T1 692009085 Full text

1. Pendahuluan
Kain Songket merupakan kain tenun tradisional dari masyarakat Palembang.
kain songket sangat menarik dari warnanya yang khas, motif hiasnya yang indah.
dalam pembuatan songket membutuhkan keterampilan, ketelatenan, kesabaran dan
daya kreasinya tinggi.[1]
Namun banyak masyarakat indonesia yang belum mengenal songket dengan
baik hal itu dibuktikan dengan penelitian awal melalui kuisioner, kepada 30
mahasiswa UKSW dengan rentang usia 18-24 tahun, diketahui dari hasil kuisioner
bahwa kaum muda belum mengenal kain songket dengan baik. Oleh sebab itu, perlu
dibuat sebuah media untuk menyampaikan informasi mengenai songket, supaya
warisan budaya nenek moyang ini dapat dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Media yang dapat menyampaikan informasi songket adalah film dokumenter.
karena film dokumenter dapat menyampaikan informasi penting dari suatu pristiwa
yang terjadi. Maka film dokumenter dapat menjadi sarana informasi songket
palembang kepada masyarakat luas. Berdasarkan dari latar belakang tersebut akan
dirancang sebuah film dokumenter mengenai warisan kebudayaan indonesia yaitu
songket palembang dengan tujuan songket palembang dapat dikenal oleh masyarakat
melalui film dokumenter.

2. Tinjauan Pustaka


Penelitian yang telah dilakukan oleh Kuwarsih dengan judul “Batik Antara
Ekonomi dan budaya” Perancangan Film Dokumenter karya Kuwarsih ini
menceritakan Batik Perkalongan, Batik Pekalongan tidak sebatas menjadi khazanah
kebudayaan, melainkan pula digiring ke arah sektor industri.[2]
Film dokumenter yang berjudul “Tribute to East Java Heritage”. Dalam film
tersebut mengungkap asal mula sebutan Samin, ajaran, pergaulan masyarakat Samin,
permasalahan pendidikan dan perekonomian, serta pengaruh ajaran samin pada
masyarakat. Kesimpulan pada penelitian tersebut adalah untuk tetap melestarikan
kebudayaan tradisional yang mulai tergeser oleh kebudayaan barat, paling tidak, ada
bentuk apresiasi lebih tinggi terhadap kebudayaan bangsa sendiri.[3]
Dari penelitian ini yaitu film dokumenter yang menceritakan kebudayaan
indonesia songket Palembang, perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu diawal
film menerapkan dokudrama, narasi terdengar jelas, dan mengunakan backsound
musik daerah Palembang.
Komunikasi visual menurut definisinya adalah suatu disiplin ilmu yang
mempelajari konsep – konsep komunikasi serta ungkapan kreatif melalui berbagai
pesan dan gagasan secara visual dengan mengelola elemen – elemen grafis yang
berupa bentuk dan gambar, tantanan huruf, serta komposisi warna serta layout [4]
Multimedia adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan
teks, suara, gambar, animasi dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi (link)

sehingga pengguna dapat bernavigasi, berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi [5].

1

Film adalah sekedar gambar bergerak adapun pergerakan tersebut intermitten
movement gerakan yang mucul karena keterbatasan kemampuan mata dan otak
manusia menangkap sejumlah pergantian gambar sepersekian detik, dan film dapat
berpengaruh melebihi media–media lain, karena secara audio dan visual bekerja sama
dengan baik kepada penonton tidak bosan dan mudah mengingat karena formatnya
menarik[6].
Dokudrama adalah sebagai jawaban atas permasalahan mendasar dokumenter,
yakni memfilmkan peristiwa yang sudah ataupun belum pernah terjadi. dalam
dokudrama, terjadi reduksi realita demi tujuan estetis, agar gambar dan cerita lebih
menarik [9].
Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan kenyataan. Kunci utama
dari dokumenter adalah penyajian fakta. Film dokumenter berhubungan dengan
orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Karena itu, film dokumenter
bisa menjadi wahana untuk mengungkapkan realitas dan menstimulasi perubahan [7].
Ada beberapa cara penyajian suatu peristiwa dalam film dokumenter yang berkaitan
erat dengan gaya penceritaan yang dipilih oleh sang sutradara, antara lain :

