Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di Kab. Lampung Selatan dan Lampung Timur, Provinsi Lampung

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL LOGAM
DI DAERAH KAB. LAMPUNNG TIMUR DAN KAB. LAMPUNG SELATAN,
PROVINSI LAMPUNG
Oleh : Kisman dan Deddy T. Sutisna
Sub Dit. Mineral Logam
SARI
Inventarisasi dan evaluasi sumber daya mineral logam dilakukan di daerah Kabupaten
Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Kegiatan difokuskan pada
logam besi, sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan pasokan bahan baku besi pada saat
ini.
Bijih besi yang terdiri dari magnetit dan hematit ditemukan di bagian tengah Lembar
Tanjungkarang, terpusat di Pematang Burhan dan Pematang Kawat di sekitar kampung Lematang
(Andi Mangga S., dkk., 1994). Kemungkinan bijih besi tersebut terbentuk sebagai endapan di
dalam batuan malihan Kompleks Gunungkasih. Terobosan dasit Ranggal di dekatnya,
merupakan sumber cairan panas yang mengandung mineral pembawa besi.
Terdapat dua jenis endapan bijih besi yang berbeda di daerah penyelidikan, daerah
Mengandung Sari dan Negerikaton Lampung Timur, umumnya merupakan zona bijih besi laterit
yang merupakan hasil pelapukan dari batuan beku basal yang bersifat basa. Pembentukan bijih
besi laterit ditandai dengan adanya lapisan tipis besi limonitik pada bagian atas. Kadar rata-rata
tanah laterit dari pemboran adalah 12,05%Fe, dengan sumber daya hipotetik di daerah
Mengandung Sari 1.956.562,5 ton bijih Fe. Sumberdaya hipotetik besi laterit jenis ferricrete di

daerah Negerikaton 553.017,5 ton bijih Fe dengan kadar 43,83%Fe.
Bijih besi primer di Lampung Selatan (Tanjung Senang, Burhan, Sabah Balau dan Gebang)
batuan intrusinya adalah granodiorit, yang nampak tersingkap adalah batugamping sisipan pada
Formasi Lampung yang sebagian telah mengalami metamorfosis menjadi kwarsit. Bijih besi itu
sendiri terjebak dalam batuan gneisik dari kwarsit, sehingga daerah ini dikategorikan sebagai
endapan tipe skarn (Kursten M, 1962). Bijih besi di Tanjung Senang I, berkadar 54,03% 63,14%Fe, sumber daya hipotetiknya 1.364.250 ton bijih Fe; di Tanjung Senang II, berkadar
63,88%Fe - 65,92%Fe, sumber daya hipotetiknya 3.200.250ton bijih Fe; di Gunung Waja,
berkadar 47,91%Fe, sumber daya hipotetiknya 199.179,48 ton Fe dan di Sabah Balau, berkadar
55,05%Fe - 59,47%Fe, dengan sumber daya hipotetiknya 6.375.000 ton bijih Fe.
ABSTRACT
Inventory and evaluation of mineral resources has been done in the West Lampung Regency
and South Lampung Regency, the Province of Lampung. In accordance with the world demand of
iron ore, the inventory foccuse on the iron distribution.
Magnetite and hematite iron ore distribute in center part of Tanjungkarang Quadrangle,
concentrated in Pematang Burhan and Pematang Kawat in the Lematang village (Andi Mangga
S., dkk., 1994). Probably, the iron ore formed in metamorfic rock Gunung Kasih complex. Ranggal
intrusion, with dacitic composition tend to be act as heat source in forming of iron minerals.
Two type of iron ore has been forms : lateritic iron ore and primary magnetite and hematite
iron ore. Lateritic iron ore has been found in the Mangandung Sari districts and Negerikaton
village in East Lampung Regency. Basaltic rock tend to be source of lateritic iron ore, thin layer

limonitic of iron oxide form in the upper part of the weathering profile.
The average grade of lateritic soil as the results of hand auger in Mengandung Sari
12,05%Fe, 1.956.562,5 tons lateritic iron ore (Hypotetic Resources). Mean while the Ferricrete
iron in Negerikaton shows 553,017,5 tons (Hypotetic Resources) of 43,83%Fe total.

Primary iron ore of South Lampung (Tanjung Senang, Burhan, Sabah Balau and Gebang)
formed as a result of granodiorite intrusion to the sandstone of Lampung Formation. The sand
stone metamorfed to quarzite due to the granodiorite intrusion. Limestone interfingering with
sandstone in the Lampung Formation. The persent of limestone which is intruded by granodiorite
assumed skarn type (Kursten, M., 1962). The grade of primary iron ore of Tanjung Senang I,
54,03% - 63,14%Fe, with 1.364.250 tons iron ore (Hypotetic Resources). Tanjung Senang II,
63,88%Fe - 65,92%Fe, with 3.200.250 tons iron ore (Hypotetic Resources). Gunung Waja,
47,91%Fe, with 199.179,48 tons iron ore (Hypotetic Resources) and Sabah Balau, 55,05%Fe 59,47%Fe, with 6.375.000 tons iron ore (Hypotetic Resources).

