Pembenihan Selektif Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis Turunan ke-2 (F-2) | Tridjoko | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 4 43 1 PB

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (2): 138-143 ISSN: 0853-6384

138

Full Paper
PEMBENIHAN SELEKTIF KERAPU BEBEK, Cromileptes altivelis
TURUNAN KE-2 (F-2)
SELECTIVE BREEDING OF F-2 HUMPBACK GROUPER, Cromileptes altivelis
BROODSTOCKS
Tridjoko*, Haryanti, Ahmad Muzaki dan Tatam Sutarmat
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol
PO Box 140 Singaraja 81101 Bali
*Penulis untuk korespondensi, E-mail: [email protected]

Abstract
The aim of this experiment was to know the gonad development of humpback grouper Cromileptes altivelis
F-2 progeny. The F-2 progeny ishes were produced from selective breeding and composed by Lot 1,
Lot 2 and Lot 3. The ishes were reared in the cylinder concrete tanks containing 75 m3, 10 m3 water
and loating cages. Fishes were fed with commercial dry pellet in addition with vitamin mix, vitamin C
and vitamin E. The result indicated that the mature gonad female of F-2 grouper broodstocks have been
achieved. The female broodstocks with 590 g weight produced oocytes with diameter more than 400 µm.

Genetic analysis showed that grouper Lot 2 was homogenous, no polymorphism among individual ish,
however Lot 1 and Lot 3 showed high heterozygocity as 0.18 and 0.58, respectively.
Key words: Cromileptes altivelis, heterozygocity, individual selection
Pengantar
Budidaya kerapu bebek masih menghadapi beberapa
masalah diantaranya pertumbuhan yang relatif lambat
dan rentan terhadap serangan penyakit, terutama yang
disebabkan oleh virus. Perbaikan mutu hasil budidaya
dapat dilakukan secara eksternal maupun internal.
Secara internal yaitu dengan cara mengeksploitasi sifatsifat keturunan yang unggul. Salah satunya yang dapat
digunakan untuk mempercepat pertumbuhan adalah
dengan cara pemuliaan genetik melalui penerapan
selective breeding khususnya seleksi individu.
Usaha pembenihan kerapu bebek memiliki kendala
berupa ketersediaan induk (Tridjoko et al., 1999).
Selama ini induk kerapu yang dipijahkan berasal
dari alam yang biasa ditangkap oleh para nelayan.
Untuk memperoleh induk kerapu bebek ini relatif sulit,
karena hanya ada pada perairan-perairan tertentu
saja. Untuk menanggulangi tantangan tersebut,

maka sebagai alternatif sudah dilakukan kajian dan
usaha-usaha untuk menyediakan induk dari hasil
budidaya (F1) dan ternyata sudah berhasil memijah
(Tridjoko, 2003). Dengan tersedianya induk hasil
budidaya ini diharapkan dapat diproduksi induk yang
berkualitas baik dan tidak terjadi penurunan genetik
serta bebas penyakit. Produksi benih di hatchery
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, misalnya
suhu, salinitas, kualitas pakan, kandungan nutrisi,
kepadatan larva dan faktor genetik yang berbeda.

Sementara itu pembenihan kerapu masih banyak
dilakukan oleh unit hatchery milik pemerintah, dan
akhir-akhir ini sudah mulai berkembang beberapa
hatchery milik swasta yang beroperasi secara
komersial. Meskipun demikian kualitas benih yang
dihasilkan masih sering dikeluhkan oleh para
pembudidaya pembesaran kerapu di karamba jaring
apung. Oleh karena itu beberapa penelitian mengenai
pakan buatan terutama terhadap kandungan nutrisi

pada kerapu bebek telah banyak dilakukan (Giri et al.,
1999; Suwirya et al., 2001; Suwirya et al., 2002).
Selanjutnya keragaman genetik ikan perlu
dipertahankan dalam proses penggunaan induk
dalam perbenihan, karena terjadinya reduksi gen
akan mengakibatkan hilangnya sebagian karakter
genetik benih turunannya (Gondie et al., 1995; Benzie
& William, 1996; Sugama et al., 1999). Tingginya
keragaman genetik ini juga banyak dipengaruhi oleh
jumlah induk dalam suatu populasi pembenihan dan
juga jumlah induk yang effektif dalam suatu pemijahan
(Subaidah et al., 2001). Induk hasil budidaya turunan
pertama (F-1) yang dijadikan induk untuk pembenihan
sudah berhasil dengan baik yang telah menghasilkan
benih F-2 (Tridjoko et al., 2006; 2007). Hal ini
berkaitan dengan upaya seleksi individu yang telah
dilakukan dan masih dilanjutkan selective breeding
(2008) untuk pematangan gonad induk F-2.

Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved


139

Tridjoko et al., 2009

Setelah berhasil memijahkan induk kerapu bebek F1, maka diharapkan juga keberhasilan memijahkan
induk kerapu bebek F-2 untuk tahun berikutnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan induk
kerapu bebek F-2 yang matang gonad.
Bahan dan Metode
Ikan Uji
Pada seleksi individu, setiap individu dari populasi (F2) diukur sifat-sifat yang diinginkan dan selanjutnya
pada akhir seleksi hanya individu-individu dengan
performa terbaik yang dipertahankan sebagai induk
untuk menghasilkan turunan berikutnya (F-3) yaitu
ukuran yang paling besar. Kerapu bebek F-2 yang
telah didapatkan dari hasil seleksi terdiri dari 3 populasi
umur (Lot) yang berbeda. Lot 1 (umur 11 bulan) dipilih
200 ekor dari 2000 ekor; Lot 2 (umur 9 bulan) dipilih
175 ekor dari 1700 ekor dan Lot 3 (umur 7 bulan) dipilih

175 ekor dari 1750 ekor.
Pematangan Gonad
Kerapu bebek F-2 yang telah didapatkan dari
hasil seleksi dari kelompok umur yang berbeda
(Lot 1, Lot 2 dan Lot 3) tersebut, selanjutnya
dilakukan pemeliharaan secara terkontrol untuk dilihat
perkembangan gonadnya. Untuk Lot 1 dipelihara
pada bak beton berbentuk silinder dengan volume
air 75 m3 dan di KJA ukuran 2 x 2 m2, sedangkan
untuk Lot 2 dan Lot 3 dipelihara pada bak beton
berbentuk segi empat volume 6 m3 dan juga di KJA
ukuran 2 x 2 m2. Pakan yang diberikan adalah pellet
kering komersial (PG 9-12) dengan kandungan nutrisi
sebagai berikut : kadar protein min. 43%, kadar lemak
min. 9%, kadar abu max. 13%, kadar serat max. 2%
dan kadar air max. 12%, juga ditambahkan vitamin
mix, vitamin C dan vitamin E.

Analisis Genetik
Sampel kerapu bebek dari F-2 Lot 1, Lot 2, Lot 3

masing-masing 10 ekor, diekstraksi dengan metode
chelex 10% (Ovenden, 2000). Genom DNA dipuriikasi
dengan QIA Quick DNA puriication kit system column
untuk memurnikan genom DNA. Hasil yang diperoleh
selanjutnya diamplifikasi dengan speedy PCR
menggunakan primer 2AAM2. Product PCR ampliikasi
difragmentasi dengan menggunakan agarose 2% dalam
SB buffer 0,5x dan SSCP (Single Strand Conformation
Polymorfism) polyacrilamid Hal ini ditujukan untuk
memperoleh polimorisme setiap individu F-2 dalam 3
lot. Hasil yang diperoleh selanjutnya dihitung dengan
menggunakan software TFPGA.
Peubah yang Diamati
Parameter yang diamati yaitu: pertumbuhan berat
dan panjang, berat gonad, perkembangan oosit serta
analisis genetik kerapu bebek F-2.

Hasil dan Pembahasan
Hasil pengamatan pertumbuhan berat dan panjang
kerapu bebek F-2 yang dipelihara pada bak beton

secara terkontrol pada masing-masing populasi (Lot)
tertera pada Tabel 1. Pada bulan Maret berat rata-rata
kerapu bebek F-2 Lot 1 yang dipelihara pada bak volume
75 m3 dan volume 6 m3 adalah 280 g dan panjang ratarata 20,7 cm. Sedangkan pada Lot 2 berat rata-rata 260
g dan panjang rata-rata 19,5 cm. Berat rata-rata untuk
Lot 3 yang dipelihara pada bak volume 6 m3 adalah 177
g dan panjang 17,1 cm. Nampaknya laju pertumbuhan
berat dan panjang mulai memperlihatkan perbedaan
setelah bulan Mei. Berat dan panjang rata-rata kerapu
bebek F-2 yang dipelihara pada bak volume 75 m3 lebih
baik dari pada volume 6 m3.

