2016 06 02 01 31 23 27 Mei 2016 Seminar Kodifikasi PB NU

SEMINAR KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU
PENEGAKAN HUKUM PEMILU
GEDUNG PB NU
Jl. Kramat Raya No. 164 Senen, Jakarta Pusat
27 Mei 2016 Pukul 12.30 WIB

Keynote Speech K.H. Masdar F. Mas’udi
Pemilu masih jauh dari yang diharapkan. Sesungguhnya secara konsep
normatif, negara ini sudah memiliki hal yang ideal, tetapi disparitas antara
yang riil dan ideal masih besar.
NU sudah memutuskan Pancasila dan UUD 1945 sudah final, tinggal
konsentrasi mengimplementasikan nilai-nilai ideal itu dalam kenyataan,
termasuk norma-norma kepemiluan.
Distorsi di lapangan dalam pemilu misalnya money politic yang menjadi
problem utama.
Komitmen dan kepedulian bersama adalah menjadikan pemilu yang secara
riil bermartabat dan melahirkan pemimpin yang baik.
Sesungguhnya berdasarkan prasangka baik, semua orang punya nurani dan
ketika memilih orang sesuai dengan prosedur dan peraturan perundangundangan, yang dilakukan tinggal mengawal saja agar konsep yang dibawa
oleh pemimpin dapat terwujud.
Pemilu yang baik dan jurdil hanya satu langkah, selebihnya adalah

pengawalan hasil pemilu itu sendiri. Semua calon sudah diseleksi melalui
berbagai prosedur, tetapi distorsi masih terjadi. Pemilihan di tingkat
kades/lurah pun tidak lepas dari tindakan-tindakan yang tidak semestinya.
Yang lebih penting adalah mengawal kepentingan kepemimpinan agar dapat
mewujudkan komitmen yang telah disepakati bersama, tidak hanya
mengawal pemilunya saja.
Pemilu seringkali terjebak pada formalisme dan hasilnya sampah. Oleh
karena itu, perlu diintegrasikan pegiat pemilu, pemantau dan pengawas
pemilu di setiap pemilihan sampai terpilihnya pemimpin, jangan sampai

terjadi distorsi. Sebenarnya yang menjadi pengawas sejati adalah nurani
sendiri. Rakyat harus belajar berpemilu yang bersih dimulai dari pemilu
tingkat paling bawah. kalau dari awal belajar sudah kotor, maka bisa saja
menganggap hal yang kotor itu sebagai hal yang biasa.
Pemilu yang jurdil merupakan keniscayaan. Asumsi money politic, karena
rakyat miskin sehingga suara bisa dibeli. Kemiskinan biasanya berkelindan
dengan tindakan-tindakan rendah. Pegiat pemilu perlu menjadikan pemilih
itu bersih sehingga dapat menjadikan pemilu yang bersih.

Pemaparan Naskah Akademik oleh Kurniawan Zein

Masyarakat Sipil menyusun Buku Kodifikasi Undang-Undang Pemilu
berdasarkan adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang terkait
dengan pemilu legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan pilkada.
Undang-Undang Pemilu seharusnya punya sifat yang koheren, lestari, tidak
parsial, applicable untuk melakukan pendidikan politik, sehingga masyarakat
sipil menawarkan kepada pemerintah Kodifikasi Undang-Undang Pemilu.
Naskah akademik dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011.
Elemen dasar Kodifikasi Undang-Undang Pemilu:
1. Asas Pemilu
2. Tujuan Pemilu
3. Prinsip Penyelenggaraan Pemilu
Masyarakat sipil berhasil menyusun 8 Buku:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

Ketentuan Umum
Aktor
Sistem Pemilu
Pelaksanaan
Penegakan Hukum
Partisipasi Masyarakat
Ketentuan Sanksi
Ketentuan Lainnya.