PENDAHULUAN
Kegiatan inventarisasi dan evaluasi
sumber daya mineral di daerah sangat
diperlukan, agar data dan informasi dapat
diketahui secara jelas dan terperinci.
Informasi kekayaan sumber daya mineral di

daerah-daerah masih belum tercatat dengan
baik dan lengkap, oleh karena itu sebagai
bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan
di
daerah
maupun
pusat,
perlu
penyempurnaan.
Salah satu kegiatan inventarisasi dan
evaluasi sumber daya mineral logam
dilakukan di daerah Kabupaten Lampung
Timur dan Kabupaten Lampung Selatan,
Provinsi Lampung (lihat gambar 1).
Kegiatan ini difokuskan pada logam besi,
sejalan dengan semakin meningkatnya
kebutuhan pasokan bahan baku besi pada
saat ini.
Berdasarkan beberapa referensi di
daerah tersebut memiliki potensi sumber

daya logam besi. Sehingga data ini sangat
diperlukan untuk pembuatan Bank Data
Sumber Daya Mineral Nasional dengan data
yang terbaru dan akurat baik keberadaan
maupun posisinya. Data tersebut dapat
membantu memudahkan pemerintah daerah
setempat untuk mengembangkan wilayahnya
guna menggali pendapatan asli daerah di
bidang pertambangan, yang pada gilirannya
akan
mempercepat
keberhasilan
pembangunan daerah.

Gambar 1. Peta Lokasi keterdapatan
bijih besi di Kab. Lampung Timur
dan Kab. Lampung Selatan
METODA
Metoda inventarisasi dan evaluasi
berupa pengumpulan data sekunder dan

primer. Data sekunder potensi mineral
logam daerah Kabupaten Lampung Timur
dan Kabupaten Lampung Selatan, diambil
dari sumber neraca yang ada di Direktorat
Inventarisasi Sumber Daya Mineral, dari
laporan-laporan
berbagai
sumber
di
perpustakaan DIM, P3G, PPTM dan LIPI.
Data dari Dinas Pertambangan dan Energi
di kabupaten belum ada dan masih terbatas
pada data bahan galian golongan C.
Data primer adalah data terbaru dari
pengambilan conto batuan langsung pada
tempat dimana mineral logam tersebut
berada, yang selanjutnya metoda ini disebut
uji petik. Uji petik di dua kabupaten
dilakukan pada tiga lokasi terpisah, dua
lokasi di Kabupaten Lampung Timur dan

satu lokasi di Kabupaten Lampung Selatan.
Pada dasarnya metoda penyelidikan yang
diterapkan pada ketiga lokasi adalah
pemetaan geologi konvensional, dengan cara
membuat paritan, pengamatan singkapan,
pengambilan conto batuan dan tanah laterit.

Pengambilan
conto
laterit
dengan
menggunakan alat bor tangan dengan
kedalaman dua sampai empat meter. Conto
batuan dan tanah laterit dianalisa kimia
untuk mengetahui kandungan terutama
unsur Fetotal dan unsur lainnya yang terkait,
sebagian batuan dan bijih dianalisis
petrografi dan mineragrafi.
Sedangkan untuk mengetahui sebaran
bijih besi dan tanah laterit dengan cara

membatasi daerah yang diperkirakan pada
peta dan didigitasi, juga menggunakan
korelasi antar titik bor untuk luas tanah
laterit, dihitung dengan metoda included
area atau area of influence. Adapun untuk
mengetahui sumber daya bijih besi, unsurunsur dalam perhitungannya dengan
mengambil asumsi, sehingga hasilnya
berupa sumber daya hipotetik yang tingkat
kepercayaannya kurang lebi hanya 50%.
Asumsi perhitungan sumber daya
hipotetik berdasarkan diantaranya adalah
ketebalan, berat jenis dan tingkat
kepercayaan. Ketebalan endapan besi
ferricrete 25m (30 m menurut Douglas B.
Yager et al., 2005), besi primer 50m,
sedangakan berat jenis laterit 2,5; ferricrete
3,5 (setara dengan rata-rata goethite), besi
primer 5,1 (setara berat jenis magnetit
terendah Emsley, J., 1991). Adapun rumus
yang digunakan adalah luas x tebal x berat

jenis = ton bijih.
GEOLOGI REGIONAL
Berdasarkan pembagian fisiografi dari
Peta Geologi Lembar Tanjungkarang (Andi
Mangga S.,dkk 1994), secara umum daerah
ini dibagi menjadi tiga satuan morfologi
yaitu : dataran bergelombang di bagian
timur dan timurlaut, pegunungan terjal di
bagian tengah dan baratdaya dan daerah
pantai berbukit sampai datar. Daerah dataran
bergelombang
terdiri
dari
endapan
vulkanoklastik Tersier-Kuarter dan aluvium
dengan ketinggian beberapa puluh meter di
atas muka laut. Pegunungan Bukit Barisan
terdiri dari batuan beku dan malihan serta
batuan gunungapi muda (lihat gambar 2).
Stratigrafi

