PROS Priskila HS, Nur Aji W, Made Rai S.S.N.A. Andreas S Pengaruh Campuran Minyak Full text

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 
 

PENGARUH CAMPURAN MINYAK GORENG MURNI DAN
JELANTAH TERHADAP KANDUNGAN ENERGI
Priskila Harli Siswantika1, Nur Aji Wibowo2, Made Rai Suci Shanti N. A.3, Andreas Setiawan4
Program Studi Pendidikan Fisika dan Fisika
Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga
andreas.setiawan@staff.uksw.edu4

ABSTRAK
Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah beberapa kali digunakan. Ketika minyak
untuk menggoreng akan habis, biasanya pedagang gorengan sering menambahkan minyak goreng murni.
Hal itu akan mengakibatkan terjadinya pencampuran antara minyak goreng murni dan jelantah sehingga
akan mengubah komposisi minyak baik secara fisik maupun kimia. Jika jelantah tersebut tidak mendapat
penanganan akan menyebabkan permasalahan bagi lingkungan dan kesehatan. Namun, jelantah sendiri
berpotensi untuk dikonversi sebagai sumber energi alternatif. Maka dilakukan eksperimen untuk

mengukur kandungan energi campuran antara minyak goreng murni dan jelantah dengan metode Water
Boiling Test (WBT). Sampel yang digunakan merupakan minyak untuk media penggorengan krupuk
“rambak”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata energi kalor yang terserap dari minyak goreng
murni sebesar 413,201 kal/g dan jelantah sebesar 456,07 kal/g. Indikator dari prosentase 10% - 50%
mengalami kenaikan dari 322,45 kal/g sampai 457,16 kal/g. Jadi, semakin bertambahnya prosentase
penambahan minyak jelantah jenuh maka semakin besar energi kalor serapannya. Besarnya total energi
kalor yang diserap didekati melalui suatu permodelan. Hasil error minimum perbandingan antara
pengamatan dan permodelan dicapai pada rata-rata selisih energi e=0.075%, dengan konstanta k1=0,611
dan konstanta k2=1,42. Hasil dari Principal Component Analysis (PCA) mengelompokkan kelima
indikator dalam 3 kelompok berdasarkan karakteristiknya. Setelah penambahan kelipatan 20%, campuran
minyak tersebut baru memperlihatkan peningkatan kandungan energi yang signifikan.
Kata kunci : jelantah, campuran, WBT, kalor yang diserap, PCA

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia, produksi minyak kelapa sawit
hingga tahun 2010 diperkirakan mencapai
lebih dari 3 juta ton per tahun. Minyak
jelantah (used cooking oil) banyak dihasilkan
dari berbagai aktivitas memasak, salah

satunya dari UMKM. Sebuah restoran siap
saji terkenal dapat menghasilkan minyak
jelantah berwarna hitam sebanyak kurang
lebih 33.750 liter hanya dalam satu hari[1].
Melimpahnya jumlah UMKM yang tersebar
di berbagai tempat tentu meningkatkan
volume minyak jelantah. Sebagai akibatnya,
kebutuhan akan minyak goreng semakin
meningkat di saat harga minyak goreng serta
bahan pokok lainnya kian melambung. Hal
tersebut membuat para ibu rumah tangga dan
pedagang gorengan terus menggunakan
jelantah yang diikuti dengan pencampuran

minyak jelantah terhadap minyak goreng
murni sebagai upaya penghematan tanpa
mempertimbangkan
kualitas
minyak
tersebut[2].

Berdasarkan penelitian Siti Aminah, dkk
tahun 2010, jumlah minyak goreng yang
digunakan cukup bervariasi bergantung pada
jumlah dan jenis makanan yang digoreng
serta jumlah anggota keluarga dan
kegiatannya. Kisaran jumlah minyak yang
digunakan
dalam
menggoreng
untuk
pedagang berkisar 1500–4000 ml setiap kali
menggoreng
sedangkan,
yang
bukan
pedagang adalah 250–500 ml[3].
Penambahan minyak goreng murni dilakukan
1 – 2 kali selama penggorengan (2 - 3 jam).
Pedagang melakukan kegiatan mengoreng 1 3 kali penggorengan dan perulangan
mencapai 10 - 20 kali dalam satu periode

penggorengan. Minyak goreng yang masih
357 

 

