jdih solok | Jaringan dokumentasi dan informasi hukum

LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK
NOMOR: 23 SERI B. 023
TAHUN 2001
----------------------------------------------------------------PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK
NOMOR : 20 TAHUN 2001TENTANG
RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH
DAN PENGUASAAN CALON BENIH
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
WALIKOTA SOLOK
Menimbang :

a.

b.

Mengingat :

1.

2.


3.

4.

5.

bahwa
dengan
ditetapkannya
Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka perlu
meninjau kembali Peraturan Daerah Kotamadya
Daerah Tingkat II Solok Nomor 18 Tahun 1998
tentang Retribusi Penjualan Produksi Usaha
Daerah;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud huruf a perlu menetapkan kembali
Peraturan Daerah tentang Retribusi Penjualan

Produksi Usaha Daerah dan Penguasaan Calon
Benih.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kota Kecil dalam
Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor
19) jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8
Tahun 1970 tentang Pemerintahan Kotamadya
Solok dan Kotamadya Payakumbuh;
Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang
Panitia
Piutang
Negara
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 156,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2104);
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik

lndonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
3209);
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang
Sistim Budidaya Tanaman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3478);
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor

6.

7.

8.

9.


10.

11.

12.

13.
14.
15.
16.

3839);
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3848);
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997
tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3692);
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000
tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan
Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
54,
Tambahan

Lembaran
Negara
Republik
Indonesia Nomor 3952);
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4022);
Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999
tentang
Teknik
Penyusunan
Peraturan
Perundang-undangan
dan
Bentuk
Rancangan
Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah

dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
70);
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun
1986 tentang Ketentuan Umum Mengenai Penyidik
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah
Daerah jo Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;
Keputusan Menteri DaIam Negeri Nomor 174
Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemungutan
Retribusi Daerah;
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175
Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di
Bidang Retribusi Daerah;
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2001 tentang
Kewenangan Kota Solok Sebagai Daerah Otonom;
Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 5 Tahun
2001 tentang Pokok-pokok Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran


Daerah Kota Solok Tahun 2001 Nomor 006).
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KOTA SOLOK
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :

PERATURAN
DAERAH
TENTANG
RETRIBUSI
PENJUALAN
PRODUKSI USAHA DAERAH DAN PENGUASAAN CALON BENIH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.

Daerah adalah Kota Solok;
2.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat
daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah;
3.
Kepala Daerah adalah Walikota Solok;
4.
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, virma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi
massa,
organisasi
politik,
atau
organisasi
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan

lainnya.
5.
Benih adalah tanaman atau bagiannya yang lain yang dijadikan
atau digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakan
tanam;
6.
Calon Benih adalah tanaman atau bagiannya yang diproduksi
dengan maksud dijadikan benih melalui tahapan budidaya yang
ditetapkan dan diawasi oleh lembaga yang berwenang;
7.
Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang
disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip
komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh
sector swasta;
8.
Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah yang selanjutnya
disebut retribusi adalah pembayaran atas penjualan hasil
produksi usaha daerah;
9.
Retribusi Penguasaan Calon Benih adalah retribusi atas calon

benih yang dikuasai oleh badan usaha milik negara atau badan
lainnya yang akan diproses menjadi benih dan disalurkan dalam
daerah maupun luar daerah;
10. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut
peraturan perUndang-undangan retribusi diwajibkan melakukan
pembayaran retribusi;
11. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang
merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan
fasilitas penjualan produksi usaha daerah badan penguasaan
calon benih;

12.

13.
14.

15.

16.

17.
18.
19.

20.

Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah yang selanjutnya
disingkat SPdORD adalah surat yang dipergunakan oleh Wajib
Retribusi untuk melaporkan data objek retribusi dan wajib
retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi
yang terutang;
Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat
SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan
besarnya jumlah retribusi;
Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat
disingkat SSRD adalah surat yang oleh Wajib retribusi
digunakan
untuk
melakukan
pembayaran
atau
penyetoran
retribusi yang terutang ke Kas Daerah, atau ketempat
pembayaran
lainnya
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perUndang-undangan yang berlaku;
Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar tambahan, yang
selanjutnya disingkat SKRDKBT, adalah surat keputusan yang
menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah
ditetapkan;
Surat
Ketetapan
Retribusi
Daerah
Lebih
Bayar,
yang
selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat keputusan yang
menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena
jumlah kredit retribusi lebih besar dari pada retribusi yang
terutang atau yang tidak seharusnya terutang;
Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat
disingkat STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi
dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas
keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan,
SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi;
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dan
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perUndang-undangan retribusi daerah;
Penyidik tindak pidana dibidang retribusi adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana dibidang retribusi yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 2

(1)
(2)

Dengan nama retribusi penjualan produksi usaha daerah
dipungut retribusi sebagai pembayaran atas penjualan hasil
produksi usaha daerah.
Dengan nama retribusi penguasaan calon benih dipungut
retribusi sebagai penguasaan dari petani penangkar oleh Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 3

Objek Retribusi adalah penjualan produksi
penguasaan calon benih yang meliputi :
a.
benih padi;
b.
benih palawija;
c.
benih ternak;
d.
benih ikan
e.
benih komoditi perkebunan;
f.
hasil produksi usaha daerah lainnya.

usaha

daerah

dan

Pasal 4
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang membeli
hasil produksi usaha daerah dan orang pribadi atau badan yang
menguasai calon benih dari petani penangkar.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI DAN CARA MENGUKUR
TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 5
Retribusi penjualan hasil produksi usaha daerah dan penguasaan
calon benih digolongkan sebagai retribusi jasa usaha.
Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan volume hasil produksi
yang dijual dan calon benih yang dikuasai.
BAB IV
PRINSIP DAN SASARAN DALAM
MENETAPKAN STRUKTUR DAN
BESARNYA TARIF
Pasal 7
Prinsip dan sasaran dalam penempatan struktur dan besarnya tarif
didasarkan atas tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang pantas
diterima oleh pengusaha sejenis yang beroperasi secara efisien dan
berorientasi pada harga pasar.
Pasal 8
(1)
(2)
(3)

Tarif Retribusi digolongkan berdasarkan jenis, ukuran hasil
produksi yang dijual dan hasil produksi calon benih yang
dikuasai.
Besarnya tarif ditetapkan berdasarkan harga pasar dalam
daerah atau sekitarnya bagi produksi usaha daerah dan
berdasarkan tonase produksi calon benih yang dikuasai.
Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari
nilai jaul produksi usaha daerah dan 1 % (satu persen) dari
nilai jual calon benih yang dikuasai oleh badan milik

negara/daerah dan badan usaha lainnya.
BAB V
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 9
Retribusi yang
dilakukan.

terutang

dipungut

di

daerah

tempat

penjualan

BAB VI
MASA RETRIBUSI DAN
SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 10
Masa retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan sesuai dengan pasal 8 ayat (3).
Pasal 11
Retribusi yang terutang ditetapkan pada saat diterbitkannya SKRD
atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB VII
SURAT PENDAFTARAN DAN
PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 12
(1)
(2)
(3)

Wajib retribusi wajib mengisi SPdORD.
SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan
jelas, benar dan lengkap oleh petugas serta ditandatangani
oleh Wajib retribusi atau kuasanya.
Bentuk, isi serta tata cara pengisian dan penyampaian SPdORD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
TATA CARA PEMUNGUTAN, PEMBAYARAN
DAN PENAGIHAN
Pasal 13

(1)
(2)

Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan dan SKRDKBT.
Pasal 14

(1)
(2)

Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.
Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima
belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan, SKRDKBT dan STRD.

(3)

Tata cara pembayaran, penyetoran dan tempat pembayaran
retribusi diatur dengan peraturan perUndang-undangan yang
berlaku.
Pasal 15

(1)
(2)
(3)

Surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal
dari tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan
segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat
teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, wajib retribusi
harus melunasi retribusinya yang terutang.
Surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan
oleh pejabat yang ditunjuk.
BAB IX
SANKSI ADMISNISTRASI
Pasal 16

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau
kurang membayar dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar
2% (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang
atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB X
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 17
(1)
(2)
(3)
(4)

(5)
(6)

Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada
Walikota atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen
lain yang dipersamakan, SKRDKBT atau SKRDLB.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
Dalam hal wajib retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan
retribusi,
wajib
retribusi
harus
dapat
membuktikan
ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut.
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2
(dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila
wajib retribusi tidak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu
tidak dapat dipenuhi karena dluar kekuasaannya.
Keberatan
yang
tidak
memenuhi
persyaratan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat
keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
Pengajuan
keberatan
tidak
menunda
kewajiban
membayar
retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 18

(1)

Walikota dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan
atas keberatan yang diajukan.

