UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1960 TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 1960
TENTANG
PERJANJIAN BAGI HASIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

: bahwa perlu diadakan Undang-undang yang mengat ur perj anj ian
pengusahaan t anah dengan bagi-hasil, agar pembagian hasil
t anahnya ant ara pemilik dan penggarap dilakukan at as dasar yang
adil dan agar t erj amin pula kedudukan hukum yang layak bagi para
penggarap it u, dengan menegaskan hak-hak dan kewaj ibankewaj iban baik dari penggarapan maupun pemilik;

Mengingat

: a. pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 ayat 1 dan 3 Undang-Undang Dasar;

b. pasal 5 ayat 1 j o 20 pasal 1 Undang-undang Dasar;

Dengan perset uj uan Dewan Perwakilan Rakyat ,
Memut uskan :
Menet apkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG "PERJANJIAN BAGI HASIL.

BAB I
ARTI BEBERAPA ISTILAH.
Pasal 1.
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
a. t anah, ialah t anah yang biasanya dipergunakan unt uk penanaman bahan makanan;
b. pemilik, ialah orang at au badan hukum yang berdasarkan sesuat u hak menguasai
t anah;
c. perj anj ian bagi-hasil, ialah perj anj ian dengan nama apapun j uga yang diadakan
ant ara pemilik pada sat u f ihak dan seseorang at au badan hukum pada lain f ihak yang dalam undang-undang ini disebut "penggarap" - berdasarkan perj anj ian mana
penggarap diperkenankan oleh pemilik t ersebut unt uk menyelenggarakan usaha
pert anian diat as t anah pemilik, dengan pembagian hasilnya ant ara kedua belah
f ihak;
d. hasil t anah, ialah hasil usaha pert anian yang diselenggarakan oleh penggarap

t ermaksud dalam huruf e pasal ini, set elah dikurangi biaya unt uk bibit , pupuk,
t ernak sert a biaya unt uk menanam dan panen;
e. pet ani, ialah orang, baik yang mempunyai maupun t idak mempunyai t anah yang
mat a pencaharian pokoknya adalah mengusahakan t anah unt uk pert anian.

BAB II.
PENGGARAP

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-

Pasal 2.
(1) Dengan t idak mengurangi berlakunya ket ent uan dalam ayat 2 dan 3 pasal ini,
maka yang diperbolehkan menj adi penggarap dalam perj anj ian bagi-hasil
hanyalah orang-orang t ani, yang t anah garapannya, baik kepunyaannya sendiri
maupun yang diperolehnya secara, menyewa, dengan perj anj ian bagi-hasil
at aupun secara lainnya, t idak akan lebih dari sekit ar 3 (t iga) hekt ar.
(2) Orang-orang t ani yang dengan mengadakan perj anj ian bagi-hasil t anah
garapannya akan melebihi 3 (t iga) hekt ar, diperkenankan menj adi penggarap, j ika

mendapat izin dari Ment eri Muda Agraria at au penj abat yang dit unj uk olehnya.
(3) Badan-badan hukum dilarang menj adi penggarap dalam perj anj ian bagi-hasil ,
kecuali dengan izin dari Ment eri Muda Agraria at au penj abat yang dit unj uk
olehnya.

BAB III.
BENTUK PERJANJIAN.
Pasal 3.
(1) Semua perj anj ian bagi-hasil harus dibuat oleh pemilik dan penggarap sendiri
secara t ert ulis dihadapkan Kepala dari Desa at au daerah yang set ingkat dengan it u
t empat let aknya t anah yang bersangkut an - selanj ut nya dalam undang-undang ini
disebut "Kepala Desa" dengan dipersaksikan oleh dua orang, masing-masing dari
f ihak pemilik dan penggarap.
(2) Perj anj ian bagi-hasil t ermaksud dalam ayat 1 diat as memerlukan pengesahan dari
Camat / Kepala Kecamat an yang bersangkut an at au penj abat lain yang set ingkat
dengan it u - selanj ut nya dalam undang-undang ini disebut "Camat ".
(3) Pada t iap kerapat an desa Kepala Desa mengumumkan semua perj anj ian bagi-hasil
yang diadakan sesudah kerapat an yang t erakhir.
(4) Ment eri Muda Agraria menet apkan perat uran-perat uran yang diperlukan unt uk
menyelenggarakan ket ent uan-ket ent uan dalam ayat 1 dan 2 diat as.


BAB IV.
JANGKA WAKTU PERJANJIAN
Pasal 4.
(1) Perj anj ian bagi-hasil diadakan unt uk wakt u yang dinyat akan didalam surat
perj anj ian t ersebut pada pasal 3, dengan ket ent uan, bahwa bagi sawah wakt u it u
adalah sekurang-kurangnya 3 (t iga) t ahun dan bagi t anah-kering sekurangkurangnya 5 (lima) t ahun.
(2) Dalam hal-hal yang khusus, yang dit et apkan lebih lanj ut oleh Ment eri Muda
Agraria, oleh Camat dapat diizinkan diadakannya perj anj ian bagi-hasil dengan
j angka wakt u yang kurang dari apa yang dit et apkan dalam ayat 1 diat as, bagi
t anah yang biasanya diusahakan sendiri oleh yang mempunyainya.
(3) Jika pada wakt u berakhirnya perj anj ian bagi-hasil diat as t anah yang bersangkut an
masih t erdapat t anaman yang belum dapat dipanen, maka perj anj ian t ersebut
berlaku t erus sampai wakt u t anaman it u selesai dipanen, t et api perpanj angan
wakt u it u t idak boleh lebih dari sat u t ahun.
(4) Jika ada keragu-raguan apakah t anah yang bersangkut an it u sawah at au t anahkering, maka Kepala Desalah yang memut uskan.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-


