Newsletter Archives - Jaringan Pemantau Independen Kehutanan
Edisi:
Agustus - Desember 2015
Jl. Sempur Kaler No. 62 Bogor
Jawa Barat, 16129
Indonesia
Telp : +62 251 8333 308
Fax : +62 251 831 7 926
Daftar Isi
Perkembangan
Peraturan terkait
Implementasi
Sistem Verifikasi
Legalitas Kayu
JPIK Pantau
Implementasi
SVLK di Sumatera
Utara, Kalimantan
Utara, dan Maluku
Utara
Pelonggaran
Peraturan Skema
Legalitas Kayu
Melemahkan
Reformasi Tata
Kelola Kehutanan,
Mengancam
Akses Pasar Uni
Eropa bagi Ekspor
Furnitur Indonesia,
dan Merugikan
Merk Indonesia
Publikasi
Pelaksanaan
Sertifikasi SVLK
Belum Terlaksana
Penuh
Respon Pasif
Kepolisian
Terhadap
Pengaduan
Indikasi Illegal
Logging di
Kalimantan
Tengah
Ketidakpatuhan
SVLK,
Pengingkaran
Kebijakan
Perlindungan
Hutan Alam &
Gambut
Tindak Pemalsuan
Sertifikat Legalitas
Kayu (S-LK) di
Jawa Timur
JPIK dalam
Konferensi
Perubahan Iklim
dalam COP21
UNFCCC:
Peran Penting
& Tantangan
Pemantauan
Independen dalam
Memperkuat SVLK
Pertemuan
Nasional JPIK
2015
i
© FWI.or.id
Perkembangan Peraturan terkait Implementasi
Sistem Veriikasi Legalitas Kayu
Oleh : Arbi Valentinus (FLEGT-VPA National Expert)
SVLK sebagai Prakarsa
Indonesia
Sistem Veriikasi Legalitas Kayu (SVLK)
merupakan instrumen pembenahan tata
kelola (good governance) melalui veriikasi
kepastian hanya kayu legal yang dipanen,
diangkut, diolah, serta dipasarkan oleh unit
usaha kehutanan Indonesia. Penerapan
sistem ini sejalan dengan tujuan untuk
pemberantasan ‘illegal logging’ dan ‘illegal
timber trade’, yang juga diupayakan melalui
pendekatan penegakkan hukum. SVLK
dibangun Indonesia melalui prakarsa
dan proses multipihak sejak 2001 -LSM
serta kelompok masyarakat sipil termasuk
masyarakat adat, pengusaha/sektor privat,
kalangan akademisi/perguruan tinggi,
Pemerintah, serta para pihak yang peduli
kelestarian hutan- hingga dituangkan dalam
bentuk regulasi yakni Peraturan Menteri
Kehutanan (Permenhut) P.38/2009 di
tahun 2009.
Untuk tujuan ekspor, Dokumen V-Legal
merupakan komponen dari penerapan
penuh SVLK sebagai pelengkap kepabeanan
yang menjelaskan kepastian legalitas produk
kehutanan yang diperdagangkan dari
Indonesia. Dokumen V-Legal diterbitkan
oleh Lembaga Veriikasi Legalitas Kayu
(LVLK) sebagai bagian dalam sertiikasi
legalitas kayu (S-LK). Catatan: Terminologi
‘V-Legal’ berarti telah diveriikasi legalitasnya
(‘Veriied Legal’), baik berupa Dokumen
V-Legal (sebagai dokumen ‘lisensi’ ekspor)
maupun dicerminkan dengan Tanda V-Legal
(diterakan pada produk, kemasan, dan/atau
dokumen angkutan).
2
Peraturan yang berlaku saat ini terkait
implementasi SVLK adalah Permenhut
43/2014 juncto ( jo) PermenLHK 95/2014
mengenai SVLK yang diterbitkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (red: sebelumnya adalah
Kementerian Kehutanan), Permandag
89/2015 -menggantikan Permendag
97/2014 jo 66/2015- mengenai ketentuan
ekspor produk industri kehutanan dan
Permendag 97/2015 -menggantikan
Permendag 78/2014 jo 63/2015- mengenai
ketentuan impor produk industri kehutanan
yang diterbitkan oleh Kementerian
Perdagangan, serta Peraturan Presiden
21/2014 mengenai ratiikasi FLEGT-VPA.
Aturan pelaksana dari Permenhut 43/2014
jo PermenLHK 95/2014 (SVLK) dan
ketentuan ekspor sebagaimana Permendag
97/2014 adalah Perdirjen BUK P.14/2014
jo P.1/2015 (catatan: mengenai Dokumen
V-Legal, lihat Lampiran 7 Perdirjen BUK
tersebut), disertai Surat Edaran Dirjen BUK
SE.14/2014 mengenai kewajiban penerapan
SVLK. Sementara untuk impor, aturan
pelaksana dari Permendag 78/2014 adalah
Perdirjen PHPL P.7/2015 mengenai tata cara
pelaksanaan uji tuntas, penerbitan deklarasi
impor dan rekomendasi impor produk
kehutanan.
Keberterimaan dan Dukungan
Internasional
Pemerintah juga mengupayakan
keberterimaan dan dukungan internasional
terhadap SVLK. Pada tahun yang sama
dengan diterbitkannya Permenhut
P.38/2009, Indonesia dan Uni Eropa
(European Union/EU) tengah berada
dalam babak negosiasi kerjasama terkait
tata kelola, penegakkan hukum, serta
perdagangan produk kehutanan (Forest
Law Enforcement, Governance, and Trade/
FLEGT). Kedua pihak akhirnya bersepakat
mengikat Persetujuan Kerjasama Sukarela
(Voluntary Partnership Agreement/VPA)
pada 30 September 2013.
Dalam hal ini, SVLK merupakan bagian
utama dalam VPA dimana sistem ini
diterima sebagai sistem tepercaya
dalam hal jaminan legalitas produk
kayu Indonesia, serta merupakan
3
© FWI.or.id
suatu inovasi dalam pencegahan pembalakan liar dan
perdagangan ilegal (http://silk.dephut.go.id/app/Upload/
hukum/20140715/4113c610651757feb3347a29f3bdb38c.
pdf). VPA telah diratiikasi oleh kedua belah pihak,
Indonesia dan EU, pada April 2014 –Indonesia: melalui
Peraturan Presiden 21/2014– dan mulai diimplementasikan
pada 1 Mei 2014; saat ini tengah dalam tahap akhir asesmen
implementasi penuh SVLK untuk keputusan penerapan
lisensi FLEGT sebagai wujud nyata dari pengakuan
internasional dan dukungan secara berkelanjutan untuk
pembenahan tata kelola (‘good governance’).
Kesepakatan/perjanjian dengan negara pasar
penting lainnya juga Pemerintah, antara lain dengan
Australia, Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan
China. Dengan Australia telah disepakati ‘Country
Speciic Guideline’/CSG berdasarkan SVLK (http://silk.
dephut.go.id/app/Upload/informasisvlk/20150225/
e515d2065415391cd964319b97d28090.pdf).
Ketentuan Terbaru dalam Aturan
yang Berlaku
Hal utama terbaru (update) yang diatur dalam Permenhut
43/2014 jo PermenLHK 95/2014 serta Perdirjen BUK
P.14/2014 jo P.1/2015 adalah ketentuan tata laksana
mengenai Deklarasi Kesesuaian Pemasok serta Deklarasi
Ekspor.
Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP), merupakan bagian
dari SVLK, dapat diberlakukan bagi kayu dan produk
kayu yang berasal dari hutan hak (bukan jenis kayu alam),
serta bagi peredaran lanjutan atas kayu tanaman yang
berasal dari pemegang hak pengelolaan (Perhutani)
yang telah memiliki S-LK. Hal ini mempertimbangkan
peredaran kayu dan produk kayu yang bersifat ‘low risk’
4
atau beresiko rendah, yang
dapat diaplikasikan oleh
pemilik Hutan Hak, Tempat
Penampungan Terdaftar
(TPT), industri rumah
tangga, serta IKM ataupun
industri yang sepenuhnya
memproduksi atau
menggunakan bahan baku
yang bersifat ‘low risk’ atau
beresiko rendah tersebut.
Penerima ‘kayu atau produk
kayu yang menggunakan
DKP’ diwajibkan melakukan
pengecheckan/pemeriksaan
guna memastikan
kebenaran dan validitas
informasi dalam jaminan
legalitas kayu yang
diedarkan menggunakan
DKP tersebut. Untuk
titik ekspor dari produk
kayu, tetap menggunakan
Dokumen V-Legal untuk
eksportir yang telah memiliki
S-LK (baik berupa industri
pengolahan ataupun berupa
unit usaha perdagangan/
eksportir-non-produsen),
dengan kepastian jaminan
legalitas melalui veriikasi
oleh Lembaga Veriikasi
Legalitas Kayu (LVLK).
Deklarasi Ekspor (DE),
bukan merupakan bagian
dari SVLK, sebagai
pelengkap kepabeanan
yang merupakan ‘pengganti’
(atau ‘alternatif’) atas
Dokumen V-Legal. Hal
ini dituangkan dari hasil
kesepakatan 3 menteri –
Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (MenLHK),
Menteri Perdagangan
(Mendag), dan Menteri
Perindustrian (Menprin)–
sebagai mekanisme
temporal di luar SVLK, yang
diberlakukan 1 Januari
hingga 31 Desember 2015.
Mekanisme ini berlaku bagi
IKM mebel dan kerajinan
(15 pos tarif dalam daftar
5
Kelompok B) yang belum
memiliki sertiikat legalitas
kayu (S-LK), dalam hal
keperluan ekspor, dengan
mensyaratkan berasal
dari sumber yang telah
memiliki S-PHPL (sertiikat
pengelolaan hutan
produksi lestari)/S-LK/DKP.
Mekanisme temporal DE
ini ditujukan untuk transisi
ke penerapan penuh
SVLK, yakni dalam wujud
berupa Dokumen V-Legal.
Mekanisme temporal DE ini
kini telah ‘berakhir’ dengan
berlakunya Permendag
89/2015 sebagai ketentuan
ekspor produk industri
kehutanan.
Dalam Permendag 89/2015
mengenai ketentuan ekspor
produk industri kehutanan,
hal terbaru (update) antara
lain berupa dihapuskannya
ketentuan mengenai
‘persyaratan’ eksportir
terdaftar produk industri
kehutanan (ETPIK) serta
dihapusnya mekanisme
temporal Deklarasi Ekspor
(DE); sebelumnya adalah
hingga 31 Desember
2015, berganti dengan
ketentuan Pasal 4 ayat
2. Catatan: Permendag
89/2015 ditetapkan tanggal
19 Oktober 2015 dan mulai
berlaku 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal diundangkan.
Pasal 4 ayat 1 dan 2
Permendag 89/2015
selengkapnya berbunyi;
ayat 1; Ekspor Produk
Industri Kehutanan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) yang
termasuk dalam Kelompok
A wajib dilengkapi dengan
Dokumen V-Legal yang
diterbitkan oleh LVLK;
sertta ayat 2: Ekspor
Produk Industri Kehutanan
© FWI.or.id
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) yang
termasuk dalam Kelompok B
tanpa dilengkapi Dokumen
V-Legal tetapi harus disertai
dengan dokumen yang
dapat membuktikan bahwa
bahan bakunya berasal
dari kayu yang diperoleh
dari penyedia bahan
baku yang sudah memiliki
S-LK atau sesuai dengan
ketentuan penatausahaan
hasil hutan berdasarkan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Wujud penerapan saat
ini dalam tataran lanjutan
untuk kejelasan wujud
penerapannya (termasuk
bagi Pabean Indonesia) dan
kemungkinan pembahasan
lanjutan terkait implikasi/
kejelasan lanjutan, antara
lain ketersambungan
dengan Peraturan Presiden
21/2014 yang juga berlaku
(berkenaan dengan
‘cakupan produk’ pada
Lampiran I untuk VPA).
Lanjutan untuk kejelasan
wujud penerapan Pasal
4 ayat (2) Permendag
89/2015 antara lain sejauh
ini melalui semacam
‘Surat Edaran’/Penjelasan
Dirjen Perdagangan Luar
Negeri Kemendag, antara
lain yaitu Penjelasan atas
Ketentuan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor
89/M-DAG/PER/10/2015
dengan Nomor: 1912/
DAGLU/SD/11/2015 tanggal
18 Nopember 2015 serta
Nomor: 1920/DAGLU/
SD/11/2015 tanggal 20
Nopember 2015 (Catatan:
Surat Edaran/Penjelasan
Nomor: 1920/DAGLU/
SD/11/2015 dapat diunduh/
6
dilihat melalui http://silk.
dephut.go.id/index.php/
article/vnews/135).
Hal ini kini menjadi
perhatian banyak pihak,
terutama lintas kementerian,
terkait dengan kesepakatan
3 menteri serta rencana
implementasi penuh SVLK
dalam bentuk Dokumen
V-Legal (atau sama dengan
lisensi FLEGT sebagai wujud
pemberlakuan dalam hal
kerangka kerja sama VPA)
dalam waktu dekat (2016).
Catatan: Berdasarkan tata
waktu dalam PermenLHK
95/2014, Dokumen V-Legal
akan berlaku penuh per 1
Januari 2016, termasuk bagi
15 pos tarif untuk produk
kehutanan berupa mebel
dan kerajinan dari kayu yang
tadinya tercakup dalam
Lampiran 1B Permendag
97/2014 (kini merujuk ke
Lampiran 1B Permendag
89/2015).
Dalam Permendag 97/2015
-menggantikan Permendag
78/2014 jo 63/2015- dan
Perdirjen PHPL P.7/2015
mengenai impor produk
kehutanan, hal utama
pembaruan adalah (i)
‘waktu pemberlakuan’
menjadi 1 Januari 2016
(menimbang kesiapan
aturan pelaksanaan dan
kesiapan pelaku usaha
untuk menerapkannya),
serta (ii) kejelasan tata
cara pelaksanaan uji
tuntas (‘due diligence’)
sebagai dasar penerbitan
deklarasi impor (importir)
dan rekomendasi impor
(KLHK), untuk kemudian
sebagai dasar persetujuan
impor (Kemendag). Impor
produk kehutanan dijamin
dengan DKP (untuk
pengangkutan kayu dari titik
masuk/pelabuhan ke titik
industri atau titik Tempat
Penampungan Terdaftar/
TPT ataupun penguasaan
gudang), yang sesuai
dengan data dan informasi
hasil uji tuntas yang menjadi
landasan dari Deklarasi
Impor, Rekomendasi Impor,
serta Persetujuan Impor.
Untuk ketersambungan/
sinergisitas dengan
Permendag 97/2015
mengenai ketentuan impor
ini, direncanakan akan
dikeluarkan Surat Edaran
dari Dirjen Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari
KemenLHK.
Penilaian Berkala (Periodic
Evaluation/PE), Lampiran VII
VPA mengenai Pemantauan
Pasar Independen
(Independent Market
Monitoring/IMM), serta
‘Social Safeguard’ yang
melandasi ‘Monitoring
Dampak’ (dalam Pasal atau
‘Article’ 12 VPA). Lampiran IX
VPA mengenai Keterbukaan
Informasi Publik (yang
juga menjadi acuan
informasi bagi pemantauan
implementasi SVLK sebagai
komponen utama VPA, serta
implementasi dari instrumen
VPA lainnya seperti Record
of Discussion/RoD dari Joint
Implementation Committee/
JIC dan laporan tahunan/
Annual Report).