A. Narasi
Sesuai namanya, cara penyajian ini dilakukan secara naratif, dengan melalui
penceritaan tentang apa yang diangkat dalam film dokumenter.
B. Wawancaracara penyajian ini sesuai dengan namanya, dilakukan dengan
wawancara terhadap subyek yang dipilih oleh filmmaker sesuai dengan tujuan
produksi film dokumenter.
C. Arsip Foto
Film dokumenter ini menampilkan gabungan dari berbagai arsip foto yang
kemudian membangun jalinan cerita.
D. Dokudrama
Dokudrama dapat diartikan sebagai rekonstruksi peristiwa nyata yang
direpresentasikan secara kreatif, biasanya untuk tujuan komersial [8]
Sinematografi secara etimologis (asal usul kata) berasal dari cinematography
(bahasa inggris) yang bersumber dari bahasa Yunani “kinema” yang berarti gerakan.
Sinematografi memiliki objek yang sama dengan fotografi yakni menangkap pantulan
cahaya yang mengenai benda. Karena objeknya sama maka peralatannya pun mirip.
Perbedaannya, peralatan fotografi menangkap gambar tunggal, sedangkan
sinematografi menangkap rangkaian gambar [9].
Songket adalah pakaian adat Sumatera Selatan sebagai simbol peradaban budaya
masyarakat. Keberadaan kain songket Palembang merupakan salah satu bukti

peninggalan kerajaan Sriwijaya yang mampu penguasai perdagangan di Selat Malaka
pada zamanny. Pada umumnya songket dipakai sebagai pakaian adat masyarakat
Palembang untuk menghadiri acara perkawinan dan sebagai busana penari. Songket
memiliki nilai kesenian yang tinggi karena dibuat dengan cara ditenun dengan
menggunakan benang emas dan sutra. Motif songket memiliki bentuk geometris hasil

2

stilisasi dari flora dan fauna, yang masing- masing mempunyai arti perlambangan
yang baik. [10].

3. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini mengunakan metode linear Strategy dan metode
tahapan perancangan film. metode linear strategy adalah metode yang dapat
digunakan saat melakukan penelitian yang telah dipahami komponennya dengan baik
[11]. Bagan linear strategy dapat dilihat Gambar 1.
Tahap 1

Tahap 2


Tahap 3

Tahap 4

Tahap 5

Gambar 1 bagan linear strategy (sarwono,2007)

Adapun beberapa penjelasan mengenai alur dalam metode penelitian yang digunakan
yaitu tahap 1 merupakan identifikasi masalah songket belum dikenal dan
pengumpulan data, tahap 2 analisis/analisa data, tahap 3 ide film, tahap 4 adalah
perancangan film dan tahap 5 evaluasi untuk mengukur sebuah keberhasilan film.
Metode pengumpulan data untuk perancangan film dokumenter ini adalah dengan
menggunakan kualitatif dan kuatitatif, yaitu dengan cara wawancara, observasi,
dokumen, serta footage. Pengumpulan data secara kuatitatif dengan menyebarkan
kuisioner untuk seberapa banyak masyarakat mengetahui songket. Pengumpulan data
dalam merancang film dokumenter ini disajikan secara verbal dan non verbal.
Penyajian data verbal merupakan hasil dari wawancara setiap toko – toko penjual
songket dan kepala Museum Sultan Mahmud Badarudin serta berupa deskripsi
informasi lainnya contohnya artikel dan foto data non verbal penyajian dengan audio,

narasi,gambar dan video.
Tahapan Perancangan Film tahapan yang terstruktur dalam proses pembuatannya.
Tahapan dalam perancangan film dokumenter dapat dilihat Gambar 2.
Gambar 2 Bagan proses pembuatan film

Gambar 2 Bagan proses pembuatan film

3

Gambar 2 Bagan proses pembuatan film

Dari Gambar 2 tentang bagan metode perancangan film dokumenter dapat diberikan
penjelasan sebagai berikut :
Ide merupakan sebuah pemikiran awal yang akan dilakukan terhadap tema atau latar
belakang masalah yang ada. Permasalahan yang diangkat adalah masyrakat indonesia
masih belum mengenal songket dengan baik. Dengan melihat latar belakang maka
dirancang sebuah media berupa film dokumenter “Menenun harapan Menyatukan
Budaya” dengan tujuan untuk lebih mengenalkan kain songket pada masyarakat luas.
Pra produksi Merupakan salah satu tahap dalam proses pembuatan film langkah
pertama adalah membuat storyline yang merupakan gambaran cerita film. cerita film

dokumenter diawali dengan dokudrama dengan tujuan memfilmk an peristiwa reka
ulang sudah terjadi dalam inti dokudrama ini menceritakan seseorang yang berasal
dari jawa yang penasaran pakaian songket dipakai temannya sehingga teman tersebut
menjelaskan pakaiannya. Dilanjutkan intro film menampilkan kota palembang
wawancara ketua museum Sultan Mahmud Badaruddin, kemudian masuk UKM dan
wawacara pemilik toko kain songket dilanjutkan proses pembuatan kain dan masuk
testimoni pendapat tentang kain songket dan souvenir didalam toko kain songket,
diakhir cerita ditampilkan tag line “Mengenal Budaya Leluhur Adalah Sebagai Bukti
Kecintaan Terhadap Indonesia” sebagai pesan moral kepada penonton. Masuk tahap