Stratigrafi
regional di daerah ini
disusun oleh batuan-batuan dari Runtunan
Pra-Tersier, Runtunan Tersier, Runtunan
Kuarter dan Batuan Terobosan.
Runtunan Pra-Tersier, terdiri dari
batuan tertua adalah runtunan batuan malihan

derajat rendah-sedang, yang terdiri dari sekis,
genies, pualam dan kuarsit, yang termasuk
Kompleks
Gunungkasih.
Kompleks
Gunungkasih terdiri dari sekis kuarsa pelitik
dan grafitik, pualam dan sekis gampingan,
kuarsit serisit, suntikan migmatit, sekis
amfibol dan ortogenes. Dengan asumsi
bahwa penyebaran litologi ini mencerminkan
keadaan
geologi

kompleks
tersebut,
memberikan dugaan kuat bahwa runtunan
batuan beku malihan (Pzgs) merupakan sisasisa busur magma Paleozoikum serta sisasisa runtunan sedimen malih parit atau tanah
muka yang berhubungan dengan busur
tersebut.
Kemungkinan
lain
bahwa
Kompleks Gunungkasih merupakan bagian
dari bongkah alohton atau “exotic” yang
terakrasikan terhadap tepi benua Paparan
Sunda pada Paleozoikum Akhir atau
Mesozoikum
Awal,
sehingga
tidak
mempunyai sejarah pemalihan yang sama
dengan batuan malihan lainnya di Sumatera.
Formasi Menanga termasuk batuan praTersier yang berumur Mesozoikum tidak

mengalami pemalihan. Formasi ini terdiri
dari batulempung-batupasir tufan dan
gampingan, berselingan dengan serpih,
sisipan batugamping, rijang dan sedikit basal.
Runtunan Tersier, terdiri dari runtunan
batuan gunungapi busur benua dan sedimen
yang diendapkan di tepi busur gunungapi,
yang diendapkan bersama-sama secara luas,
yaitu Formasi Sabu, Campang dan Tarahan.
Ketiganya berumur Paleosen sampai
Oligosen. Formasi Sabu yang diendapkan di
lingkungan fluviatil, menindih tak selaras
runtunan pra-Tersier dan ditindih tak selaras
oleh
batuan
gunungapi
Formasi
Hulusimpang yang berumur Oligosen AkhirMiosen Awal. Formasi Sabu terdiri dari
breksi konglomeratan dan batupasir di
bagian bawah, ke atas berubah menjadi
batulempung tufaan dan batupasir. Formasi
Tarahan terdiri dari terutama tuf dan breksi
tufaan dengan sedikit lava, bersusunan
andesit-basal. Formasi Campang terdiri dari
batulempung, serpih, klastika gampingan,
tuf dan breksi konglomeratan polimik.
Ketidakselarasan antara Formasi Sabu dan
Formasi Hulusimpang mewakili episoda
tektonik regional pertengahan Oligosen
Akhir yang dapat diamati di seluruh
Sumatera. Formasi Hulusimpang terdiri dari
andesit-basal alkalin-kapur dan batuan
gunungapi andesit dan ditafsirkan telah
terbentuk oleh proses penunjaman di dekat
tepi benua aktif.