Peraturan Presiden 21/2014
mengenai ratiikasi FLEGTVPA, mencakup pokokpokok kesepakatan FLEGTVPA. Hal-hal yang dicakup
termasuk cakupan produk
yang akan dicakup dalam
lisensi FLEGT (Lampiran
I VPA), deinisi legalitas
berisi cakupan standar
veriikasi legalitas untuk
tiap unit usaha (Lampiran
II VPA), terkait penerapan
lisensi FLEGT (Lampiran
III dan IV VPA), jabaran
sistem jaminan legalitas
dan peran masing-masing
elemennya (pemerintah,
lembaga akreditasi,
lembaga penilai/veriikasi
legalitas, auditi/unit usaha
kehutanan, dan pemantau
independen) serta
rekonsiliasi pada setiap
rantai pasokan (Lampiran
V VPA), serta mengenai
asesmen penerapan penuh
SVLK sebagai dasar untuk
penerapan lisensi FLEGT
(Lampiran VIII VPA).
Sebagai catatan: Lampiran
I VPA mengenai cakupan
produk telah sesuai/
sejalan dengan Permendag
97/2014 (Lampiran 1A dan
1B Permendag); Lampiran
II dan Lampiran V VPA
mengenai SVLK telah
sesuai/sejalan dengan
Permenhut 43/2014
juncto ( jo) PermenLHK
95/2014 serta Perdirjen
BUK P.14/2014 jo P.1/2015;
Lampiran IV VPA mengenai
lisensi FLEGT sejalan
dengan Lampiran 7
Perdirjen BUK P.14/2014
jo P.1/2015; Lampiran VIII
VPA mengenai asesmen
kesiapan implementasi
penuh SVLK yang di
dalamnya mencakup lisensi
ekspor (Dokumen V-Legal)
sesuai Lampiran 7 Perdirjen
BUK P.14/2014 jo P.1/2015
dan ketentuan impor sesuai
Permendag 78/2014 serta
Perdirjen PHPL P.7/2015;
serta Lampiran IX VPA
sejalan dengan UU 14/2008
mengenai Keterbukaan
Informasi Publik.
Lampiran VI VPA mengenai
7
Rancangan Pembaruan Aturan
Implementasi SVLK (Drafting)
Sejalan dengan pembenahan tata kelola
secara berkelanjutan, saat ini tengah
berlangsung proses multipihak dalam
merumuskan rancangan pembaruan aturan
mengenai SVLK (masih dalam proses
drafting), khususnya untuk perubahan/revisi
Permenhut 43/2014 jo PermenLHK 95/2014
serta perubahan/revisi Perdirjen sebagai
aturan pelaksananya. Rencana pembaruan
tersebut meliputi pembaruan (update)
aturan konsideran, serta ketentuan dalam
batang tubuh antara lain terkait subyek/
auditi, pemantauan, Veriikasi Legalitas
Bahan Baku (VLBB), kejelasan tindak
lanjut atas ketidaksesuaian berdasarkan
hasil veriikasi legalitas kayu, serta tata
laksana sertiikasi multilokasi dan sertiikasi
kelompok.
Rancangan konsideran dalam pembaruan
(update) aturan tersebut akan mencakup
antara lain: UU 13/2006 jo 31/2014
mengenai Perlindungan Saksi dan Korban,
UU 14/2008 mengenai Keterbukaan
Informasi Publik, UU 32/2009 mengenai
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, UU 18/2013 mengenai Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan,
serta Peraturan Presiden 21/2014 mengenai
Pengesahan FLEGT-VPA.
Terkait subyek/auditi,
rancangan pembaruan
akan termasuk cakupan izin
pemungutan hasil hutan
kayu (IPHHK), kesatuan
pemangkuan hutan (KPH),
pemanfaatan kayu melalui
ijin pertambangan (IPPKH),
hutan milik Desa, serta
industri pengolahan kayu
rakyat (IPKR).
Berkenaan dengan
Veriikasi Legalitas Bahan
Baku (VLBB), dirancang
akan diterapkan sebagai
mekanisme yang bersifat
temporal atau transisi.
VLBB diterapkan dalam hal
pemasok yg belum S-LK/
DKP, dengan jaminan kayu
benar dapat dipastikan
berasal dari sumber yang
telah memiliki S-PHPL/SLK/DKP, melalui veriikasi
oleh Lembaga Veriikasi
Legalitas Kayu (LVLK).
Hal ini antara lain sesuai
dengan pembahasan di
tingkat teknis, yang juga
© FWI.or.id
8
© FWI.or.id
mempertimbangkan upaya
untuk kesiapan penerapan
lisensi FLEGT dalam waktu
dekat (dalam kerangka VPA).
Berkenaan dengan
‘ketidakpemenuhan’ dalam
veriikasi legalitas kayu,
auditi wajib menyelesaikan
temuan ketidaksesuaian
tersebut, untuk kemudian
auditi dapat mengajukan
kembali permohonan
sertiikasi, baik kepada
lembaga penilai/veriikasi
sebelumnya maupun
kepada lembaga penilai/
veriikasi lainnya.
Terkait sertiikasi multilokasi
dan sertiikasi kelompok:
Sertiikasi multilokasi dapat
diterapkan bagi Pemilik
Hutan Hak serta Pemegang
Hak Pengelolaan. Sertiikasi
multilokasi dilaksanakan
secara sampling terhadap
‘anggota’ dari sertiikasi
multilokasi, dengan
konsekuensi apabila
ada yang gagal/gugur
ataupun dalam hal terdapat
ketidakpenuhan dari
‘anggota’ dari sertiikasi
multilokasi (termasuk tindak
lanjut atas laporan keluhan)
maka seluruh sertiikasi
menjadi batal/gugur.
Sertiikasi kelompok dapat
diterapkan bagi Pemilik
Hutan Hak serta Pemegang
Izin. Sertiikasi kelompok
dilaksanakan secara sensus
terhadap seluruh ‘anggota’
dari sertiikasi kelompok,
dengan konsekuensi apabila
ada yang gagal/gugur maka
dikeluarkan dari kelompok
sertiikasi sehingga sertiikat
tetap berlaku (setelah
dikeluarkannya anggota
kelompok yang gagal/
gugur).
Terkait pemantauan:
rancangan pembaruan/
penyempurnaan antara lain
akan mencakup hal-hal yang
berkenaan dengan akses
informasi, jaminan/dukungan
terkait keamanan, serta
dukungan pendanaan.
Penutup
Demikian ringkas perkembangan aturan
terkait implementasi SVLK, menuju penguatan
pelaksanaan dan pemberlakuan implementasi
penuh, sebagai titik kelanjutan dari upaya
pembenahan tata kelola (‘good governance’)
serta dalam hal keberterimaan dan
pengakuan internasional, untuk mendukung
tujuan pemberantasan ‘illegal logging’ dan
‘illegal timber trade’.
9
Press Release Bersama :
JPIK dan EIA
Pelonggaran Peraturan Skema Legalitas Kayu
Melemahkan Reformasi Tata Kelola Kehutanan,
Mengancam Akses Pasar Uni Eropa bagi Ekspor Furnitur
Indonesia, dan Merugikan Merk Indonesia
Jakarta & London. Berbagai organisasi
non-pemerintah menyatakan bahwa
keputusan mendadak untuk membebaskan
15 kelompok produk dari sistem veriikasi
legalitas kayu (SVLK) Indonesia dapat
mengakibatkan tertutupnya akses
produk-produk kayu Indonesia ke pasar
Uni Eropa, menunda atau menyabotase
kesepakatan perdagangan kayu Uni EropaIndonesia yang telah dirundingkan cukup
lama, serta merugikan reputasi industri
kehutanan Indonesia.
Peringatan ini antara lain berasal dari
Jaringan Pemantau Independen Kehutanan
(JPIK) serta Environmental Investigation
Agency (EIA) yang berbasis di London,
menyusul disahkannya Peraturan Menteri
Perdagangan No. 89/M-DAG/PER/10/2015
pada 19 Oktober lalu, yang berdampak
memperlemah SVLK.
Di bawah Sistem Veriikasi Legalitas Kayu
(SVLK), seluruh operasi eksportir produk
kayu harus diaudit untuk menjamin
© FWI.or.id
10
kepatuhan terhadap standar
legalitas yang mencakup
pasokan bahan mentah, serta
pabrik atau praktik dagang.
Jika hasil audit positif,
eksportir akan diberikan
Sertiikat Legalitas Kayu (SLK) dapat digunakan untuk
mendapatkan “Dokumen
V-Legal”, yaitu suatu izin
ekspor yang disyaratkan
secara hukum untuk
mengekspor produk kayu.
Selain memang berlaku
untuk ekspor ke seluruh
pasar, sistem ini juga
merupakan dasar dari
Voluntary Partnership
Agreement (VPA) yang telah
dirundingkan sejak lama
antara Indonesia dengan
Uni Eropa. Begitu VPA aktif,
produk kayu yang tidak
memiliki Dokumen V-Legal
akan ditolak di pelabuhanpelabuhan Uni Eropa, dan
tidak dapat dijual di pasar
Uni Eropa. Sebaliknya,
produk-produk yang memiliki
Dokumen V-Legal juga
akan dibebaskan dari EU
Timber Regulation (EUTR),
yang melarang kayu ilegal
diperjual-belikan di Uni
Eropa dan mewajibkan
perusahaan-perusahaan Uni
Eropa untuk melakukan uji
tuntas terhadap pembelian
produk-produk kayu yang
mereka lakukan. Dengan
demikian, Dokumen V-Legal
menjadi faktor penting bagi
para eksportir Indonesia
yang ingin mengakses
pasar Eropa.
Peraturan baru tersebut
secara permanen
membebaskan seluruh
eksportir produk kayu
dengan 15 pos tarif (HS
Codes) dari kewajiban
menjalani audit SVLK untuk
mengekspor. Meskipun
perusahaan-perusahaan
yang dibebaskan tersebut,
yang banyak diantaranya
telah melakukan ekspor
bernilai jutaan dollar, masih
harus menggunakan kayu
bersertiikasi SVLK, tidak
ada pemeriksaan yang
akan dilakukan untuk
menjamin perusahaanperusahaan tersebut
benar-benar melakukan
kewajibannya, dan hal ini
membuka peluang besar
untuk memasukkan kayu tak
bersertiikat atau ilegal ke
dalam rantai pasok.
Pembebasan yang
diberlakukan Kementerian
Perdagangan tersebut
ditentang keras oleh
Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, dan
telah mendorong Duta Besar
Uni Eropa untuk Indonesia
untuk menulis surat kepada
Menteri Perdagangan pada
23 Oktober.
“Peraturan Menteri
Perdagangan tersebut
menunjukkan adanya
inkonsistensi struktural
pada upaya yang sudah
lama dijalankan Indonesia
untuk memperbaiki tata
kelola kehutanan melalui
penerapan Sistem Veriikasi
Legalitas Kayu (SVLK),
dan akan mengganggu
cakupan dan kerangka
© FWI.or.id
11
Catatan editor:
waktu yang diusulkan untuk
pelaksanaan IndonesiaEU Voluntary Partnership
Agreement (VPA),” Zainuri
Hasyim, Dinamisator
Nasional JPIK, menjelaskan.
Faith Doherty, Forest
Campaign Leader EIA juga
sepakat dan mengatakan
“Peraturan Kementerian
Perdagangan tersebut
semacam memberikan ‘pintu
belakang’ bagi sekelompok
perusahaan elit yang
memiliki koneksi tingkat
tinggi. Peraturan tersebut
melanggar tujuan dan
mekanisme yang mendasari
SVLK dan VPA. Hal ini
akan menyebabkan VPA
harus dirundingkan ulang,
atau harus didesainnya
kembali sistem perizinan
SVLK, atau pemblokiran
struktural atas perusahaanperusahaan yang
dibebaskan tersebut dari
pasar Uni Eropa. Peraturan
buruk yang ironisnya
dibuat untuk mempercepat
deregulasi ini harus segera
diamandemen.”
Pemerintah Indonesia
berencana mengumumkan
implementasi VPA sebagai
salah satu tajuk yang akan
dibahas dalam pertemuan
PBB tentang perubahan
iklim di Paris pada bulan
Desember mendatang,
pada saat kebakaran hutan
besar-besaran di Indonesia
telah menghasilkan emisi
karbon lebih banyak
daripada yang dihasilkan
Jepang dalam setahun,
dan dalam beberapa kasus
bahkan melampaui emisi
harian yang dihasilkan
Amerika Serikat.
JPIK (Jaringan Pemantau Independen Kehutanan)
adalah sebuah jaringan independen yang didirikan
pada 23 September 2010 oleh 29 LSM dari Aceh
hingga Papua. Mandat utama JPIK adalah memantau
dan memperkuat SVLK dan pelaksanaannya,
sebagai alat utama untuk meningkatkan tata kelola
kehutanan dan perdagangan.
EIA (Environmental Investigation Agency) adalah
sebuah organisasi pengkampanye independen
yang berbasis di Inggris yang berkomitmen untuk
membuat perubahan yang dapat melindungi
lingkungan hidup dari kejahatan dan perusakan
lingkungan.
SVLK (Sistem Veriikasi Legalitas Kayu) adalah
persyaratan wajib bagi seluruh produsen,
pemroses dan eksportir kayu untuk menjalani
audit secara independen untuk memastikan
kepatuhan mereka terhadap standar Veriikasi
Legalitas yang mencakup kriteria, indikator, veriier,
metode veriikasi, dan norma-norma penilaian yang
dikembangkan melalui suatu proses negosiasi
multistakeholder.
Dokumen-dokumen V-Legal menyatakan bahwa
suatu produk kayu untuk diekspor telah memenuhi
standar veriikasi legalitas kayu yang ditetapkan
dalam SVLK.
Lembaga Veriikasi Legalitas Kayu adalah lembagalembaga berbadan hukum independen yang
memveriikasi legalitas kayu berdasarkan SVLK
dan menerbitkan dokumen-dokumen V-Legal
atas izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Voluntary Partnership Agreement (VPA) adalah
salah satu komponen utama dalam 2003 EU
Forest Law Enforcement, Governance and Trade
(FLEGT) Action Plan. VPA Indonesia-Uni Eropa telah
dirundingkan oleh Pemerintah Indonesia dengan
Uni Eropa sejak 2008, dan telah ditandatangani
pada 30 September 2013 dan diratiikasi oleh
kedua belah pihak pada 2014.
12
Press Release Bersama : JPIK dan FWI
Ketidakpatuhan SVLK,
Pengingkaran Kebijakan
Perlindungan Hutan Alam
& Gambut
Jakarta, 22 Desember 2015.
© Nanang Sujana
Ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan
SVLK dan pengingkaran kebijakan terkait
perlindungan hutan alam masih ditemukan
di lapangan. Pemerintah harus memperketat
pengawasan dan memberikan sanksi tegas
bagi perusahaan yang terbukti melakukan
pelanggaran terhadap pelaksanaan SVLK.
bahan baku kayu tanpa sertiikat SVLK.
Ketiga aspek ini merupakan beberapa
prasyarat untuk sebuah kelulusan dalam
proses veriikasi.