Pasal 5.
(1) Dengan t idak mengurangi berlakunya ket ent uan dalam pasal 6, maka perj anj ian
bagi-hasil t idak t erput us karena pemindahan hak milik at as t anah yang
bersangkut an kepada orang lain.
(2) Didalam hal t ermaksud dalam ayat 1 diat as semua hak dan kewaj iban pemilik
berdasarkan perj anj ian bagi-hasil it u beralih kepada pemilik baru.
(3) Jika penggarap meninggal dunia maka perj anj ian bagi hasil it u dilanj ut kan oleh
ahli warisnya, dengan hak dan kewaj iban yang sama.
Pasal 6.
(1) Pemut usan perj anj ian bagi-hasil sebelum berakhirnya j angka wakt u perj anj ian
t ermaksud dalam pasal 4 ayat 1 hanya mungkin dalam hal-hal dan menurut
ket ent uan-ket ent uan dibawah ini :
a. at as perset uj uan kedua belah f ihak yang bersangkut an dan set elah mereka
laporkan kepada Kepala Desa;
b. dengan izin Kepala Desa at as t unt ut an pemilik, didalam hal penggarap t idak
mengusahakan t anah yang bersangkut an sebagaimana mest inya at au t idak
memenuhi kewaj ibannya unt uk menyerahkan sebagian dari hasil t anah yang
t elah dit ent ukan kepada pemilik at au t idak memenuhi bahan-bahan yang
menj adi t anggungannya yang dit egaskan didalam surat perj anj ian t ersebut

pada pasal 3 at au t anpa izin dari pemilik menyerahkan penguasaan t anah yang
bersangkut an kepada orang lain.
(2) Kepala Desa memberi izin pemut usan perj anj ian bagi-hasil yang dimaksud dalam
ayat 1 pasal ini dengan memperhat ikan pert imbangan-pert imbangan kedua belah
pihak, set elah usahanya unt uk lebih dahulu mendamaikan mereka it u t idak
berhasil.
(3) Didalam hal t ersebut pada ayat 2 pasal ini Kepala Desa menent ukan pula akibat
daripada pemut usan it u.
(4) Jika pemilik dan/ at au penggarap t idak menyet uj ui keput usan Kepala Desa unt uk
mengij inkan diput uskannya, perj anj ian sebagai yang dimaksud dalam ayat 1 pasal
ini dan/ at au mengenai apa yang dimaksud dalam ayat 3 diat as, maka soalnya
dapat diaj ukan kepada Camat unt uk mendapat keput usan yang mengikat kedua
belah f ihak.
(5) Camat melaporkan secara berkala kepada Bupat i/ Kepala Daerah Swat ant ra
t ingkat II semua keput usan yang diambilnya menurut ayat 4 pasal ini.

BAB V.
PEMBAGIAN HASIL TANAH.
Pasal 7.
(1) Besarnya bagian hasil-t anah yang menj adi hak penggarap dan pemilik unt uk t iapt iap Daerah Swat ant ara t ingkat II dit et apkan oleh Bupat i/ Kepala Daerah

Swat ant ra t ingkat II yang bersangkut an, dengan memperhat ikan j enis t anaman,
keadaan t anah, kepadat an penduduk, zakat yang disisihkan sebelum dibagi dan
f akt or-f akt or ekonomis sert a ket ent uan-ket ent uan adat set empat .
(2) Bupat i/ Kepala Daerah Swat ant ra t ingkat II memberit ahukan keput usannya
mengenai penet apan pembagian hasil-t anah yang diambil menurut ayat 1 pasal ini
kepada Badan Pemerint ah Harian dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
bersangkut an.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-

BAB VI.
KEWAJIBAN PEMILIK DAN PENGGARAP.
Pasal 8.
(1) Pembayaran uang at au pemberian benda apapun j uga kepada pemilik yang
dimaksudkan unt uk memperoleh hak mengusahakan t anah pemilik dengan
perj anj ian bagi-hasil, dilarang.
(2) Pelanggaran t erhadap larangan t ersebut pada ayat 1 pasal ini berakibat , bahwa
uang yang dibayarkan at au harga benda yang diberikan it u dikurangkan pada

bagian pemilik dari hasil t anah t ermaksud dalam pasal 7.
(3) Pembayaran oleh siapapun, t ermasuk pemilik dan penggarap, kepada penggarap
at aupun pemilik dalam bent uk apapun j uga yang mempunyai unsur-unsur ij on,
dilarang.
(4) Dengan t idak mengurangi ket ent uan pidana dalam pasal 15, maka apa yang
dibayarkan t ersebut pada ayat 3 diat as it u t idak dapat dit unt ut kembali dalam
bent uk apapun j uga.
Pasal 9.
Kewaj iban membayar paj ak mengenai t anah yang bersangkut an dilarang unt uk
dibebankan kepada penggarap, kecuali kalau penggarap it u adalah pemilik t anah yang
sebenarnya.
Pasal 10.
Pada berakhirnya perj anj ian bagi hasil, baik karena berakhirnya j angka wakt u
perj anj ian maupun karena salah sat u sebab t ersebut pada pasal 6, penggarap waj ib
menyerahkan kembali t anah yang bersangkut an kepada pemilik dalam keadaan baik.

BAB VII.
LAIN - LAIN
Pasal 11.
Perj anj ian-perj anj ian bagi hasil yang sudah ada pada wakt u mulai berlakunya undangundang ini, unt uk panen yang berikut nya harus disesuaikan dengan ket ent uanket ent uan t ersebut dalam pasal-pasal diat as.

Pasal 12.
Ket ent uan-ket ent uan dalam undang-undang ini t idak berlaku t erhadap perj anj ianperj anj ian bagi hasil mengenai t anaman keras.
Pasal 13.
(1) Jika pemilik dan/ at au penggarap t idak memenuhi at au melanggar ket ent uan
dalam surat perj anj ian t ersebut pada pasal 3 maka baik Camat maupun Kepala
Desa at as pengaduan salah sat u f ihak at aupun karena j abat annya, berwenang
memerint ahkan dipenuhi at au dit aat inya ket ent uan yang dimaksudkan it u.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-

(2) Jika pemilik dan/ at au penggarap t idak menyet uj ui perint ah Kepala Desa t ersebut
pada ayat 1 diat as, maka soalnya diaj ukan kepada Camat unt uk mendapat
keput usan yang mengikat kedua belah f ihak.
Pasal 14.
Jika pemilik t idak bersedia mengadakan perj anj ian bagi hasil menurut ket ent uanket ent uan dalam undang-undang ini, sedang t anahnya t idak pula diusahakan secara
lain, maka Camat , at as usul Kepala Desa berwenang unt uk, at as nama pemilik,
mengadakan perj anj ian bagi hasil mengenai t anah yang bersangkut an.
Pasal 15.