4

pembuatan treatment, yaitu tahap yang menentukan bagaimana komposisi, jenis
shoot, latar dan waktu dari stock shoot
atau proses perekaman gambar yang akan dilakukan.Treatment film dokumenter
“Menenun Harapan Menyatukan Budaya” dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Treatmentfilm dokumenter “Menenun Harapan Menyatukan Budaya”

NO


SCENE

WAKTU

JENIS SHOT

KETERANGAN

1

Taman
Kampus

Siang

FS-CU-MCU

Menampilkan 2 orang
bertemu Joko dan siti


2

Intro Film

Siang

FS-MCU

Menampilkan
Ibu
Palembang dan UKM

kota

3

Wawancara

Siang


MCU

Wawancara Pemilik
Songket

Toko

4

Proses
Pembuatan
Songket

Siang

FS-MCU-CU

Menampilkan
Pembuatan
Songket dari membuat pola

motif, menganyam dengan
kayu, memasukan benang
dan merapatkannya

5

Testimonial Siang

MCU

Pendapat Masyrakat
Mengenai Songket

6

Souvenir

Siang

FS-CU

Menampilkan souvenir yang
ada ditoko songket

7

Ending

Siang

FS-CU

Kesimpulan film dan
Menampilkan tag line
“Mengenal Warisan Budaya
Leluhur adalah Sebagai Bukti
Kecintaan Terhadap
Indonesia

Kemudian tahap berikutnya adalah pembuatan storyboard yang merupakan sebuah
gambaran berbentuk sketsa dari treatment yang sudah dirancang sedemikian rupa
untuk mempermudah kameramen, sutradara dalam proses shooting / perekaman
sebuah adegan. Storyboard film dokumenter “Menenun Harapan Menyatukan
Budaya” dapat dilihat pada Gambar 3.

5

Gambar 3 storyboard film doku menter “Menenun harapan Menyatukan Budaya”

Produksi merupakan tahap utama untuk menghasilkan sebuah produk sebelum
akhirnya masuk masuk pasca-produksi, diantaranya Video (shooting, foto) yaitu
melakukan kegiatan shooting dari wawancara narasumber, stock shot dari penenun
songket, Audio (dubbing, membuat backsound music) yaitu melakukan kegiatan
dubbing yang merupakan pengisian suara sebagai narasi saat wawancara dan proses
pembuatan kain songket berlangsung dalam film. Juga dilakukan pembuatan
backsound berupa musik daerah palembang yang digunakan sebagai pengiring
suasana film.
Pasca-produksi merupakan tahap yang dilakukan setelah proses produksi,
diantaranya seleksi scene yaitu pemilihan scenes yang sesuai dengan treatment dan
storyboard yang dibuat.Editing yaitu proses penyatuan seluruh stok scene yang sudah
dipilih. Setelah proses editing video selesai, dilakukan penambahan efek-efek transisi
untuk memperindah perpindahan scene satu ke scene lainnya. Tak lupa memberikan
backsound berupa 1 buah musik instrument daerah palembang sebagai pendukung
film. durasi musik akan disesuaikan dengan film.

4. Hasil Pembahasan dan Implementasi
Proses Editing Merupakan proses penyatuan seluruh stok scene yang sudah
dipilih. Untuk mempermudah proses editing, penyatuan scene-scene yang ada diedit
per-kelompok sesuai bagian dari cerita,Proses editing dimulai dari scene 1, taman
kampus yang dapat dilihat pada Gambar 4.