Hasil penelusuran yang dilakukan oleh
JPIK, FWI, KSPPM, dan PW. AMAN wilayah
Maluku Utara menemukan masih terjadi
ketidakpatuhan perusahaan pemegang ijin
terhadap pelaksanaan SVLK, khususnya di
provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Utara,
dan Maluku Utara. “Pemberian sanksi tegas
terhadap perusahaan-perusahaan yang
melanggar aturan SVLK mutlak diterapkan
pemerintah, baik perusahaan yang bergerak
di hulu maupun di tingkatan hilir”, ujar
Muhamad Kosar, Dinamisator JPIK.
Sistem Veriikasi Legalitas Kayu atau
yang dikenal dengan SVLK adalah
upaya yang dibangun oleh pemerintah
untuk memerangi pembalakan liar dan
perdagangan kayu illegal. Penerapan SVLK
juga merupakan upaya perwujudan good
forest governance atau tata kelola hutan
yang baik di Indonesia. SVLK bersifat wajib
(mandatory) bagi seluruh perusahaan di
bidang kehutanan baik di hulu maupun hilir.
Penerapan SVLK mewajibkan perusahaan
menaati aturan-aturan yang belaku,
diantaranya menghindari konlik sosial
dengan masyarakat sekitar konsesi, tidak
memanfaatkan kayu dari kawasan lindung
yang ditetapkan oleh perusahaan, dan
bagi industri kayu tidak menggunakan
Sampai saat ini konlik masih terjadi
antara masyarakat dan perusahaan
HTI PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL) di
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Penebangan dan perampasan Hutan
Kemenyan milik masyarakat adat oleh
perusahaan TPL menjadi penyebab konlik
13
© FWI.or.id
“Pemberian sanksi tegas terhadap perusahaanperusahaan yang melanggar aturan SVLK mutlak
diterapkan pemerintah, baik perusahaan yang
bergerak di hulu maupun di tingkatan hilir”
Muhamad Kosar, Dinamisator JPIK.
dan menghilangkan
sumber-sumber kehidupan
masyarakat. Temuan lain
dari hasil pemantauan
lapangan, bahwa PT.
TPL juga melakukan
penebangan di sepadan
sungai dan area lindung di
dalam konsesinya.
Pelanggaran terhadap
aturan SVLK juga dilakukan
oleh perusahaan HTI PT.
Adindo Hutani Lestari,
yang berada di Kabupaten
Nunukan, Kalimantan
Utara. Di dalam konsesi
PT. Adindo Hutani Lestari,
ditemukan penebangan
14
dan pembukaan lahan yang
merupakan wilayah gambut
dalam. “Pembukaan lahan
pada wilayah gambut dalam
dan praktik penebangan
pada areal yang dilindung
jelas melanggar aturan
SVLK”, ujar Kosar di dalam
siaran pers. Tidak hanya itu,
perusahaan ini diindikasikan telah
melakukan penyerobotan lahan
masyarakat akibat ketidakjelasan
tata batas dan tidak melalui FPIC
(free prior and informed consent).
Indikasi pelanggaran ditemukan
juga dalam rantai peredaran dan
pasokan kayu ke tingkatan hilir,
yaitu industri kayu primer. Salah
satu perusahaan yang diidentiikasi
adalah PT. Panca Usaha Palopo
Plywood yang berada di Kabupaten
Luwu, Sulawesi Selatan. Perusahaan
industri kayu terbesar di Sulawesi
ini diduga kuat menerima pasokan
kayu dari sumber yang tidak
memiliki legalitas. Sumber kayu
tersebut berasal dari perusahaan
HPH PT. Mohtra Agung Persada
di Kabupaten Halmahera Tengah,
Maluku Utara. Data realisasi
Rencana Pemenuhan Bahan
Baku Industri (RPBBI) sampai
dengan bulan November 2015
memperlihatkan bahwa PT. Panca
Usaha Palopo Plywood masih
menerima kayu dari PT. Mohtra
Agung Persada sebanyak 10.155,11
m3. Ini tentu saja menunjukkan
lemahnya sistem pengawasan
terkait peredaran kayu bulat yang
diterapkan pemerintah. “Seharusnya
dokumen RPBBI yang dimiliki KLHK
mampu menjaga bahwa hanya
kayu-kayu dari sumber legal yang
wajib dikonsumsi oleh industri”, ujar
Mufti Barri, Juru Kampanye FWI.
“Konversi hutan alam tanpa
adanya SVLK yang dilakukan oleh
PT. Mohtra Agung Persada akan
menimbulkan konlik dan dampak
buruk terhadap daya dukung
lingkungan di Halmahera Tengah.
Sulitnya akses informasi terkait
aktiitas perusahaan menjadi
kendala utama pengawasan dari
masyarakat. Keterbukaan informasi
dalam pengelolaan hutan menjadi
kunci agar masyarakat mengetahui
a a akiitas perusahaa ya g
legal da ilegal”, tutup Muti dala
siara pers ya.
© FWI.or.id
15
Catatan Editor:
Perlindungan hutan alam dan
gambut yang merupakan bagian dari
kebijakan Zero Deforestation.
Forest Watch Indonesia (FWI)
merupakan jaringan pemantau
hutan independen yang terdiri dari
individu-individu yang memiliki
komitmen untuk mewujudkan proses
pengelolaan data dan informasi
kehutanan di Indonesia yang
terbuka sehingga dapat menjamin
pengelolaan sumberdaya hutan yang
adil dan berkelanjutan.
PT. Panca Usaha Palopo merupakan
industri hilir pengelolaan kayu.
Perusahaan tersebut mendapatkan
Sertiikat Legalitas Kayu (S-LK) dari
lembaga sertiikasi PT Mutu Agung
Lestari, dengan nomor sertiikat LVLK003/MUTU/LK-031.
JPIK merupakan Jaringan Pemantau
Independen Kehutanan berdiri pada
tanggal 23 September 2010 yang
disepakati dan di deklarasikan oleh
29 LSM dan jaringan LSM dari Aceh
sampai Papua yang aktif dalam
memantau implementasi Sistem
Veriikasi Legalitas Kayu (SVLK) di
Indonesia.
PT. Toba Pulp Lestari memiliki
sertiikat SVLK/Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari (PHPL)
yang diterbitkan oleh PT Ayamaru
Sertiikasi.
PT. Adindo Hutani Lestari telah
mendapat sertiikat Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari (PHPL) dari PT.
Sarbi International Certiication pada
tangal 21 Oktober 2013 yang berlaku
hingga 20 Oktober 2018
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
disingkat AMAN adalah organisasi
kemasyarakatan (ORMAS)
independen yang anggotanya terdiri
dari komunitas-komunitas masyarakat
adat dari berbagai pelosok
Nusantara.
PT. Mohtra Agung Persada adalah
sebuah perusahaan yang memiliki
izin IUPHHK-HA / HPH berdasarkan
SK. 400/Menhut-II/06 tanggal 19 Juli
2006. Dalam praktek pemanfaatan
kayu, PT. Mohtra Agung Persada
belum mendapatkan Sertiikat
SVLK. Pada bulan November 2015
Masyarakat melakukan penyitaan
kayu yang di hasilkan oleh PT. Mohtra
Agung Persada (Baca : http://portal.
malutpost.co.id/en/daerah/halteng/
item/8158-kecewa-warga-messasandra-kayu-milik-pt-mohtra-agung).
Lembaga sertiikasi PT. Lambodja
Sertiikasi baru mengumumkan akan
melakukan rencana veriikasi legalitas
kayu di bulan November 2015.
Kelompok Studi dan Pengembangan
Prakarsa Masyarakat (KSPPM) adalah
Pusat studi dan advokasi gerakan
rakyat di Sumatera Utara
Kebijakan Internal tentang Zero
Deforestation diterapkan oleh group
perusahaan Asia Paciic Resources
Internatioan Ltd (APRIL), Kelompok
Raja Garuda Mas (RGM). Seluruh
anak perusahaan, serti PT. Adindo
Hutani Lestari maupun perusahaan
yang berailiasi (PT. Toba Pulp Lestari)
harus mengikuti kebijakan tersebut.
16
JPIK dalam Konferensi Perubahan
Iklim dalam COP21 UNFCCC:
Peran Penting & Tantangan
Pemantauan Independen dalam
Memperkuat SVLK
Oleh : Zainuri Hasyim
Menekankan kontribusi SVLK
terhadap pengurangan emisi gas
rumah kaca melalui pengurangan
pembalakan liar. Sedangkan, para
pelaku industri mengklaim banyak
keuntungan yang diterima dengan
diimplementasikannya SVLK.
Putera Parthama
(Dirjen PHPL KemenLHK)
17
Gelaran Konferensi
Perubahan Iklim dalam
COP21 UNFCCC yang
berlangsung di Paris 23
November-12 Desember
2015 lalu turut membahas
tentang Sistem Veriikasi
Legalitas Kayu (SVLK)
sebagai instrumen
perbaikan tata kelola
kehutanan yang berdampak
pada upaya pengurangan
emisi gas rumah kaca.
Sebuah sesi diskusi panel
bertemakan ‘Sistem
Legalitas Kayu untuk
Perbaikan Lingkungan
Hidup’ berlangsung di
Paviliun Indonesia pada 5
Desember 2015. Zainuri
Hasyim, Dinamisator
Jaringan Pemantau
Independen Kehutanan
(JPIK) turut menjadi
pembicara bersama Putera
© FWI.or.id
Parthama (Dirjen PHPL KemenLHK), Agus
Sarsito (MFP), dan pengusaha industri
dan mebel. Luca Perez, Policy Oicer DG
Environment European Commission turut
hadir dalam diskusi yang digelar oleh KLHK
dan MFP ini.
dalam pelaksanaan pemantauan adalah
akses terhadap informasi, perlindungan
keamanan bagi pemantau, kurangnya
koordinasi antara pusat dan daerah, serta
perlunya peningkatan level peraturan.
Tantangan utama di atas merupakan
kenyataan yang dihadapi JPIK sebagai
pemantau independan dalam SVLK.
Termasuk perbedaan sikap dua kementerian
terhadap SVLK yang berlangsung saat ini
harus segera diselesaikan. Menaikkan level
peraturan SVLK (dari Peraturan Menteri
menjadi Peraturan Pemerintah) merupakan
solusi yang dimungkinkan.
Putera menekankan kontribusi SVLK
terhadap pengurangan emisi gas rumah
kaca melalui pengurangan pembalakan liar.
Sedangkan, para pelaku industri mengklaim
banyak keuntungan yang diterima dengan
diimplementasikannya SVLK. Sementara itu,
Luca Perez, sebagai wakil EU menyatakan
pujiannya terhadap kemajuan besar
yang telah dicapai Indonesia dalam
mengembangkan dan menyempurnakan
SVLK dengan melibatkan pihak swasta
dan masyarakat sipil. EU menyatakan
harapannya agar FLEGT License sebagai
titik inal dapat segera dicapai.
JPIK berharap agar berbagai tantangan
dapat terus dibenahi seiring dengan upaya
pelaksanaan SVLK secara utuh dalam
skema kerjasama Indonesia dengan Uni
Eropa. Keseriusan pemerintah dalam
membenahi SVLK, baik dalam aspek
regulasi maupun pelaksanaanya di tingkat
lapangan, merupakan bukti kuat atas
upaya perbaikan tata kelola kehutanan
di Indonesia.
JPIK menekankan pentingnya peran
pemantauan independen dalam
memperkuat akuntabilitas SVLK. JPIK
menyatakan, beberapa tantangan utama
18
JPIK Pantau
Implementasi SVLK
di Sumatera Utara,
Kalimantan Utara, dan
Maluku Utara
Oleh : Muhammad Kosar
© FWI.or.id
Dalam rangka memastikan kinerja
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL),
JPIK melakukan pemantauan pada IUPHHKHTI PT Toba Pulp Lestari di Sumatera Utara
dan PT Adindo Hutani Lestari di Kalimantan
Utara. Pemantauan dilaksanakan pada
bulan Agustus – September 2015, di
Sumatera Utara JPIK bekerjasama dengan
Kelompok Studi dan Pengembangan
Prakarsa Masyarakat (KSPPM) sebagai
salah satu lembaga yang aktif melakukan
pendampingan masyarakat disekitar
konsesi PT Toba Pulp Lestari dan Yayasan
Leuser Lestari (YLL) sebagai Focal Point JPIK
Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil temuan lapangan,
meskipun HTI PT Toba Pulp Lestari dan PT
Adindo Hutani Lestari memiliki sertiikat
PHPL dan VLK, namun sertiikasi tersebut
tidak secara penuh menjamin tidak adanya
aktivitas illegal yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut. Di lapangan masih
ditemukan aktivitas yang menyebabkan
terjadinya konversi hutan alam, konlik sosial
dan tenurial, menurunnya daya dukung
lahan dan kualitas air yang disebabkan oleh
ekspansi kedua HTI tersebut.
Selain itu, dibulan yang sama JPIK
melakukan pemantauan pada IUPHHKHA PT Mohtra Agung Persada di Maluku
Utara. Kegiatan ini bekerjasama denga
Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN) Maluku Utara. Kayu bulat
hasil tebangan PT Mohtra Agung Persada
diangkut untuk dijadikan bahan baku
industri primer kayu dengan tujuan Palopo,
Buru, Kuala Kapuas, Banda Luwu, Tidore,
Lampung, Surabaya, Gresik, dan Tanjung
Priok. Tidak ditemukan tanda V-Legal pada
penampang kayu maupun pada dokumen
Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat
(SKSKB), bahkan belum ada dokumen yang
ditemukan terkait dengan proses sertiikasi
perusahaan tersebut.
© FWI.or.id
19
© Dmitry Mayatsk
penguatan SVLK adalah dilakukannya
pemantauan pelaksanaan Penilaian Kinerja
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PKPHPL) dan Veriikasi Legalitas Kayu (VLK)
yang dilakukan oleh Lembaga Penilai
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
(LPPHPL) atau Lembaga Veriikasi Legalitas
Kayu (LVLK) sebagaimana tertuang dalam
Permenhut 43/2014 jo PermenLHK 95/2014.
Publikasi Pelaksanaan
Sertifikasi SVLK
Belum Terlaksana
Penuh
Dalam upaya penguatan SVLK, salah
satu yang terpenting adalah keterbukaan
akses dan informasi yang terbuka bagi
publik. LPPHPL dan LVLK berperan
penting menyediakan akses dan informasi
terhadap suatu unit manajamen yang akan
dilakukan penilaian. Ketersediaan akses
dan informasi merupakan aspek penting
dalam pemantauan Penilaian Kinerja PHPL
dan VLK yang dilakukan JPIK, sebagaimana
tertuang dalam Lampiran 4 Perdirjen BUK
P.14/2014 tentang Pedoman Pemantauan
Independen bahwa Pemantau Independen
mempunyai hak mengakses dokumen atau
informasi publik yang diperlukan dalam
kegiatan pemantauan.
Oleh : Dhio Teguh Ferdyan
Wujud kontribusi aktif JPIK dalam
mendorong tata kepemerintahan
kehutanan yang baik, adalah dengan
turut serta dalam memastikan kredibilitas
dan akuntabilitas implementasi SVLK.
Salah satu bentuk partisipasi dalam upaya
20
Namun dalam prakteknya
LPPHPL dan LVLK lalai
menyediakan akses
terhadap dokumen atau
informasi publik yang
dibutuhkan Pemantau
Independen. JPIK sebagai
lembaga Pemantau
Independen menyampaikan
keluhan kepada
LPPHPL dan LVLK dalam
menyediakan akses dan
informasi. Salah satu bentuk
informasi yang dimaksud
dalam penyampaian
keluhan oleh JPIK adalah
ketiadaan pengumuman
rencana penilaian atau
hasil penilaian yang tidak
dipublikasikan melalui portal
Sisitem Informasi Legalitas
Kayu (SILK) dan Kementrian
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK).