Runtunan Kuarter, terdiri dari lava
Plistosen, breksi dan tufa bersusunan
andesit-basal di Lajur Barisan, basal
Sukadana celah di Lajur Palembang,
batugamping terumbu dan sedimen aluvium
Holosen.
Batuan
Terobosan,
di
daerah
Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten
Lampung Timur, batuan beku pluton
bersusunan alkalin-kapur tersingkap di
seluruh
Lajur
Barisan.
Bukti-bukti
radiometri dan lapangan memberikan
dugaan adanya tiga perioda utama kegiatan
plutonik berumur pertengahan Kapur Akhir,
Tersier Awal dan Miosen. Terobosan Kapur
merupakan yang terluas sebarannya dan
mungkin merupakan bagian dari sebagian
batolit tak beratap yang meluas sampai
Lembar Kotaagung. Terobosan ini terdiri
dari pluton-pluton Sulan, SekampungKalipanas, Branti, Seputih dan Kalimangan,
dengan kisaran umur dari 113 ± 3 sampai 86
± 3 juta tahun, dan bersusunan diorit sampai
granit. Walaupun semua pluton tersebut
merupakan tipe-I, ada kaitannya dengan
penunjaman, berupa granitoid busur
gunungapi atau tepi benua. Sejarah pluton di
daerah Lampung ini sangat Kompleks
karena beberapa batuan terobosan telah
tercenangga sedangkan lainnya tidak.
Pentarikhan tertua 113-111 juta tahun,
berasal dari batuan terobosan Granodiorit
Sulan yang tidak tercenangga, yang jelas
menerobos sekis malihan Way Galih
Kompleks Gunungkasih. Batuan terobosan
Branti dan Seputih secara litologi adalah
granodiorit-biotit yang sangat mirip, batuan
terobosan Branti berumur 86 ± 3 juta tahun,
dan
tidak
tercenangga.
Retas-retas
granodiorit biotit tak terdaunkan yang di
beberapa
tempat
memotong
diorit
Sekampung yang terdaunkan, di lapangan
ditafsirkan
sebagai
fasies
afanitik
granodiorit Branti. Hal ini rupanya
disebabkan oleh umur nisbi isotop dan
tektonikanya. Umur Granit Kalimangan
ditafsirkan sama dengan umur batuan
terobosan Branti dan Seputih. Batuan
terobosan Tersier di daerah ini terdiri dari
Granit Jatibaru Eosen (?) dan berbagai
batuan terobosan kecil yang ditafsirkan
berumur Miosen Tengah berdasarkan
terobosannya dengan Formasi Hulusimpang.
Struktur Geologi
Struktur geologi regional, Sumatera
yang terletak di sepanjang tepi barat daya

Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng
Eurasia ke daratan Asia Tenggara
merupakan bagian dari Busur Sunda. Kerak
samudera yang telah mengalasi Samudera
Hindia dan sebagian Lempeng IndiaAustralia, telah menunjam miring di
sepanjang Parit Sunda di lepas pantai barat
Sumatera (Hamilton,1979). Lajur pertemuan
miring ini termasuk dalam Sistem Parit
Busur Sunda yang membentang lebih dari
5.000 km dari Birma sampai Indonesia
bagian timur.
Letak busur dan parit yang terdapat
sekarang mungkin terjadi sejak Miosen.
Tekanan yang terjadi akibat penunjaman
miring tersebut secara berkala dicerminkan
oleh sesar-sesar yang sejajar dengan tepi
lempeng dan dibuktikan di dalam Sistem
Sesar Sumatera yang membentang sepanjang
pulau dan merentas Busur Barisan.
Sehubungan dengan busur magma tersebut,
dari barat ke timur, Sumatera dapat dibagi
menjadi empat mandala tektonik (Andi
Mangga S.,dkk 1994), yaitu : Lajur Akrasi
atau Mentawai, Lajur Busur Muka atau Lajur
Bengkulu, Lajur Busur Magma atau Lajur
Barisan dan Lajur Busur Belakang atau Lajur
Jambi-Palembang.
Mineralisasi
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa
secara regional, geologi daerah Lampung
pada umumnya dikuasai oleh persesaran dan
batuan beku yang berhubungan dengan lajur
penunjaman; khususnya, batuan gunungapi
andesit Tersier dan sejumlah besar granitoid
alkalin-kapur. Oleh sebab itu, secara geologi
daerah ini sangat prospektif untuk
pemineralan emas epitermal dan yang
berhubungan dengan terobosan batuan beku
(Andi Mangga S., dkk., 1994).
Emas dan perak di dalam urat-urat
kuarsa pada batuan vulkanik berumur OligoMiosen di Lembar Tanjungkarang dianggap
sebagai pemineralan tipe epitermal, dengan
ciri khas struktur vuggy, banding dan
crustiform dengan mineral-mineral mangan,
spalerit dan kalkopirit dalam Formasi
Tarahan (Crow M.J.,1994).
Apolo Gold (2002) telah melakukan
eksplorasi di daerah Napal Umbar Picung
(60 km baratdaya Bandar Lampung).
Kegiatan eksplorasi mencakup pembuatan
50 paritan uji dan 34 shaft. Pemercontoan
yang
telah
dilakukan
menghasilkan
kandungan rata-rata 19.78 g/t Au dan 1.096