(1) Dapat dipidana dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 10. 000, -;
a. pemilik yang t idak memenuhi ket ent uan dalam pasal 3 at au pasal 11;
b. penggarap yang melanggar larangan t ersebut pada pasal 2;
c. barang siapa melanggar larangan t ersebut pada pasal 8 ayat 3.
(2) Perbuat an pidana t ersebut pada ayat 1 diat as adalah pelanggaran
Pasal 16.
Hal-hal yang perlu unt uk melaksanakan ket ent uan-ket ent uan undang-undang ini diat ur
oleh Ment eri Muda Agraria sendiri at au bersama dengan Ment eri Muda Pert anian.
Pasal 17.
Undang-Undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.
Agar supaya set iap orang dapat menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan
undang-undang ini dengan penempat an dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakart a,
pada t anggal 7 Januari 1960.
Presiden Republik Indonesia,
SOEKARNO.
Diundangkan
pada t anggal 7 Januari 1960,
Ment eri Muda Kehakiman,

SAHARDJO.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-6-

MEMORI PENJELASAN
MENGENAI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERJANJIAN BAGI HASIL.
PENJELASAN UMUM.

(1) Biarpun t idak disebut dengan nama yang sama, t et api perj anj ian penguasahaan
t anah dengan bagi hasil umum dij umpai di Indonesia. Dalam perj anj ian it u, yang
hukumnya berlaku sebagai ket ent uan-ket ent uan hukum adat yang t idak t ert ulis,
seseorang yang berhak at as suat u t anah, yang karena sesuat u sebab t idak dapat
mengerj akannya sendiri, t et api ingin t et ap mendapat hasilnya, memperkenankan
orang lain unt uk menyelenggarakan usaha pert anian at as t anah t ersebut , yang
hasilnya dibagi ant ara mereka berdua menurut imbangan yang dit ent ukan
sebelumnya.
Orang yang berhak mengadakan perj anj ian t ersebut menurut hukumnya yang
berlaku sekarang ini t idak saj a t erbat as pada pemilik t anah it u sendiri, t et api j uga
orang-orang lain yang mempunyai hubungan hukum t ert ent u dengan t anah yang
bersangkut an, misalnya pemegang gadai, penyewa, bahkan seorang penggarappun
- yait u f ihak kedua yang mengadakan perj anj ian bagi hasil - dalam bat as-bat as
t ert ent u berhak pula berbuat demikian.
(2) Mengenai besarnya bagian yang menj adi hak masing-masing f ihak t idak ada
keseragaman, karena hal it u t ergant ung pada j umlahnya t anah yang t ersedia,
banyaknya penggarap yang menginginkannya, keadaan kesuburan t anah, kekuat an
kedudukan pemilik dalam masyarakat set empat / sedaerah dan lain-lainnya.
Berhubung dengan kenyat aan, bahwa umumnya t anah yang t ersedia t idak banyak,
sedang j umlah orang yang ingin menj adi penggarapnya sangat besar, maka
seringkali t erpaksalah penggarap menerima syarat -syarat perj anj ian yang
memberi hak kepadanya at as bagian yang sangat t idak sesuai dengan t enaga dan
biaya yang t elah dipergunakannya unt uk mengusahakan t anah yang bersangkut an.
Lain dari pada it u perj anj ian t ersebut menunt ut hukumnya umumnya hanya
berlaku selama j angka wakt u sat u t ahun yang kemudian at as perset uj uan kedua
belah f ihak dapat dilanj ut kan lagi at au diperbaharui.
Tet api berlangsungnya perj anj ian it u umumnya hanyalah t ergant ung semat a-mat a
pada kesediaan yang berhak at as t anah, hingga bagi penggarap t idak ada j aminan
akan memperoleh t anah garapan selama wakt u yang layak. Hal inipun, kecuali
berpengaruh pada pemeliharaan kesuburan t anahnya, menj adi sebab pula
mengapa penggarap seringkali bersedia menerima syarat -syarat yang berat dan
t idak adil. Akhirnya oleh karena j arang sekali perj anj ian bagi hasil it u dilakukan
secara t ert ulis dan menurut hukumnya j uga t idak ada keharusan unt uk dibuat nya
dimuka pej abat -pej abat adat set empat , maka seringkali t erdapat keragu-raguan,
yang menimbulkan perselisihan-perselisihan ant ara pemilik dan penggarap.
(3) Dalam rangka usaha akan melindungi golongan yang ekonominya, lemah t erhadap
prakt ek-prakt ek yang sangat merugikan mereka, dari golongan yang kuat
sebagaimana halnya dengan hubungan perj anj ian bagi hasil yang diuraikan diat as,
maka dalam bidang agraria diadakanlah Undang-undang ini, yang bert uj uan
mengat ur perj anj ian bagi hasil t ersebut dengan maksud :
a. agar pembagian hasil t anah ant ara pemilik dan penggarapnya dilakukan at as
dasar yang adil dan