(2)
(3)

Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima
seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya
retribusi yang terutang.
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah
lewat dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan,
keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 19

(1)
(2)

(3)

(4)

(5)
(6)

Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat
mengajukan permohonan pengembalian kepada Walikota.
Walikota dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
diterimanya
permohonan
kelebihan
pembayaran
retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan
keputusan.
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
dilampaui dan Walikota tidak memberikan suatu keputusan,
permohonan
pengembalian
kelebihan
retribusi
diangap
dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) bulan.
Apabila Wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnnya,
kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu
utang retribusi tersebut.
Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan setelah
lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Walikota memberikan imbalan
bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan
pembayaran kelebihan retribusi.
Pasal 20

(1)

(2)
(3)

Permohonan
pengembalian
kelebihan
pembayaran
retribusi
diajukan secara tertulis kepada Walikota dengan sekurangkurangnya menyebutkan :
a.
nama dan alamat Wajib retribusi;
b.
masa retribusi;
c.
besarnya kelebihan pembayaran;
d.
alasan yang singkat dan jelas.
Permohonan
pengembalian
kelebihan
pembayaran
retribusi
disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.
Bukti penerimaan oleh pejabat Daerah atau bukti pengiriman
pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh
Kepala Daerah.

Pasal 21

(1)
(2)

Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan
Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.
Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan
utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 19
ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan
bukti pemindahbukuan berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XII
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 22

(1)
(2)

(3)

Walikota
dapat
memberikan
pengurangan,
keringanan
dan
pembebasan retribusi.
Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan
kemampuan wajib retribusi antara lain untuk mencicil karena
bencana alam dan kerusuhan.
Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
BAB XIII
KADALUARSA
Pasal 23

(1)

(2)

Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluarsa setelah
melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat
terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi
melakukan tindak pidana dibidang retribusi.
Kedaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tertangguh apabila :
a.
Diterbitkannya surat teguran;
b.
Adanya pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi
baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 24

(1)

(2)

Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga
merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama
6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali
jumlah retribusi yang terutang.
Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XV
PENYIDIKAN

Pasal 25
(1)
(2)

(3)

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah
Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk
melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah.
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a.
menerima, mencari mengumpulkan dan meneliti keterangan
atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang
retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lengkap dan jelas;
b.
meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai
orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan
yang
dilakukan
sehubungan
dengan
tindak
pidana
retribusi daerah tersebut.
c.
meminta keteragan dan bahan bukti dari orang pribadi
atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang
retribusi daerah.
d.
memeriksa
buku-buku,
catatan-catatan
dan
dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang
retribusi daerah.
e.
melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut.
f.
meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi
daerah.
g.
menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan
ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang
berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h.
memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana
retribusi daerah.
i.
memanggil
orang
untuk
didengar
keterangannya
dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
j.
Menghentikan Penyidikan;
k.
Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah
menurut hukum yang dipertangggungjawabkan.
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil Penyidikannya
kepada Penuntut Umum, melalui penyidik pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
(1)

(2)

(3)

Selama belum ditetapkan peraturan pelaksanaan dari Peraturan
Daerah ini seluruh instruksi, petunjuk atau pedoman yang ada
atau yang diadakan oleh Pemerintah Daerah jika tidak
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap
berlaku.
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini
sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut
sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-undangan yang
berlaku.
Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dilaksanakan
secara bertahap sesuai dengan kondisi daerah dan dengan
mempertimbangkan peraturan perUndang-undangan yang berlaku
tentang retribusi daerah.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar
setiap
orang
dapat
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatan dalam Lembaran
Daerah Kota Solok.
Ditetapkan : di Solok
Pada tanggal : 17 September 2001
WALIKOTA SOLOK
Cap/dto
YUMLER LAHAR
DISAHKAN
DENGAN KEPUTUSAN DPRD KOTA SOLOK
NOMOR 26/KPTS/DPRD-2001
TANGGAL 18 SEPTEMBER 2001
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SOLOK
Ketua,
Cap/dto
NOVIARDI SYAM

PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK
NOMOR : 20 TAHUN 2001
TENTANG
RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH
DAN PENGUASAAN CALON BENIH
I.