g/t Ag.
Sedikit pemineralan sulfida, pirit dan
kalkopirit, terdapat di dalam batuan
gunungapi Hulusimpang. Zwierzycki (1932)
juga melaporkan terdapatnya sulfida Cu-PbZn bersama urat-urat kuarsa di daerah Bukit
Dandar di pantai barat Teluk Lampung.
Lebih jauh Zwierzycki juga melaporkan
adanya sulfida Pb-Zn di dalam urat kuarsa
yang terdapat pada sekis malihan Kompleks
Gunungkasih di S. Bekarang di sebelah utara
Pluton Sulan.
Endapan besi pejal yang terdiri dari
magnetit dan hematit ditemukan di bagian
tengah Lembar Tanjungkarang, terpusat di
Pematang Burhan dan Pematang Kawat di
sekitar kampung Lematang. Kemungkinan
bijih besi tersebut terbentuk sebagai endapan
berlapis kasar di dalam batuan malihan
Kompleks
Gunungkasih.
Pengaruh
terobosan dasit Ranggal di dekatnya, tidak
diketahui apakah terobosan tersebut
membawa sejumlah besar pirit dan diduga
merupakan sumber urat kuarsa yang
mengandung emas tersebut di atas. Jadi
jelas, terobosan tersebut merupakan sumber
cairan panas yang mengandung mineral.
Cairan itu telah melarutkan besi dari
dalam runtunan batuan malihan dan
mengendapkannya kembali sebagai "iron
hats" di tempat lain dalam runtunan tersebut.
HASIL PENYELIDIKAN
Geologi daerah Mengandung Sari dan
Negerikaton, Kabupaten Lampung Timur
dibagi menjadi tiga unit satuan batuan, yaitu
alluvium, tufa dari Formasi Lampung dan
basal.
1.

Alluvium, terdiri dari kerakal, kerikil,
terdapat di bagian hilir sungai dan
rawa-rawa, merupakan pasir lepas yang
penyebarannya sangat terbatas pada
daerah bagian hilir Sungai Tanjung
Iman.

2.

Tufa, merupakan bagian dari Formasi
Lampung, tersebar pada bagian
tenggara daerah penyelidikan. Satuan
batuan ini membentauk morfologi
perbukitan yang tidak begitu tinggi.
Pada satuan tufa ini tersebar juga
limonitik besi yang penyebarannya
tidak merata. Pada beberapa tempat
terdapat profil lapisan tanah yang
tekupas oleh jalan, terlihat jelas lapisan
limonitik dengan ketebalan beberapa
sentimeter.

3.

Basal, tersebar di bagian timur dan
utara daerah penyelidikan. Batuan ini
berwarna kelabu, massif dan kadangkadang berongga. Diduga merupakan
bahan asal pembentukan tanah laterit
yang mengandung bijih besi. Kadangkadang terdapat mineral bijih bersifat
magnetis. Lapukan dari batuan ini
nampak oksida besi dengan intensitas
kemagnetan sedang. Pada tempattempat tertentu di daerah yang
ditempati oleh satuan basal terdapat
bijih besi magnetik, kadang-kadang
terdapat juga ghoetit.

Geologi daerah Lematang, Kabupataen
Lampung Selatan ditempati oleh tiga satuan
batuan yaitu : Satuan Batuan Gamping,
Satuan Batuan Kuarsit dan Satuan Batuan
Beku Granodiorit.
Satuan Batuan Gamping, Satuan
batuan ini terdapat di aliran S. Langgar di
sebelah utara daerah uji petik. Secara fisik
berwarna putih kusam, tersingkap berupa
boulder-boulder dari beberapa puluh
sentimeter
sampai
satu
meter.
Penyebarannya mengelompok kadangkadang terdapat di lereng bukit. Kontak
dengan batuan beku tidak terlihat dengan
jelas. Namun ada indikasi bahwa adanya
kontak batuan ini berperan dalam
pembentukan mineralisasi bijih.
Satuan Batuan Kuarsit, Satuan batuan
ini menyebar hampir di seluruh daerah uji
petik. Penyebarannya di lereng bukit-bukit
bersama-sama dengan float-float magnetit
dan di sungai-sungai berbentuk gelundungan
berdiameter sampai satu meter. Secara fisik
berwarna putih kusam, dengan tekstur
“sugary texture”, berukuran halus sampai
sedang. Kontak dengan satuan batuan
lainnya tidak nampak jelas teramati.
Nampak pada beberapa contoh teramati
bentuk linieasi dan masih nampak struktur
batupasir. Kadang-kadang juga karbonatan
dalam bentuk lensa. Bentuk morfologi juga
mengindikasikan kedudukan satuan batuan
ini. Pada beberapa tempat batuan ini
termineralisasi dalam bentuk oksida besi
yang kenampakannya terlihat coklat
kemerahan. Pada zona ini terdapat juga
satuan gneisic-schist. Felspar dan kuarsa
nampak jelas secara megaskopis. Saatuan
batuan ini tidak dapat dipisahkan dengan
saatuan kuarsit di peta. Bijih magnetit
terbentuk pada zona satuan batuan ini.
Lapukan tanah yang menutupi zona ini