Tabel 1. Hasil pengamatan pertumbuhan panjang dan berat rata-rata kerapu bebek F-2 yang dipelihara
pada bak beton secara terkontrol.
Bak vol. 75 m3
Lot -1
Lot -2
Bak vol. 6 m3
Lot -1
Lot -2

Lot -3

Berat (g)
Panjang (cm)
Berat (g)
Panjang (cm)

Maret
280
20,7
260
19,5

Mei
322
25,2
312
21,0

Bulan

Juli
415
26,9
401
23,6

Berat (g)
Panjang (cm)
Berat (g)
Panjang (cm)
Berat (g)
Panjang (cm)

280
20,7
260
19,5
177
17,1


304
23,3
250
20,4
200
19,2

392
25,6
290
22,8
252
21,8

Parameter

Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved

September
480

28,8
470
27,5

Nopember
590
33,0
585
30,6

465
28,0
390
26,5
362
25,2

560
31,7
490
29,5
420
28,0

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (2): 138-143 ISSN: 0853-6384

700
600
500
400
300
200
100
0

Nopember berturut-turut adalah 585 g; 505 g dan 455
g, selengkapnya tertera pada Gambar 1.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada
perbedaan laju pertumbuhan kerapu bebek F-2 yang
dipelihara pada media pemeliharaan yang berbeda.
Hal tersebut diduga bahwa kualitas dan kuantitas
lingkungan pemeliharaan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dari populasi didalamnya. Seperti

Panjang (cm)

Berat (g)

Hasil pemeliharaan hingga bulan Nopember, diperoleh
berat rata-rata kerapu F-2 Lot 1 yang tertinggi yaitu
mencapai 590 g pada bak pemeliharaan berukuran
75 m3, sedangkan terendah pada bak pemeliharaan
berukuran 6 m3. Pada pemeliharaan di karamba jaring
apung (KJA), bulan Mei rata-rata berat kerapu bebek
Lot-1, Lot-2 dan Lot-3 masing-masing mencapai 314
g; 265 g dan 203 g. Berat rata-rata hingga bulan

Mrt

Mei

Jul
Sep
Bulan
(A)

Nop

140

35
30
25
20
15
10
5
0
Mrt

Mei

Jul
Sep
Bulan
(B)

Nop

Gambar 1. Hasil pengamatan pertumbuhan rata-rata berat (A) dan panjang (B) kerapu bebek F-2 yang dipelihara
di Karamba Jaring Apung, (♦) Lot 1, (■) Lot 2, (▲) Lot 3.
halnya kerapu bebek atau juga jenis ikan laut lainnya
bahwa faktor kondisi lingkungan pemeliharaan
disamping faktor pakan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan. Hal tersebut dipertegas pernyataan
Brett & Groves (1979), bahwa kelangsungan hidup
tinggi, pertumbuhan normal, reproduksi akan lebih
cepat apabila kualitas air untuk media pemeliharaan
sesuai.
Selanjutnya hasil pengamatan perkembangan gonad,
berat gonad dan oosit kerapu bebek F-2 yang telah
dibedah serta pengamatan secara histologi disajikan
pada Tabel (2) dan Gambar 2a–2c. Ternyata dari hasil
pembedahan ini telah didapatkan kerapu bebek F-2
yang matang gonad dengan diameter oosit >400 µm.
Dari sampel yang dibedah, ikan ukuran berat 469 g
dan panjang total 29,5 cm adalah induk betina yang
telah matang gonad. Berat gonad mencapai 17,50
g. Secara histologi ukuran diameter oositnya adalah
>450 µm (Gambar 2a).
Pada Gambar 2a–2c hasil pengamatan secara
histologi perkembangan oosit kerapu bebek F-2
dari masing-masing populasi, nampaknya diameter
oosit semakin besar seiring dengan bertambahnya
umur ikan. Beberapa hasil penelitian menyebutkan
bahwa perkembangan gonad ikan dapat dipercepat