Dari hasil pantauan JPIK
pada website SILK dan
Kementerian KLHK masih
terdapat LPPHPL dan LVLK
yang tidak mencantumkan
rencana penilaian
ataupun hasil penilaian,
sebagiamana ketentuan
Lampiran 3.1 Perdirjen BUK
P.14/2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penilaian
Kinerja Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari:
F.8.
Pengumuman hasil
keputusan penilaian
disertai dengan
resume hasil
penilaian dilakukan
melalui website
Kementerian (www.
dephut.go.id dan
www.silk.dephut.
go.id) dan website
LPPHPL.
G.12. LPPHPL
mempublikasikan
setiap penerbitan,
perubahan,
pembekuan dan
pencabutan S-PHPL
© Chriss
G.13.
(maupun terhadap
S-LK) di website
LPPHPL dan website
Kementerian (www.
dephut.go.id dan
silk.dephut.go.id)
selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kalender
setelah penetapan
keputusan.
Publikasi penerbitan
S-PHPL (maupun
terhadap S-LK)
dilengkapi resume
21
hasil audit, yang
memuat informasi
mengenai identitas
LPPHPL, identitas
auditee dan
hasil penilaian
yang merupakan
ringkasan justiikasi
setiap indikator PHPL
serta setiap veriier
LK, mengacu pada
pedoman pelaporan
sebagaimana
ketentuan.
Respon Pasif Kepolisian
Terhadap Pengaduan
Indikasi Illegal Logging
di Kalimantan Tengah
Oleh : Wancino (JPIK Kalimantan Tengah)
22
Upaya JPIK dalam
mengawasi kredibilitas
SVLK terus dilakukan
untuk menjaga kesesuian
implementasi SVLK
dilapangan. Salah satu
bentuk pengawasan
JPIK adalah melakukan
pemantauan terhadap unit
manajemen kehutanan
yang terindikasi melakukan
penyimpangan. Tindak
lanjut dari hasil pemantauan
tersebut direalisasikan
dalam bentuk laporan
hasil pemantauan maupun
laporan langsung kepada
para pihak, seperti
kementerian dan dinas
terkait maupun kepolisian
apabila ditemukan sebuah
tindak kriminal dari hasil
pemantauan.
JPIK Kalimantan Tengah
melakukan studi kasus
mendalam terkait berbagai
penyimpangan yang
terang-terangan dilakukan
terhadap berbagai sektor
perizinan dan peraturan di
Kalimantan Tengah – zona
utama kejahatan hutan –
dijelaskan dalam laporan ini,
antara lain:
• Pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan
terkait perizinan
perkebunan, kayu
dan lingkungan
yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan
yang melakukan
pembukaan hutan di
beberapa wilayah di
Kalimantan Tengah yang
memiliki hutan tropis
terkaya di Indonesia.
• Adanya keterkaitan
yang jelas terlihat antara
serangkaian konsesi
kelapa sawit, kepala
daerah yang korup
dan salah satu kasus
suap politik ternama
dalam beberapa tahun
belakangan.
• Berbagai upaya yang
dilakukan oleh suatu
perusahaan kelapa
sawit untuk menyuap
pihak berwajib dengan
sejumlah uang ratusan
juta untuk menghentikan
investigasi terhadap
kegiatan ilegal yang
dilakukan perusahaan
tersebut.
• Pemerintah lokal yang
mengkhianati masyarakat
adat dan memfasilitasi
pengalihan sumber daya
milik masyarakat adat
dalam jumlah besar
kepada perusahaanperusahaan swasta.
Hasil pemantauan yang
dilakukan oleh JPIK
Kalimantan Tengah
ditemukan modus baru
illegal logging yang
23
dilakukan secara koorporasi
melalui konversi hutan
dalam konsesi perkebunan
kelapa sawit, serta
IUIPHHK-HA yang sudah
tidak terkendali. Hal ini
menimbulkan konlik tenurial
baik secara vertikal maupun
horizontal yang melibatkan
masyarakat pengusaha,
dan pemerintah. Munculnya
konlik ini menjadi
salah satu penyebab
tertutupnya akses publik
oleh pemerintah terutama
dalam proses perizinan
yang tidak transparan
sehingga merampas hakhak masyarakat adat.
Merunut pada hasil
pemantauan tersebut,
JPIK Kalimantan Tengah
mengajukan laporan polisi
ke Polres Gunung Mas
dan Polres Lamandau
untuk menindaklanjuti
hasil pemantauan JPIK
Kalimantan Tengah terhadap
perusahaan kelapa
sawit yang melakukan
konversi hutan melalui
proses perizinan yang
tidak prosedural di kedua
wilayah tersebut. Namun
melihat respon yang pasif
dari kedua Polres tersebut,
JPIK Kalimantan Tengah
berinisiatif mengajukan
laporan kepada Polda
Kalimantan Tengah atas
respon yang pasif serta
tidak melaksanakan tugas
dan wewenang terhadap
laporan yang diajukan.
Pada tanggal 7 November
2015 lalu JPIK Kalteng
berkesempatan meneruskan
laporan kepada Mabes Polri
yang berisi laporan atas
tindakan konversi hutan dan
korupsi perizinan terhadap
4 perkebunan kelapa
sawit berdasarkan hasil
pemantauan yang dilakukan.
beralamat di Desa Catak Gayam Kecamatan
Mojoagung Kabupaten Jombang.
Tindak Pemalsuan
Sertifikat Legalitas
Kayu (S-LK)
di Jawa Timur
Dugaan pemalsuan sertiikat ini ditemukan
ketika LVLK Sucoindo melakukan proses
re-sertiikasi pada PT Usaha Loka yang
beralamat di Malang pada September 2015,
dimana UD Narda Jati Jaya adalah salah
satu pemasok PT Usaha Loka. Pemalsuan
yang dilakukan oleh UD Narda Jati Jaya
adalah dengan melampirkan sertiikat
VLK Asosiasi Pengusaha Industri Kayu
Jombang (APIK Jombang) No. 072/LVLK009/XI/2014 yang diterbitkan oleh LVLK
Transtra Permada pada 24 November
2014, di mana dalam sertiikat tersebut
tercantum anggota APIK Jombang adalah
UD Ika Jati, UD Barokah, UD Rimba Asri,
UD PK Mojopahit dan UD Narda Jati Jaya.
Sementara sertiikat asli VLK APIK Jombang
No. 072/LVLK-009/XI/2014 diterbitkan pada
6 Januari 2015 oleh LVLK Transtra Permada
dimana anggota APIK Jombang terdiri dari
UD Ika Jati, UD Barokah, UD Rimba Asri
dan UD Yani Indah Jaya.
Oleh : Muhammad Ichwan (JPIK Jawa Timur)
Sejak awal SVLK diimplementasikan masih
ada oknum yang memanfaatkan celah SVLK
untuk tetap menjual dan memperdagangkan
kayu ilegal baik kayu dari Hutan Alam
maupun Hutan Tanaman. Seperti yang
terjadi di Jawa Timur September 2015, LVLK
Sucoindo menemukan upaya pemanfaatan
SVLK dengan melakukan pemalsuan
sertiikat VLK oleh UD Narda Jati Jaya yang
Terkuaknya indikasi pemalsuan terjadi
ketika salah satu pemasok PT Usaha Loka,
Gambar 2 Sertiikat Asli APIK Jombang
24
Gambar 3 Sertiikat Palsu APIK Jombang
Sejak awal SVLK diimplementasikan
masih ada oknum yang memanfaatkan
celah SVLK untuk tetap menjual dan
memperdagangkan kayu ilegal baik kayu
dari Hutan Alam maupun Hutan Tanaman.
yaitu UD Ika Jati juga
melampirkan sertiikat
VLK APIK Jombang, yang
berbeda dengan sertiikat
VLK APIK Jombang yang
dilampirkan oleh UD Narda
Jati Jaya. Melihat adanya
perbedaan sertiikat VLK
antara kedua perusahaan
tersebut menyebabkan
LVLK Sucoindo melakukan
konirmasi kepada LVLK
Transtra Permada selaku
penerbit sertiikat yang
menyatakan UD Narda Jati
Jaya bukan anggota dari
APIK Jombang.
Pemalsuan Sertiikat VLK
yang dilakukan oleh UD
Narda Jati Jaya merupakan
pelanggaran hukum
dan sebagai salah satu
bentuk upaya melemahkan
SVLK yang harus menjadi
perhatian banyak pihak
agar memperkecil peluang
bagi kayu ilegal dengan
mudah masuk dalam
sistem SVLK. JPIK Provinsi
25
Jawa Timur memandang
penting untuk memperkuat
kebijakan terkait
“Standar dan Pedoman
Pelaksanaan Penilaian
Kinerja Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari (PHPL) dan
Veriikasi Legalitas Kayu
(VLK), guna memperkuat
pelaksanaan SVLK dan
menutup kemungkinan
peluang oknum yang ingin
melemahkan SVLK.
Pertemuan Nasional
JPIK 2015
Pertemuan Nasional (Pernas) pada tanggal
16-17 September 2015 yang merupakan
forum tertinggi dalam JPIK diselenggarakan
oleh Dinamisator Nasional setiap tahun
sekali dengan mengundang Focal Point dan
perwakilan anggota dari masing-masing
Focal Point. Tujuan Pernas ini selain untuk
melakukan konsolidasi dan koordinasi
jaringan, serta evaluasi dan menyusun
rencana strategis, adalah menetapkan
Dinamisator Nasional, Dewan Kehormatan,
dan Focal Point JPIK.
dan 24 Focal Point. Berikut hasil keputusan
berdasarkan Pernas 2015:
Dinamisator Nasional
1. Zainuri Hasyim
2. Christian Bob Purba
3. Muhamad Kosar
Dewan Kehormatan
1. Arbi Valentinus
2. Mahir Takaka
3. Mardi Minangsari
4. Wirendro Sumargo
5. Ery Damayanti
Dari hasil Pernas tersebut, ditetapkan
Dinamisator Nasional, Dewan Kehormatan,
Focal Point
Focal Point
Nama Focal Point
Lembaga
Aceh
Juli Ermiansyah Putra Pena
[email protected]
Sumatera Utara
Doni Syahputra
YLL
[email protected]
Sumatera Barat
Mora Dingin
Qbar
[email protected]
Riau
Prasetya Aan
Yayasan Mitra Insani [email protected]
Jambi
Umi Syamsiatun
CAPPA
[email protected]
Sumatera Selatan
Yuliusman
WBH
[email protected]
Bengkulu
Martian Sugiarto
Ulayat
[email protected]
Lampung
Febrilia Ekawati
YKWS
[email protected]
Jawa Bagian Barat
Irwan Dani
PHMN
[email protected]
Jawa Tengah - DIY
Andrianto
SPPT
[email protected]
Jawa Timur
M Ikhwan
PPLH Mangkubumi
[email protected]
Kalimantan Barat
Baruni Hendri
Titian
[email protected]
Kalimantan Tengah
Wancino
Kaharingan Institute [email protected]
Kalimantan Selatan
Juliade
LPMA
26
Email
[email protected]
Focal Point
Nama Focal Point
Lembaga
Email
Kalimantan Timur
Ahmad SJA (Among)
PADI
[email protected]
[email protected]
Kalimantan Utara
Kamirudin
GAPETA BORNEO
[email protected]
Sulawesi Selatan
Mustam Arif
Jurnal Celebes
[email protected]
Sulawesi Tenggara
Imanche Al Rahman
Komnas-Desa
[email protected]
Sulawesi Tengah
Rizal
Evergreen
[email protected]
Sulawesi Barat
M. Ikhsan Welly
Walhi Sulawesi
Barat
[email protected]
Gorontalo
Hasyim*
Sekretariat Nasional
[email protected]
JPIK
Papua Barat
Pietsau Amafnini
Jasoil
Papua
Lyndon Pangkali*
Sekretariat Nasional
[email protected]
JPIK
Maluku
Jean Hendry Souisa*
Sekretariat Nasional
[email protected]
JPIK
[email protected]
* Masih dalam konirmasi keaktifan sebagai Focal Point JPIK
PROFIL DINAMISATOR NASIONAL
JARINGAN PEMANTAU INDEPENDEN KEHUTANAN (JPIK)
Zainuri Hasyim.
Akrab dengan sapaan Zen, dilahirkan di Sumenep pada
tahun 1974. Laki-laki lulusan Universitas Riau yang juga
menjabat sebagai Direktur Yayasan Mitra Insani (YMI) ini
sudah terlibat aktif dalam JPIK sejak 2010. Sejak saat itu
pula, Zen ditunjuk sebagai Focal Point JPIK untuk Provinsi
Riau. Kecakapan dan kapasitas Zen yang mumpuni dalam
isue SVLK menjadikannya sebagai Dinamisator Nasional
JPIK pada tahun 2014, dan posisi ini masih didudukinya
hingga saat ini. “Sampaikan atau diam sama sekali” adalah
motto hidupnya. Zainuri Hasyim dapat dihubungi melalui
email: [email protected]; dan Tel: +62-811-754-409.
“Sampaikan atau diam
sama sekali”
27
Muhamad Kosar, akrab dengan sapaan Kosar, dilahirkan
di Sukabumi pada tahun 1982. Kosar mulai terlibat di dunia
LSM sejak tahun 2000 sebagai pendiri ABSOLUTE, LSM
lingkungan di Kabupaten Sukabumi. Keterlibatannya
dengan LSM nasional dimulai dengan Telapak sebagai
volunteer pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2010,
Kosar mengemban tugas sebagai Focal Point JPIK untuk
provinsi Jawa Bagian Barat. Keterlibatan aktif Kosar dalam
isue SVLK, membuatnya dipercaya untuk mengemban
tugas sebagai Dinamisator Nasional JPIK sejak September
2015. “Masa lalu adalah cermin, masa kini adalah tantangan,
masa depan adalah peluang” adalah motto hidupnya.
Muhammad Kosar dapat dihubungin melalui
email: [email protected] : dan Telp: +62-813-1872-6321
“Masa lalu adalah cermin, masa kini
adalah tantangan, masa depan adalah
peluang”
Christian P. P. Purba, akrab dengan sapaan Bob, dilahirkan
di Pematang Siantar pada tahun 1972. Laki-laki lulusan
Institut Pertanian Bogor (IPB) ini memulai karirnya di dunia
LSM sebagai volunteer di Telapak pada pertengahan 1998
hingga akhirnya menjabat sebagai Wakil Direktur Telapak
peridoe 2008-2012. Kecakapan dan kepeduliannya terhadap
lingkungan, membuatnya dipercaya untuk menduduki
posisi Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) pada
2004 -2008, dan 2013 hingga sekarang. Sebagai anggota
aktif JPIK, Bob juga dipercaya untuk menjabat sebagai
Dinamisator Nasional JPIK sejak September 2015 untuk
membawa JPIK sebagai lembaga Pemantau Independen
Kehutanan yang kredible. “Dengan bekerja keras, pasti
ada sesuatu yang bisa dihasilkan” adalah motto hidupnya.
Christian ‘Bob’ Purba dapat dihubungi melalui Email: bob@
fwi.or.id dan Tel: +62-812-110-5172.