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-7-

b. dengan menegaskan hak-hak dan kewaj iban-kewaj iban dari pemilik dan
penggarap, agar t erj amin pula kedudukan hukum yang layak bagi para
penggarap, yang biasanya dalam perj anj ian bagi hasil it u berada dalam
kedudukan yang t idak kuat , yait u karena umumnya t anah yang t ersedia t idak
banyak, sedang j umlah orang yang ingin menj adi penggarapnya adalah sangat
besar.
c. dengan t erselenggaranya apa yang t ersebut pada a dan b diat as, maka akan
bert ambahlah kegembiraan bekerj a pada para pet ani - penggarap, hal mana
akan berpengaruh baik pada caranya memelihara kesuburan dan mengusahakan
t anahnya. Hal it u t ent u akan berpengaruh baik pula pada produksi t anah yang
bersangkut an, yang berart i suat u langkah maj u dalam melaksanakan program
akan melengkapi "sandang-pangan" rakyat . Dengan diadakannya perat uran ini
maka lembaga bagi hasil yang didalam susunan masyarakat pert anian kit a
sebagai sekarang ini pada kenyat aannya masih hidup dan mempunyai segi-segi
sosial maupun ekonomis yang t idak dapat dengan sekaligus digant i dan
dilenyapkan akan dapat dipergunakan dan dilangsungkan sesuai dengan
f ungsinya dalam masyarakat karena akan dapat diakhiri dan dicegah penyalahgunaan dalam penyelenggaraannya.
(4) Dalam pada it u perlu diinsyaf i, bahwa selama imbangan ant ara luasnya t anah
pert anian dan j umlah kaum t ani yang memerlukan t anah disement ara daerah
Jawa, Madura, Bali dan lain-lainnya belum dapat dit ingkat kan pada t ingkat an yang
layak, dengan hanya memberi ket ent uan-ket ent uan mengenai perj anj ian bagi
hasil it u saj a, t uj uan t ersebut diat as belumlah akan t ercapai. Lebih-lebih karena
lembaga bagi hasil it u baru merupakah salah sat u saj a dari bent uk-bent uk
perj anj ian pengusahaan t anah dimana golongan pet ani yang lemah t erpaksa
berhadapan dengan yang kuat .
Berhubung dengan it u maka dalam rangka dan sej alan dengan usaha unt uk
menyelenggarakan perlindungan sebagai yang dimaksudkan it u sedang dan akan
melanj ut kan t indakan-t indakan unt uk memperbaiki keadaan para pet ani yang
lemah it u. Misalnya usaha-usaha perkredit an yang disalurkan melalui Bank Tani
dan Nelayan, memberikan t anah kepada para pet ani yang belum mempunyai
t anah sendiri at au yang t anah usahanya t idak mencukupi, misalnya dengan
pembukaan t anah secara besar-besaran diluar Jawa, yang diikut i dengan
t ransmigrasi, baik secara t erat ur yang diselenggarakan oleh Jawat an Transmigrasi
maupun yang spont an.
Usaha-usaha dalam bidang indust rialisasi akan membawa perbaikan pula pada
imbangan ant ara t anah dan orang yang kami maksudkan diat as. Penet apan bat as
maksimum luas t anah yang kini sedang dif ikirkan, dibeberapa t empat / daerah akan
berart i pula bert ambahnya t anah yang t ersedia bagi para pet ani yang
dimaksudkan it u. Lain dari pada it u sering dengan keluarnya perat uran mengenai
perj anj ian bagi hasil ini dikalangan rakyat sendiri diperlukan pula adanya Undangundang t ent ang persewaan t anah, yang akan memberi perlindungan pula pada
para pet ani kecil penyewa t anah t erhadap prakt ek-prakt ek yang t idak baik dari
sement ara golongan pemilik t anah.
Hal t ersebut dipandang perlu oleh karena sewa-menyewa it u merupakan pula
bent uk perj anj ian t anah, dimana ada kemungkinan dij alankannya prakt ek-prakt ek
yang sangat merugikan golongan pet ani yang lemah.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-8-

(5) Akhirnya perlu dit egaskan, bahwa didalam menyusun perat uran mengenai bagi
hasil ini diusahakan didapat nya imbangan yang sebaik-baiknya ant ara kepent ingan
pemilik dan penggarap, karena yang menj adi t uj uan bukanlah mendahulukan
kepent ingan golongan yang sat u dari pada yang lain, t et api akan memberi dasar
unt uk mengadakan pembagian hasil t anah yang adil dan menj amin kedudukan
hukum yang layak bagi para penggarap.
Adalah bukan maksudnya akan memberi perl indungan it u sedemikian rupa hingga
keadaannya menj adi t erbalik, yait u kedudukan penggarap menj adi sangat kuat ,
t et api sebaliknya bagi yang berhak at as t anah lalu t idak ada j aminan sama sekali.
Kiranya t elah dimaklumi pula, bahwa t idaklah selalu penggarap it u ada pada f ihak
yang lemah. Tidak j arang j ust eru pemiliknya yang merupakan t ani-t ani kecil yang
memerlukan perlindungan sedang penggarapnya t ermasuk golongan yang kuat
ekonominya.
(6) Undang-undang ini akan berlaku serent ak unt uk seluruh Indonesia. Biarpun t idak
disemua daerah ada ket egangan didalam hubungan pemilik dan penggarap, t et api
dengan mendiskriminasikan berlakunya Undang-undang ini unt uk daerah sat u
dengan daerah lain, art inya diperlakukan disesuat u daerah dan didaerah lain t idak
at au menangguhkan berlakunya dikhawat irkan t imbulnya kesukaran-kesukaran
yang t erus-menerus meluas dari sat u daerah kelain daerah karena berbedabedanya perat uran. Dalam pada it u perumusan pasal yang t erpent ing dari Undangundang ini, yait u pasal 7 memberikan f lexibilit et yang cukup luas unt uk
menyesuaikan pelaksanaannya dengan keadaan-keadaan yang khusus didaerah
yang bersangkut an.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.
Pasal 1.
Huruf a.
Yang t erkena oleh ket ent uan-ket ent uan Undang-undang ini adalah t anaht anah yang biasanya dipergunakan unt uk penanaman bahan makanan,
dengan t idak dipersoalkan macam haknya. Jadi mungkin t anah milik, t anah
eigendom agraris, t anah gogolan, grant dan lain-lainnya. Tet api yang
dit anam diat as t anah it u t idak perlu mest i t iap-t iap t ahun bahan makanan,
melainkan dapat pula suat u ket ika dit anami kapas, rosella dan lain
sebagainya, asal t anaman yang berumur pendek (hubungkan dengan pasal
12). Tebu t ermasuk t anaman yang berumur pendek pula.
Huruf b.
Sesuai dengan hukumnya yang berlaku sekarang, yang berwenang unt uk
mengadakan perj anj ian bagi hasil it u t idak saj a berbat as pada para pemilik
dalam art i yang mempunyai t anah, t et api j uga para pemegang gadai
penyewa dan lain-lain orang yang berdasarkan sesuat u hak menguasai t anah
yang bersangkut an. Unt uk mempersingkat pemakaian kat a-kat a maka
mereka it u semua dalam Undang-undang ini disebut pemilik. Pemilik it u bisa
j uga merupakan badan hukum, sepert i lebih j auh dij elaskan dalam
penj elasan pasal 2.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-9-