dengan rekayasa: lingkungan, pakan dan hormonal.
Hal tersebut terbukti dari hasil-hasil penelitian
yang berkaitan dengan perkembangan gonad ikan,
seperti pakan adalah merupakan faktor yang sangat
penting (Halver, 1976; Watanabe, 1984). Kecukupan
vitamin dapat mempercepat proses vittellogenesis
(Waagbo et al., 1989; Zohar, 1991; Azwar, 1997).
Rekayasa hormonal yang dapat mempercepat
proses kematangan gonad dan pemijahan, seperti
implantasi hormon LHRH dan 17α methyltestoteron
telah berhasil dilakukan terhadap beberapa jenis
ikan seperti: ikan bandeng (Tamaru et al., 1987;
Prijono et al., Tamaru, 1990), juga terhadap kerapu
macan Epinephelus fuscoguttatus dan kerapu lumpur
Epinephelus coioides (Makatutu et al., 1997); kerapu
bebek (Tridjoko et al., 1997).
Hasil analisis dengan fragmentasi DNA, diketahui
bahwa polimorisme jelas terekspresi pada setiap
populasi F-2 Lot 1, Lot 2 dan Lot 3. Terlihat pada
Tabel 3 bahwa kerapu bebek F-2 Lot 2 tidak
mengekspresikan polimorfisme yang berbeda
antar individu, sehingga bersifat homogen (0),
sedangkan kerapu bebek F-2 dari Lot 1 dan Lot 3
masih menunjukkan heterozigositas yang relatif baik,
masing-masing sebesar 0,18 dan 0,58.

Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved

141

Tridjoko et al., 2009

Tabel 2. Pengamatan gonad dari hasil pembedahan kerapu bebek F-2.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Panjang Total
(cm)
29,5
29,8
23,3
27,5
26,4
32,7
27,0
27,0
33,2
30,4

A-1

Panjang Standar
(cm)
24,0
23,5
21,5
22,5
21,5
27,2
21,5
21,3
28,3
25,2

Bobot Tubuh
(g)
469
395
326
387
381
592
362
344
612
575

A-2

Berat Gonad
(g)
17,50
01,15
11,62
04,53
09,17
05,24
02,83
04,98
15,60
01,75

A-3

Gambar 2a. Pengamatan secara histologi oosit kerapu bebek F-2 pada Lot 1 (menggunakan mikroskop
dengan perbesaran sama).

B-1

B-2

B-3

Gambar 2b. Pengamatan secara histologi oosit kerapu bebek F-2 pada Lot 2 (menggunakan mikroskop
dengan perbesaran sama).

C-1

C-2

C-3

Gambar 2c. Pengamatan secara histologi oosit kerapu bebek F-2 pada Lot 3 (menggunakan mikroskop
dengan perbesaran sama).

Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XI (2): 138-143 ISSN: 0853-6384

142

Tabel 3. Genotip frekuensi alel dan heterozigositas pada fragmen polimorik kerapu bebek
Cromileptes altivelis F-2.
Lot
1
2
3

N (ekor)

Genotip

9
1
10

B
C
B

B
0,9
0,0
1,0

5
4
1

B
C
D

0,5
0,0
0,0

Heterozigositas

Frekuensi Alel
C
0,0
0,1
0,0

D
0,0
0,0
0,0

0,0
0,4
0,0

0,0
0,0
0,1

0,18
0,00
0,58

Gambar 3. Genotyping kerapu bebek generasi ke dua (F-2) dengan menggunakan primer
2AAM2 dan speedy PCR.
Selanjutnya pada Gambar 3 (Lot 3) terlihat adanya
ekspresi gen yang berbeda antar individu sehingga
memberikan nilai genotip B (5 ekor), C (4 ekor) dan D (1
ekor), sementara pada Lot 1, ekspresi gen yang berbeda
dijumpai hanya 1 ekor dengan genotip C, sedangkan
kerapu F-2 yang lain mempunyai genotip B. Pada Lot
2 semua individu bersifat homogen. Dalam melakukan
pembenihan, penggunaan induk dengan jumlah terbatas
dimungkinkan akan terjadi penurunan keragaman gen.
Menurut Leary et al. (1995), hilangnya sebagian variasi
gen dapat disebabkan dari keterbatasan induk efektif
dan proses domestikasi. Seperti halnya yang terjadi pada
udang dengan mengembangkan gen marker dalam
selective breeding akan membantu untuk perbaikan
mutu genetik (Benzie et al., 2002). Dengan demikian
nampaknya Lot 2 tidak dapat dilanjutkan untuk selective
breeding, namun untuk kerapu F-2 Lot 1 dan Lot 3 masih
dapat dilanjutkan untuk seleksi agar diperoleh induk
yang baik.

Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan sudah diperoleh induk
betina kerapu bebek F-2 yang matang gonad. Induk

betina berukuran berat 5,90 g mempunyai diameter
oosit >400 µm. Berdasarkan analisis genetik, kerapu
bebek F-2 Lot 2 tidak mengekspresikan polimorisme
yang berbeda antar individu, sehingga bersifat homogen
(0), sedangkan kerapu bebek F-2 dari Lot 1 dan Lot 3
masih menunjukkan heterozigositas yang relatif baik,
masing-masing sebesar 0,18 dan 0,58.

Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/
Ibu: Bagus Winaya, M. Rivai, Mujimin, Ir. Gunawan,
Katimin, I Made Parya, Wiwin , Mujiono dkk., semua
kelompok peneliti/teknisi Bioteknologi serta para siswa
/mahasiswa Praktek Kerja Lapangan/Magang yang
telah membantu selama penelitian ini berlangsung.

Daftar Pustaka
Azwar, Z.I. 1997. Pengaruh askorbil-2-fosfat magnesium
sebagai sumber vitamin C terhadap perkembangan
ovarium dan penampilan larva nila (Oreochromis
sp), Disertasi Fakultas Pasca Sarjana, IPB. 210
hal.

Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved

143

Benzie, J.A.H. & S.T.W. Williams. 1996. Limitation of the
genetic variation of hatchery produced batches of
Giant Clam, Tridacna gigas. Aquaculture 139:225241.
Benzie, J.A.H., E. Ballment, A.T. Forbes, N.T.
Demetriades, K. Sugama, Haryanti, & S. Moria.
2002. Mitochodrial DNA variation in Indo-Paciic
population of the giant tiger prawn, Penaeus
monodon. Molecular Ecology 11: 2553-2569.
Brett, J.R. & T.D. Groves. 1979. Experimental factor and
growth. In Fish Physiology, Vol. III. Academic Press
Inc, New York. p. 620-645.
Giri, N. A., K. Suwirya & M. Marzuqi. 1999. Kebutuhan
protein, lemak, dan vitamin C untuk yuwana kerapu
bebek (Cromileptes altivelis). Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia 5 (3): 38-46.
Goundie, C.A., Q. Liu, B.A. Simeo & K.B. Davis. 1995.
Genetic relationship of growth sex and glucose
phosphate isomerase-B in channel cat fish.
Aquaculture 138: 119-124.
Halver, J.E. 1976. Fish nutrition. Academic Press,
London and New York. 713p.
Leary, R.F., F.W. Allendrof & K.L. Knudsen. 1995.
Development instability as an indicator of reduced
genetic variation in hatchery trout. Tram.Am.Fish.
Soc. 114:230-235.
Makatutu, D., Tridjoko, A. Prijono & Kumagai. 1997.
Pengaruh pematangan induk kerapu lumpur,
Epinephelus coioides dengan implantasi pellet
hormon LHRH-a (Luteunizing Hormone Releazing
Hormone analogue). Laporan Akhir (Progres
Report) Lolitkanta Gondol.
Ovenden, J. 2000. Development of restriction enzyme
markers for red snapper (Lutjanus erythropterus and
Lutjanus malabaricus) stock descrimination using
genetic variation in mitochondria DNA. Moleculer
Fisheries Laboratory, Southern Fisheries Centre.
Sugama, K., Tridjoko, Haryanti, S.B. Moria & F.
Cholik. 1999. Genetic variation and population
structure in the Humback grouper, Cromileptes
altivelis throughout its range in Indonesian waters.
Indonesian Fisheries Research Journal (1): 32-38.
Subaidah, S., M.A. Rahman & B. Hanggono. 2001.
Produksi massal calon induk kerapu tikus
(Cromileptes altivelis) sebagai upaya memenuhi
kebutuhan induk di masa mendatang. Lokakarya

