Kanal Pengetahuan | Seminar Nasional : “Tantangan baru pengendalian penyakit arbovirus di Indonesia: Dengue, Chikungunya atau Zika”
STRATEGI PENGENDALIAN DAN SURVEILLANS
PENYAKIT ARBOVIROSIS
Oleh :
DIREKTUR PENCEGAHAN & PENGENDALIAN
PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK
DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN
TRISAKTI:
Mandiri di bidang ekonomi; Berdaulat di bidang
poliIk; Berkepribadian dlm budaya
9 AGENDA PRIORITAS (NAWA CITA)
Agenda ke 5: Meningkatkan kualitas Hidup Manusia
Indonesia
PROGRAM INDONESIA
PINTAR
PROGRAM INDONESIA
SEHAT
PROGRAM INDONESIA KERJA
PROGRAM INDONESIA
SEJAHTERA
RENSTRA
2015-2019
PARADIGMA
SEHAT
PENGUATAN
YANKES
KELUARGA SEHAT
JKN
D
T
P
K
NORMA PEMBANGUNAN KABINET KERJA
3 DIMENSI PEMBANGUNAN: PEMBANGUNAN MANUSIA, SEKTOR
UNGGULAN, PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN
VISI DAN MISI PRESIDEN
STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT (P2P)
(PERMENKES 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENKES)
Direktur Jenderal
Sekretaris Ditjen
Bagian Program
Dan Informasi
Direktorat
Surveilans dan Karantina
Kesehatan
Direktorat
Pencegahan dan
Pengendalian penyakit
Menular Langsung
Direktorat
Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Tular Vektor dan Zoonotik
Bagian Hukum
Organisasi dan
Humas
Bagian Keuangan
dan Barang Milik
Negara
Bagian
Kepegawaian dan
Umum
Direktorat
Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Tidak Menular
Direktorat
Pencegahan dan
Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa dan
NAPZA
Subdit
Surveilans
Subdit
Tuberkulosis
Subdit
Malaria
Subdit Penyakit Paru kronik
dan Gangguan Imunologi
Subdit
Masalah Kesehatan Jiwa Anak
dan Remaja
Subdit
Penyakit Infeksi Emerging
Subdit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA)
Subdit
Zoonosis
Subdit Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah
Subdit Masalah Kesehatan
Jiwa Dewasa dan Lanjut
Usia
Subdit Kekarantinaan
Kesehatan
Subdit HIV AIDS dan penyakit
Infeksi Menular Seksual
Subdit
Filariasis dan Kecacingan
Subdit
Penyakit Kanker dam
Pelayanan Darah
Subdit
Imunisasi
Subdit Hepatitis dan
Penyakit Infeksi Saluran
Pencernaan
SubditArbovirosis
Subdit Penyakit Diabetes
dan Gangguan Metabolik
Subdit
Subdit Vektor dan
Binatang Pembawa
Penyakit
Subdit Gangguan Indera
dan Fungsional
Penyakit Tropis Menular Langsung
Kelompok
Jabfung
Kelompok
Jabfung
Kelompok
Jabfung
Kelompok
Jabfung
Subdit Masalah
Penyalahgunaan NAPZA
Kelompok
Jabfung
TUGAS DAN FUNGSI POKOK
DIREKTORAT P2PTVZ (PERMENKES NO 64 TAHUN 2015)
• penyiapan perumusan
kebijakan
• penyiapan pelaksanaan
kebijakan
• penyiapan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan
kriteria
• penyiapan pemberian
bimbingan teknis dan
supervisi
• pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan
• pelaksanaan urusan tata
usaha dan rumah tangga
Direktorat.
Di bidang pencegahan
dan pengendalian :
1. malaria,
2. zoonosis,
3. filariasis dan
kecacingan,
4. arbovirosis,
5. vektor dan binatang
pembawa penyakit.
TANTANGAN PENYAKIT MENULAR
•
•
•
•
•
Faktor risiko penyakit semakin kompleks
Perkembangan Agent : Mutasi, resistensi, agent baru
Endemisitas, Re-emerging, New-emerging
KLB, PHEIC
Tuntutan Masyarakat : Cepat, Akurat, Transparan
PROGRAM UNGGULAN, INTERVENSI & TEROBOSAN
DIREKTORAT P2PTVZ
Program Unggulan
1. Eliminasi Malaria
2030
2. Eliminasi
Filariasis 2020
3. Penurunan
Insidens DBD
4. Eliminasi Rabies
2020
5. Pengendalian
Vektor Terpadu
(IVM)
Terobosan
1. Akselerasi,
Intensifikasi dan
Eliminasi
2. Pelaksanaan Bulan
Eliminasi Kaki Gajah
(BELKAGA)
3. Gerakan 1 rumah 1
Jumantik untuk
mencegah demam
berdarah
4. Pendekatan “One
Health”
5. Intensifikasi surveilans
vektor
Intervensi
1. Kampanye kelambu massal,
intensifikasi pengendalian,
surveilans migrasi .
2. Pemberian Obat Massal
Pencegahan (POPM) Filariasis
serentak pada total penduduk
di daerah endemis.
3. Petugas pemantau jentik di
Rumah Tangga, Instansi
Pemerintah / Swasta, Sekolah
& Tempat-tempat Umum
4. Pengendalian zoonosis multi
sektor mulai dari perencanaan,
pelaksanaan sampai evaluasi
5. Peningkatan kapasitas SDM
dan kualitas surveilans vektor.
Seluruh program ini berdampak pada penurunan AKI, AKB, Stunting,
kejadian penyakit menular dan penyakit tidak menular
LINGKUP PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN P2PTVZ
Penanganan
pada sumber,
vektor &
faktor risiko
Penanganan
pada host
(manusia)
• ↙ angka kesakitan
• ↙ risiko penularan
• ↗ akses pelayanan
• ↙ angka kesakitan
• ↙ angka kemaIan
• Pelayanan yang
efisien & efekIf
Reduksi atau
Eliminasi
PTVZ
KOORDINASI, SINERGI DAN KOLABORASI
DALAM PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PTVZ
Kemenko PMK:
• Fungsi
Koordinasi antar
K/L
• Advokasi
Kemendagri :
- Koordinasi pimpinan
daerah
- Pemenuhan kebutuhan
SDM di daerah
- PKK
LITBANG:
Dukungan peneliIan
tepat guna
KLHK :
Pengawasan Satwa Liar
Peternakan
- Penanganan sumber
- Lalin hewan
PENCEGAHAN
&
PENGENDALIAN
PTVZ
KEMENDES :
Pemberdayaan
Masyarakat
Kemendikbud:
- Peningkatan
pengetahuan melalui
anak sekolah
- UKS
- Pramuka
Perdagangan:
Pengawasan import
hewan
UNIV:
- Pemenuhan SDM
- KOMLI
- PeneliIan
Swasta:
- Forum Kab/Kota sehat
- Pemberdayaan masy
- KIE
Slide ini menggambarkan peran dari berbagai sektor dalam pencegahan
dan pengendalian pandemi
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ARBOVIROSIS
PENDAHULUAN
• Penyakit Arbovirosis masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia diantaranya: DBD,Chikungunya &
Japanese Ensefalitis
• Penyakit Arbovirosis berpotensi menimbulkan KLB terutama
pada musim penghujan.
• Faktor yang mempengaruhi penyebarannya adalah :
– Urbanisasi yg tak terkontrol seiring meningkatnya
kepadatan penduduk
– Tingkat mobilisasi yg tinggi antar daerah
– Perilaku masyarakat (kebiasaan membuang sampah
sembarang, kesadaran melakukan PSN msh rendah, dll)
– Faktor perubahan iklim
– Dan lain-lain
PENYAKIT ARBOVIROSIS
Penyakit infeksi virus yang ditularkan oleh arthropoda/
nyamuk (arthropod-borne virus)
Ada di Indonesia
Demam Berdarah Dengue
Demam Chikungunya
Japanese Encephalitis
Zika ??
