Raja Telinga Keledai

Raja Telinga Keledai
Raja

Zanas

Kegemarannya

memerintah

menumpuk

dengan

harta

sewenang-wenang.

sebanyak

mungkin


yang

diperolehnya dari pajak rakyatnya. Raja Zanas selain tamak juga
seorang raja yang sangat kikir. Rakyat yang hidup sengsara tidak
sekalipun pernah dipikirkannya. Anehnya raja yang zalim itu
mempunyai kegemaran mendengarkan musik.
Padahal kata orang-orang bijak musik dapat memperhalus
perasaan. Oleh karena itu yang menyukainya akan mempunyai
perasaan yang lembut tetapi cerdas. Salah satu kegemaran Raja
Zanas

adalah

mendengarkan

tiupan

suling.

Kebetulan


di

negerinya ada seorang peniup seruling yang sangat pandai
bernama Tarajan.
Raja

Zanas

sangat

memanjakan

Tarajan

dan

kerap

mengirim peniup seruling itu ke seluruh penjuru negeri bahkan

ke luar kerajaannya untuk berlomba. Tarajan selalu jadi juara
pertama dan memperoleh hadiah-hadiah yang menggiurkan.
Sayang karena hal itu Tarajan jadi sombong dan congkak. Karena
sombongnya Tarajan mengaku dapat mengalahkan Dewa Apolo.
Seorang Dewa bangsa Yunani yang sangat menguasai seni musik.
Tarajan

mengusulkan

pada

Raja

Zanas

agar

ia

dipertandingkan dengan Apolo. Usul itu diterima dengan baik

bahkan raja merasa bangga jika Tarajan dapat mengalahkan
pemain musik dari kerajaan langit itu. Dewa Apolo yang
mendengar tantangan itu menyanggupi. Justru Dewa itu ingin
memberi

pelajaran

pada

Tarajan

dan

Raja

Zanas

yang

berkelakuan tidak lazim.

“Seandainya aku kalah biarlah aku mengabdi pada Raja
Zanas seumur hidupku. Tetapi andaikan aku yang menang aku
minta separuh kerajaanmu dan kuserahkan pada rakyatmu” kata
Dewa Apolo. Raja Zanas dan Tarajan setuju. Mereka begitu yakin
dapat mengalahkan Apolo yang tampak masih sangat muda itu.

Pada hari yang telah ditentukan pertandingan dimulai.
Seluruh rakyat tumpah ruah ke halaman Istana. Sedangkan
Dewa

Zeus

sebagai

penguasa

seluruh

khayangan


ikut

menyaksikan tanpa seorang pun yang tahu. Sebagai penantang
Tarajan dipersilakan meniup seruling terlebih dahulu. Dengan
pongah Tarajan naik ke atas podium lalu segera meniup
serulingnya. Seruling emas berbalut intan permata milik Tarajan
segera mengumandangkan lagu-lagi yang sangat merdu. Naik
turun seperti ombak. Lembut seperti angin pesisir. Bergolak
seperti ombak menerjang karang.
Semua yang mendengarkan bagaikan tersihir. Begitu
hebatnya tiupan seruling Tarajan. Raja Zanas tertawa terbahakbahak dan yakin sekali peniup serulingnya akan keluar jadi
pemenang. Tetapi Dewa Apolo tenang. Diam bagaikan patung,
tetapi bibirnya tersenyum. Pertanda kagum juga pada permainan
seruling Tarajan. Dan ketika usai sorak ssorai seperti membelah
angkasa. Tarajan berdiri berkacak pinggang dengan wajah
sangat pongah.
Ketika giliran Dewa Apolo, Dewa kesenian itu mengangkat
serulingnya dengan cantik sekali. Lembut bagaikan menimang
bayi suci. Dan ketika bibirnya mulai meniupkan sebuah lagu,
langit berpendar-pendar antara siang dan malam. Rakyat yang

menonton terhanyut dalam irama yang luar biasa indah. Dengan
mata terpejam semua menari dengan lembut sekali. Mereka pun
menyanyi sebuah lagu kedamaian yang sekonyong saja mampu
dinyanyikan. Rakyat yang jumlahnya tidak terhitung itu larut
dalam lagu-lagu dan irama yang sebelumnya tidak pernah
mereka dengarkan tetapi sangat merdu mendayu-dayu.
Akhirnya Dewa Zeus yang menampakkan diri menyatakan
Apolo sebagai pemenangnya. Dan meminta Raja Zanas seger
memberikan separuh kerajaannya pada rakyatnya. Tetapi raja
kikir itu menolakk hingga membuat Dewa Zeus marah. “Selama
kau tidak memberikan pada rakyat apa yang telah kau janjikan,
maka telingamu akan membesar setiap hari.” Kata Dewa Zeus.

Memang benar. Telinga Raja Zanas tiap hari semakin besar
hingga sangat berat dan membuatnya tidak bisa berdiri apalagi
berjalan. Jadilah ia raja bertelinga keledai. Akhirnya Raja Zanas
menyerahkan separuh kerajaannya pada rakyatnya. Dan berjanji
tidak lagi kikir dan tamak. Dewa Zeuslah saksi dari ucapannya.