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

1. Minyak Jelantah
Minyak goreng adalah minyak yang berasal
dari lemak tumbuhan atau hewan yang
dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu
kamar dan biasanya digunakan untuk
menggoreng bahan makanan. Minyak goreng
yang telah dipakai untuk memasak sudah
dapat dikatakan sebagai minyak jelantah.
Penggorengan pada suhu tinggi dan
pemakaian berulang akan merusak ikatan
rangkap pada asam lemak. Perubahan fisik
yang terjadi selama pemanasan menyebabkan

perubahan indeks bias, viskositas, warna dan
penurunan titik bakar[7]. Keadaan tersebut
menyebabkan penerimaan panas oleh minyak
menjadi lebih cepat sehingga waktu yang
dibutuhkan saat minyak mulai dipanaskan
hingga mencapai titik bakar menjadi lebih
cepat
pada
frekuensi
menggoreng
berikutnya[8].
Akibat reaksi kompleks pada minyak, ikatan
asam lemak tak jenuh berubah menjadi jenuh.
Semakin tinggi kandungan asam lemak jenuh
pada
minyak
menandakan
semakin
menurunnya mutu dari minyak tersebut.
Hubungan asam lemak jenuh dan frekuensi

menggoreng ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1.Kadar asam lemak jenuh minyak
goreng bekas makanan jajanan hewani[4]

Akan
digunakan
Hasil
Kode
(%)
A0 0,348
B0
0,348
C0
0,409
D0 0,363

Dua kali
penggunaan
Hasil
Kode

(%)
A2 0,399
B2
0,414
C2
0,450
D2 0,450

Bertambah tingginya kadar asam lemak jenuh
dan suhu penggorengan menyebabkan
semakin tinggi nilai kalor karena jumlah atom
karbonnya bertambah[8]. Pengaruh suhu
pemanasan terhadap nilai kalor ditunjukkan
dalam gambar 1.
9000
8000
7000
6000
5000
150


225

300 375 450 525
Suhu pemanasan (0C)

Gambar 1. Pengaruh suhu penggorengan
terhadap nilai kalor[9]
Minyak yang berasal dari kelapa sawit
mempunyai kadar asam lemak jenuh sebesar
51% dan asam lemak tak jenuh 49%[5].
Minyak goreng yang baru dipakai memiliki
kandungan asam lemak omega-6 serta energi
metabolis
sebesar
8.300
kcal/kg[10].
Sedangkan
minyak
jelantah

energi
metabolisnya sedikit menurun menjadi 7.430
kcal/kg. Dengan masa jenis berkisar 0,9g/cm3
maka potensi energi 1 liter minyak jelantah :
E = 7430

kcal

−3

3

× 10 m ×

900kg
m

kg

3


3

= 6,69 × 10 kcal

Potensi jelantah tersebut untuk konversi
sempurna. Perhitungan diatas berarti seluruh
energi metabolis jelantah telah terkonversi.
2. Water Boiling Test (WBT)
Teknik pengambilan data dengan WBT
cukup singkat, simulasi sederhana dari
358 

 

Satu kali
penggunaan
Hasil
Kode
(%)

A1
0,363
B1
0,388
C1
0,420
D1
0,440

Total 1,468
Total
1,611 Total 1,713
Rerata 0,367 Rerata 0,403 Rerata 0,428
Ket : A, B, C, D : Pedagang jajanan hewani

Nilai Kalor (kal/g)

 
 
tersisa, digunakan untuk menggoreng pada
hari berikutnya dengan menambahkan
minyak goreng murni[3]. Kecenderungan ini
terus berulang, padahal minyak yang telah
mengalami penggorengan ulang akan
menyebabkan penurunan mutu bahkan akan
menimbulkan bahaya bagi kesehatan[5].
Beberapa penelitian yang telah dilakukan
untuk memanfaatkan jelantah, seperti pada
penelitian yang dilakukan Sjaffriadi, dkk
tahun 2012, jelantah dimanfaatkan sebagai
bahan bakar kompor tekan multifuel yang
memanfaatkan jelantah secara langsung
sebagai bahan bakar sumber panas[6].
Penelitian tentang kandungan energi dari
campuran minyak goreng murni dan jelantah
belum banyak dilakukan.
Berdasarkan
perilaku tersebut maka dalam penelitian ini
diteliti bagaimana pengaruh campuran
minyak goreng murni dan jelantah terhadap
kandungan energinya. Sehingga jelantah
dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai
sumber energi alternatif.