“Dengan bekerja keras, pasti ada
sesuatu yang bisa dihasilkan”
28
Agustus - Desember 2015
Jl. Sempur Kaler No. 62 Bogor
Jawa Barat, 16129
Indonesia
Telp : +62 251 8333 308
Fax : +62 251 831 7 926
Daftar Isi
Perkembangan
Peraturan terkait
Implementasi
Sistem Verifikasi
Legalitas Kayu
JPIK Pantau
Implementasi
SVLK di Sumatera
Utara, Kalimantan
Utara, dan Maluku
Utara
Pelonggaran
Peraturan Skema
Legalitas Kayu
Melemahkan
Reformasi Tata
Kelola Kehutanan,
Mengancam
Akses Pasar Uni
Eropa bagi Ekspor
Furnitur Indonesia,
dan Merugikan
Merk Indonesia
Publikasi
Pelaksanaan
Sertifikasi SVLK
Belum Terlaksana
Penuh
Respon Pasif
Kepolisian
Terhadap
Pengaduan
Indikasi Illegal
Logging di
Kalimantan
Tengah
Ketidakpatuhan
SVLK,
Pengingkaran
Kebijakan
Perlindungan
Hutan Alam &
Gambut
Tindak Pemalsuan
Sertifikat Legalitas
Kayu (S-LK) di
Jawa Timur
JPIK dalam
Konferensi
Perubahan Iklim
dalam COP21
UNFCCC:
Peran Penting
& Tantangan
Pemantauan
Independen dalam
Memperkuat SVLK
Pertemuan
Nasional JPIK
2015
i
© FWI.or.id
Perkembangan Peraturan terkait Implementasi
Sistem Veriikasi Legalitas Kayu
Oleh : Arbi Valentinus (FLEGT-VPA National Expert)
SVLK sebagai Prakarsa
Indonesia
Sistem Veriikasi Legalitas Kayu (SVLK)
merupakan instrumen pembenahan tata
kelola (good governance) melalui veriikasi
kepastian hanya kayu legal yang dipanen,
diangkut, diolah, serta dipasarkan oleh unit
usaha kehutanan Indonesia. Penerapan
sistem ini sejalan dengan tujuan untuk
pemberantasan ‘illegal logging’ dan ‘illegal
timber trade’, yang juga diupayakan melalui
pendekatan penegakkan hukum. SVLK
dibangun Indonesia melalui prakarsa
dan proses multipihak sejak 2001 -LSM
serta kelompok masyarakat sipil termasuk
masyarakat adat, pengusaha/sektor privat,
kalangan akademisi/perguruan tinggi,
Pemerintah, serta para pihak yang peduli
kelestarian hutan- hingga dituangkan dalam
bentuk regulasi yakni Peraturan Menteri
Kehutanan (Permenhut) P.38/2009 di
tahun 2009.
Untuk tujuan ekspor, Dokumen V-Legal
merupakan komponen dari penerapan
penuh SVLK sebagai pelengkap kepabeanan
yang menjelaskan kepastian legalitas produk
kehutanan yang diperdagangkan dari
Indonesia. Dokumen V-Legal diterbitkan
oleh Lembaga Veriikasi Legalitas Kayu
(LVLK) sebagai bagian dalam sertiikasi
legalitas kayu (S-LK). Catatan: Terminologi
‘V-Legal’ berarti telah diveriikasi legalitasnya
(‘Veriied Legal’), baik berupa Dokumen
V-Legal (sebagai dokumen ‘lisensi’ ekspor)
maupun dicerminkan dengan Tanda V-Legal
(diterakan pada produk, kemasan, dan/atau
dokumen angkutan).
2
Peraturan yang berlaku saat ini terkait
implementasi SVLK adalah Permenhut
43/2014 juncto ( jo) PermenLHK 95/2014
mengenai SVLK yang diterbitkan oleh
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (red: sebelumnya adalah
Kementerian Kehutanan), Permandag
89/2015 -menggantikan Permendag
97/2014 jo 66/2015- mengenai ketentuan
ekspor produk industri kehutanan dan
Permendag 97/2015 -menggantikan
Permendag 78/2014 jo 63/2015- mengenai
ketentuan impor produk industri kehutanan
yang diterbitkan oleh Kementerian
Perdagangan, serta Peraturan Presiden
21/2014 mengenai ratiikasi FLEGT-VPA.
Aturan pelaksana dari Permenhut 43/2014
jo PermenLHK 95/2014 (SVLK) dan
ketentuan ekspor sebagaimana Permendag
97/2014 adalah Perdirjen BUK P.14/2014
jo P.1/2015 (catatan: mengenai Dokumen
V-Legal, lihat Lampiran 7 Perdirjen BUK
tersebut), disertai Surat Edaran Dirjen BUK
SE.14/2014 mengenai kewajiban penerapan
SVLK. Sementara untuk impor, aturan
pelaksana dari Permendag 78/2014 adalah
Perdirjen PHPL P.7/2015 mengenai tata cara
pelaksanaan uji tuntas, penerbitan deklarasi
impor dan rekomendasi impor produk
kehutanan.
Keberterimaan dan Dukungan
Internasional
Pemerintah juga mengupayakan
keberterimaan dan dukungan internasional
terhadap SVLK. Pada tahun yang sama
dengan diterbitkannya Permenhut
P.38/2009, Indonesia dan Uni Eropa
(European Union/EU) tengah berada
dalam babak negosiasi kerjasama terkait
tata kelola, penegakkan hukum, serta
perdagangan produk kehutanan (Forest
Law Enforcement, Governance, and Trade/
FLEGT). Kedua pihak akhirnya bersepakat
mengikat Persetujuan Kerjasama Sukarela
(Voluntary Partnership Agreement/VPA)
pada 30 September 2013.
Dalam hal ini, SVLK merupakan bagian
utama dalam VPA dimana sistem ini
diterima sebagai sistem tepercaya
dalam hal jaminan legalitas produk
kayu Indonesia, serta merupakan
3
© FWI.or.id
suatu inovasi dalam pencegahan pembalakan liar dan
perdagangan ilegal (http://silk.dephut.go.id/app/Upload/
hukum/20140715/4113c610651757feb3347a29f3bdb38c.
pdf). VPA telah diratiikasi oleh kedua belah pihak,
Indonesia dan EU, pada April 2014 –Indonesia: melalui
Peraturan Presiden 21/2014– dan mulai diimplementasikan
pada 1 Mei 2014; saat ini tengah dalam tahap akhir asesmen
implementasi penuh SVLK untuk keputusan penerapan
lisensi FLEGT sebagai wujud nyata dari pengakuan
internasional dan dukungan secara berkelanjutan untuk
pembenahan tata kelola (‘good governance’).
Kesepakatan/perjanjian dengan negara pasar
penting lainnya juga Pemerintah, antara lain dengan
Australia, Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan
China. Dengan Australia telah disepakati ‘Country
Speciic Guideline’/CSG berdasarkan SVLK (http://silk.
dephut.go.id/app/Upload/informasisvlk/20150225/
e515d2065415391cd964319b97d28090.pdf).
Ketentuan Terbaru dalam Aturan
yang Berlaku
Hal utama terbaru (update) yang diatur dalam Permenhut
43/2014 jo PermenLHK 95/2014 serta Perdirjen BUK
P.14/2014 jo P.1/2015 adalah ketentuan tata laksana
mengenai Deklarasi Kesesuaian Pemasok serta Deklarasi
Ekspor.
Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP), merupakan bagian
dari SVLK, dapat diberlakukan bagi kayu dan produk
kayu yang berasal dari hutan hak (bukan jenis kayu alam),
serta bagi peredaran lanjutan atas kayu tanaman yang
berasal dari pemegang hak pengelolaan (Perhutani)
yang telah memiliki S-LK. Hal ini mempertimbangkan
peredaran kayu dan produk kayu yang bersifat ‘low risk’
4
atau beresiko rendah, yang
dapat diaplikasikan oleh
pemilik Hutan Hak, Tempat
Penampungan Terdaftar
(TPT), industri rumah
tangga, serta IKM ataupun
industri yang sepenuhnya
memproduksi atau
menggunakan bahan baku
yang bersifat ‘low risk’ atau
beresiko rendah tersebut.
Penerima ‘kayu atau produk
kayu yang menggunakan
DKP’ diwajibkan melakukan
pengecheckan/pemeriksaan
guna memastikan
kebenaran dan validitas
informasi dalam jaminan
legalitas kayu yang
diedarkan menggunakan
DKP tersebut. Untuk
titik ekspor dari produk
kayu, tetap menggunakan
Dokumen V-Legal untuk
eksportir yang telah memiliki
S-LK (baik berupa industri
pengolahan ataupun berupa
unit usaha perdagangan/
eksportir-non-produsen),
dengan kepastian jaminan
legalitas melalui veriikasi
oleh Lembaga Veriikasi
Legalitas Kayu (LVLK).
Deklarasi Ekspor (DE),
bukan merupakan bagian
dari SVLK, sebagai
pelengkap kepabeanan
yang merupakan ‘pengganti’
(atau ‘alternatif’) atas
Dokumen V-Legal. Hal
ini dituangkan dari hasil
kesepakatan 3 menteri –
Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (MenLHK),
Menteri Perdagangan
(Mendag), dan Menteri
Perindustrian (Menprin)–
sebagai mekanisme
temporal di luar SVLK, yang
diberlakukan 1 Januari
hingga 31 Desember 2015.
Mekanisme ini berlaku bagi
IKM mebel dan kerajinan
(15 pos tarif dalam daftar
5
Kelompok B) yang belum
memiliki sertiikat legalitas
kayu (S-LK), dalam hal
keperluan ekspor, dengan
mensyaratkan berasal
dari sumber yang telah
memiliki S-PHPL (sertiikat
pengelolaan hutan
produksi lestari)/S-LK/DKP.
Mekanisme temporal DE
ini ditujukan untuk transisi
ke penerapan penuh
SVLK, yakni dalam wujud
berupa Dokumen V-Legal.
Mekanisme temporal DE ini
kini telah ‘berakhir’ dengan
berlakunya Permendag
89/2015 sebagai ketentuan
ekspor produk industri
kehutanan.
Dalam Permendag 89/2015
mengenai ketentuan ekspor
produk industri kehutanan,
hal terbaru (update) antara
lain berupa dihapuskannya
ketentuan mengenai
‘persyaratan’ eksportir
terdaftar produk industri
kehutanan (ETPIK) serta
dihapusnya mekanisme
temporal Deklarasi Ekspor
(DE); sebelumnya adalah
hingga 31 Desember
2015, berganti dengan
ketentuan Pasal 4 ayat
2. Catatan: Permendag
89/2015 ditetapkan tanggal
19 Oktober 2015 dan mulai
berlaku 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal diundangkan.
Pasal 4 ayat 1 dan 2
Permendag 89/2015
selengkapnya berbunyi;
ayat 1; Ekspor Produk
Industri Kehutanan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) yang
termasuk dalam Kelompok
A wajib dilengkapi dengan
Dokumen V-Legal yang
diterbitkan oleh LVLK;
sertta ayat 2: Ekspor
Produk Industri Kehutanan
© FWI.or.id
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) yang
termasuk dalam Kelompok B
tanpa dilengkapi Dokumen
V-Legal tetapi harus disertai
dengan dokumen yang
dapat membuktikan bahwa
bahan bakunya berasal
dari kayu yang diperoleh
dari penyedia bahan
baku yang sudah memiliki
S-LK atau sesuai dengan
ketentuan penatausahaan
hasil hutan berdasarkan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Wujud penerapan saat
ini dalam tataran lanjutan
untuk kejelasan wujud
penerapannya (termasuk
bagi Pabean Indonesia) dan
kemungkinan pembahasan
lanjutan terkait implikasi/
kejelasan lanjutan, antara
lain ketersambungan
dengan Peraturan Presiden
21/2014 yang juga berlaku
(berkenaan dengan
‘cakupan produk’ pada
Lampiran I untuk VPA).
Lanjutan untuk kejelasan
wujud penerapan Pasal
4 ayat (2) Permendag
89/2015 antara lain sejauh
ini melalui semacam
‘Surat Edaran’/Penjelasan
Dirjen Perdagangan Luar
Negeri Kemendag, antara
lain yaitu Penjelasan atas
Ketentuan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor
89/M-DAG/PER/10/2015
dengan Nomor: 1912/
DAGLU/SD/11/2015 tanggal
18 Nopember 2015 serta
Nomor: 1920/DAGLU/
SD/11/2015 tanggal 20
Nopember 2015 (Catatan:
Surat Edaran/Penjelasan
Nomor: 1920/DAGLU/
SD/11/2015 dapat diunduh/
6
dilihat melalui http://silk.
dephut.go.id/index.php/
article/vnews/135).
Hal ini kini menjadi
perhatian banyak pihak,
terutama lintas kementerian,
terkait dengan kesepakatan
3 menteri serta rencana
implementasi penuh SVLK
dalam bentuk Dokumen
V-Legal (atau sama dengan
lisensi FLEGT sebagai wujud
pemberlakuan dalam hal
kerangka kerja sama VPA)
dalam waktu dekat (2016).
Catatan: Berdasarkan tata
waktu dalam PermenLHK
95/2014, Dokumen V-Legal
akan berlaku penuh per 1
Januari 2016, termasuk bagi
15 pos tarif untuk produk
kehutanan berupa mebel
dan kerajinan dari kayu yang
tadinya tercakup dalam
Lampiran 1B Permendag
97/2014 (kini merujuk ke
Lampiran 1B Permendag
89/2015).
Dalam Permendag 97/2015
-menggantikan Permendag
78/2014 jo 63/2015- dan
Perdirjen PHPL P.7/2015
mengenai impor produk
kehutanan, hal utama
pembaruan adalah (i)
‘waktu pemberlakuan’
menjadi 1 Januari 2016
(menimbang kesiapan
aturan pelaksanaan dan
kesiapan pelaku usaha
untuk menerapkannya),
serta (ii) kejelasan tata
cara pelaksanaan uji
tuntas (‘due diligence’)
sebagai dasar penerbitan
deklarasi impor (importir)
dan rekomendasi impor
(KLHK), untuk kemudian
sebagai dasar persetujuan
impor (Kemendag). Impor
produk kehutanan dijamin
dengan DKP (untuk
pengangkutan kayu dari titik
masuk/pelabuhan ke titik
industri atau titik Tempat
Penampungan Terdaftar/
TPT ataupun penguasaan
gudang), yang sesuai
dengan data dan informasi
hasil uji tuntas yang menjadi
landasan dari Deklarasi
Impor, Rekomendasi Impor,
serta Persetujuan Impor.
Untuk ketersambungan/
sinergisitas dengan
Permendag 97/2015
mengenai ketentuan impor
ini, direncanakan akan
dikeluarkan Surat Edaran
dari Dirjen Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari
KemenLHK.
Penilaian Berkala (Periodic
Evaluation/PE), Lampiran VII
VPA mengenai Pemantauan
Pasar Independen
(Independent Market
Monitoring/IMM), serta
‘Social Safeguard’ yang
melandasi ‘Monitoring
Dampak’ (dalam Pasal atau
‘Article’ 12 VPA). Lampiran IX
VPA mengenai Keterbukaan
Informasi Publik (yang
juga menjadi acuan
informasi bagi pemantauan
implementasi SVLK sebagai
komponen utama VPA, serta
implementasi dari instrumen
VPA lainnya seperti Record
of Discussion/RoD dari Joint
Implementation Committee/
JIC dan laporan tahunan/
Annual Report).