Asas pemilu: langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil, khususnya
berlaku dalam pemungutan dan penghitungan suara.
Prinsip penyelenggaraan pemilu

1. Pemilu Nasional (Presiden, DPR, DPD)
2. Pemilu Daerah (Kepala Daerah dan DPRD)
Tujuan Pemilu
1. Proses  berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil

2. Hasil  terpilih Presiden, DPR, DPD, Gubernur, DPRD Provinsi,
Bupati/Walikota, DPRD Kabupaten/Kota
Variabel Sistem Pemilu
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Waktu penyelenggaraan
Besaran Daerah pemilihan: 3-6 kursi
Metode Pencalonan
Metode Pemberian Suara: memilih calon
Ambang batas 1%
Formula perolehan kursi: Divisor St Lague atau webster
Penetapan calon terpilih: suara terbanyak

Prinsip penyelenggaraa pemilu

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Penyusunan peraturan
Perencanaan dan penganggaran
Persiapan
Pelaksanaan
Pengawasan
Penegakan hukum
Pelaporan dan Evaluasi

Penegakan Hukum:
1. Pelanggaran (kode etik, pelanggaran administrasi, tindak pidana
pemilu)
2. Perselisihan (perselisihan administrasi dan perselisihan hasil)


Penyelesaian Perselisihan Pemilu oleh Titi Anggraini
Rekayasa sistem pemilu yang baik dan demkratis:
1. Rekayasa perundang-undangan yang mampu melahirkan konsep
pemilu yang menjamin pemilu bersih, dan
2. Rekayasa market pemilu, yang mengkondisikan pemilih yang taat
hukum.

Salah satu standar Internasional pemilu demokratis adalah kepatuhan dan
penegakan hukum pemilu.
Kerangka hukum harus menyediakan mekanisme efektif dan baik bagi
kepatuhan hukum dan penegakan hak-hak sipil.
Elemen sistem keadilan pemilu (electoral justice)
1. Pencegahan
2. Sistem penyelesaian sengketa pemilu (korektif dan punitif)
3. Penyelesaian sengketa pemilu alternatif.
Keadilan pemilu muncul sebagai paradigma untuk menegakkan hak pilih
warga negara.
Jika hak pilih warga negara termanipulasi oleh peserta pemilu atau
penyelenggara pemilu maka keadilan pemilu harus mengembalikan hak pilih

tersebut.
Prinsip-prinsip penyelesaian sengketa dan masalah hukum pemilu
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pengaturan yang transparan, jelas dan sederhana
Mekanisme yang efektif dan komprehensif
Bebas dan biaya wajar
Kerangka hukum dan peradilan cepat
Hak-hak untuk pembelaan atau mendengar dalam proses hukum
Ketepatan waktu penegakan hukum dan keputusan
Konsistensi dalam penafsiran dan penerapan hukum pemilu

Seven Standar EDR
1. Hak untuk memperoleh pemulihan pada keberatan dan sengketa

pemilu
2. Sebuah rezim standar dan prosedur pemilu yang didefinisikan secara
jelas
3. Arbiter yang tidak memihak dan memiliki pengetahuan
4. Sebuah sistem peradilan yang mampu menyelesaian putusan dengan
cepan
5. Penentuan beban pembuktian dan standar bukti yang jelas
6. Ketersediaan tindakan perbaikan yang berarti dan efektif
7. Pendidikan yang efektif bagi para pemangku kepentingan.
5 Masalah hukum pemilu:
1. 3 Pelanggaran (kode etik, administrasi, tindak pidana)
2. 2 Peselisihan (administrasi dan hasil)

Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah:
1.
2.
3.
4.
5.


Menyeimbangkan beban penyelenggaraan
Menghemat anggaran negara
Menekan biaya politik tinggi
Menghindari konflik partai berkelanjutan
Mendorong pemilih bersikap rasional

Penyelesaian perselisihan administrasi:
1. Sidang sanggahan: KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/kota  Partai
politik dan calon mengajukan sanggahan atas keputusan KPU, KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/kota yang merugikan; KPU, KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/kota menggelar sidang sanggahan dan memutus
dalam 2 hari.
2. Sidang Perselisihan: Majelis Adhoc Pemilu di MA dan Pengadilan Tinggi
 partai politik atau calon yang tidak puas atas keputusan sanggahan
mengajukan gugatan perselisihan ke majelis hakim adhoc pemilu.
Perselisihan hasil pemilu nasional dan pemilu daerah diselesaikan oleh MK
Majelis Hakim Adhoc Pemilu di Pengadilan Tinggi terdiri atas 1 hakim karier
dan 2 hakim non karier.
Semua kasus perselisihan administrasi harus selesai sebelum pemungutan
suara. Setelah pemungutan suara menjadi ranah Mahkamah Konstitusi.