Belum ada di Indonesia
Yellow Fever
West Nile Fever
O’Nyong Nyong Fever
Dsb……
LANDASAN HUKUM
PENGENDALIAN ARBOVIROSIS
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
PP No. 40 Th. 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
PP No.66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
Permenkes No. 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Permenkes No.82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular
Kepmenkes No. 581 Tahun 1992 tentang Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue
Kepmendagri No. 31-VI tahun 1994 tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Operasional Pemberantasan DBD (POKJANAL DBD)
International Health Regulations (IHR) 2005
IHR
PASAL 5 : SURVEILANS
1. SeIap negara anggota wajib meningkatkan,
mengembangkan, dan memantapkan
kemampuan untuk mendeteksi, menilai, dan
melaporkan seIap kejadian berdasarkan
peraturan ini sebagaimana tercantum pada
lampiran 1 dalam waktu sesegera mungkin
dan Idak lebih dari 5 (lima) tahun setelah
pemberlakuan IHR.
Pasal 12.
Penetapan Dan Pencabutan Status PHEIC
Dirjen WHO berdasarkan informasi yang diterima,
khususnya dari negara anggota yang mengalami
kejadian di wilayahnya, akan menentukan apakah
suatu kejadian berpotensi menimbulkan PHEIC
sesuai
dengan kriteria dan prosedur yang tertera dalam
peraturan ini.
Permenkes No 1501 Tahun 2010 Tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kolera
Pes
DBD
Campak
Polio A Baru (H1N1)
Tahun 2009
Digeri
Pertusie
Rabies
Malaria
10. H5N1
11. Anthrax
12. Leptospirosis
13. HepaIIs
14. Influenza
15. MeningiIs
16. Yellow Fever
17. Chikungunya
PERMENKES RI No 1501/MENKES/PER/X/2010
BAB IV PELAPORAN pasal 16
(1) Tenaga kesehatan atau masyarakat wajib memberikan laporan
kepada kepala desa/lurah dan puskesmas terdekat atau jejaringnya
selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak mengetahui
adanya penderita atau tersangka penderita penyakit tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Pimpinan puskesmas yang menerima laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus segera melaporkan kepada kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-lambatnya 24 (dua
puluh empat) jam sejak menerima informasi.
SITUASI PENYAKIT ARBOVIROSIS
DI INDONESIA
PERKEMBANGAN KASUS DBD
u DBD pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun
1968 di Jakarta dan Surabaya.
Total kasus : 58 kasus (Angka Kesakitan : 0,05 per
100.000 penduduk) & 24 kasus meninggal (Angka
kemaVan (CFR) : 41,3%)
u Akhir tahun 2016 tercatat 463 dari 514 kabupaten/
kota (90 %) telah terjangkit DBD.
Total kasus : 201.885 kasus (Angka Kesakitan : 77,6 per
100.000 penduduk) dengan 1.585 kasus meninggal
(Angka KemaVan : 0,79 %)
SITUASI DBD DI INDONESIA 6 TAHUN TERAKHIR
DATA
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Jumlah penderita
65.725
90.245
112.511
100.347
129.650
201.885
Jumlah kemaVan
597
816
871
907
1.071
1.585
Incidence rate
27,67
37,11
45,85
39,83
50,75
77,96
Case fatality rate
0,91
0,90
0,77
0,90
0,83
0,79
Jumlah kab/kota
terjangkit
374
415
412
431
446
463
Catatan : Data hingga 20 Februari 2017
19
IR & CFR DBD DI INDONESIA TAHUN 1968 S/D 2016
90.00
45
41.3
IR
77.96
80.00
40
71.78
68.22
CFR
70.00
35
59.02
60.00
30
50.83
50.00
40.00
36.65
35.19
23.22
8.1
10
15.28
TAHUN
2006
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
1982
1980
1978
1976
1974
1972
1970
2010
0.86
0.05
1968
5
0.8
0.90
0.79
2016
1.5
3.57
2008
10.00
2014
12.70
5.5
15
21.66
2012
20.00
20
27.67
27.09
30.00
0.00
25
45.85
0
POLA MAXIMAL MINIMAL KASUS DBD
TAHUN 2016
35000
33206
31009
30000
27233
24169
25000
21266
20160
20000
2016
18255
Maximal
15000
14879
13655
13566
12263
8492
6602
Rata2
11786
10281
10000
9494
8873
6474
5000
4836
Minimal
13169
4811
9972
10003
8526
8726
7780
7634
7604
6744
5819 4505 5359
4486
4432
4372
3913
8149
8484
7213
7877
6400
4870
5882
4837
4706
206
0
0
Okt
Nov
Des
0
Jan
Feb
Mrt
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sept
PETA ANGKA KESAKITAN DBD TAHUN 2016
Kaltara
IR DBD : > 49 per 100.000 pddk
IR DBD : 25 – 49 per 100.000 pddk
IR DBD : < 25 per 100.000 pddk
DEMAM CHIKUNGUNYA
q Demam Chikungunya : penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus chikungunya & ditularkan nyamuk Aedes
spp, dengan gejala utama:
u Demam
u Nyeri persendian/otot
u Bercak kemerahan pada kulit (ruam)
q Kata “Chikungunya” berasal dari bahasa Swahili : Yang
berubah bentuk atau jalannya membungkuk. Mengacu pada
postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat
(Arthralgia)
q D i Indonesia dilaporkan pertama kali tahun 1973 di
Samarinda dan Jakarta. Dan seterusnya menyebar ke seluruh
Indonesia
KASUS CHIKUNGUNYA DI INDONESIA
Tahun 2011 S/D 2016
16,000
14,000
12,000
10,000
8,000
Kasus
6,000
4,000
2,000
-
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Catatan : Kasus Chikungunya yang terlaporkan & kemungkinan ada kasus
yang belum terlaporkan
JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)
• Japanese Encephalitis : penyakit infeksi virus akut yg
menyerang susunan saraf pusat, disebabkan virus JE
(tergolong flavivirus), ditularkan melalui nyamuk yang dibawa
dari hewan reservoir antara lain : babi, unggas dll.
• Pertama kali ditemukan di Jepang (1871) disebut juga summer
disease.
• JE merupakan penyebab utama ensefalitis viral di Asia dgn
tingkat kematian sebesar 20%-30%, sedangkan 40%-70%
mengalami sequelae berat termasuk paralisis dan
keterbelakangan mental.
EPIDEMIOLOGI JE DI INDONESIA
• Di Indonesia banyak ditemukan di Bali, Kalimantan Barat
dan Sulawesi Utara
• Tahun 1972 à Isolasi virus JE pertama kali di Indonesia
oleh VAN PEENEN dkk pada :
Hewan babi, Nyamuk
Cx.tritaeniorhynchus, di daerah Kapuk (Jakarta Barat)
• Data yang ada sangat terbatas dan kasus masih bersifat
sporadis.