berwarna coklat tua-merah kehitaman yang
mencerminkan zona lapukan dari oksida besi
magnetit.
Satuan Batuan Granodiorit, Satuan
batuan ini nampak di sebelah barat hulu S.
Seteluk dan bagian utara S. Langgar daerah
uji petik. Bentuk bentang alam yang
ditempati oleh satuan ini membentuk lereng
yang relatif lebih terjal dibandingkan dengan
bentuk bentang alam yang ditempati satuan
batuan lainnya. Secara fisik nampak batuan
beku granodiorit berwarna abu-abu gelap
dengan mineral-mineral pembentuk batuan
kuarsa, felspar, biotit sedikit klorit. Tekstur
sedang sampai kasar. Batuan beku ini
menunjukkan sebagai sumber panas dari
sistem pembentukkan bijih besi primer.
Mineralisasi Bijih Besi
1.

Bijih besi laterit adalah tanah pelapukan
berwarna merah kecoklatan dengan
beberapa pebble/kerikil limonit. Hal ini
menunjukkan berasal dari batuan basal
yang telah menjadi lapuk oleh cuaca,
udara dan air tanah/hujan pada periode
tertentu. Sedangkan besi laterit jenis
ferricrete adalah konglomerat yang
terdiri dari pasir dan gravel permukaan
yang direkat oleh semen yang berupa
oksida besi yang berasal dari larutan
besi yang keluar dari batuan induk basa
atau ultrabasa karena proses pelarutan
oleh air tanah. (Lamplugh,1902).
Tanah penutup pada besi laterit ini
menunjukkan adanya konsentrasi besi
yang
cukup
significant.
Luas
penyebarannya hampir mencakup 2/3
daerah uji petik, menempati hampir
seluruh daerah perkebunan penduduk,
dengan ketebalan satu sampai 2,5 m.
Sebagai uji coba untuk mengetahui
ketebalan tanah laterit ini dilakukan
pemboran
dengan
hand
auger,
kedalamannya ada yang mencapai 4,5 m
pada titik bor SB4, lihat sketsa-1 di
bawah.

Sketsa 1. Sketsa lubang bor “hand auger”
pada pemboran tanah laterit, angka
sebelah kanan menunjukkan kedalaman
lubang dan angka sebelah kiri
menunjukkan kadar Fetotal pada interval
kedalamannya, Daerah Mengandung
Sari, Kec. Sekampung Udik.
Pada pemboran uji tanah laterit yang
dilakukan di daerah Mengandung Sari
terdapat lima titik bor yang dapat
membentuk satu daerah poligon
tertutup, sehingga dapat dihitung
dimensinya. Untuk mengetahui luas
daerah dapat dihitung dengan metoda
included area atau area of influence.
Penghitungan luas dengan included
area mempunyai luas 626.100 m2,
sedangkan dengan area of influence
Untuk
luasnya
2.008.000
m2.
mengetahui ketebalan, dilihat dari
korelasi titik-titik bor yang membentuk
blok itu. Adapun titik-titik bor yang
membentuk daerah poligon tertutup
secara berturut-turut adalah SB2 sampai
SB6, kedalaman rata-rata 0,0 m – 2,5 m,
serta kadar Fetotal kisarannya antara
10,36% - 12,05%, lihat sketsa-2 di
bawah.

Sketsa 2. Luas daerah poligon tertutup
dari lima titik bor, di daerah
Mengandung Sari, Kec. Sekampung Udik

2.

Bijih besi primer, berupa bijih besi
“pure magnetite” dan
bijih besi
magnetit yang mengandung pengotoran
silika, merupakan bongkah “insitu”.
Sejumlah conto bijih besi dan tanah
laterit telah diambil baik dari paritan
ataupun bongkahan serta tanah laterit
dari pemboran tanah, yang selanjutnya
untuk dianalisa dengan berbagai jenis
lihat tabel-

Tabel-1. Daftar Conto Tanah dan Batuan
Untuk Analisis Laboratorium
Nomo Jenis
Jumla
Jenis
r
Conto
h
Analisis
1
Tanah
11
Kimia
dari test
Mineral
pit
20
Kimia
2
Tanah
Mineral
dari
pembora
n
10
PIMA
3
Tanah
dari test
pit dan
pembora
n
4
Batuan
6
Petrografi
5
Bijih
11
Mineragraf
i
6
Bijih
20
Kimia
Mineral
Jumlah
78
conto
Keterdapatan bijih besi di dua daerah
Kabupaten berdasarkan uji petik disajikan
dalam gambar 3, sedangkan geologi dan
conto bijih besi di daerah Lematang dapat
dilihat pada gambar 4. Adapun keadaan
geologi dan conto besi laterit di
Mengandung Sari dan Negerikaton pada
gambar 5 dan gambar 6.
Sumber daya hipotetik bijih besi di
daerah uji petik dari dua kabupaten adalah
sebagaimana tercantum dalam tabel 2.