Peraturan Presiden 21/2014
mengenai ratiikasi FLEGTVPA, mencakup pokokpokok kesepakatan FLEGTVPA. Hal-hal yang dicakup
termasuk cakupan produk
yang akan dicakup dalam
lisensi FLEGT (Lampiran
I VPA), deinisi legalitas
berisi cakupan standar
veriikasi legalitas untuk
tiap unit usaha (Lampiran
II VPA), terkait penerapan
lisensi FLEGT (Lampiran
III dan IV VPA), jabaran
sistem jaminan legalitas
dan peran masing-masing
elemennya (pemerintah,
lembaga akreditasi,
lembaga penilai/veriikasi
legalitas, auditi/unit usaha
kehutanan, dan pemantau
independen) serta
rekonsiliasi pada setiap
rantai pasokan (Lampiran
V VPA), serta mengenai
asesmen penerapan penuh
SVLK sebagai dasar untuk
penerapan lisensi FLEGT
(Lampiran VIII VPA).
Sebagai catatan: Lampiran
I VPA mengenai cakupan
produk telah sesuai/
sejalan dengan Permendag
97/2014 (Lampiran 1A dan
1B Permendag); Lampiran
II dan Lampiran V VPA
mengenai SVLK telah
sesuai/sejalan dengan
Permenhut 43/2014
juncto ( jo) PermenLHK
95/2014 serta Perdirjen
BUK P.14/2014 jo P.1/2015;
Lampiran IV VPA mengenai
lisensi FLEGT sejalan
dengan Lampiran 7
Perdirjen BUK P.14/2014
jo P.1/2015; Lampiran VIII
VPA mengenai asesmen
kesiapan implementasi
penuh SVLK yang di
dalamnya mencakup lisensi
ekspor (Dokumen V-Legal)
sesuai Lampiran 7 Perdirjen
BUK P.14/2014 jo P.1/2015
dan ketentuan impor sesuai
Permendag 78/2014 serta
Perdirjen PHPL P.7/2015;
serta Lampiran IX VPA
sejalan dengan UU 14/2008
mengenai Keterbukaan
Informasi Publik.
Lampiran VI VPA mengenai
7
Rancangan Pembaruan Aturan
Implementasi SVLK (Drafting)
Sejalan dengan pembenahan tata kelola
secara berkelanjutan, saat ini tengah
berlangsung proses multipihak dalam
merumuskan rancangan pembaruan aturan
mengenai SVLK (masih dalam proses
drafting), khususnya untuk perubahan/revisi
Permenhut 43/2014 jo PermenLHK 95/2014
serta perubahan/revisi Perdirjen sebagai
aturan pelaksananya. Rencana pembaruan
tersebut meliputi pembaruan (update)
aturan konsideran, serta ketentuan dalam
batang tubuh antara lain terkait subyek/
auditi, pemantauan, Veriikasi Legalitas
Bahan Baku (VLBB), kejelasan tindak
lanjut atas ketidaksesuaian berdasarkan
hasil veriikasi legalitas kayu, serta tata
laksana sertiikasi multilokasi dan sertiikasi
kelompok.
Rancangan konsideran dalam pembaruan
(update) aturan tersebut akan mencakup
antara lain: UU 13/2006 jo 31/2014
mengenai Perlindungan Saksi dan Korban,
UU 14/2008 mengenai Keterbukaan
Informasi Publik, UU 32/2009 mengenai
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, UU 18/2013 mengenai Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan,
serta Peraturan Presiden 21/2014 mengenai
Pengesahan FLEGT-VPA.
Terkait subyek/auditi,
rancangan pembaruan
akan termasuk cakupan izin
pemungutan hasil hutan
kayu (IPHHK), kesatuan
pemangkuan hutan (KPH),
pemanfaatan kayu melalui
ijin pertambangan (IPPKH),
hutan milik Desa, serta
industri pengolahan kayu
rakyat (IPKR).
Berkenaan dengan
Veriikasi Legalitas Bahan
Baku (VLBB), dirancang
akan diterapkan sebagai
mekanisme yang bersifat
temporal atau transisi.
VLBB diterapkan dalam hal
pemasok yg belum S-LK/
DKP, dengan jaminan kayu
benar dapat dipastikan
berasal dari sumber yang
telah memiliki S-PHPL/SLK/DKP, melalui veriikasi
oleh Lembaga Veriikasi
Legalitas Kayu (LVLK).
Hal ini antara lain sesuai
dengan pembahasan di
tingkat teknis, yang juga
© FWI.or.id
8
© FWI.or.id
mempertimbangkan upaya
untuk kesiapan penerapan
lisensi FLEGT dalam waktu
dekat (dalam kerangka VPA).
Berkenaan dengan
‘ketidakpemenuhan’ dalam
veriikasi legalitas kayu,
auditi wajib menyelesaikan
temuan ketidaksesuaian
tersebut, untuk kemudian
auditi dapat mengajukan
kembali permohonan
sertiikasi, baik kepada
lembaga penilai/veriikasi
sebelumnya maupun
kepada lembaga penilai/
veriikasi lainnya.
Terkait sertiikasi multilokasi
dan sertiikasi kelompok:
Sertiikasi multilokasi dapat
diterapkan bagi Pemilik
Hutan Hak serta Pemegang
Hak Pengelolaan. Sertiikasi
multilokasi dilaksanakan
secara sampling terhadap
‘anggota’ dari sertiikasi
multilokasi, dengan
konsekuensi apabila
ada yang gagal/gugur
ataupun dalam hal terdapat
ketidakpenuhan dari
‘anggota’ dari sertiikasi
multilokasi (termasuk tindak
lanjut atas laporan keluhan)
maka seluruh sertiikasi
menjadi batal/gugur.
Sertiikasi kelompok dapat
diterapkan bagi Pemilik
Hutan Hak serta Pemegang
Izin. Sertiikasi kelompok
dilaksanakan secara sensus
terhadap seluruh ‘anggota’
dari sertiikasi kelompok,
dengan konsekuensi apabila
ada yang gagal/gugur maka
dikeluarkan dari kelompok
sertiikasi sehingga sertiikat
tetap berlaku (setelah
dikeluarkannya anggota
kelompok yang gagal/
gugur).
Terkait pemantauan:
rancangan pembaruan/
penyempurnaan antara lain
akan mencakup hal-hal yang
berkenaan dengan akses
informasi, jaminan/dukungan
terkait keamanan, serta
dukungan pendanaan.
Penutup
Demikian ringkas perkembangan aturan
terkait implementasi SVLK, menuju penguatan
pelaksanaan dan pemberlakuan implementasi
penuh, sebagai titik kelanjutan dari upaya
pembenahan tata kelola (‘good governance’)
serta dalam hal keberterimaan dan
pengakuan internasional, untuk mendukung
tujuan pemberantasan ‘illegal logging’ dan
‘illegal timber trade’.
9
Press Release Bersama :
JPIK dan EIA
Pelonggaran Peraturan Skema Legalitas Kayu
Melemahkan Reformasi Tata Kelola Kehutanan,
Mengancam Akses Pasar Uni Eropa bagi Ekspor Furnitur
Indonesia, dan Merugikan Merk Indonesia
Jakarta & London. Berbagai organisasi
non-pemerintah menyatakan bahwa
keputusan mendadak untuk membebaskan
15 kelompok produk dari sistem veriikasi
legalitas kayu (SVLK) Indonesia dapat
mengakibatkan tertutupnya akses
produk-produk kayu Indonesia ke pasar
Uni Eropa, menunda atau menyabotase
kesepakatan perdagangan kayu Uni EropaIndonesia yang telah dirundingkan cukup
lama, serta merugikan reputasi industri
kehutanan Indonesia.
Peringatan ini antara lain berasal dari
Jaringan Pemantau Independen Kehutanan
(JPIK) serta Environmental Investigation
Agency (EIA) yang berbasis di London,
menyusul disahkannya Peraturan Menteri
Perdagangan No. 89/M-DAG/PER/10/2015
pada 19 Oktober lalu, yang berdampak
memperlemah SVLK.
Di bawah Sistem Veriikasi Legalitas Kayu
(SVLK), seluruh operasi eksportir produk
kayu harus diaudit untuk menjamin
© FWI.or.id
10
kepatuhan terhadap standar
legalitas yang mencakup
pasokan bahan mentah, serta
pabrik atau praktik dagang.
Jika hasil audit positif,
eksportir akan diberikan
Sertiikat Legalitas Kayu (SLK) dapat digunakan untuk
mendapatkan “Dokumen
V-Legal”, yaitu suatu izin
ekspor yang disyaratkan
secara hukum untuk
mengekspor produk kayu.
Selain memang berlaku
untuk ekspor ke seluruh
pasar, sistem ini juga
merupakan dasar dari
Voluntary Partnership
Agreement (VPA) yang telah
dirundingkan sejak lama
antara Indonesia dengan
Uni Eropa. Begitu VPA aktif,
produk kayu yang tidak
memiliki Dokumen V-Legal
akan ditolak di pelabuhanpelabuhan Uni Eropa, dan
tidak dapat dijual di pasar
Uni Eropa. Sebaliknya,
produk-produk yang memiliki
Dokumen V-Legal juga
akan dibebaskan dari EU
Timber Regulation (EUTR),
yang melarang kayu ilegal
diperjual-belikan di Uni
Eropa dan mewajibkan
perusahaan-perusahaan Uni
Eropa untuk melakukan uji
tuntas terhadap pembelian
produk-produk kayu yang
mereka lakukan. Dengan
demikian, Dokumen V-Legal
menjadi faktor penting bagi
para eksportir Indonesia
yang ingin mengakses
pasar Eropa.
Peraturan baru tersebut
secara permanen
membebaskan seluruh
eksportir produk kayu
dengan 15 pos tarif (HS
Codes) dari kewajiban
menjalani audit SVLK untuk
mengekspor. Meskipun
perusahaan-perusahaan
yang dibebaskan tersebut,
yang banyak diantaranya
telah melakukan ekspor
bernilai jutaan dollar, masih
harus menggunakan kayu
bersertiikasi SVLK, tidak
ada pemeriksaan yang
akan dilakukan untuk
menjamin perusahaanperusahaan tersebut
benar-benar melakukan
kewajibannya, dan hal ini
membuka peluang besar
untuk memasukkan kayu tak
bersertiikat atau ilegal ke
dalam rantai pasok.
Pembebasan yang
diberlakukan Kementerian
Perdagangan tersebut
ditentang keras oleh
Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, dan
telah mendorong Duta Besar
Uni Eropa untuk Indonesia
untuk menulis surat kepada
Menteri Perdagangan pada
23 Oktober.
“Peraturan Menteri
Perdagangan tersebut
menunjukkan adanya
inkonsistensi struktural
pada upaya yang sudah
lama dijalankan Indonesia
untuk memperbaiki tata
kelola kehutanan melalui
penerapan Sistem Veriikasi
Legalitas Kayu (SVLK),
dan akan mengganggu
cakupan dan kerangka
© FWI.or.id
11
Catatan editor:
waktu yang diusulkan untuk
pelaksanaan IndonesiaEU Voluntary Partnership
Agreement (VPA),” Zainuri
Hasyim, Dinamisator
Nasional JPIK, menjelaskan.
Faith Doherty, Forest
Campaign Leader EIA juga
sepakat dan mengatakan
“Peraturan Kementerian
Perdagangan tersebut
semacam memberikan ‘pintu
belakang’ bagi sekelompok
perusahaan elit yang
memiliki koneksi tingkat
tinggi. Peraturan tersebut
melanggar tujuan dan
mekanisme yang mendasari
SVLK dan VPA. Hal ini
akan menyebabkan VPA
harus dirundingkan ulang,
atau harus didesainnya
kembali sistem perizinan
SVLK, atau pemblokiran
struktural atas perusahaanperusahaan yang
dibebaskan tersebut dari
pasar Uni Eropa. Peraturan
buruk yang ironisnya
dibuat untuk mempercepat
deregulasi ini harus segera
diamandemen.”
Pemerintah Indonesia
berencana mengumumkan
implementasi VPA sebagai
salah satu tajuk yang akan
dibahas dalam pertemuan
PBB tentang perubahan
iklim di Paris pada bulan
Desember mendatang,
pada saat kebakaran hutan
besar-besaran di Indonesia
telah menghasilkan emisi
karbon lebih banyak
daripada yang dihasilkan
Jepang dalam setahun,
dan dalam beberapa kasus
bahkan melampaui emisi
harian yang dihasilkan
Amerika Serikat.
JPIK (Jaringan Pemantau Independen Kehutanan)
adalah sebuah jaringan independen yang didirikan
pada 23 September 2010 oleh 29 LSM dari Aceh
hingga Papua. Mandat utama JPIK adalah memantau
dan memperkuat SVLK dan pelaksanaannya,
sebagai alat utama untuk meningkatkan tata kelola
kehutanan dan perdagangan.
EIA (Environmental Investigation Agency) adalah
sebuah organisasi pengkampanye independen
yang berbasis di Inggris yang berkomitmen untuk
membuat perubahan yang dapat melindungi
lingkungan hidup dari kejahatan dan perusakan
lingkungan.
SVLK (Sistem Veriikasi Legalitas Kayu) adalah
persyaratan wajib bagi seluruh produsen,
pemroses dan eksportir kayu untuk menjalani
audit secara independen untuk memastikan
kepatuhan mereka terhadap standar Veriikasi
Legalitas yang mencakup kriteria, indikator, veriier,
metode veriikasi, dan norma-norma penilaian yang
dikembangkan melalui suatu proses negosiasi
multistakeholder.
Dokumen-dokumen V-Legal menyatakan bahwa
suatu produk kayu untuk diekspor telah memenuhi
standar veriikasi legalitas kayu yang ditetapkan
dalam SVLK.
Lembaga Veriikasi Legalitas Kayu adalah lembagalembaga berbadan hukum independen yang
memveriikasi legalitas kayu berdasarkan SVLK
dan menerbitkan dokumen-dokumen V-Legal
atas izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Voluntary Partnership Agreement (VPA) adalah
salah satu komponen utama dalam 2003 EU
Forest Law Enforcement, Governance and Trade
(FLEGT) Action Plan. VPA Indonesia-Uni Eropa telah
dirundingkan oleh Pemerintah Indonesia dengan
Uni Eropa sejak 2008, dan telah ditandatangani
pada 30 September 2013 dan diratiikasi oleh
kedua belah pihak pada 2014.
12
Press Release Bersama : JPIK dan FWI
Ketidakpatuhan SVLK,
Pengingkaran Kebijakan
Perlindungan Hutan Alam
& Gambut
Jakarta, 22 Desember 2015.
© Nanang Sujana
Ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan
SVLK dan pengingkaran kebijakan terkait
perlindungan hutan alam masih ditemukan
di lapangan. Pemerintah harus memperketat
pengawasan dan memberikan sanksi tegas
bagi perusahaan yang terbukti melakukan
pelanggaran terhadap pelaksanaan SVLK.
bahan baku kayu tanpa sertiikat SVLK.
Ketiga aspek ini merupakan beberapa
prasyarat untuk sebuah kelulusan dalam
proses veriikasi.
Hasil penelusuran yang dilakukan oleh
JPIK, FWI, KSPPM, dan PW. AMAN wilayah
Maluku Utara menemukan masih terjadi
ketidakpatuhan perusahaan pemegang ijin
terhadap pelaksanaan SVLK, khususnya di
provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Utara,
dan Maluku Utara. “Pemberian sanksi tegas
terhadap perusahaan-perusahaan yang
melanggar aturan SVLK mutlak diterapkan
pemerintah, baik perusahaan yang bergerak
di hulu maupun di tingkatan hilir”, ujar
Muhamad Kosar, Dinamisator JPIK.