• Surveilans dilaksanakan secara sentinel
KASUS ACUTE ENCEPHALITIS SYNDROME (AES)
Hasil Surveilans Sentinel JE, Januari – Desember Th. 2016
Jumlah Sample Positif
(AES)
IgM JE Equivocal Negatif
No
Provinsi
1
BALI
226
17
38
171
2
KALBAR
15
8
0
7
3
SULUT
25
2
8
15
4
NTT
13
8
1
4
5
DKI
4
1
0
3
6
JABAR
7
DIY
35
6
10
19
8
JATENG
2
0
1
1
9
SUMUT
10
NTB
5
0
1
4
11
BATAM
1
1
0
0
TOTAL
326
43
59
224
13%
18%
PERSENTASE
Meninggal
2
1
0
0
3
7%
Keterangan
Equivocal: 3 mninggal
Positif : 3 sequele
VIRUS ZIKA
Salah satu virus dari jenis Flavivirus yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk
Nyamuk yang menjadi penular (vektor) adalah
nyamuk Aedes yang juga merupakan nyamuk
penular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
GEJALA PENYAKIT VIRUS ZIKA
demam
kulit
berbinVk
merah
sakit
nyeri
kepala
sendi
nyeri
otot
lemah
radang
selaput
lendir
mata
• Diketahui 80% orang yang terinfeksi virus Zika Idak menunjukkan
gejala, sisanya hanya menunjukkan gejala ringan berlangsung 2-7 hari &
dapat pulih kembali
• Pada beberapa kasus Zika dilaporkan adanya gangguan saraf
(neurologis)
• Belum ada pengobatan spesifik, sehingga pengobatan dimaksudkan
untuk meringankan gejala
PERKEMBANGAN VIRUS ZIKA
• Tahun 1947 : Pertama kali ditemukan Virus Zika pada air liur monyet
di Uganda melalui monitoring demam kuning (Yellow Fever)
• Tahun 1952 : Pertama kali Virus Zika dilaporkan menginfeksi manusia
di Uganda dan Tanzania
• Tahun 2007 : KLB penyakit virus Zika dilaporkan terjadi di wilayah
Pasifik (Yap)
• Tahun 2013 : KLB penyakit virus Zika dilaporkan terjadi di wilayah
Pasifik (French Polynesia)
• Tahun 2015 sampai awal 2016 Virus Zika menyebar ke 29 negara
• Di Indonesia pada Agustus 2015 Lembaga Biologi Molekuler Eijkman
melaporkan hasil temuan konfirmasi virus Zika pada satu pasien dari
103 sampel yang dinyatakan negatif dengue di Jambi
• Pada 1 Februari 2016 penyebaran virus Zika dinyatakan sebagai
PHEIC oleh WHO
HASIL IDENTIFIKASI ZIKA PADA SURVEY VEKTOR
BALAI BESAR LITBANG VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT
SURVEILANS PENYAKIT ARBOVIROSIS
KEGIATAN POKOK
Surveilans kasus & vektor
1
2
Penemuan & tatalaksana kasus
Pengendalian vektor
3
Pengendalian
Arbovirosis
4
Peningkatan peran serta masyarkt
5
6
7
8
9
SKD dan penanggulangan KLB
Penyuluhan
Kemitraan & jejaring kerja
Capacity building & penelitian
Monev
SURVEILANS PENYAKIT ARBOVIROSIS
Surveilans Penyakit Arbovirosis adalah :
Proses pengumpulan, pengolahan, analisis & interpretasi
data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara
program dan pihak/instansi terkait secara sistematis dan
terus menerus, tentang situasi penyakit arbovirosis & kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit tersebut, agar dapat dilakukan tindakan
penanggulangan secara efektif & efisien
TUJUAN SURVEILANS PENYAKIT ARBOVIROSIS
1. Memantau kecenderungan/tren penyakit
2. Deteksi dan prediksi terjadinya KLB
3. Memantau kemajuan program pencegahan dan
pengendalian penyakit
4. Menyediakan informasi u/ perencanaan program
pencegahan dan pengendalian penyakit
5. Pembuatan kebijakan pencegahan dan
pengendalian penyakit
INDIKATOR PROGRAM PENGENDALIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE
1. Renstra :
Indikator : Persentase Kab/Kota dengan IR DBD < 49/100.000 penduduk
2. RKP 2017
a. Persentase Kab/Kota yang melaksanakan Gerakan 1 Rumah 1 JumanVk
- Target 2017 : 40 %
b. Persentase Puskesmas Rawat Inap yang melaksanakan Diagnosis Dini
DBD
- Target 2017 : 40 %
3. Indikator Program :
- Incidence Rate (IR) / 100.000 penduduk
- Case Fatality Rate (CFR)
- Angka Bebas JenVk (ABJ)
MEKANISME SURVEILANS DBD
1
Surveilans Kasus
AKTIF
PASIF
laporan W2
Rumah Sakit, Puskesmas.
Berbasis Laboratorium : Sentinel RS
2
Surveilans Vektor
Kepadatan Populasi Vektor, Angka Bebas Jentik (ABJ)
3
Surveilans Iklim
• Curah Hujan, Intensitas Hujan
4
Surveilans Perilaku
Hasil Penelitian, Data Demografi dll
Early
Warning Outbreak Recognition System (EWORS).
EWORS : Suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet bertujuan
untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di
seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat
• Mapping Daerah Rawan
• Tingkat Endemisitas
• Deteksi Ancaman KLB
• Kasus Mulai Meningkat &
KLB
1.
Deteksi Dini
2. Tindakan Cepat
3. Tindakan Efektif
4. Antisipasi
SURVEILANS KASUS
1. Tool/Alat pengumpul data :
Ø Form. KD/RS-DBD untuk kasus 24 jam setelah ditegakkan
diagnosis.
Ø Form DP-DBD untuk data dasar perorangan DBD dan
penanggulangan per bulan.
Ø Form K-DBD untuk laporan bulanan penderita DBD &
program pemberantasan
Ø Form W2-DBD sebagai laporan mingguan penderita DBD
Ø Form W1 bila terjadi KLB DBD
2. Tujuan : Mengetahui endemisitas & Deteksi Dini KLB /
Wabah.
KLASIFIKASI
DF/DD
Tanda & Gejala
Laboratorium
Demam + 2 atau lebih gejala :
Leucopenia
- Sakit kepala
Trombositopenia
- Nyeri belakang bola mata
Kenaikan hematokrit
- Muka kemerahan
IgM/IgG atau NS1 pos
- Nyeri otot & tulang
- Ruam
- Tidak ada kebocoran plasma
- Manifestasi perdarahan : rumple
leed (+), Petekie, epistaksis, dll
DBD/DHF
Dengue Syok
Syndrom (DSS)
- Tanda-tanda diatas
Trombosit < 100.000
- Manifestasi perdarahan
Hematokrit ≥ 20%
- Ada kebocoran plasma
IgM/IgG atau NS1 pos
Kegagalan Sirkulasi
1. PENGOLAHAN & PENYAJIAN DATA :
- Buku catatan harian penderita DBD
- Jumlah penderita DBD per desa per minggu
- Stratifikasi desa/kelurahan (tahunan)
- Distribusi kasus per RW/dusun (tahunan)
- Penentuan musim penularan
- Kecenderungan DBD
2. PELAPORAN KE KAB/KOTA :
- Tersangka & pend DBD dlm 24 jam (So)
- KLB ( W-1 & W-2)
- Kasus/Kematian & pemberantasan (K-DBD)
- Data dasar perorangan (DP-DBD)
1. PENGOLAHAN & PENYAJIAN DATA :
- buku catatan harian penderita DBD
- jml pend DBD per kec per minggu
- stratifikasi kecamatan (tahunan)
- distribusi penderita per desa/kec (tahunan)
- penentuan musim penularan
- kecenderungan DBD
- jml pend DBD kab/kota tiap tahun
- jml pend mnrt kel umur & jenis kelamin
2. PELAPORAN KE PROVINSI :
- W-1 (jika KLB)
- W-2 (Mingguan)
- K-DBD (bulanan)
- DP-DBD (bulanan)
- Data Program DBD (tahunan)
1. PENGOLAHAN & PENYAJIAN DATA :
- Jumlah penderita DBD per Kab/kota per minggu
- Stratifikasi kab/kota (tahunan)
- Distribusi penderita per kecamatan (tahunan)
- Penentuan musim penularan
- Kecenderungan DBD
- Jumlah penderita DBD Propinsi tiap tahun
- Jumlah penderita mnrt kel umur & jenis kelamin
2. PELAPORAN KE PUSAT :
- W-1 (jika KLB)
- W-2 (mingguan)
- K-DBD : bulanan
- DP-DBD : bulanan
ALUR PELAPORAN
Ditjen P2P
(Subdit Arbovirosis)
Feedback 3 bl
Form bulanan tiap tgl 15
Dinas Kesehatan Prov
PE
Dinas Kesehatan Kab/kota
KDRS
KDRS
Surv aktif
Puskesmas
Keluarga
RS swasta
Dokter swasta/
klinik
RSUD
S0
STRATIFIKASI ENDEMISITAS
v Wilayah Endemis adalah suatu wilayah yang dalam 3 tahun
terakhir ditemukan kasus pada setiap tahunnya.
v Wilayah Sporadis adalah suatu wilayah yang dalam 3 tahun
terakhir terdapat kasus tetapi tidak setiap tahun.
v Wilayah Potensial adalah suatu wilayah yang dalam 3 tahun
terakhir tidak pernah ada kasus, tetapi persentase rumah yang
ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.
v Wilayah Bebas yaitu kecamatan/kelurahan/desa yang tidak
pernah ada kasus selama 3 tahun terakhir dan persentase
rumah yang ditemukan jentik kurang dari 5%.