6

Gambar 4 Proses Editing

Taman kampus ini lebih banyak menggunakan komposisi size shot FS (fullshot)
sampai CU(closeup)Saat opening digunakan fade to blackagar inframe lebih terasa,
yang menandakan drama sudah dimulai Pada perpindahan scene satu ke scene lain
agar hasilnya berkesinambungan digunakan transisi cut to cut, yaitu perpindahan
secara langsung tanpa adanya efek-efek tertentu agar mendapatkan kesan perpindahan
yang tegas.Untuk bagian ending dari drama ini digunakan transisi fade to black agar
mendapatkan kesan out-framebahwa drama telah berakhir.
Film ini berdurasi 9 menit dengan pembagian menjadi 7 scene yang diawali
dengan Scene 1, Taman kampus, dan ditutup dengan Scene7, Kesimpulan dan
Tagline. Scene 1 Film Dokumenter “Menenun Harapan Menyatukan Budaya” dapat
dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 scene 1

Pada Gambar 5 Scene 1, pada awal film dokumenter ini dimulai dengan
dokudrama yang diperankan oleh 2 orang dengan memakai pakaian daerah masing –
masing, lokasi shooting di taman kampus dengan tujuan agar film dokumenter ini
7

menjadi menarik mengunakan dokudrama. Dalam proses shooting memakai Jenis
shot medium close up dan close up agar pakaian pemeran terlihat lebih detail dan
jelas.

Gambar 6 scene

Scene 2 ditampilkan ikon Kota palembang berupa Jembatan Ampera, Sungai
Musi, Monumen. Jenis shot yang dipakai adalah full shoot agar penonton dapat
melihat keindahan Kota Palembang
Scene 3, wawancara narasumber yang menceritakan profil UKM dan songket
palembang dari asal usul UKM songket, kegunaan songket, jenis benang yang
dipakai, beberapa hari proses pembuatanya, macam - macam motif songket dan
pembeli songket. jenis shot yang dipakai extrime close up dan medium close up agar
narasumber terlihat jelas.

8

Gambar 7 scene 3

Scene 3, wawancara narasumber yang menceritakan profil UKM dan songket
palembang dari asal usul UKM songket, kegunaan songket, jenis benang yang
dipakai, beberapa hari proses pembuatanya, macam - macam motif songket dan
pembeli songket. jenis shot yang dipakai extrime close up dan medium close up agar
narasumber terlihat jelas.

Gambar 8 scene 4
Scene 4, Proses pembuatan kain songket, diceritakan proses pembuatan yang
terdiri dari beberapa tahap dimulai dari tahap pertama, yaitu membuat pola, kedua
menganyam dengan kayu, memasukan benang dan merapatkannya. Jenis shot yang
dipakai full shot dan close up. fulll shot untuk mendapat objek gambar secara luas
supaya penonton dapat melihat para pengrajin songket, sedangkan shot close up
untuk mendapat melihat pembuatan songket lebih dekat secara rinci agar penonton
lebih merasa tertarik akan detil gambar yang disajikan.

9

Gambar 9 scene 5

Scene 5 Testimonial yang menceritakan pendapat masyarakat yang membeli kain
songket di toko harapan baru dari mutu dan harga. Untuk jenis shot lebih banyak
digunakan medium close up untuk mempertegas profil dan memperlihatkan seorang
agar peononton dapat melihat dengan jelas.

Gambar 10 Scene 6

Scene 6 cinderamata ditoko songket tidak hanya menjual kain songket tapi
menjual berbagai macam cinderamata. Shot yang digunakan adalah menggunakan
size shot close up agar penonton dapat melihat dengan objek cinderamata dengan
detail.

10

Gambar 11 Scene 7

Scene 7 kesimpulan film dan tagline “Mengenal Budaya adalah sebagai bukti
kecintaan terhadap indonesia” sebagai pesan kepada penonton. scene 7 ini berbeda
dengan scenes sebelumnya karena scene 7 ini merupakan stock video berupa video
pengrajin songket dan kain songket palembang. Untuk size shot banyak digunakan
jenis full shot bertujuan menampilkan pengrajin songket beserta latar belakangnya.

5. Pengujian Film Dokumente r
Pada tahap ini dilakukan pengujian kepada 30 responden yang merupakan
mahasiswa DKV UKSW. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan. Tujuan
kuisoner ini untuk mengetahui kualitas video film dokumenter “Menenun Harapan
Menyatukan Budaya”. Hasil kuesioner dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Kuisioner

NO
1

2

3
4

PERTANYAAN
Apakah film dokumenter
yang anda saksikan
menarik?
Bagaimana visualisasi dari
video – video yang anda
lihat?
Bagaimana backsound yang
anda dengar jelas?
Apakah suara narasi yang
anda saksikan terdengar

11

A

B

C

1

27

2

-

25

5

3

27

1

28

1

D E
- -

TOTAL
30

-

-

30

-

-

30

-

-

30

jelas?
5
6
7
8

9

Apakah sinematografi yang
anda saksikan menarik
Bagaimana efek transisi dari
scene ke scene berikutnya
Bagaimana pencahayaan
film yang anda saksikan?
Apakah cerita film
dokumenter tadi anda
tangkap dengan baik?
Apakah video film
dokumenter ini menarik dan
dapat memberikan informasi
terkait?
TOTAL

3

17

10

-

-

30

20

10

-

-

30

2

21

7

-

3

20

7

-

-

30

3

21

6

-

-

30

16

206

48

30

270

Perhintungan kuisoner ini mengunakan skala likert, Skala likert adalah suatu
skala psikometrik yang digunakan dalam kuesioner dan merupakan salah satu teknik
yang dapat digunakan dalam evaluasi suatu program atau kebijakan perencanaan.
Skala lingkert juga dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
orang [12].






