polusi air. Semakin tinggi nilai BOD menunjukkan makin besar oksigen yang
dibutuhkan olehmikroorganisme merubah organik. Semakin tinggi kandungan
bahan organik akan menyebabkan makn berkurangnya konsentrasi oksigen
terlarut di dalam air yang akhirnya berakibat kematian berbagai biota air.
Pengurangan konsentrasi oksigen terlarut menyebabkan kondisi aerob bergeser ke
kondisi anaerob.

b. COD
COD mirip dengan BOD, bedanya osigen yang diperlukan merupakan oksigen
kimiawi seperti O2 atau oksidator lainnya untuk mengoksidasi secara kimia bahan
organik menjadi senyawa lain seperti gas metan, amoniak, dan karbon dioksida.
Nilai COD selalu lebih tinggi daripada nilai BOD karena hampir seluruh jenis
bahan organik dapat teroksidasi secara kimia termasuk bahan organik yang
teroksidasi secara biologis.

c. Padatan Terendap
Padatan terendap menunjukkan jenos padatan yang terkandung di dalam cairan
limbah yang mampu mengendap di dasar cairan secara gravitasi dalam waktu
paling lama sekitar 1 jam.

d. Padatan Tersuspensi
Padatan tersuspensi adalah padatan yang membentuk suspensi atau koloid.
Secarakasat mata padatan ini terlihat mengapung atau mengambang serta
mengeruhkan air karena berat jenisnya relatif rendah.

e.Padatan Terlarut

Universitas Sumatera Utara

Padatan ini bersama-sama dengan suspensi koloid tidak dapat dipisahkan secara
penyaringan. Pemisahannya hanya dapat dilakukan dengan proses oksidasi
biologis atau koagulasi kimia.

f. Kandungan Nitrogen
Bentuk senyawa nitrogen yang paling umum adalah protein amonia, nitrit dan
nitrat. Ketiga jenis terakhir ini dihasilkan dari perombakan protein, sisa tanaman
dan pupuk yang tersisa di dalam cairan limbah.

g. Derajat Keasaman (pH)
Suatu cairan dikatan bersifat normal bila pH = 7. Semakin rendah nilai pH artinya
air makin bersifat asam, sebaliknya makin tinggi bersifat basa.

2.9.1. Limbah Yang Dihasilkan

a. Limbah Cair
Limbah cair karet merupakan air sisa produksi dari pengolahan karet menjadi
benang karet dan air dari pembersihan alat/area. Limbah karet mengandung
amoniak dan nitrogen total yang berbahaya apabila melewati batas standar yang
telah ditetapkan sehingga dapat mencemari air sungai dan lingkungan sekitarnya.
Pengolahan limbah cair tersebut dilakukan dengan menampungnya pada bak
penampungan limbah untuk kemudian diendapkan, disaring dan sisanya dialirkan
ke lingkungan.

b. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan berupa busa lateks dan sisa slab. Limbah padat
hasil pengolahan dari IPAL berasal dari proses koagulasi kimia dengan Ferosulfat
dikeringkan di drying bed ditampung di bak penampung.
(http://hardandi.blogspot.com/2013/01/pengolahan-limbah-karet.html)

Universitas Sumatera Utara