Contoh : Form So (baca: es nol)
Contoh : Form KDRS
SURVEILANS SENTINEL BERBASIS LABORATORIUM
Sejak September 2014 Dit P2PTVZ (Subdit Arbovirosis)
berkolaborasi dengan Pusat BTDK Balitbangkes dan USCDC membangun sistim surveilans sentinel dengue (S3D)
Pada tahun yang sama juga telah dibangun sistem
surveilans Japanese Encephalitis (JE)
Tujuan untuk mendapatkan informasi epidemiologi & virologi
infeksi dengue dan JE sebagai dasar penentuan kebijakan
dalam pengendalian penyakit terkait.
Sistim ini dijadikan acuan untuk pengembangan surveilans
arbovirosis lainnya termasuk Zika menjadi Sistem
Surveilans Sentinel Arbovirosis (S3A)
WILAYAH SURVEILANS SENTINEL
Sentinel Surveilans Dengue :
- RSUD Wonosari, Gunung Kidul (Yogyakarta),
- RS. Kanujoso, Balikpapan (Kalimantan Timur)
- RSUD Bitung, Manado (Sulawesi Utara),
- RSUD Deli Serdang (Sumatera Utara),
- RS NTB (Nusa Tenggara Barat) dan
- RS dr. Haulussy Ambon, (Maluku)
Wilayah Surveilas Sentinel JE :
RSUP Kandou (Manado),
RSUD Soedarso (Pontianak),
RSUD Johannes (Kupang),
RSUPN Cipto Mangunkusumo (Jakarta),
RSUP Hasan Sadikin (Bandung),
RSUP Dr. Sardjito (Yogya) dan
RSUP Sanglah (Denpasar) + 9 RSUD di Bali + 14 RS Swasta di Bali
Hasil Kegiatan Sistem Surveilans Sentinel Dengue (S3D)
di 6 sentinel RS di Indonesia (15 September 2014 s/d 5 Desember 2016)
1150
1149
Denv1
950
Denv2
750
Denv3
550
Denv4
329
350
Total Spesimen
yang dilaporkan
230
177
154
134
150
75
44
16
8
-50
125
102
100
97
19 8
4
RS. Wonosari RS. Kanujoso
12 11 18 8
RS. Bitung
16 7 20 4
RS. Deli
Serdang
30
14 19 6
RS. NTB
241
31
51
2 12 13
RS. M.
Haulussy
Total
SURVEILANS VEKTOR
1. Survey Jentikà Container Index, House Index, Breateu
Index, Pupae Index, ABJ.
2. Survey nyamuk dewasa à Landing Collection, Resting
collection, Ovitrap, siklus hidup.
3. Uji kepekaan Insektisida / Uji Efikasi
4. Tujuan :
Mengetahui penyebaran, kepadatan, habitat utama,
dugaan resiko terjadinya penularan, kepekaan nyamuk thd
Insektisida, prioritas lokasi waktu pelaksanaan intervensi.
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT ARBOVIROSIS
52
INDIKATOR PROGRAM P2 ARBOVIROSIS
1. Renstra :
Indikator : Persentase Kab/Kota dengan IR DBD < 49/100.000 penduduk
2. RKP 2017
a. Persentase Kab/Kota yang melaksanakan Gerakan 1 Rumah 1
JumanVk
- Target 2017 : 40 %
b. Persentase Puskesmas Rawat Inap yang melaksanakan Diagnosis Dini
DBD
- Target 2017 : 40 %
3. Indikator Program :
- Incidence Rate (IR) < 49 / 100.000 penduduk
- Case Fatality Rate (CFR) < 1%
- Angka Bebas JenVk (ABJ) > 95%
INTERVENSI PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT
Segitiga Epidemiologi
INTERVENSI
P2P
Teori Blum
INTERVENSI PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT
FAKTOR PELAYANAN
KESEHATAN
Faktor
Perilaku
PENURUNA N
MORBIDITAS,
MORTALITAS DAN
DISABILITAS
AKIBAT PENYAKIT
FAKTOR
HEREDITER
FAKTOR
LINGKUNGAN
3 PILAR PENGENDALIAN ARBOVIROSIS
GERAKAN 1
RUMAH 1
JUMANTIK
PENGENDALIAN
DBD
VAKSINASI
PENGUATAN
DIAGNOSIS DINI &
TATALAKSANA
KASUS YANG
TEPAT
PRIORITAS PROGRAM P2 ARBOVIROSIS
1. Pengembangan & penguatan Sistem Surveilans
• Sistem Surveilans Sentinel Arbovirosis (S3A) untuk
mengetahui sirkulasi serotype virus Dengue dan
deteksi arbovirosis lain
2. Pembudayaan PSN 3M Plus melalui :
• Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik &
• Revitalisasi Pokjanal DBD
3. Peningkatan kualitas pelayanan FKTP untuk diagnosis
dini dan tata laksana kasus yang tepat
4. Pengembangan program vaksinasi DBD (saat ini telah
tersedia vaksin Dengue).
PENGUATAN SURVEILANS & TATALAKSANA KASUS
• Pengembangan surveilans berbasis laboratorium :
o Pemetaan serotype virus
o Surveilans SenVnel Dengue, Chikungunya & Zika
o Surveilans SenVnel JE
• Peningkatan kemampuan dan pemenuhan sarana
prasarana diagnosis dini di FKTP
• Penyiapan program vaksinasi JE di Bali dan vaksinasi
Dengue dengan prioritas di daerah endemis Vnggi
KEWASPADAAN DINI DBD
Upaya Kewaspadaan Dini meliputi :
Pemantauan/surveilans & upaya pencegahan
atau penanggulangan terhadap kemungkinan
peningkatan kasus/ KLB/ Wabah dan/atau
peningkatan faktor risiko
Laporan Kewaspadaan Dini : Surveilans kasus
dan faktor risiko.