Sistem Veriikasi Legalitas Kayu atau
yang dikenal dengan SVLK adalah
upaya yang dibangun oleh pemerintah
untuk memerangi pembalakan liar dan
perdagangan kayu illegal. Penerapan SVLK
juga merupakan upaya perwujudan good
forest governance atau tata kelola hutan
yang baik di Indonesia. SVLK bersifat wajib
(mandatory) bagi seluruh perusahaan di
bidang kehutanan baik di hulu maupun hilir.
Penerapan SVLK mewajibkan perusahaan
menaati aturan-aturan yang belaku,
diantaranya menghindari konlik sosial
dengan masyarakat sekitar konsesi, tidak
memanfaatkan kayu dari kawasan lindung
yang ditetapkan oleh perusahaan, dan
bagi industri kayu tidak menggunakan
Sampai saat ini konlik masih terjadi
antara masyarakat dan perusahaan
HTI PT. Toba Pulp Lestari (PT. TPL) di
Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.
Penebangan dan perampasan Hutan
Kemenyan milik masyarakat adat oleh
perusahaan TPL menjadi penyebab konlik
13
© FWI.or.id
“Pemberian sanksi tegas terhadap perusahaanperusahaan yang melanggar aturan SVLK mutlak
diterapkan pemerintah, baik perusahaan yang
bergerak di hulu maupun di tingkatan hilir”
Muhamad Kosar, Dinamisator JPIK.
dan menghilangkan
sumber-sumber kehidupan
masyarakat. Temuan lain
dari hasil pemantauan
lapangan, bahwa PT.
TPL juga melakukan
penebangan di sepadan
sungai dan area lindung di
dalam konsesinya.
Pelanggaran terhadap
aturan SVLK juga dilakukan
oleh perusahaan HTI PT.
Adindo Hutani Lestari,
yang berada di Kabupaten
Nunukan, Kalimantan
Utara. Di dalam konsesi
PT. Adindo Hutani Lestari,
ditemukan penebangan
14
dan pembukaan lahan yang
merupakan wilayah gambut
dalam. “Pembukaan lahan
pada wilayah gambut dalam
dan praktik penebangan
pada areal yang dilindung
jelas melanggar aturan
SVLK”, ujar Kosar di dalam
siaran pers. Tidak hanya itu,
perusahaan ini diindikasikan telah
melakukan penyerobotan lahan
masyarakat akibat ketidakjelasan
tata batas dan tidak melalui FPIC
(free prior and informed consent).
Indikasi pelanggaran ditemukan
juga dalam rantai peredaran dan
pasokan kayu ke tingkatan hilir,
yaitu industri kayu primer. Salah
satu perusahaan yang diidentiikasi
adalah PT. Panca Usaha Palopo
Plywood yang berada di Kabupaten
Luwu, Sulawesi Selatan. Perusahaan
industri kayu terbesar di Sulawesi
ini diduga kuat menerima pasokan
kayu dari sumber yang tidak
memiliki legalitas. Sumber kayu
tersebut berasal dari perusahaan
HPH PT. Mohtra Agung Persada
di Kabupaten Halmahera Tengah,
Maluku Utara. Data realisasi
Rencana Pemenuhan Bahan
Baku Industri (RPBBI) sampai
dengan bulan November 2015
memperlihatkan bahwa PT. Panca
Usaha Palopo Plywood masih
menerima kayu dari PT. Mohtra
Agung Persada sebanyak 10.155,11
m3. Ini tentu saja menunjukkan
lemahnya sistem pengawasan
terkait peredaran kayu bulat yang
diterapkan pemerintah. “Seharusnya
dokumen RPBBI yang dimiliki KLHK
mampu menjaga bahwa hanya
kayu-kayu dari sumber legal yang
wajib dikonsumsi oleh industri”, ujar
Mufti Barri, Juru Kampanye FWI.
“Konversi hutan alam tanpa
adanya SVLK yang dilakukan oleh
PT. Mohtra Agung Persada akan
menimbulkan konlik dan dampak
buruk terhadap daya dukung
lingkungan di Halmahera Tengah.
Sulitnya akses informasi terkait
aktiitas perusahaan menjadi
kendala utama pengawasan dari
masyarakat. Keterbukaan informasi
dalam pengelolaan hutan menjadi
kunci agar masyarakat mengetahui
a a akiitas perusahaa ya g
legal da ilegal”, tutup Muti dala
siara pers ya.
© FWI.or.id
15
Catatan Editor:
Perlindungan hutan alam dan
gambut yang merupakan bagian dari
kebijakan Zero Deforestation.
Forest Watch Indonesia (FWI)
merupakan jaringan pemantau
hutan independen yang terdiri dari
individu-individu yang memiliki
komitmen untuk mewujudkan proses
pengelolaan data dan informasi
kehutanan di Indonesia yang
terbuka sehingga dapat menjamin
pengelolaan sumberdaya hutan yang
adil dan berkelanjutan.
PT. Panca Usaha Palopo merupakan
industri hilir pengelolaan kayu.
Perusahaan tersebut mendapatkan
Sertiikat Legalitas Kayu (S-LK) dari
lembaga sertiikasi PT Mutu Agung
Lestari, dengan nomor sertiikat LVLK003/MUTU/LK-031.
JPIK merupakan Jaringan Pemantau
Independen Kehutanan berdiri pada
tanggal 23 September 2010 yang
disepakati dan di deklarasikan oleh
29 LSM dan jaringan LSM dari Aceh
sampai Papua yang aktif dalam
memantau implementasi Sistem
Veriikasi Legalitas Kayu (SVLK) di
Indonesia.
PT. Toba Pulp Lestari memiliki
sertiikat SVLK/Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari (PHPL)
yang diterbitkan oleh PT Ayamaru
Sertiikasi.
PT. Adindo Hutani Lestari telah
mendapat sertiikat Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari (PHPL) dari PT.
Sarbi International Certiication pada
tangal 21 Oktober 2013 yang berlaku
hingga 20 Oktober 2018
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
disingkat AMAN adalah organisasi
kemasyarakatan (ORMAS)
independen yang anggotanya terdiri
dari komunitas-komunitas masyarakat
adat dari berbagai pelosok
Nusantara.
PT. Mohtra Agung Persada adalah
sebuah perusahaan yang memiliki
izin IUPHHK-HA / HPH berdasarkan
SK. 400/Menhut-II/06 tanggal 19 Juli
2006. Dalam praktek pemanfaatan
kayu, PT. Mohtra Agung Persada
belum mendapatkan Sertiikat
SVLK. Pada bulan November 2015
Masyarakat melakukan penyitaan
kayu yang di hasilkan oleh PT. Mohtra
Agung Persada (Baca : http://portal.
malutpost.co.id/en/daerah/halteng/
item/8158-kecewa-warga-messasandra-kayu-milik-pt-mohtra-agung).
Lembaga sertiikasi PT. Lambodja
Sertiikasi baru mengumumkan akan
melakukan rencana veriikasi legalitas
kayu di bulan November 2015.
Kelompok Studi dan Pengembangan
Prakarsa Masyarakat (KSPPM) adalah
Pusat studi dan advokasi gerakan
rakyat di Sumatera Utara
Kebijakan Internal tentang Zero
Deforestation diterapkan oleh group
perusahaan Asia Paciic Resources
Internatioan Ltd (APRIL), Kelompok
Raja Garuda Mas (RGM). Seluruh
anak perusahaan, serti PT. Adindo
Hutani Lestari maupun perusahaan
yang berailiasi (PT. Toba Pulp Lestari)
harus mengikuti kebijakan tersebut.
16
JPIK dalam Konferensi Perubahan
Iklim dalam COP21 UNFCCC:
Peran Penting & Tantangan
Pemantauan Independen dalam
Memperkuat SVLK
Oleh : Zainuri Hasyim
Menekankan kontribusi SVLK
terhadap pengurangan emisi gas
rumah kaca melalui pengurangan
pembalakan liar. Sedangkan, para
pelaku industri mengklaim banyak
keuntungan yang diterima dengan
diimplementasikannya SVLK.
Putera Parthama
(Dirjen PHPL KemenLHK)
17
Gelaran Konferensi
Perubahan Iklim dalam
COP21 UNFCCC yang
berlangsung di Paris 23
November-12 Desember
2015 lalu turut membahas
tentang Sistem Veriikasi
Legalitas Kayu (SVLK)
sebagai instrumen
perbaikan tata kelola
kehutanan yang berdampak
pada upaya pengurangan
emisi gas rumah kaca.
Sebuah sesi diskusi panel
bertemakan ‘Sistem
Legalitas Kayu untuk
Perbaikan Lingkungan
Hidup’ berlangsung di
Paviliun Indonesia pada 5
Desember 2015. Zainuri
Hasyim, Dinamisator
Jaringan Pemantau
Independen Kehutanan
(JPIK) turut menjadi
pembicara bersama Putera
© FWI.or.id
Parthama (Dirjen PHPL KemenLHK), Agus
Sarsito (MFP), dan pengusaha industri
dan mebel. Luca Perez, Policy Oicer DG
Environment European Commission turut
hadir dalam diskusi yang digelar oleh KLHK
dan MFP ini.
dalam pelaksanaan pemantauan adalah
akses terhadap informasi, perlindungan
keamanan bagi pemantau, kurangnya
koordinasi antara pusat dan daerah, serta
perlunya peningkatan level peraturan.
Tantangan utama di atas merupakan
kenyataan yang dihadapi JPIK sebagai
pemantau independan dalam SVLK.
Termasuk perbedaan sikap dua kementerian
terhadap SVLK yang berlangsung saat ini
harus segera diselesaikan. Menaikkan level
peraturan SVLK (dari Peraturan Menteri
menjadi Peraturan Pemerintah) merupakan
solusi yang dimungkinkan.
Putera menekankan kontribusi SVLK
terhadap pengurangan emisi gas rumah
kaca melalui pengurangan pembalakan liar.
Sedangkan, para pelaku industri mengklaim
banyak keuntungan yang diterima dengan
diimplementasikannya SVLK. Sementara itu,
Luca Perez, sebagai wakil EU menyatakan
pujiannya terhadap kemajuan besar
yang telah dicapai Indonesia dalam
mengembangkan dan menyempurnakan
SVLK dengan melibatkan pihak swasta
dan masyarakat sipil. EU menyatakan
harapannya agar FLEGT License sebagai
titik inal dapat segera dicapai.
JPIK berharap agar berbagai tantangan
dapat terus dibenahi seiring dengan upaya
pelaksanaan SVLK secara utuh dalam
skema kerjasama Indonesia dengan Uni
Eropa. Keseriusan pemerintah dalam
membenahi SVLK, baik dalam aspek
regulasi maupun pelaksanaanya di tingkat
lapangan, merupakan bukti kuat atas
upaya perbaikan tata kelola kehutanan
di Indonesia.
JPIK menekankan pentingnya peran
pemantauan independen dalam
memperkuat akuntabilitas SVLK. JPIK
menyatakan, beberapa tantangan utama
18
JPIK Pantau
Implementasi SVLK
di Sumatera Utara,
Kalimantan Utara, dan
Maluku Utara
Oleh : Muhammad Kosar
© FWI.or.id
Dalam rangka memastikan kinerja
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL),
JPIK melakukan pemantauan pada IUPHHKHTI PT Toba Pulp Lestari di Sumatera Utara
dan PT Adindo Hutani Lestari di Kalimantan
Utara. Pemantauan dilaksanakan pada
bulan Agustus – September 2015, di
Sumatera Utara JPIK bekerjasama dengan
Kelompok Studi dan Pengembangan
Prakarsa Masyarakat (KSPPM) sebagai
salah satu lembaga yang aktif melakukan
pendampingan masyarakat disekitar
konsesi PT Toba Pulp Lestari dan Yayasan
Leuser Lestari (YLL) sebagai Focal Point JPIK
Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil temuan lapangan,
meskipun HTI PT Toba Pulp Lestari dan PT
Adindo Hutani Lestari memiliki sertiikat
PHPL dan VLK, namun sertiikasi tersebut
tidak secara penuh menjamin tidak adanya
aktivitas illegal yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut. Di lapangan masih
ditemukan aktivitas yang menyebabkan
terjadinya konversi hutan alam, konlik sosial
dan tenurial, menurunnya daya dukung
lahan dan kualitas air yang disebabkan oleh
ekspansi kedua HTI tersebut.
Selain itu, dibulan yang sama JPIK
melakukan pemantauan pada IUPHHKHA PT Mohtra Agung Persada di Maluku
Utara. Kegiatan ini bekerjasama denga
Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN) Maluku Utara. Kayu bulat
hasil tebangan PT Mohtra Agung Persada
diangkut untuk dijadikan bahan baku
industri primer kayu dengan tujuan Palopo,
Buru, Kuala Kapuas, Banda Luwu, Tidore,
Lampung, Surabaya, Gresik, dan Tanjung
Priok. Tidak ditemukan tanda V-Legal pada
penampang kayu maupun pada dokumen
Surat Keterangan Sahnya Kayu Bulat
(SKSKB), bahkan belum ada dokumen yang
ditemukan terkait dengan proses sertiikasi
perusahaan tersebut.
© FWI.or.id
19
© Dmitry Mayatsk
penguatan SVLK adalah dilakukannya
pemantauan pelaksanaan Penilaian Kinerja
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PKPHPL) dan Veriikasi Legalitas Kayu (VLK)
yang dilakukan oleh Lembaga Penilai
Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
(LPPHPL) atau Lembaga Veriikasi Legalitas
Kayu (LVLK) sebagaimana tertuang dalam
Permenhut 43/2014 jo PermenLHK 95/2014.
Publikasi Pelaksanaan
Sertifikasi SVLK
Belum Terlaksana
Penuh
Dalam upaya penguatan SVLK, salah
satu yang terpenting adalah keterbukaan
akses dan informasi yang terbuka bagi
publik. LPPHPL dan LVLK berperan
penting menyediakan akses dan informasi
terhadap suatu unit manajamen yang akan
dilakukan penilaian. Ketersediaan akses
dan informasi merupakan aspek penting
dalam pemantauan Penilaian Kinerja PHPL
dan VLK yang dilakukan JPIK, sebagaimana
tertuang dalam Lampiran 4 Perdirjen BUK
P.14/2014 tentang Pedoman Pemantauan
Independen bahwa Pemantau Independen
mempunyai hak mengakses dokumen atau
informasi publik yang diperlukan dalam
kegiatan pemantauan.
Oleh : Dhio Teguh Ferdyan
Wujud kontribusi aktif JPIK dalam
mendorong tata kepemerintahan
kehutanan yang baik, adalah dengan
turut serta dalam memastikan kredibilitas
dan akuntabilitas implementasi SVLK.
Salah satu bentuk partisipasi dalam upaya
20
Namun dalam prakteknya
LPPHPL dan LVLK lalai
menyediakan akses
terhadap dokumen atau
informasi publik yang
dibutuhkan Pemantau
Independen. JPIK sebagai
lembaga Pemantau
Independen menyampaikan
keluhan kepada
LPPHPL dan LVLK dalam
menyediakan akses dan
informasi. Salah satu bentuk
informasi yang dimaksud
dalam penyampaian
keluhan oleh JPIK adalah
ketiadaan pengumuman
rencana penilaian atau
hasil penilaian yang tidak
dipublikasikan melalui portal
Sisitem Informasi Legalitas
Kayu (SILK) dan Kementrian
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK).