Responden menjawab A :16
Responden menjawab B :206
Responden menjawab C :48
Responden menjawab D : 0
Responden menjawab E : 0

Rumus TK= TJ/(TR x TS) x 100
Jawaban A
6/(30 x 9) x 100% = 6 %
Jawaban B
206/(30 x 9) x 100 % = 76,29 %
Jawaban C
48/(30 x 9) x 100 % = 17,77 %
Jawaban D
0/(30 x 9) x 100 % = 0 %

12

Jawaban E
0/(30 x 9) x 100% = 0%

Hasil Kuisioner
Sangat Menarik

Menarik

Cukup Menarik

tidak menarik

sangat tidak menarik

17%

0% 0% 6%

77%

Gambar 12 Diagram Hasil Kuesioner

Dari hasil Gambar 12 didapatkan persentase 82% (dengan asumsi pertanyaan A
dan B digabungkan dan dijumlahkan) bahwa film dokumenter ini mendapat respon
nilai baik, dilihat dari sinematografi, narasi, backsound dan pesan film yang hendak
dicapai.
Responden yang menjawab C cukup atau netral 17% dan dapat disimpulkan
film dokumenter “Menenun Harapan Menyatukan Buda ya” mendapat nilai cukup
dlihat dari sinematografi, narasi, backsound dan pesan film.

6. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan hasil implementasi serta pengujian dapat
disimpulkan bahwa film dokumenter “Menenun Harapan Menyatukan Budaya” dapat
dijadikan sebagai sarana media informasi untuk mengenal songket palembang dari
asal usul songket, motif songket dan pembuatan kain songket palembang, sehingga
songket palembang warisan budaya indonesia dapat dikenal masyarakat indonesia.
Agar lebih efektif dan efisien dalam pelaksanaan shooting disarankan
menggunakan minimal dua buah kamera dengan merk dan tipe yang sama serta
adanya kru kameramen. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam mendapatkan
stok scene dari beberapa angle dalam waktu yang bersamaan sehingga variasi scene
13

lebih menarik. dan menambah cahaya tambahan untuk tempat yang kurang terang dan
mengunakan tehnik efek blur saat shooting

7. Daftar Pustaka
[1] Ja Murni (2011) Latar Belakang Kain Tenun Songket,
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26992/4/ChapterI)diakses tanggal
2 november.
[2]ribut aswandi (2013) “Batik Anatara Ekonomi dan Budaya”, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Pekalongan.
[3] Soetowo, Aghastyo Ghalis. (06/08/2010), “Tribute to East Java Heritage”. ITSUndergraduate. (http://digilib.its.ac.id/perancangan-film-dokumenter-tribute-toeast-java-heritage-seri-kebudayaan-samin-14190.html),diakses pada tanggal 10
november 2013.
[4] Adi kusrianto (2007), Pengantar Desain Komunikasi Visual, yogyakarta:Andi
[5] Vincent Bayu Tapa Brata. 2007. Videografi dan Sinematografi. Jakarta:
Gramedia.
[6] D Joseph (2011) Landasan teori film
(e-journal.uajy.ac.id/821/3/2TA11217) diakses 17 april 2014.
[7] M.Bayu, Winastwan Goras.(2007). Bikin Film Indie Itu Mudah. Yogjakarta: Andi
[8] Ayawaila, Gerzon R. (2008). Dokumenter: Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta:
FFTV-IKJ Press, Jakarta.
[9] Junaedi, Fajar. (2011). Membuat Film Dokumenter. Yogyakarta: Lingkar Media.
[10] Judi Achjadi,Kartiwa,Suwati(1986). Kain songket indonesia,
jakarta:djambatan.
[11] Sarwono, Jonathan, 2007, Metode Riset untuk Desain Komunikasi Visual,
Yogyakarta : Andi.
[12] Husein Umar. 2003. Metode Riset Bisnis. Jakarta: Gramedia

14