Pelanggaran dan Sengketa Pemilu dan Penyelesaiannya oleh Prof.
Dr. Topo Santoso, SH, MH
Buku 1 s.d. 8 mencakup hal yang sangat penting dalam pemilu di Indonesia.
Kodifikasi akan membantu banyak pihak, baik penyelenggara, peserta
pemilu, penegak hukum. Kodifikasi berisi seluruh rules of the game, sehingga
mendukung agar draf Kodifikasi ini dibahas oleh Pemerintah dan DPR.
Lembaga terkait pemilu: KPU, Bawaslu, DKPP, sistem peradilan pidana, PTUN,
Mahkamah Konstitusi.
Penyelesaian perselisihan pemilu merupakan isu penting karena membawa
dampak suatu pemilu dikatakan free and fair.

Adanya pelanggaran pemilu bukan menunjukkan kelemahan sistem pemilu,
justru merupakan bagian dari penyelesaian kasus. Sengketa pemilu adalah
sesuatu yang melekat pada pemilu.
Penanganan tindak pidana pemilu yang dibatasi waktunya bisa menjadikan
faktor orang lolos dari sanksi karena telah lewat waktu.
Tiga isu fundamental dalam penyelesaian sengketa pemilu:
1. Validitas hasil pemilu
2. Tindakan administratif penyelenggara pemilu untuk mengkoreksi

masalah sehingga memulihkan hak yang dilanggar
3. Penuntutan pidana terhadap mereka yang melakukan tindak pidana
pemilu.
Tidak ada kode etik penyelenggara di negara-negara Skandinavia karena
penyelenggara pemilu sangat menghargai reputasi sebagai tokoh. Di
Indonesia soal kode etik penyelenggara masih bermasalah sehingga ada
DKPP.
Jenis pelanggaran/sengketa:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pelanggaran administrasi pemilu
Pelanggaran pidana pemilu
Pelanggaran kode etik
Perselisihan hasil pemilu
Sengketa hukum lainnya
Sengketa dalam proses

Pengawasan Dana Politik oleh Donal Faris
Isu ini menjadi salah satu aspek yang cenderung terabaikan.
Dana politik:
1. Rezim pemilu: dana kampanye, money politic, candidacy buying
2. Rezim di luar pemilu: Keuangan partai politik, iuran anggota partai,
sumbangan eksternal, bantuan APBN dan APBD.
Problem integritas pemilu:
1. Maraknya praktek politik transaksional negatif (politik uang)
2. Dana Kampanye haram sebagai modal politik

3. Penggunaan fasilitas
pemenangan.

negara

dan

daerah

sebagai

instrumen

Politik uang menggerus pemilu sebagai sesuatu yang ideal.
Pengertian politik uang (Edward Aspinal, Daniel Bumke)
1. Vote buying
2. Vote broker
3. Korupsi Politik.
Politik uang dari pemilu ke pemilu
-

1999:
2004:
2009:
2014:

62 kasus
113 kasus
150 kasus
313 kasus

Adanya ambang batas dalam pengajuan permohonan sengketa hasil pilkada
menjadikan MK seolah menutup mata bahwa kasus politik uang itu masif dan
terstruktur.
Pilkada seharusnya masuk dalam rejim pemilu.
Problem dana kampanye di Indonesia:
1.
2.
3.
4.

Buruknya aspek kepatuhan dalam laporan
Manipulasi penerimaan
Manipulasi pencatatan belanja
Audit yang lemah (hanya 30 hari)  seharusnya tidak dibatasi, psot
election masih bisa diproses hingga 1-2 tahun.

Keuangan Partai Politik
1. Iuran anggota
2. Sumbangan yang sah menurut hukum
3. Bantuan keuangan dari APBN/APBD
Problem Keuangan Partai:
1. Partai masih tertutup
2. Laporan keuangan masih bersifat administratif
3. Penerimaan dana dari sumber illegal
Dikotomi Dana Politik:

1. Rezim pemilu
2. Rezim di luar pemilu
Rekomendasi:
1. Dana politik harus diintegrasikan walaupun dalam rezim yang berbeda,
karena keduanya saling berkaitan
2. Perlu lembaga dan kewenangan khusus untuk melakukan pengawasan
keduanya  Bawaslu
3. Pintu masuk terhadap hal tersebut bisa melalui Kodifikasi UndangUndang Pemilu dan Revisi Undang-Undang Partai Politik.