Dari hasil pantauan JPIK
pada website SILK dan
Kementerian KLHK masih
terdapat LPPHPL dan LVLK
yang tidak mencantumkan
rencana penilaian
ataupun hasil penilaian,
sebagiamana ketentuan
Lampiran 3.1 Perdirjen BUK
P.14/2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penilaian
Kinerja Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari:
F.8.
Pengumuman hasil
keputusan penilaian
disertai dengan
resume hasil
penilaian dilakukan
melalui website
Kementerian (www.
dephut.go.id dan
www.silk.dephut.
go.id) dan website
LPPHPL.
G.12. LPPHPL
mempublikasikan
setiap penerbitan,
perubahan,
pembekuan dan
pencabutan S-PHPL
© Chriss
G.13.
(maupun terhadap
S-LK) di website
LPPHPL dan website
Kementerian (www.
dephut.go.id dan
silk.dephut.go.id)
selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kalender
setelah penetapan
keputusan.
Publikasi penerbitan
S-PHPL (maupun
terhadap S-LK)
dilengkapi resume
21
hasil audit, yang
memuat informasi
mengenai identitas
LPPHPL, identitas
auditee dan
hasil penilaian
yang merupakan
ringkasan justiikasi
setiap indikator PHPL
serta setiap veriier
LK, mengacu pada
pedoman pelaporan
sebagaimana
ketentuan.
Respon Pasif Kepolisian
Terhadap Pengaduan
Indikasi Illegal Logging
di Kalimantan Tengah
Oleh : Wancino (JPIK Kalimantan Tengah)
22
Upaya JPIK dalam
mengawasi kredibilitas
SVLK terus dilakukan
untuk menjaga kesesuian
implementasi SVLK
dilapangan. Salah satu
bentuk pengawasan
JPIK adalah melakukan
pemantauan terhadap unit
manajemen kehutanan
yang terindikasi melakukan
penyimpangan. Tindak
lanjut dari hasil pemantauan
tersebut direalisasikan
dalam bentuk laporan
hasil pemantauan maupun
laporan langsung kepada
para pihak, seperti
kementerian dan dinas
terkait maupun kepolisian
apabila ditemukan sebuah
tindak kriminal dari hasil
pemantauan.
JPIK Kalimantan Tengah
melakukan studi kasus
mendalam terkait berbagai
penyimpangan yang
terang-terangan dilakukan
terhadap berbagai sektor
perizinan dan peraturan di
Kalimantan Tengah – zona
utama kejahatan hutan –
dijelaskan dalam laporan ini,
antara lain:
• Pelanggaran terhadap
peraturan-peraturan
terkait perizinan
perkebunan, kayu
dan lingkungan
yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan
yang melakukan
pembukaan hutan di
beberapa wilayah di
Kalimantan Tengah yang
memiliki hutan tropis
terkaya di Indonesia.
• Adanya keterkaitan
yang jelas terlihat antara
serangkaian konsesi
kelapa sawit, kepala
daerah yang korup
dan salah satu kasus
suap politik ternama
dalam beberapa tahun
belakangan.
• Berbagai upaya yang
dilakukan oleh suatu
perusahaan kelapa
sawit untuk menyuap
pihak berwajib dengan
sejumlah uang ratusan
juta untuk menghentikan
investigasi terhadap
kegiatan ilegal yang
dilakukan perusahaan
tersebut.
• Pemerintah lokal yang
mengkhianati masyarakat
adat dan memfasilitasi
pengalihan sumber daya
milik masyarakat adat
dalam jumlah besar
kepada perusahaanperusahaan swasta.
Hasil pemantauan yang
dilakukan oleh JPIK
Kalimantan Tengah
ditemukan modus baru
illegal logging yang
23
dilakukan secara koorporasi
melalui konversi hutan
dalam konsesi perkebunan
kelapa sawit, serta
IUIPHHK-HA yang sudah
tidak terkendali. Hal ini
menimbulkan konlik tenurial
baik secara vertikal maupun
horizontal yang melibatkan
masyarakat pengusaha,
dan pemerintah. Munculnya
konlik ini menjadi
salah satu penyebab
tertutupnya akses publik
oleh pemerintah terutama
dalam proses perizinan
yang tidak transparan
sehingga merampas hakhak masyarakat adat.
Merunut pada hasil
pemantauan tersebut,
JPIK Kalimantan Tengah
mengajukan laporan polisi
ke Polres Gunung Mas
dan Polres Lamandau
untuk menindaklanjuti
hasil pemantauan JPIK
Kalimantan Tengah terhadap
perusahaan kelapa
sawit yang melakukan
konversi hutan melalui
proses perizinan yang
tidak prosedural di kedua
wilayah tersebut. Namun
melihat respon yang pasif
dari kedua Polres tersebut,
JPIK Kalimantan Tengah
berinisiatif mengajukan
laporan kepada Polda
Kalimantan Tengah atas
respon yang pasif serta
tidak melaksanakan tugas
dan wewenang terhadap
laporan yang diajukan.
Pada tanggal 7 November
2015 lalu JPIK Kalteng
berkesempatan meneruskan
laporan kepada Mabes Polri
yang berisi laporan atas
tindakan konversi hutan dan
korupsi perizinan terhadap
4 perkebunan kelapa
sawit berdasarkan hasil
pemantauan yang dilakukan.
beralamat di Desa Catak Gayam Kecamatan
Mojoagung Kabupaten Jombang.
Tindak Pemalsuan
Sertifikat Legalitas
Kayu (S-LK)
di Jawa Timur
Dugaan pemalsuan sertiikat ini ditemukan
ketika LVLK Sucoindo melakukan proses
re-sertiikasi pada PT Usaha Loka yang
beralamat di Malang pada September 2015,
dimana UD Narda Jati Jaya adalah salah
satu pemasok PT Usaha Loka. Pemalsuan
yang dilakukan oleh UD Narda Jati Jaya
adalah dengan melampirkan sertiikat
VLK Asosiasi Pengusaha Industri Kayu
Jombang (APIK Jombang) No. 072/LVLK009/XI/2014 yang diterbitkan oleh LVLK
Transtra Permada pada 24 November
2014, di mana dalam sertiikat tersebut
tercantum anggota APIK Jombang adalah
UD Ika Jati, UD Barokah, UD Rimba Asri,
UD PK Mojopahit dan UD Narda Jati Jaya.
Sementara sertiikat asli VLK APIK Jombang
No. 072/LVLK-009/XI/2014 diterbitkan pada
6 Januari 2015 oleh LVLK Transtra Permada
dimana anggota APIK Jombang terdiri dari
UD Ika Jati, UD Barokah, UD Rimba Asri
dan UD Yani Indah Jaya.
Oleh : Muhammad Ichwan (JPIK Jawa Timur)
Sejak awal SVLK diimplementasikan masih
ada oknum yang memanfaatkan celah SVLK
untuk tetap menjual dan memperdagangkan
kayu ilegal baik kayu dari Hutan Alam
maupun Hutan Tanaman. Seperti yang
terjadi di Jawa Timur September 2015, LVLK
Sucoindo menemukan upaya pemanfaatan
SVLK dengan melakukan pemalsuan
sertiikat VLK oleh UD Narda Jati Jaya yang
Terkuaknya indikasi pemalsuan terjadi
ketika salah satu pemasok PT Usaha Loka,
Gambar 2 Sertiikat Asli APIK Jombang
24
Gambar 3 Sertiikat Palsu APIK Jombang
Sejak awal SVLK diimplementasikan
masih ada oknum yang memanfaatkan
celah SVLK untuk tetap menjual dan
memperdagangkan kayu ilegal baik kayu
dari Hutan Alam maupun Hutan Tanaman.
yaitu UD Ika Jati juga
melampirkan sertiikat
VLK APIK Jombang, yang
berbeda dengan sertiikat
VLK APIK Jombang yang
dilampirkan oleh UD Narda
Jati Jaya. Melihat adanya
perbedaan sertiikat VLK
antara kedua perusahaan
tersebut menyebabkan
LVLK Sucoindo melakukan
konirmasi kepada LVLK
Transtra Permada selaku
penerbit sertiikat yang
menyatakan UD Narda Jati
Jaya bukan anggota dari
APIK Jombang.
Pemalsuan Sertiikat VLK
yang dilakukan oleh UD
Narda Jati Jaya merupakan
pelanggaran hukum
dan sebagai salah satu
bentuk upaya melemahkan
SVLK yang harus menjadi
perhatian banyak pihak
agar memperkecil peluang
bagi kayu ilegal dengan
mudah masuk dalam
sistem SVLK. JPIK Provinsi
25
Jawa Timur memandang
penting untuk memperkuat
kebijakan terkait
“Standar dan Pedoman
Pelaksanaan Penilaian
Kinerja Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari (PHPL) dan
Veriikasi Legalitas Kayu
(VLK), guna memperkuat
pelaksanaan SVLK dan
menutup kemungkinan
peluang oknum yang ingin
melemahkan SVLK.
Pertemuan Nasional
JPIK 2015
Pertemuan Nasional (Pernas) pada tanggal
16-17 September 2015 yang merupakan
forum tertinggi dalam JPIK diselenggarakan
oleh Dinamisator Nasional setiap tahun
sekali dengan mengundang Focal Point dan
perwakilan anggota dari masing-masing
Focal Point. Tujuan Pernas ini selain untuk
melakukan konsolidasi dan koordinasi
jaringan, serta evaluasi dan menyusun
rencana strategis, adalah menetapkan
Dinamisator Nasional, Dewan Kehormatan,
dan Focal Point JPIK.
dan 24 Focal Point. Berikut hasil keputusan
berdasarkan Pernas 2015:
Dinamisator Nasional
1. Zainuri Hasyim
2. Christian Bob Purba
3. Muhamad Kosar
Dewan Kehormatan
1. Arbi Valentinus
2. Mahir Takaka
3. Mardi Minangsari
4. Wirendro Sumargo
5. Ery Damayanti
Dari hasil Pernas tersebut, ditetapkan
Dinamisator Nasional, Dewan Kehormatan,
Focal Point
Focal Point
Nama Focal Point
Lembaga
Aceh
Juli Ermiansyah Putra Pena
[email protected]
Sumatera Utara
Doni Syahputra
YLL
[email protected]
Sumatera Barat
Mora Dingin
Qbar
[email protected]
Riau
Prasetya Aan
Yayasan Mitra Insani [email protected]
Jambi
Umi Syamsiatun
CAPPA
[email protected]
Sumatera Selatan
Yuliusman
WBH
[email protected]
Bengkulu
Martian Sugiarto
Ulayat
[email protected]
Lampung
Febrilia Ekawati
YKWS
[email protected]
Jawa Bagian Barat
Irwan Dani
PHMN
[email protected]
Jawa Tengah - DIY
Andrianto
SPPT
[email protected]
Jawa Timur
M Ikhwan
PPLH Mangkubumi
[email protected]
Kalimantan Barat
Baruni Hendri
Titian
[email protected]
Kalimantan Tengah
Wancino
Kaharingan Institute [email protected]
Kalimantan Selatan
Juliade
LPMA
26
[email protected]
Focal Point
Nama Focal Point
Lembaga
Kalimantan Timur
Ahmad SJA (Among)
PADI
[email protected]
[email protected]
Kalimantan Utara
Kamirudin
GAPETA BORNEO
[email protected]
Sulawesi Selatan
Mustam Arif
Jurnal Celebes
[email protected]
Sulawesi Tenggara
Imanche Al Rahman
Komnas-Desa
[email protected]
Sulawesi Tengah
Rizal
Evergreen
[email protected]
Sulawesi Barat
M. Ikhsan Welly
Walhi Sulawesi
Barat
[email protected]
Gorontalo
Hasyim*
Sekretariat Nasional
[email protected]
JPIK
Papua Barat
Pietsau Amafnini
Jasoil
Papua
Lyndon Pangkali*
Sekretariat Nasional
[email protected]
JPIK
Maluku
Jean Hendry Souisa*
Sekretariat Nasional
[email protected]
JPIK
[email protected]
* Masih dalam konirmasi keaktifan sebagai Focal Point JPIK
PROFIL DINAMISATOR NASIONAL
JARINGAN PEMANTAU INDEPENDEN KEHUTANAN (JPIK)
Zainuri Hasyim.
Akrab dengan sapaan Zen, dilahirkan di Sumenep pada
tahun 1974. Laki-laki lulusan Universitas Riau yang juga
menjabat sebagai Direktur Yayasan Mitra Insani (YMI) ini
sudah terlibat aktif dalam JPIK sejak 2010. Sejak saat itu
pula, Zen ditunjuk sebagai Focal Point JPIK untuk Provinsi
Riau. Kecakapan dan kapasitas Zen yang mumpuni dalam
isue SVLK menjadikannya sebagai Dinamisator Nasional
JPIK pada tahun 2014, dan posisi ini masih didudukinya
hingga saat ini. “Sampaikan atau diam sama sekali” adalah
motto hidupnya. Zainuri Hasyim dapat dihubungi melalui
email: [email protected]; dan Tel: +62-811-754-409.
“Sampaikan atau diam
sama sekali”
27
Muhamad Kosar, akrab dengan sapaan Kosar, dilahirkan
di Sukabumi pada tahun 1982. Kosar mulai terlibat di dunia
LSM sejak tahun 2000 sebagai pendiri ABSOLUTE, LSM
lingkungan di Kabupaten Sukabumi. Keterlibatannya
dengan LSM nasional dimulai dengan Telapak sebagai
volunteer pada tahun 2002. Kemudian pada tahun 2010,
Kosar mengemban tugas sebagai Focal Point JPIK untuk
provinsi Jawa Bagian Barat. Keterlibatan aktif Kosar dalam
isue SVLK, membuatnya dipercaya untuk mengemban
tugas sebagai Dinamisator Nasional JPIK sejak September
2015. “Masa lalu adalah cermin, masa kini adalah tantangan,
masa depan adalah peluang” adalah motto hidupnya.
Muhammad Kosar dapat dihubungin melalui
email: [email protected] : dan Telp: +62-813-1872-6321
“Masa lalu adalah cermin, masa kini
adalah tantangan, masa depan adalah
peluang”
Christian P. P. Purba, akrab dengan sapaan Bob, dilahirkan
di Pematang Siantar pada tahun 1972. Laki-laki lulusan
Institut Pertanian Bogor (IPB) ini memulai karirnya di dunia
LSM sebagai volunteer di Telapak pada pertengahan 1998
hingga akhirnya menjabat sebagai Wakil Direktur Telapak
peridoe 2008-2012. Kecakapan dan kepeduliannya terhadap
lingkungan, membuatnya dipercaya untuk menduduki
posisi Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia (FWI) pada
2004 -2008, dan 2013 hingga sekarang. Sebagai anggota
aktif JPIK, Bob juga dipercaya untuk menjabat sebagai
Dinamisator Nasional JPIK sejak September 2015 untuk
membawa JPIK sebagai lembaga Pemantau Independen
Kehutanan yang kredible. “Dengan bekerja keras, pasti
ada sesuatu yang bisa dihasilkan” adalah motto hidupnya.
Christian ‘Bob’ Purba dapat dihubungi melalui Email: bob@
fwi.or.id dan Tel: +62-812-110-5172.
“Dengan bekerja keras, pasti ada
sesuatu yang bisa dihasilkan”
28