PENANGGULANGAN KASUS
Upaya pemutusan rantai penularan DBD meliputi :
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan
Penanggulangan Fokus (PF)
PE àInvestigasi : identifikasi kasus dengue dan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah
penderita dan sekitar tmsk TTU radius ≥100 m
PF à pemutusan rantai penularan radius minimal
200m dengan PSN, Larvasidasi, penyuluhan &
pengabutan/pengasapan
ALUR RESPONS-TIME KASUS DBD
Penyelidikan Epidemiologi (PE) & Fogging Fokus (FF)
Dokter
Praktek
24 jam
24 jam
PE : 24 jam
KASUS
DBD
Puskesmas
DINKES
KAB/KOT
FF : 24 jam
KELUARGA
RUMAH
SAKIT
24 jam- < 7 Hr
DINKES
PROPINSI
SISTEM PENANGGULANGAN FOKUS
RUMAH SAKIT
1. Melakukan
penegakan
diagnosis &
penatalaksanaan
penderita DBD
2. Melaporkan kasus
DBD ke Dinkes
Kab/Kota &
Puskesmas dlm
waktu
PENYAKIT ARBOVIROSIS
Oleh :
DIREKTUR PENCEGAHAN & PENGENDALIAN
PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK
DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN
TRISAKTI:
Mandiri di bidang ekonomi; Berdaulat di bidang
poliIk; Berkepribadian dlm budaya
9 AGENDA PRIORITAS (NAWA CITA)
Agenda ke 5: Meningkatkan kualitas Hidup Manusia
Indonesia
PROGRAM INDONESIA
PINTAR
PROGRAM INDONESIA
SEHAT
PROGRAM INDONESIA KERJA
PROGRAM INDONESIA
SEJAHTERA
RENSTRA
2015-2019
PARADIGMA
SEHAT
PENGUATAN
YANKES
KELUARGA SEHAT
JKN
D
T
P
K
NORMA PEMBANGUNAN KABINET KERJA
3 DIMENSI PEMBANGUNAN: PEMBANGUNAN MANUSIA, SEKTOR
UNGGULAN, PEMERATAAN DAN KEWILAYAHAN
VISI DAN MISI PRESIDEN
STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT (P2P)
(PERMENKES 64 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENKES)
Direktur Jenderal
Sekretaris Ditjen
Bagian Program
Dan Informasi
Direktorat
Surveilans dan Karantina
Kesehatan
Direktorat
Pencegahan dan
Pengendalian penyakit
Menular Langsung
Direktorat
Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Tular Vektor dan Zoonotik
Bagian Hukum
Organisasi dan
Humas
Bagian Keuangan
dan Barang Milik
Negara
Bagian
Kepegawaian dan
Umum
Direktorat
Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Tidak Menular
Direktorat
Pencegahan dan
Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa dan
NAPZA
Subdit
Surveilans
Subdit
Tuberkulosis
Subdit
Malaria
Subdit Penyakit Paru kronik
dan Gangguan Imunologi
Subdit
Masalah Kesehatan Jiwa Anak
dan Remaja
Subdit
Penyakit Infeksi Emerging
Subdit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA)
Subdit
Zoonosis
Subdit Penyakit Jantung
dan Pembuluh Darah
Subdit Masalah Kesehatan
Jiwa Dewasa dan Lanjut
Usia
Subdit Kekarantinaan
Kesehatan
Subdit HIV AIDS dan penyakit
Infeksi Menular Seksual
Subdit
Filariasis dan Kecacingan
Subdit
Penyakit Kanker dam
Pelayanan Darah
Subdit
Imunisasi
Subdit Hepatitis dan
Penyakit Infeksi Saluran
Pencernaan
SubditArbovirosis
Subdit Penyakit Diabetes
dan Gangguan Metabolik
Subdit
Subdit Vektor dan
Binatang Pembawa
Penyakit
Subdit Gangguan Indera
dan Fungsional
Penyakit Tropis Menular Langsung
Kelompok
Jabfung
Kelompok
Jabfung
Kelompok
Jabfung
Kelompok
Jabfung
Subdit Masalah
Penyalahgunaan NAPZA
Kelompok
Jabfung
TUGAS DAN FUNGSI POKOK
DIREKTORAT P2PTVZ (PERMENKES NO 64 TAHUN 2015)
• penyiapan perumusan
kebijakan
• penyiapan pelaksanaan
kebijakan
• penyiapan penyusunan
norma, standar, prosedur, dan
kriteria
• penyiapan pemberian
bimbingan teknis dan
supervisi
• pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan
• pelaksanaan urusan tata
usaha dan rumah tangga
Direktorat.
Di bidang pencegahan
dan pengendalian :
1. malaria,
2. zoonosis,
3. filariasis dan
kecacingan,
4. arbovirosis,
5. vektor dan binatang
pembawa penyakit.
TANTANGAN PENYAKIT MENULAR
•
•
•
•
•
Faktor risiko penyakit semakin kompleks
Perkembangan Agent : Mutasi, resistensi, agent baru
Endemisitas, Re-emerging, New-emerging
KLB, PHEIC
Tuntutan Masyarakat : Cepat, Akurat, Transparan
PROGRAM UNGGULAN, INTERVENSI & TEROBOSAN
DIREKTORAT P2PTVZ
Program Unggulan
1. Eliminasi Malaria
2030
2. Eliminasi
Filariasis 2020
3. Penurunan
Insidens DBD
4. Eliminasi Rabies
2020
5. Pengendalian
Vektor Terpadu
(IVM)
Terobosan
1. Akselerasi,
Intensifikasi dan
Eliminasi
2. Pelaksanaan Bulan
Eliminasi Kaki Gajah
(BELKAGA)
3. Gerakan 1 rumah 1
Jumantik untuk
mencegah demam
berdarah
4. Pendekatan “One
Health”
5. Intensifikasi surveilans
vektor
Intervensi
1. Kampanye kelambu massal,
intensifikasi pengendalian,
surveilans migrasi .
2. Pemberian Obat Massal
Pencegahan (POPM) Filariasis
serentak pada total penduduk
di daerah endemis.
3. Petugas pemantau jentik di
Rumah Tangga, Instansi
Pemerintah / Swasta, Sekolah
& Tempat-tempat Umum
4. Pengendalian zoonosis multi
sektor mulai dari perencanaan,
pelaksanaan sampai evaluasi
5. Peningkatan kapasitas SDM
dan kualitas surveilans vektor.
Seluruh program ini berdampak pada penurunan AKI, AKB, Stunting,
kejadian penyakit menular dan penyakit tidak menular
LINGKUP PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN P2PTVZ
Penanganan
pada sumber,
vektor &
faktor risiko
Penanganan
pada host
(manusia)
• ↙ angka kesakitan
• ↙ risiko penularan
• ↗ akses pelayanan
• ↙ angka kesakitan
• ↙ angka kemaIan
• Pelayanan yang
efisien & efekIf
Reduksi atau
Eliminasi
PTVZ
KOORDINASI, SINERGI DAN KOLABORASI
DALAM PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PTVZ
Kemenko PMK:
• Fungsi
Koordinasi antar
K/L
• Advokasi
Kemendagri :
- Koordinasi pimpinan
daerah
- Pemenuhan kebutuhan
SDM di daerah
- PKK
LITBANG:
Dukungan peneliIan
tepat guna
KLHK :
Pengawasan Satwa Liar
Peternakan
- Penanganan sumber
- Lalin hewan
PENCEGAHAN
&
PENGENDALIAN
PTVZ
KEMENDES :
Pemberdayaan
Masyarakat
Kemendikbud:
- Peningkatan
pengetahuan melalui
anak sekolah
- UKS
- Pramuka
Perdagangan:
Pengawasan import
hewan
UNIV:
- Pemenuhan SDM
- KOMLI
- PeneliIan
Swasta:
- Forum Kab/Kota sehat
- Pemberdayaan masy
- KIE
Slide ini menggambarkan peran dari berbagai sektor dalam pencegahan
dan pengendalian pandemi
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN ARBOVIROSIS
PENDAHULUAN
• Penyakit Arbovirosis masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia diantaranya: DBD,Chikungunya &
Japanese Ensefalitis
• Penyakit Arbovirosis berpotensi menimbulkan KLB terutama
pada musim penghujan.
• Faktor yang mempengaruhi penyebarannya adalah :
– Urbanisasi yg tak terkontrol seiring meningkatnya
kepadatan penduduk
– Tingkat mobilisasi yg tinggi antar daerah
– Perilaku masyarakat (kebiasaan membuang sampah
sembarang, kesadaran melakukan PSN msh rendah, dll)
– Faktor perubahan iklim
– Dan lain-lain
PENYAKIT ARBOVIROSIS
Penyakit infeksi virus yang ditularkan oleh arthropoda/
nyamuk (arthropod-borne virus)
Ada di Indonesia
Demam Berdarah Dengue
Demam Chikungunya
Japanese Encephalitis
Zika ??