Huruf c.
Perj anj ian pengusahaan t anah dengan bagi hasil namanya t idak sama
disemua daerah. Di Minangkabau misalnya disebut : memperduai, di
Minahasa: t oj o, di Jawa Tengah dan Timur: maro at au mert elu, di Priangan:
nengah at au j ej uron, di Lombok: nyakap.
Dalam ayat ini diberikan pula perumusan dari pada pengert ian "penggarap"
yang akan dipakai dalam Undang-undang ini. Penggarap it u, sebagaimana
halnya dengan pemilik, bisa j uga merupakan badan hukum. Hal ini akan
dij elaskan lebih lanj ut dalam pasal 2.
Huruf d.
Dengan perumusan demikian maka yang dimaksud dengan hasil t anah ialah
hasil bersih, yait u hasil kot or set elah dikurangi biaya unt uk bibit , pupuk,
t ernak dan biaya unt uk menanam (t andur) dan panen. Adapun ongkos-ongkos
unt uk pengurangan hingga didapat kan hasil bersih it u disebut kan secara
t egas sat u demi sat u unt uk menghindarkan salah t af siran, yang dapat
mengakibat kan sengket a yang t idak akan ada put us-put usnya. Biaya-biaya
yang disebut kan secara limit at ip it u akan diambil dari hasil kot or dan
diberikan kepada f ihak yang memberikan persekot unt uk it u, t anpa bunga,
yait u f ihak penggarap maupun pemilik. Ini berart i bahwa sebenarnya ongkosongkos t ersebut menj adi beban kedua belah f ihak.
Lain-lain biaya yang berupa t enaga, baik dari penggarap sendiri maupun
t enga buruh t idak t ermasuk dalam golongan biaya yang dikurangkan pada
hasil kot or, karena it u adalah "aandeel" dari pada penggarap dalam
perj anj ian bagi hasil ini. Dalam pada it u dibeberapa daerah dipergunakan
t enaga manusia unt uk membaj ak dan menggaru yang disebut "bo-wong",
misalnya didaerah Kedu.
Biaya unt uk t enaga t ersebut dapat dikurangkan dari hasil kot or.
Adapun paj ak t anah seluruhnya dibebankan pada pemilik t anah yang
sebenarnya (pasal 9). Secara f ormil maupun mat eriil kewaj iban membayar
paj ak adalah t erlet ak pada pemilik, hal mana sesuai dengan ket ent uan yang
umum berlaku sekarang ini.
Huruf e.
Perumusan mengenai pengert ian "pet ani" it u diperlukan berhubung dengan
adanya ket ent uan dalam pasal 2. Dalam pengert ian ini t ermasuk pula buruh
t ani.
Pasal 2.
Ayat 1.
Maksud diadakannya pembat asan ini ialah agar t anah- t anah garapan hanya
digarap oleh orang-orang t ani saj a (t ermasuk buruh t ani), yang akan
mengusahakannya sendiri, j uga agar sebanyak mungkin calon penggarap
dapat memperoleh t anah garapan. Dengan adanya pembat asan ini maka
dapat lah dicegah, bahwa seseorang at au badan hukum yang ekonominya
kuat akan bert indak pula sebagai penggarap dan mengumpulkan t anah
garapan yang luas dan dengan demikian akan mempersempit kemungkinan
bagi para pet ani kecil calon penggarap unt uk Memperoleh t anah garapan.
Tanah garapan seluas 3 hekt ar dipandang sudah cukup unt uk memberi bekal
akan hidup yang layak.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -

Ayat 2.
Pada azasnya seorang pet ani yang sudah mempunyai t anah garapan 3 hekt ar
t idak diperkenankan unt uk mendapat t anah garapan lagi. Ket ent uan dalam
pasal 4 ayat (2) ini dimaksud unt uk menampung hal-hal yang khusus, dengan
t idak meninggalkan garis kebij aksanaan yang t elah dilet akkan dalam ayat
(1). Misalnya didalam hal luas t anah yang melebihi 3 hekt ar it u t idak
seberapa.
Ayat 3.
Pada azasnya badan-badan hukum apapun dilarang unt uk menj adi penggarap,
karena dalam perj anj ian bagi hasil ini penggarap haruslah seorang pet ani.
Tet api adakalanya, bahwa j ust ru unt uk kepent ingan umum at au kepent ingan
desa, sesuat u badan hukum perlu diberi izin unt uk menj adi penggarap.
Misalnya suat u koperasi t ani yang ingin menj adi penggarap at as t anah- t anah
yang t erlant ar didesa-desa. Dalam hal ini hanyalah koperasi-koperasi t ani at au
desa yang akan diizinkan dan bukan badan-badan hukum lain, sebagaimanya
Perseroan Terbat as, C. V. dan lain sebagainya.
Disamping it u adakalanya j uga sesuat u badan hukum yang berbent uk Perseroan
Terbat as at au Yayasan perlu pula dipert imbangkan unt uk diberi izin menj adi
penggarap. Misalnya dalam hubungannya dengan usaha pembukaan t anah
secara besar-besaran didaerah-daerah Sumat era, Kalimant an dan lain-lainnya.
Didaerah-daerah it u masalah pembukaan t anah yang pert ama,
j adi
dalam
t ahun-t ahun yang pert ama, ialah pekerj aan yang berat , yang pada umumnya
perlu dit olong dengan t enaga-t enaga mesin, sepert i t rakt or-t rakt or dan
sebagainya. Dalam hal ini suat u perusahaan pembukaan t anah yang berbent uk
bukan koperasi, akan t et api Yayasan at au Perseroan Terbat as kiranya dapat
dipert imbangkan j uga unt uk dapat dit erima sebagai penggarap dalam bat as
wakt u yang dit ent ukan. Pengusahaan pembukaan t anah yang dimaksudkan it u
akan sangat bermanf aat , bagi pemilik t anah maupun bagi pembangunan dan
pembukaan daerah-daerah yang masih merupakan padang alang-alang at aupun
hut an belukar.
Dalam menent ukan diizinkannya at au t idak suat u badan hukum unt uk menj adi
penggarap harus diadakan pernilaian dari sudut kepent ingan desa at au
kepent ingan umum. Adapun yang memberikan izin it u ialah Ment eri Muda
Agraria at au pej abat yang dit unj uknya. Unt uk urusan koperasi sebaiknya
diberikan oleh Kepala Daerah Swat ant ra t ingkat II yang bersangkut an.
Pasal 3.
Ayat 1.
Perj anj ian yang t ert ulis t erut ama bermaksud unt uk menghindarkan keraguraguan, yang mungkin menimbulkan perselisihan mengenai hak-hak dan
kewaj iban-kewaj iban kedua belah f ihak, lamanya j angka wakt u perj anj ian dan
lain-lainnya. Hal-hal yang bersangkut an dengan pembuat an perj anj ian it u akan
diat ur oleh Ment eri Muda Agraria (ayat 3).
Ayat 2.
Agar supaya pengawasan prevent ip dapat diselenggarakan dengan sebaikbaiknya, maka perj anj ian-perj anj ian bagi hasil yang dibuat secara t ert ulis
dimuka Kepala Desa it u perlu mendapat pengesahan dari Camat dan
diumumkan dalam kerapat an desa yang bersangkut an.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -

Pasal 4.
Ayat 1.
Dengan adanya ket ent uan mengenai j angka wakt u perj anj ian sebagai yang
dit et apkan dalam pasal ini maka t erj aminlah bagi penggarap akan memperoleh
t anah garapan selama wakt u yang layak. Yang dimaksud dengan "t ahun" ialah
"t ahun t anaman", j adi bukan "t ahun kelender".
Dengan diberikannya j aminan mengenai j angka wakt u t ersebut maka penggarap
mempunyai cukup wakt u unt uk menj alankan daya-upaya unt uk mendapat hasil
sebanyak mungkin. Hal yang demikian akan membawa keunt ungan pula pada
pemilik, karena bagian yang dit erimanya j uga akan bert ambah.
Dengan mempergunakan pupuk, t erut ama pupuk hij au yang dit anam pada
t ahun pert ama, daya pupuk ini dirasakan pada t anaman t ahun kedua, dengan
ada kemungkinan masih ada pengaruhnya pada t ahun ket iga. Jangka wakt u
unt uk t anah kering lebih lama dari pada unt uk sawah oleh karena pada
umumnya keadaan t anahnha t idak sebaik t anah sawah. Oleh karena it u t ahunt ahun pert ama dipergunakan unt uk memperbaiki t anahnya dan t ahun-t ahun
berikut nya memperbaiki t anamannya. Bahkan ada t anah-t anah kering yang
perlu dikosongkan ("diberikan")lebih dulu sebelum dapat dit anami dengan hasil
baik. Adapun lamanya wakt u it u haruslah pula sedemikian rupa, agar j ika pada
t ahun-t ahun pert ama, karena bencana al am, hama, bibit t idak baik dan lain
sebagainya, penggarap masih mempunyai cukup kesempat an unt uk berusaha
memperoleh hasil yang layak. Wakt u 3 t ahun unt uk sawah dan 5 t ahun unt uk
t anah kering dipandang cukup layak sebagai bat as minimum it u.
Ayat 2.
Ket ent uan ini dimaksud unt uk menampung hal-hal yang khusus, dimana
t erpaksa harus diadakan perj anj ian yang j angka wakt unya kurang dari 3 t ahun
unt uk sawah dan 5 t ahun unt uk t anah kering. Misalnya pemilik perlu naik haj i,
sakit keras at au lain sebagainya dan hanya menghendaki mengadakan
perj anj ian unt uk sat u t ahun saj a, karena t anahnya yang biasanya
diusahakannya sendiri - pada t ahun berikut nya akan diusahakan sendiri lagi.
Ayat 3.
Didalam hal yang disebut pada ayat ini t idak perlu diadakan perj anj ian baru,
t et api cukuplah diberit ahukan kepada Kepala Desa yang bersangkut an.
Ayat 4.
Yang dimaksud dengan sawah ialah t anah yang pengusahaannya memerlukan
pengairan, oleh karenanya mempunyai pemat ang (galengan). Dalam hal-hal
yang khusus mungkin t imbul keragu-raguan apakah sesuat u bidang t anah it u
harus dimasukkan dalam golongan sawah at au t anah kering. Unt uk it u maka
diadakan ket ent uan dalam ayat ini.
Pasal 5.
Ket ent uan dalam pasal ini memberi j aminan bagi penggarap, bahwa perj anj ian
bagi hasil it u akan berlangsung selama wakt u yang t elah dit ent ukan, sungguhpun
t anahnya oleh pemilik t elah dipindahkan ket angan orang lain. Dalam pada it u bagi
pemilik baru ada kemungkinan unt uk memint a diput uskannya perj anj ian t ersebut ,
t et api t erbat as pada hal-hal dan menurut ket ent uan-ket ent uan dalam pasal 6.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -

Didalam hal pemilik meninggal dunia diperlukan pembaharuan perj anj ian dengan
pemiliknya yang baru, hal mana akan t ergant ung pada kesediaan pemilik yang
baru it u. Ahli waris penggarap yang akan melanj ut kan perj anj ian bagi hasil
sebagai yang dimaksud dalam ayat (3) harus memenuhi pula syarat -syarat yang
dit ent ukan dalam pasal 2.
Pasal 6.
Oleh karena dalam pasal 4 diadakan pembat asan minimum j angka wakt u lamanya
perj anj ian dan pula berhubungan dengan ket ent uan dalam pasal 5, maka sudah
selayaknyalah kiranya diadakan kemungkinan bagi
pemilik,
bilamana
kepent ingannya dirugikan oleh penggarap karena kelalaiannya at au perbuat annya
yang bert ent angan dengan apa yang t elah mereka set uj ui bersama pada wakt u
perj anj ian diadakan, unt uk memint a diput uskannya perj anj ian t ersebut sebelum
j angka wakt unya berakhir.
Tet api hal it u hanya berbat as pada hal-hal yang disebut kan dalam ayat (1) huruf b
saj a, yait u hal-hal yang memang bert ent angan dengan kewaj iban seorang
penggarap yang baik dan j uj ur.
Didalam ayat (1) huruf b t ersirat larangan bagi penggarap unt uk menyerahkan
penguasaan t anah yang bersangkut an kepada orang lain t anpa izin pemilik.
Larangan demikian sudah selayaknya pula, karena bagi pemilik hubungannya
dengan penggarap. merupakan hubungan yang didasarkan at as kepercayaan, yang
t idak dapat digant i dengan orang-orang lain t anpa perset uj uannya. Lain halnya
dengan ket ent uan dalam pasal 5, karena hal it u dimaksudkan sebagai j aminan
khusus bagi penggarap. Kemungkinan unt uk memut uskan perj anj ian ant ar/ wakt u
t erbuka bagi kedua belah f ihak didalam hal-hal t ersebut dalam ayat (1) huruf a.
Terhadap keput usan Kepala Desa diadakan kemungkinan banding pada inst ansi
yang lebih t inggi, yait u Camat . Dalam hal ini Camat akan dibant u oleh suat u
badan pert imbangan dalam mana akan duduk sebagai anggot a-anggot anya wakilwakil golongan f ungsionil t ani, pej abat pert anian dan pengairan.
Panit ia ini akan bert ugas memberi pert imbangan-pert imbangan kepada Camat
dalam soal-soal pengawasan dan penyelesaian perselisihan (pasal 13, 14 dan 16),
dengan t idak usah mengikat keput usan dari Camat . Panit ia it u memberikannya
kepada Camat , baik at as permint aan Camat maupun at as inisiat ip sendiri.
Pemberian keput usan oleh dua inst ansi set empat it u kiranya sudah cukup
menj amin diperolehnya put usan yang sebaik-baiknya bagi kepent ingan kedua
belah f ihak. Oleh karena it u maka kiranya t idaklah akan diperlukan lagi campur
t angan badan-badan pengadilan.
Agar supaya dapat diselenggarakan pengawasan yang sebaik-baiknya oleh inst ansi
at asan maka Camat diwaj ibkan unt uk menyampaikan laporan berkala kepada
Bupat i mengenai semua keput usan yang diambilnya menurut ayat (4).
Pasal 7.
1.

Keadaan t anah (khususnya kesuburan t anah), kepadat an penduduk dan f akt orf akt or ekonomis lainnya, yang dalam konkret onya menent ukan besar-kecilnya
bagian pemilik dan penggarap t idaklah sama disemua daerah. Berhubung
dengan it u maka t idak akan mungkin didapat kan dan dit et apkan secara umum
angka pembagian yang cocok bagi seluruh Indonesia dan yang akan dirasa adil
oleh f ihak-f ihak yang bersangkut an, sebagai yang pada hakekat nya menj adi
t uj uan ut ama dari pada penyusunan Undang- undang ini.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -

At as dasar pert imbangan it u maka dipandang lebih baik j ika penet apan bagian
pemilik dan penggarap it u dilakukan daerah demi daerah oleh inst ansi daerah
it u sendiri - yait u Bupat i/ Kepala Daerah Swat ant ra t ingkat II - yang akan
mendasarkannya pada keadaan dan f akt or-f akt or ekonomis set empat . Didalam
menet apkan angka pembagian it u Bupat i akan memint a pert imbangan
inst ansi-inst ansi lainnya yang ahli dan wakil-wakil golongan f ungsionil t ani.
Selain alasan-alasan t ersebut diat as, maka dalam Undang-undang ini t idak
dit et apkan angka imbangan yang t egas ant ara bagian pemilik dan penggarap,
karena proses perkembangan dalam masyarakat desa masih berj alan t erus,
j uga dalam hubungan-hubungan sosial.
Hingga akan sangat t idak bij aksana unt uk membendung proses t ersebut
dengan mencant umkan suat u perumusan yang kaku. Dengan perumusan yang
f lexible, yang akan dapat menampung keadaan-keadaan yang khusus daerah
demi daerah, sebagaimana halnya pasal 7 ini, maka Undang-undang ini
sekaligus dapat berlaku unt uk seluruh Indonesia.
Namun demikian Undang-undang ini memberikan sebagai pedoman imbangan
ant ara pemilik dan penggarap 1 : 1 (sat u lawan sat u), yait u unt uk padi yang
dit anam disawah.
Unt uk t anaman palawij a dan unt uk t anaman dit anah kering bagian penggarap
adalah pemilik. Unt uk daerah-daerah di mana imbangan t ersebut t elah lebih
mengunt ungkan f ihak penggarap akan t et ap.
2.

Zakat disisihkan dari hasil brut o yang mencapai nisab (yang bagi padi besarnya
14 kwint al), unt uk orang-orang yang memeluk agama Islam. ini berart i bahwa
hasil padi yang kurang dari 14 kwint al t idak dikenakan zakat .

3.

Kepala Daerah mengubah imbangan t ersebut dalam j angka wakt u 3 t ahun.

4.

Keput usan mengenai penet apan pemberian hasil t anah it u diberit ahukan oleh
Bupat i kepada Badan Pemerint ah Harian dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.