KETENTUAN UMUM
Dalam rangka melaksanakan Otonomi Daerah yang nyata,
dinamis dan bertanggung jawab, maka Pemerintah Daerah
berusaha untuk meningkatkan sumber pendapatan daerah baik
yang berasal dan pajak daerah maupun yang berasal dari
retribusi daerah sehingga daerah mampu mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut Pemerintah Daerah berusaha
untuk menata kembali tentang jenis pajak daerah dan retribusi
daerah dengan mengembangkan Peraturan Daerah tersebut, salah
satu diantaranya adalah retribusi penjualan produksi usaha
daerah.
Bahwa selama ini pungutan retribusi penjualan produksi
usaha daerah didasarkan kepada Undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang retribusi Daerah. Dan
setelah keluarnya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
pajak Daerah dan Retribusi Daerah otomatis Peraturan Daerah
Kotamadya Daerah Tingkat II Solok Nomor 18 Tahun 1997 harus
dilakukan
perobahan
dan
penyesuaian
kembali,
sehingga
retribusi tersebut berobah menjadi retribusi Penjualan
Produksi Daerah dan Penguasaan Calon benih.

II.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 s/d Pasal 3 : cukup jelas
Pasal 4
1.

Yang dimaksud dengan Produksi Usaha Daerah dan
Orang pribadi atau Badan adalah dimana yang
menguasai atau membeli calon benih dari petani
penangkar terhadap orang atau badan yang menguasai
atau membeli calon benih dari petani penangkar
yang akan diproses untuk benih diberikan pelayanan
oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan dalam bentuk :
a.
Pengawasan teknis lapangan pada tahap-tahap
budidaya yang ditetapkan terhadap tanaman
atau berbagai tanaman yang akan diproses
menjadi benih bersertifikat Disampaing itu
melakukan pemeriksaan lapangan dalam proses
penangkaran benih sesuai dengan petunjuk
teknis yang berlaku.
b.
Memberikan jaminan keamanan pemasaran benih

dilapangan terutama terhadap pemalsuan benih.
Membantu dalam kemitraan dengan penangkar
benih yang dibina oleh Dinas Pertanian dan
Ketahanan Pangan.
Yang dimaksud dengan calon benih dari petani
penangkar adalah dimana petani yang bertindak
sebagai penghasil benih/calon benih dan diberikan
pelayanan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas
Pertanian dan Ketahanan Pangan dalam bentuk :
a.
Pembinaan terhadap petani penangkar terutama
dalam hal teknis, budidaya tanaman mulai dari
pra tanam sampai dengan pengelolaan paska
panen.
b.
Pengawasan
lapangan
terhadap
pelaksanaan
penangkaran benih/calon benih sesuai dengan
petunjuk teknis yang berlaku.
c.
Sertifikasi
(pelayanan
sertifikasi)
yaitu
memberikan bantuan/bimbingan kepada petani
penangkar benih/calon benih untuk melakukan
tahap-tahap sertifikasi sampai dikeluarkannya
sertifikasi terhadap calon benih/benih yang
diproduksi.
c.

2.

Pasal 5 s/d Pasal 12 : cukup jelas
Pasal 13 ayat (1)
Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah
bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi
tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, namun
dimungkinkan adanya kerja sama dengan pihak ketiga
dalam rangka proses pemungutan retribusi antara lain
pencetakan
brosur,
pengiriman
surat
kepada
wajib
retribusi dan lain-lain. Kegiatan pemungutan retribusi
yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga
adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi yang
terutang, pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan
retribusi.
Pasal 13 ayat (2) : cukup jelas
Pasal 14 s/d Pasal 27 : cukup jelas