Belum ada di Indonesia
Yellow Fever
West Nile Fever
O’Nyong Nyong Fever
Dsb……
LANDASAN HUKUM
PENGENDALIAN ARBOVIROSIS
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
PP No. 40 Th. 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
PP No.66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
Permenkes No. 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang
Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
Permenkes No.82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular
Kepmenkes No. 581 Tahun 1992 tentang Pemberantasan Demam
Berdarah Dengue
Kepmendagri No. 31-VI tahun 1994 tentang Pembentukan Kelompok Kerja
Operasional Pemberantasan DBD (POKJANAL DBD)
International Health Regulations (IHR) 2005
IHR
PASAL 5 : SURVEILANS
1. SeIap negara anggota wajib meningkatkan,
mengembangkan, dan memantapkan
kemampuan untuk mendeteksi, menilai, dan
melaporkan seIap kejadian berdasarkan
peraturan ini sebagaimana tercantum pada
lampiran 1 dalam waktu sesegera mungkin
dan Idak lebih dari 5 (lima) tahun setelah
pemberlakuan IHR.
Pasal 12.
Penetapan Dan Pencabutan Status PHEIC
Dirjen WHO berdasarkan informasi yang diterima,
khususnya dari negara anggota yang mengalami
kejadian di wilayahnya, akan menentukan apakah
suatu kejadian berpotensi menimbulkan PHEIC
sesuai
dengan kriteria dan prosedur yang tertera dalam
peraturan ini.
Permenkes No 1501 Tahun 2010 Tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kolera
Pes
DBD
Campak
Polio A Baru (H1N1)
Tahun 2009
Digeri
Pertusie
Rabies
Malaria
10. H5N1
11. Anthrax
12. Leptospirosis
13. HepaIIs
14. Influenza
15. MeningiIs
16. Yellow Fever
17. Chikungunya
PERMENKES RI No 1501/MENKES/PER/X/2010
BAB IV PELAPORAN pasal 16
(1) Tenaga kesehatan atau masyarakat wajib memberikan laporan
kepada kepala desa/lurah dan puskesmas terdekat atau jejaringnya
selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak mengetahui
adanya penderita atau tersangka penderita penyakit tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Pimpinan puskesmas yang menerima laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus segera melaporkan kepada kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota selambat-lambatnya 24 (dua
puluh empat) jam sejak menerima informasi.
SITUASI PENYAKIT ARBOVIROSIS
DI INDONESIA
PERKEMBANGAN KASUS DBD
u DBD pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun
1968 di Jakarta dan Surabaya.
Total kasus : 58 kasus (Angka Kesakitan : 0,05 per
100.000 penduduk) & 24 kasus meninggal (Angka
kemaVan (CFR) : 41,3%)
u Akhir tahun 2016 tercatat 463 dari 514 kabupaten/
kota (90 %) telah terjangkit DBD.
Total kasus : 201.885 kasus (Angka Kesakitan : 77,6 per
100.000 penduduk) dengan 1.585 kasus meninggal
(Angka KemaVan : 0,79 %)
SITUASI DBD DI INDONESIA 6 TAHUN TERAKHIR
DATA
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Jumlah penderita
65.725
90.245
112.511
100.347
129.650
201.885
Jumlah kemaVan
597
816
871
907
1.071
1.585
Incidence rate
27,67
37,11
45,85
39,83
50,75
77,96
Case fatality rate
0,91
0,90
0,77
0,90
0,83
0,79
Jumlah kab/kota
terjangkit
374
415
412
431
446
463
Catatan : Data hingga 20 Februari 2017
19
IR & CFR DBD DI INDONESIA TAHUN 1968 S/D 2016
90.00
45
41.3
IR
77.96
80.00
40
71.78
68.22
CFR
70.00
35
59.02
60.00
30
50.83
50.00
40.00
36.65
35.19
23.22
8.1
10
15.28
TAHUN
2006
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
1984
1982
1980
1978
1976
1974
1972
1970
2010
0.86
0.05
1968
5
0.8
0.90
0.79
2016
1.5
3.57
2008
10.00
2014
12.70
5.5
15
21.66
2012
20.00
20
27.67
27.09
30.00
0.00
25
45.85
0
POLA MAXIMAL MINIMAL KASUS DBD
TAHUN 2016
35000
33206
31009
30000
27233
24169
25000
21266
20160
20000
2016
18255
Maximal
15000
14879
13655
13566
12263
8492
6602
Rata2
11786
10281
10000
9494
8873
6474
5000
4836
Minimal
13169
4811
9972
10003
8526
8726
7780
7634
7604
6744
5819 4505 5359
4486
4432
4372
3913
8149
8484
7213
7877
6400
4870
5882
4837
4706
206
0
0
Okt
Nov
Des
0
Jan
Feb
Mrt
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sept
PETA ANGKA KESAKITAN DBD TAHUN 2016
Kaltara
IR DBD : > 49 per 100.000 pddk
IR DBD : 25 – 49 per 100.000 pddk
IR DBD : < 25 per 100.000 pddk
DEMAM CHIKUNGUNYA
q Demam Chikungunya : penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus chikungunya & ditularkan nyamuk Aedes
spp, dengan gejala utama:
u Demam
u Nyeri persendian/otot
u Bercak kemerahan pada kulit (ruam)
q Kata “Chikungunya” berasal dari bahasa Swahili : Yang
berubah bentuk atau jalannya membungkuk. Mengacu pada
postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat
(Arthralgia)
q D i Indonesia dilaporkan pertama kali tahun 1973 di
Samarinda dan Jakarta. Dan seterusnya menyebar ke seluruh
Indonesia
KASUS CHIKUNGUNYA DI INDONESIA
Tahun 2011 S/D 2016
16,000
14,000
12,000
10,000
8,000
Kasus
6,000
4,000
2,000
-
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Catatan : Kasus Chikungunya yang terlaporkan & kemungkinan ada kasus
yang belum terlaporkan
JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)
• Japanese Encephalitis : penyakit infeksi virus akut yg
menyerang susunan saraf pusat, disebabkan virus JE
(tergolong flavivirus), ditularkan melalui nyamuk yang dibawa
dari hewan reservoir antara lain : babi, unggas dll.
• Pertama kali ditemukan di Jepang (1871) disebut juga summer
disease.
• JE merupakan penyebab utama ensefalitis viral di Asia dgn
tingkat kematian sebesar 20%-30%, sedangkan 40%-70%
mengalami sequelae berat termasuk paralisis dan
keterbelakangan mental.
EPIDEMIOLOGI JE DI INDONESIA
• Di Indonesia banyak ditemukan di Bali, Kalimantan Barat
dan Sulawesi Utara
• Tahun 1972 à Isolasi virus JE pertama kali di Indonesia
oleh VAN PEENEN dkk pada :
Hewan babi, Nyamuk
Cx.tritaeniorhynchus, di daerah Kapuk (Jakarta Barat)
• Data yang ada sangat terbatas dan kasus masih bersifat
sporadis.