Tridjoko et al., 2009

Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu,
Jakarta. p..71-79.
Suwirya, K., N.A. Giri & M. Marzuqi. 2001. Pengaruh
n-3 HUFA terhadap partumbuhan dan efisiensi
pakan yuwana kerapu bebek. Dalam: Teknologi
Budi Daya Laut dan Pengembangan Sea Farming di
Indonesia. Sudradjat, A., E.S. Heruwati, A. Pornomo,
A. Rukyani, J. Widodo dan E. Danakusumah
(Eds). Puslitbang Explorasi Laut dan Perikanan.
Depertement Kelautan dan Perikanan. 489 p.
Suwirya, K., N.A. Giri, M. Marzuqi & Tridjoko. 2002.
Kebutuhan karbohidrat untuk pertumbuhan yuwana
kerapu bebek, Cromileptes altivelis. JPPI, Edisi
Akuakultur 8: 9-14.
Tridjoko, B. Slamet, T. Aslianti, Wardoyo, S. Ismi, J. H.
Hutapea, K. M. Setiawati, D. Makatutu, A. Priono,
T.Setiadharma, Mhirokazu & K. Shigeru. 1999.
Research and development: the seed production
technique of Humback Grouper, Cromileptes
altivelis. JICA and CRSCF. 56p.
Tridjoko. 2003. Pengamatan perkembangan gonad
dan pemijahan kerapu bebek, Cromileptes altivelis
hasil budidaya (F1/turunan pertama) pada bak
secara terkontrol. Prosiding vol. 2 Seminar Nasional
Perikanan Indonesia. Sekolah Tinggi Perikanan,
Jakarta.
Tridjoko, Haryanti, I.G.N. Permana & S. Ismi. 2006.
Evaluasi kualitas induk kerapu bebek, Cromileptes
altivelis hasil budidaya (F-1). Aquacultura
Indonesiana 7(1): 45-52.
Tridjoko, B. Slamet & D. Makatutu. 1997. Pematangan
induk kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dengan
rangsangan suntikan hormon LHRHa 17-α
metyltestosteron. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia 3 (4): 30-34.
Waagbo, R., T. Thorsen & K. Sandnes. 1989. Role
dietary ascorbic acid in vitelogenesis in rainbow
trout (Onchorrynchus mykiss). Aquaculture 80:
310-314.
Watanabe, T., C.Arakawa, C. Kitajima & S. Fujita.
1984. Effect of nutritional quality of broodstock diets
on reproduction of red sea bream. Bull.Jpn.Soc.
Scientiic Fish 50:495-501.
Zohar, Y. 1991. Fish reproduction. Its physiology and
artiicial manipulation, p: 65-119 in S. Shilo and S.
Saring (Eds.) Fish culture in warm water problems
and trends. GRS Press.

Copyright©2009. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Right Reserved

Dokumen yang terkait

Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Hatchery

0 4 14

Histopatologi Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) yang Terinfeksi Iridovirus

0 11 41

KEBUTUHAN ASAM LEMAK -3 HUFA DALAM PAKAN UNTUK PERTUMBUHAN JUVENIL KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) | Marzuqi | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 9066 16808 1 PB

0 1 6

EFEKTIVITAS VAKSIN POLIVALEN UNTUK PENGENDALIAN VIBRIOSIS PADA KERAPU TIKUS (Cromileptes altivelis) | Nitimulyo | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 9056 16805 1 PB

0 0 6

Pengaruh Implantasi Hormon LHRH-A terhadap Perkembangan Gonad Kerapu Bebek, Cromileptes altivelis | Tridjoko | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 165 99 1 PB

0 0 6

Patogenisitas Vibrio Fluvialis 24SK terhadap Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) | Istiqomah | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 159 91 1 PB

0 0 8

Pemeliharaan Larva Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dengan Konsentrasi Pewarna Hijau Media Air yang Berbeda | Ismi | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 153 86 1 PB

0 0 5

Subsitusi Protein Hewani dengan Tepung Kedelai dan Khamir Laut untuk Pakan Patin (Pangasius sp.) dan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) | Febriani | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 136 70 1 PB

0 1 8

HUBUNGAN PERKEMBANGAN MORFOLOGI DENGAN ORGAN PENCERNAAN LARVA KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) TURUNAN KE-3 (F-3) | Andriyanto | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 9052 16646 1 PB

0 0 11

TAP.COM - LAJU PERTUMBUHAN IKAN KERAPU BEBEK CROMILEPTES ALTIVELIS YANG ... 28 209 2 PB

0 0 7