Tabel-2.
Bijih Besi

Sumber

No
.

Nama
Daerah

1

Mengandung
Sari
Negerikaton
Tanjung
Senang I
Tanjung
Senang II
Gunung
Waja
Sabah Balau

2
3
4
5
6
7
8
9

Ranggal
Pematang
Burhan
Gebang/Rata
i

Daya

Kadar
Fetotal
12,05%
43,83%
54,03%63,14%
63,88%65,92%
47,91%

Hipotetik
Sumber
Daya
Hipotetik
(ton bijih )
1.956.562,
5
553.017,5
1.364.250
3.200.250
199.179,48

55,05%F
e-59,47%
65,92%
64,56%

6.375.000

59,13%63,54%

12.385.000
*

*) data Bemmelen, 1942

PEMBAHASAN
Batuan basal merupakan batuan
mafic/basa
yang
menjadi
sumber
terbentuknya endapan bijih besi laterit.
Mineral-mineral olivin dan piroksen yang
mengandung unsur-unsur besi dominan
terdapat dalam batuan ini. Mineral olivin
merupakan mineral silikat besi dan
magnesium yang relatif mudah terhadap
proses pelapukan, terutama pelapukan
kimia. Rumus kimi mineral olivin adalah
(Fe, Mg) SiO4.
Pada proses pelapukan terjadi
fluktuasi permukaan air tanah naik, pada
waktu itu garam-garam besi yang larut ke
dalam air tanah diubah menjadi besi fero
hidroksida. Pada waktu musim kemarau
terjadi penurunan air tanah, pada saat itu
besi feri hidroksida tertinggal di permukaan,
kemudian bereaksi dengan oksigen dari
udara dan air permukaan, pada saat tersebut
fero hidroksida diubah menjadi feri
hidroksida yang lebih stabil yaitu limonit,
yang umumnya berwarna coklat kekuningan
dan mengendap dipermukaan.
Reaksi kimia :
Fe++
+
2OH-==ÎFe(OH)2
besi
ferohidroksida
4Fe(OH)2 + 2H2O + O2 =Î 4Fe OH3
Limonit
(besi feri hidroksida)

Secara geologi daerah penyelidikan
umumnya ditutupi oleh batuan basal, tetapi
tidak semua menjadi bijih besi laterit. Hal
ini dapat diterangkan karena umumnya
batuan basal tersebut tertutup dengan soil
(tanah lapisan atas) sehingga tidak terjadi
kontak dengan udara dan proses oksidasi
tidak terjadi. Dalam kontek ini , nampak
pada hasil analisis kimia, makin ke arah
dalam kandungan Fe bijih laterit makin
tinggi hampir mencapai 14% Fetotal.
Terjadinya bijih besi di daerah rawarawa atau daratan yang lebih rendah dan air
tenang, karena proses pelapukan yang
tertransportasi ke daerah-daerah rendah
tersebut.
Kemudian
terjadi
proses
sedimentasi di daerah yang relatif datar pada
daerah yang datar.
Sebaran bijih besi primer di daerah uji
petik terdapat di beberapa lokasi seperti: G.
Waja, Tanjung Senang I, Tanjung Senang II
dan Penyambungan.
Bijih besi yang terdapat di Tanjung
Senang I dan Tanjung Senang II merupakan
bijih besi yang secara fisik sangat pejal,
warna abu-abu kusam kehitaman, menyebar
di puncak gunung, lereng, S. Langgar, S.
Seteluk, berupa “float” sampai berdiameter
dua meter. Singkapan tidak teramati , hanya
bongkah-bongkah di puncak dan lereng
merupakan bongkah “insitu”. Tanah
pelapukan merupakan hasil pelapukan dari
bijih besi oksida yang secara fisik berwarna
coklat hitam kemerahan mengandung
fragmen-fragmen oksida besi berukuran
halus sampai beberapa sentimeter. Bijih besi
tipe ini juga terdapat di bagian timur lereng
G. Penyandingan.
Bijih besi magnetit yang mengandung
pengotoran silika terdapat di daerah
Penyandingan, Tanjung Senang II bagian
barat dan pada beberapa tempat di Tanjung
Senang I. Pengotoran silika terjadi karena
sisa-sisa larutan magma yang tertinggal pada
proses pembentukan bijih. Bijih besi yang
mengandung silika ini terjadi pada pinggiran
daerah kontak. Pada zona kontak ini juga
masih kelihatan fragmen-fragmen kuarsa
prismatik berwarna putih bening sampai
kusam.
Arah umum penyebaran bijih besi
magnetit ini berkisar arah utara-selatan dan
baratlaut-tenggara. Pola struktur geologi
mengontrol arah penyebarannya, terutama
struktur arah utara-selatan.