Pasal 8.
Di beberapa daerah berlaku kebiasaan, bahwa unt uk memperoleh hak akan
mengusahakan t anah dengan perj anj ian bagi hasil calon penggarap diharuskan
membayar uang at au memberikan barang sesuat u kepada pamilik yang di Jawa
Tengah disebut "sromo". Jumlah uang at au harga barang it u seringkali sangat
t inggi. Oleh karena hal it u merupakan beban t ambahan bagi penggarap, maka
pemberian "sromo" it u dilarang.
Dalam pasal ini diadakan pula ket ent uan-ket ent uan yang melarang "ij on" unt uk
melindungi penggarap maupun pemilik yang lemah. Adapun yang dimaksud dengan
unsur-unsur ij on, bahwa
a. pembayarannya dilakukan lama sebelum panen, dan
b. bunganya sangat t inggi ("woekerrent e").
Dalam pada it u perlu kiranya dit egaskan, bahwa ket ent uan dalam pasal 8 ayat (3)
dan (4) ini t idak mengurangi kemungkinan diadakannya hut ang-piut ang dikalangan
penggarap dan pemilik yang layak dan waj ar.
Pasal 9.
Sudah diuraikan dalam penj elasan pasal 1 huruf d.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -

Pasal 10.
1.

Kiranya sukar unt uk merumuskan dengan t egas, apa yang dimaksud dengan
pengert ian "keadaan baik" it u. Tet api pada umumnya dapat lah dikat akan,
bahwa t anah garapan it u harus diserahkan kembali kepada pemilik dalam
keadaan yang t idak merugikan pemilik, hal mana dalam konkret onya
t ergant ung pada keadaan dan ukuran set empat .

2.

Jika selama perj anj ian bagi hasil berlangsung t erj adi bencana alam dan/ at au
gangguan hama yang mengakibat kan kerusakan pada t anah dan/ at au
t anaman, maka sesuai dengan sif at dari pada perj anj ian bagi hasil, kerugian
at au risiko menj adi beban kedua belah f ihak bersama.

Pasal 11.
Ket ent uan ini t erut ama mengenai soal pembagian hasil t anah ant ara pemilik dan
penggarap, yang selanj ut nya harus dilakukan menurut apa yang dit et apkan oleh
Bupat i sebagai yang dimaksud dalam pasal 7. Demikian pula mengenai kewaj iban
unt uk membuat perj anj ian secara t ert ulis.
Pasal 12.
Sudah diuraikan dalam penj elasan mengenai pasal 1 huruf a.
Pasal 13.
Ket ent uan ini diperlukan unt uk mengusahakan supaya ket ent uan-ket ent uan dalam
Undang-undang ini dij alankan oleh semua f ihak sebagaimana mest inya, t anpa
mengadakan t unt ut an pidana.
Pasal 14.
Adalah hal yang sungguh t idak dapat dibenarkan, bahwa sangat bert ent angan
dengan program akan melengkapi "sandang-pangan" rakyat , j ika pemilik - hanya
karena ia t idak menyet uj ui ket ent uan-ket ent uan Undang-undang ini dan t idak
bersedia mengadakan perj anj ian bagi hasil - membiarkan t anahnya dalam keadaan
t idak diusahakan. Dengan adanya ket ent uan ini maka Camat diberi wewenang
unt uk mengambil t indakan hingga t anah-t anah yang dibiarkan kosong it u dapat
memberi hasil sebagaimana mest inya. Adapun kepent ingan dari pemilik t et ap
mendapat perhat ian, karena pengusahaan t anah-t anah it u dilakukan menurut
ket ent uan- ket ent uan dalam Undang-undang ini, dimana hak-hak dan kewaj ibankewaj iban pemilik t elah ada j aminan-j aminannya. Dengan t idak mengurangi dari
pada ket ent uan dalam pasal ini, j ika dipandangnya perlu Camat dapat pula
mengadakan perj anj ian lain at as nama pemilik.
Dalam pada it u perlu mendapat perhat ian, bahwa dalam sist im pert anian modern
guna memelihara kesuburan t anah diadakan usaha "soilconservat ion" at au
pengawet an t anah, ant ara lain dengan mengadakan rot asi penanaman pupuk hij au
at au j enis t anaman lain sebagai selingan dari penanaman bahan makan at au
bahan perdagangan. Tanah-t anah yang sedang dalam pengawet an dan rot asi
t ersebut oleh inst ansi yang bersangkut an maupun oleh rakyat sendiri, t idak
t ergolong t anah kosong at au t erlant ar dan dengan sendirinya t idak t erkena oleh
ket ent uan pasal ini. Pasal 14 t ert uj u pada pemilik, yang dengan sengaj a t anpa
alasan membiarkan t anahnya dalam keadaan t idak diusahakan.

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 15 -

Pasal 15.
Agar supaya ket ent uan-ket ent uan dalam Undang-undang ini dij alankan
sebagaimana
mest inya,
maka
Pemerint ah
mengganggap
perlu
unt uk
mencant umkan sanksi-sanksi pidana mengenai pelanggaran dari pasal-pasal yang
t ert ent u.
Biarpun kewaj iban yang dit ent ukan dalam pasal 3 dan 11 it u merupakan
kewaj iban dari pemilik dan penggarap kedua-duanya, t et api karena t it ik berat nya
t erlet ak pada pemilik, maka ancaman hukuman dit uj ukan kepadanya. Mengenai
pasal 2 keadaannya adalah sebaliknya. Ancaman hukuman denda kiranya sudah
cukup unt uk mencapai apa yang dimaksudkan.
Pasal 16.
Mat eri yang diat ur dalam Undang-undang ini selain mempunyai segi-segi yang
t erlet ak dalam bidang hukum yang menyangkut t anah - yang t ermasuk bidang
Depart emen Agraria - mempunyai pula segi-segi yang t ermasuk bidang
Depart emen Pert anian. Oleh karena it u maka perat uran-perat uran yang perlu
unt uk melaksanakan ket ent uan-ket ent uan Undang-undang ini ada yang akan
dit et apkan oleh Ment eri Muda Agraria sendiri at aupun bersama dengan Ment eri
Muda Pert anian.
Pasal 17.
Tidak memerlukan penj elasan.