• Surveilans dilaksanakan secara sentinel
KASUS ACUTE ENCEPHALITIS SYNDROME (AES)
Hasil Surveilans Sentinel JE, Januari – Desember Th. 2016
Jumlah Sample Positif
(AES)
IgM JE Equivocal Negatif
No
Provinsi
1
BALI
226
17
38
171
2
KALBAR
15
8
0
7
3
SULUT
25
2
8
15
4
NTT
13
8
1
4
5
DKI
4
1
0
3
6
JABAR
7
DIY
35
6
10
19
8
JATENG
2
0
1
1
9
SUMUT
10
NTB
5
0
1
4
11
BATAM
1
1
0
0
TOTAL
326
43
59
224
13%
18%
PERSENTASE
Meninggal
2
1
0
0
3
7%
Keterangan
Equivocal: 3 mninggal
Positif : 3 sequele
VIRUS ZIKA
Salah satu virus dari jenis Flavivirus yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk
Nyamuk yang menjadi penular (vektor) adalah
nyamuk Aedes yang juga merupakan nyamuk
penular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
GEJALA PENYAKIT VIRUS ZIKA
demam
kulit
berbinVk
merah
sakit
nyeri
kepala
sendi
nyeri
otot
lemah
radang
selaput
lendir
mata
• Diketahui 80% orang yang terinfeksi virus Zika Idak menunjukkan
gejala, sisanya hanya menunjukkan gejala ringan berlangsung 2-7 hari &
dapat pulih kembali
• Pada beberapa kasus Zika dilaporkan adanya gangguan saraf
(neurologis)
• Belum ada pengobatan spesifik, sehingga pengobatan dimaksudkan
untuk meringankan gejala
PERKEMBANGAN VIRUS ZIKA
• Tahun 1947 : Pertama kali ditemukan Virus Zika pada air liur monyet
di Uganda melalui monitoring demam kuning (Yellow Fever)
• Tahun 1952 : Pertama kali Virus Zika dilaporkan menginfeksi manusia
di Uganda dan Tanzania
• Tahun 2007 : KLB penyakit virus Zika dilaporkan terjadi di wilayah
Pasifik (Yap)
• Tahun 2013 : KLB penyakit virus Zika dilaporkan terjadi di wilayah
Pasifik (French Polynesia)
• Tahun 2015 sampai awal 2016 Virus Zika menyebar ke 29 negara
• Di Indonesia pada Agustus 2015 Lembaga Biologi Molekuler Eijkman
melaporkan hasil temuan konfirmasi virus Zika pada satu pasien dari
103 sampel yang dinyatakan negatif dengue di Jambi
• Pada 1 Februari 2016 penyebaran virus Zika dinyatakan sebagai
PHEIC oleh WHO
HASIL IDENTIFIKASI ZIKA PADA SURVEY VEKTOR
BALAI BESAR LITBANG VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT
SURVEILANS PENYAKIT ARBOVIROSIS
KEGIATAN POKOK
Surveilans kasus & vektor
1
2
Penemuan & tatalaksana kasus
Pengendalian vektor
3
Pengendalian
Arbovirosis
4
Peningkatan peran serta masyarkt
5
6
7
8
9
SKD dan penanggulangan KLB
Penyuluhan
Kemitraan & jejaring kerja
Capacity building & penelitian
Monev
SURVEILANS PENYAKIT ARBOVIROSIS
Surveilans Penyakit Arbovirosis adalah :
Proses pengumpulan, pengolahan, analisis & interpretasi
data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara
program dan pihak/instansi terkait secara sistematis dan
terus menerus, tentang situasi penyakit arbovirosis & kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
penyakit tersebut, agar dapat dilakukan tindakan
penanggulangan secara efektif & efisien
TUJUAN SURVEILANS PENYAKIT ARBOVIROSIS
1. Memantau kecenderungan/tren penyakit
2. Deteksi dan prediksi terjadinya KLB
3. Memantau kemajuan program pencegahan dan
pengendalian penyakit
4. Menyediakan informasi u/ perencanaan program
pencegahan dan pengendalian penyakit
5. Pembuatan kebijakan pencegahan dan
pengendalian penyakit
INDIKATOR PROGRAM PENGENDALIAN
DEMAM BERDARAH DENGUE
1. Renstra :
Indikator : Persentase Kab/Kota dengan IR DBD < 49/100.000 penduduk
2. RKP 2017
a. Persentase Kab/Kota yang melaksanakan Gerakan 1 Rumah 1 JumanVk
- Target 2017 : 40 %
b. Persentase Puskesmas Rawat Inap yang melaksanakan Diagnosis Dini
DBD
- Target 2017 : 40 %
3. Indikator Program :
- Incidence Rate (IR) / 100.000 penduduk
- Case Fatality Rate (CFR)
- Angka Bebas JenVk (ABJ)
MEKANISME SURVEILANS DBD
1
Surveilans Kasus
AKTIF
PASIF
laporan W2
Rumah Sakit, Puskesmas.
Berbasis Laboratorium : Sentinel RS
2
Surveilans Vektor
Kepadatan Populasi Vektor, Angka Bebas Jentik (ABJ)
3
Surveilans Iklim
• Curah Hujan, Intensitas Hujan
4
Surveilans Perilaku
Hasil Penelitian, Data Demografi dll
Early
Warning Outbreak Recognition System (EWORS).
EWORS : Suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet bertujuan
untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di
seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat
• Mapping Daerah Rawan
• Tingkat Endemisitas
• Deteksi Ancaman KLB
• Kasus Mulai Meningkat &
KLB
1.
Deteksi Dini
2. Tindakan Cepat
3. Tindakan Efektif
4. Antisipasi
SURVEILANS KASUS
1. Tool/Alat pengumpul data :
Ø Form. KD/RS-DBD untuk kasus 24 jam setelah ditegakkan
diagnosis.
Ø Form DP-DBD untuk data dasar perorangan DBD dan
penanggulangan per bulan.
Ø Form K-DBD untuk laporan bulanan penderita DBD &
program pemberantasan
Ø Form W2-DBD sebagai laporan mingguan penderita DBD
Ø Form W1 bila terjadi KLB DBD
2. Tujuan : Mengetahui endemisitas & Deteksi Dini KLB /
Wabah.
KLASIFIKASI
DF/DD
Tanda & Gejala
Laboratorium
Demam + 2 atau lebih gejala :
Leucopenia
- Sakit kepala
Trombositopenia
- Nyeri belakang bola mata
Kenaikan hematokrit
- Muka kemerahan
IgM/IgG atau NS1 pos
- Nyeri otot & tulang
- Ruam
- Tidak ada kebocoran plasma
- Manifestasi perdarahan : rumple
leed (+), Petekie, epistaksis, dll
DBD/DHF
Dengue Syok
Syndrom (DSS)
- Tanda-tanda diatas
Trombosit < 100.000
- Manifestasi perdarahan
Hematokrit ≥ 20%
- Ada kebocoran plasma
IgM/IgG atau NS1 pos
Kegagalan Sirkulasi
1. PENGOLAHAN & PENYAJIAN DATA :
- Buku catatan harian penderita DBD
- Jumlah penderita DBD per desa per minggu
- Stratifikasi desa/kelurahan (tahunan)
- Distribusi kasus per RW/dusun (tahunan)
- Penentuan musim penularan
- Kecenderungan DBD
2. PELAPORAN KE KAB/KOTA :
- Tersangka & pend DBD dlm 24 jam (So)
- KLB ( W-1 & W-2)
- Kasus/Kematian & pemberantasan (K-DBD)
- Data dasar perorangan (DP-DBD)
1. PENGOLAHAN & PENYAJIAN DATA :
- buku catatan harian penderita DBD
- jml pend DBD per kec per minggu
- stratifikasi kecamatan (tahunan)
- distribusi penderita per desa/kec (tahunan)
- penentuan musim penularan
- kecenderungan DBD
- jml pend DBD kab/kota tiap tahun
- jml pend mnrt kel umur & jenis kelamin
2. PELAPORAN KE PROVINSI :
- W-1 (jika KLB)
- W-2 (Mingguan)
- K-DBD (bulanan)
- DP-DBD (bulanan)
- Data Program DBD (tahunan)
1. PENGOLAHAN & PENYAJIAN DATA :
- Jumlah penderita DBD per Kab/kota per minggu
- Stratifikasi kab/kota (tahunan)
- Distribusi penderita per kecamatan (tahunan)
- Penentuan musim penularan
- Kecenderungan DBD
- Jumlah penderita DBD Propinsi tiap tahun
- Jumlah penderita mnrt kel umur & jenis kelamin
2. PELAPORAN KE PUSAT :
- W-1 (jika KLB)
- W-2 (mingguan)
- K-DBD : bulanan
- DP-DBD : bulanan
ALUR PELAPORAN
Ditjen P2P
(Subdit Arbovirosis)
Feedback 3 bl
Form bulanan tiap tgl 15
Dinas Kesehatan Prov
PE
Dinas Kesehatan Kab/kota
KDRS
KDRS
Surv aktif
Puskesmas
Keluarga
RS swasta
Dokter swasta/
klinik
RSUD
S0
STRATIFIKASI ENDEMISITAS
v Wilayah Endemis adalah suatu wilayah yang dalam 3 tahun
terakhir ditemukan kasus pada setiap tahunnya.
v Wilayah Sporadis adalah suatu wilayah yang dalam 3 tahun
terakhir terdapat kasus tetapi tidak setiap tahun.
v Wilayah Potensial adalah suatu wilayah yang dalam 3 tahun
terakhir tidak pernah ada kasus, tetapi persentase rumah yang
ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.
v Wilayah Bebas yaitu kecamatan/kelurahan/desa yang tidak
pernah ada kasus selama 3 tahun terakhir dan persentase
rumah yang ditemukan jentik kurang dari 5%.