Bentuk morfologi juga mencerminkan
tempat-tempat sebaran bijih besi. Bentuk
morfologi menunjukkan cerminan dari
bongkah-bongkah bijih besi, hal ini
dibuktikan dengan paritan yang dibuat
berarah N120°E sepanjang 45 m, hampir
seluruhnya
berupa
bongkah-bongkah
magnetit.
KESIMPULAN

• Di daerah ini terdapat dua jenis bijih besi,
yaitu laterit dan primer. Bijih besi laterit
terdiri dari tanah laterit dan jenis
Ferricrete.
• Bijih besi Ferricrete merupakan bagian
dari bijih besi laterit.

• Satuan batuan beku basal merupakan
“host rock” dari pembentukan bijih besi
baik sebagai bijih besi laterit maupun bijih
besi ferricrete.

• Satuan batuan beku basal ini tersebar luas
di daerah uji petik Mengandung Sari
maupun daerah uji petik Negerikaton.
• Bijih besi tipe laterit ini kemungkinan
besar tersebar di daerah ini, hasil analisis
fisika dan kimia dari conto-conto baik
tanah laterit maupun bijih besi
diperkirakan
akan
menunjang
kemungkinan ini.

• Bijih besi tipe primer magnetit dan
hematit yang ada di Lematang merupakan
hasil proses kontak metasomatisme antara
batuan beku granodiorit dengan batuan
yang bersifat gampingan, sehingga
endapan bijih di daerah ini dikategorikan
tipe skarn.
Sifat-sifat bijih besi primer di daerah
Lampung Selatan adalah :
1.

Endapan bijih berbentuk lensa-lensa
dalam batuan kwarsit dan sebagian bijih
diluvium yang disebabkan oleh adanya
aktivitas tektonik.

2.

Endapan pejal terutama
sedikit hematit dan goetit.

3.

Kadar Fetotal berkisar 54,03% - 67,28%.

4.

Kadar TiO2 berkisar 0,28% - 1,04%.

magnetit,

UCAPAN TERIMA KASIH
Pada
kesempatan
ini,
penulis
menyampaikan
terima
kasih
atas
terlaksananya kegiatan inventarisasi dan
evaluasi mineral logam di daerah Kabupaten

Lampung Timur dan Kabupaten Lampung
Selatan. Ucapan terima kasih terutama
ditujukan kepada Bapak Dr. Bambang
Setiawan dan Dr. Hadiyanto, juga pada
Bapak Ir. Dwi Nugroho Sunuhadi atas
koreksinya terhadap makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Andi Mangga, S.,Amiruddin, Suwarti T.,
Gafoer S. dan Sidarto, 1994, Geologi
Lembar Tanjungkarang, Sumatera,
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Bemmelen, 1949, The Geologi of Indonesia
Vol. II, Martinus Nijhoff the Hague.
Crow, M.J., Gurniwa A., McCourt
W.J.,1994, Regional Geochemistry
Tanjungkarang
and
Menggala
Quadrangle(1110 & 1111) Southern
Sumatera, Direktorat Sumberdaya
Mineral, Bandung.

Douglas B. Yager, Stanley E. Church, Philip
L. Verplanck, and Laurie Wirt, 2005,
Ferricrete, Manganocrete, and Bog
Iron Occurences with Selected Sedge
Bogs and Active Iron Bogs and
Springs in part of the Animas River
Watershed,
San
Juan
County,
Colorado, U.S. Geological Survey.
Emsley, J., 1991; THE ELEMENTS : Sec.
Ed., Clarendon Press, Oxford, 251 p.
(download google Oktober 2005).
Hamilton, W., 1979, Tectonics of the
Indonesian Region, US Government
printing Office, Washington, p. 32-38.
Kursten, M., rer.nat. Dr., 1962, Geological
Investigations 1961 in the Iron-ore
Field of Ranggal Lampong/South
Sumatera, Wedexro, Dusseldorf.
Lamplugh, 1902, Glossary of Geology 2nd
Edition, American Geologycal Institute
1980.

Gambar 2. Peta Geologi Regional Kab. Lampung Timur dan Kab. Lampung Selatan (Andi
Mangga, 1994)

Gambar. 3. Peta Lokasi keterdapatan bijih besi di Kab. Lampung Timur dan
Kab. Lampung Selatan

Gambar 4. Peta Geologi dan Lokasi Conto daerah Lematang, Kec. Tanjung Bintang, Kab.

Lampung Selatan

Gambar 5. Peta Geologi dan Lokasi Conto daerah Mengandung Sari, Kab. Lampung Timur

Gambar 6. Peta Geologi dan Lokasi Conto daerah Negerikaton,
Kab. Lampung Timur