Kelembagaan Penegakan Hukum Pemilu oleh Masykuruddin Hafidz
Demokrasi Indonesia menjadi khas, karena semakin banyak lembaga yang
mengurus pemilu. Ada 3 hal mengapa pemilu selalu menarik:
1. Pemilu dijadikan alat bergerak, pemilu sebagai gerakan sosial.
2. Pemilu dijadikan sarana toleransi dan multikulturalisme
3. Pemilu sebagai wahana advokasi.
Selain punya ciri khas, Indonesia memiliki kebanggaan demokrasi
oksidentalisme pemilu.



Tanya Jawab
Wendie Razif
Masalah hukum terkait dengan pengawasan, pengawasan sulit jika partai
politik sangat besar/tidak dibatasi. Ambang batas turun menjadi 1%, padahal
inginnya dinaikkan (5%). Kalau peserta pemilu misalnya menjadi 30, surat
suara akan sangat besar sehingga akan menyulitkan pemilih.

Heri
Pendekatan hukum di dalam pemilu, harus dipikirkan aturan-aturan pemilu
sekarang sepertinya tumpul, sehingga aturan harus diubah. Sependapat
perpanjangan waktu jika terjadi perselisihan administrasi dan hasil pemilu
sehingga memberikan kesempatan seadil-adilnya bagi peserta pemilu.

Ibnu (PSHK)
Penyelesaian hasil pilkada dikembalikan kepada MK, tapi kalau bicara
konteks konstitusional, Putusan MK sudah mengeluarkan pilkada dari pemilu,
sehingga berpotensi judicial review, kecuali ada perubahan Undang-Undang
Dasar mengenai kewenangan MK. mengapa tidak dikembalikan saja ke
Mahkamah Agung. Bagaimana antisipasi apabila terjadi judicial review?

Jawaban Prof. Topo Santoso
Bukan semua persoalan administrasi dan pidana harus panjang, tetapi harus
dipilah. Untuk sengketa hasil harus diselesaikan secara cepat. Yang di jalur
lambat adalah tindak pidana pemilu, karena ada yang berkorelasi dengan
pembatalan calon. Dalam tindak pidana pemilu yang dicari adalah kebenaran
materiil.
Karena hasil pemilu adalah hal yang sangat penting, harus ada lembaga
yang menyelesaikan sengketa hasil pemilu. Jika Pilkada adalah pemilu maka
penyelesaian sengketa hasilnya di Mahkamah Konstitusi. Hukum acara harus
mengabdi pada hukum materiil, hukum acara dapat diatur dalam Peraturan
MK, yang penting adalah melindungi suara rakyat.

Jawaban Titi Anggraini
Ambang batas 1% di dalam RUU Pemilu yang diusulkan digunakan untuk:
1. Menjadi salah satu syarat kepesertaan pemilu berikutnya
2. Menjadi syarat ambang batas perolehan kursi di parlemen.
Ambang batas tidak terlalu signifikan untuk menyederhanakan sistem
kepartaian, sehingga ambang batas diturunkan menjadi 1%.
Variabel yang digunakan untuk menyederhanakan sistem kepartaian adalah
besaran daerah pemilihan diusulkan 3-6 dan metode konversi suara menjadi
kursi St Lague.
Bukan pertama kalinya MK mengoreksi putusannya sendiri. Argumentasi
Hakim MK adalah dinamis, bukan sesuatu yang statis. Alasan MK tidak mau
menangani sengketa hasil pilkada adalah trauma kasus Akil Mochtar. Dalam

pemilu serentak, MK akan lebih tertib dalam case management system.
Mengapa tidak MA? Karena ingin sinkronisasi pilkada sebagai rezim pemilu.
Mohon dorongan media agar Presiden dan DPR segera membahas UndangUndang Pemilu. Pembahasan RUU Pilkada sekarang berlarut-larut.

-o0o-