Contoh : Form So (baca: es nol)
Contoh : Form KDRS
SURVEILANS SENTINEL BERBASIS LABORATORIUM
Sejak September 2014 Dit P2PTVZ (Subdit Arbovirosis)
berkolaborasi dengan Pusat BTDK Balitbangkes dan USCDC membangun sistim surveilans sentinel dengue (S3D)
Pada tahun yang sama juga telah dibangun sistem
surveilans Japanese Encephalitis (JE)
Tujuan untuk mendapatkan informasi epidemiologi & virologi
infeksi dengue dan JE sebagai dasar penentuan kebijakan
dalam pengendalian penyakit terkait.
Sistim ini dijadikan acuan untuk pengembangan surveilans
arbovirosis lainnya termasuk Zika menjadi Sistem
Surveilans Sentinel Arbovirosis (S3A)
WILAYAH SURVEILANS SENTINEL
Sentinel Surveilans Dengue :
- RSUD Wonosari, Gunung Kidul (Yogyakarta),
- RS. Kanujoso, Balikpapan (Kalimantan Timur)
- RSUD Bitung, Manado (Sulawesi Utara),
- RSUD Deli Serdang (Sumatera Utara),
- RS NTB (Nusa Tenggara Barat) dan
- RS dr. Haulussy Ambon, (Maluku)
Wilayah Surveilas Sentinel JE :
RSUP Kandou (Manado),
RSUD Soedarso (Pontianak),
RSUD Johannes (Kupang),
RSUPN Cipto Mangunkusumo (Jakarta),
RSUP Hasan Sadikin (Bandung),
RSUP Dr. Sardjito (Yogya) dan
RSUP Sanglah (Denpasar) + 9 RSUD di Bali + 14 RS Swasta di Bali
Hasil Kegiatan Sistem Surveilans Sentinel Dengue (S3D)
di 6 sentinel RS di Indonesia (15 September 2014 s/d 5 Desember 2016)
1150
1149
Denv1
950
Denv2
750
Denv3
550
Denv4
329
350
Total Spesimen
yang dilaporkan
230
177
154
134
150
75
44
16
8
-50
125
102
100
97
19 8
4
RS. Wonosari RS. Kanujoso
12 11 18 8
RS. Bitung
16 7 20 4
RS. Deli
Serdang
30
14 19 6
RS. NTB
241
31
51
2 12 13
RS. M.
Haulussy
Total
SURVEILANS VEKTOR
1. Survey Jentikà Container Index, House Index, Breateu
Index, Pupae Index, ABJ.
2. Survey nyamuk dewasa à Landing Collection, Resting
collection, Ovitrap, siklus hidup.
3. Uji kepekaan Insektisida / Uji Efikasi
4. Tujuan :
Mengetahui penyebaran, kepadatan, habitat utama,
dugaan resiko terjadinya penularan, kepekaan nyamuk thd
Insektisida, prioritas lokasi waktu pelaksanaan intervensi.
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT ARBOVIROSIS
52
INDIKATOR PROGRAM P2 ARBOVIROSIS
1. Renstra :
Indikator : Persentase Kab/Kota dengan IR DBD < 49/100.000 penduduk
2. RKP 2017
a. Persentase Kab/Kota yang melaksanakan Gerakan 1 Rumah 1
JumanVk
- Target 2017 : 40 %
b. Persentase Puskesmas Rawat Inap yang melaksanakan Diagnosis Dini
DBD
- Target 2017 : 40 %
3. Indikator Program :
- Incidence Rate (IR) < 49 / 100.000 penduduk
- Case Fatality Rate (CFR) < 1%
- Angka Bebas JenVk (ABJ) > 95%
INTERVENSI PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT
Segitiga Epidemiologi
INTERVENSI
P2P
Teori Blum
INTERVENSI PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT
FAKTOR PELAYANAN
KESEHATAN
Faktor
Perilaku
PENURUNA N
MORBIDITAS,
MORTALITAS DAN
DISABILITAS
AKIBAT PENYAKIT
FAKTOR
HEREDITER
FAKTOR
LINGKUNGAN
3 PILAR PENGENDALIAN ARBOVIROSIS
GERAKAN 1
RUMAH 1
JUMANTIK
PENGENDALIAN
DBD
VAKSINASI
PENGUATAN
DIAGNOSIS DINI &
TATALAKSANA
KASUS YANG
TEPAT
PRIORITAS PROGRAM P2 ARBOVIROSIS
1. Pengembangan & penguatan Sistem Surveilans
• Sistem Surveilans Sentinel Arbovirosis (S3A) untuk
mengetahui sirkulasi serotype virus Dengue dan
deteksi arbovirosis lain
2. Pembudayaan PSN 3M Plus melalui :
• Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik &
• Revitalisasi Pokjanal DBD
3. Peningkatan kualitas pelayanan FKTP untuk diagnosis
dini dan tata laksana kasus yang tepat
4. Pengembangan program vaksinasi DBD (saat ini telah
tersedia vaksin Dengue).
PENGUATAN SURVEILANS & TATALAKSANA KASUS
• Pengembangan surveilans berbasis laboratorium :
o Pemetaan serotype virus
o Surveilans SenVnel Dengue, Chikungunya & Zika
o Surveilans SenVnel JE
• Peningkatan kemampuan dan pemenuhan sarana
prasarana diagnosis dini di FKTP
• Penyiapan program vaksinasi JE di Bali dan vaksinasi
Dengue dengan prioritas di daerah endemis Vnggi
KEWASPADAAN DINI DBD
Upaya Kewaspadaan Dini meliputi :
Pemantauan/surveilans & upaya pencegahan
atau penanggulangan terhadap kemungkinan
peningkatan kasus/ KLB/ Wabah dan/atau
peningkatan faktor risiko
Laporan Kewaspadaan Dini : Surveilans kasus
dan faktor risiko.
PENANGGULANGAN KASUS
Upaya pemutusan rantai penularan DBD meliputi :
Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan
Penanggulangan Fokus (PF)
PE àInvestigasi : identifikasi kasus dengue dan
pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah
penderita dan sekitar tmsk TTU radius ≥100 m
PF à pemutusan rantai penularan radius minimal
200m dengan PSN, Larvasidasi, penyuluhan &
pengabutan/pengasapan
ALUR RESPONS-TIME KASUS DBD
Penyelidikan Epidemiologi (PE) & Fogging Fokus (FF)
Dokter
Praktek
24 jam
24 jam
PE : 24 jam
KASUS
DBD
Puskesmas
DINKES
KAB/KOT
FF : 24 jam
KELUARGA
RUMAH
SAKIT
24 jam- < 7 Hr
DINKES
PROPINSI
SISTEM PENANGGULANGAN FOKUS
RUMAH SAKIT
1. Melakukan
penegakan
diagnosis &
penatalaksanaan
penderita DBD
2. Melaporkan kasus
DBD ke Dinkes
Kab/Kota &
Puskesmas dlm
waktu