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 
 
pemanasan air pada umumnya. Dengan
metode WBT dapat mengukur konsumsi
bahan bakar pada suatu tungku pembakaran
dan menunjukkan prediksi kegunaan bahan
bakar secara kasar untuk berbagai keperluan
pembakaran dengan penentuan efisiensi
termal maksimum dan minimum.
Metode WBT digunakan untuk mengukur
beberapa aspek dari tungku yang berkaitan
dengan
kemampuan
tungku
untuk
memelihara bahan bakar. Metode WBT
dirancang cukup baik untuk mengukur
efisiensi termal, laju pembakaran, konsumsi
spesifik bahan bakar dan kemampuan
pembakaran[11].

BAHAN DAN METODE

dengan minyak tanah dikarenakan titik bakar
minyak kepala sawit lebih tinggi daripada
minyak tanah[12]. Tetapi bila terus mengalami
pemanasan maka akan terjadi penurunan titik
bakar.
3. Pengujian Kandungan Energi Kalor
Minyak Jelantah dengan metode WBT
Sampel yang telah diberi perlakuan seperti
tabel 2 dibakar untuk memanaskan air seperti
gambar 2. Suhu pada air akan terpantau pada
termokopel. Pada pengambilan data dengan
WBT, masa air dan kenaikan suhu dikontrol
pada 50 gram dan kenaikan 50C. Setelah
kenaikan suhu 50C api dimatikan, kemudian
dicatat selang waktu yang dibutuhkan dan
masa minyak yang terkonsumsi.

1. Bahan Penelitian
Minyak goreng yang digunakan sebagai
bahan sampel adalah minyak goreng yang
digunakan oleh industri rumah tangga (home
industry) penggorengan krupuk “rambak”.
Minyak goreng murni yang digunakan ini
merupakan minyak goreng yang belum
pernah digunakan untuk menggoreng.
Sedangkan minyak jelantah jenuhnya
merupakan minyak yang telah mengalami
penggorengan sampai 18 kali, warnanya
hitam dan bau tengiknya cukup tajam ketika
dibakar.
2. Perlakuan Sample sebagai Indikator
Kualitas Minyak Goreng
Dalam penelitian ini, dilakukan eksperimen
dimana minyak goreng murni dicampurkan
minyak jelantah jenuh. Sehingga sampel
dibagi menjadi 5 indikator dari penambahan
10% sampai 50%. Perlakuan sampel sebagai
indikator kualitas minyak ditunjukkan pada
tabel 2.
Tabel 2. Prosentase pencampuran minyak
goreng murni dan jelantah
Prosentase
No Indikator
Murni Jelantah
1.
A
90%
10%
2.
B
80%
20%
3.
C
70%
30%
4.
D
60%
40%
5.
E
50%
50%
Pada awal penyalaan api dengan minyak
kelapa sawit akan lebih lama dibandingkan

Gambar 2. Pengkontrolan masa air dan uji
kandungan energi dengan WBT
Besar kalor yang diterima oleh air mengikuti
persamaan:
Q = m.c.ΔT ……………………..….(1)
Dimana :
Q
= Energi kalor yang diserap (kalori)
m
= Masa air (gram)
c
= kalor jenis bahan (kal/gr C)
ΔT
= Perubahan suhu ( C)
Setelah didapatkan nilai energi kalor serapan
dari pembakaran minyak jelantah. Energi
kalori jelantah per masa yang dapat
dihasilkan melalui pembakaran dapat
diperoleh melalui persamaan 2.

E=

Dimana :
E
= nilai kalori jelantah (kal/g)
Q
= kalor yang diserap (kal)
Δm
= masa minyak yang terpakai
(gram)
Pengukuran digunakan untuk memprediksi
secara kasar penentuan efisiensi termal
359 

 

Q
……………………………(2)
Δm

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 
 
maksimum
dan
minimum
pembakaran minyak jelantah.

Pengujian energi kalor menggunakan metode
WBT didekati dengan permodelan seperti
pada persamaan 3. 

efisiensi

Q = Qmurni + Q jelantah

HASIL DAN DISKUSI

Energi yang diserap
(Kal/g)

Berdasarkan pengukuran kandungan energi
yang diserap air dari pembakaran sampel
minyak goreng murni dan jelantah dengan
WBT diperoleh hasil yang ditunjukkan
gambar 3.

Q = mm .cm .ΔT .k1 + m j .c j .ΔT .k 2

…..
Dimana :
Q
= kalor total yang diserap (kal/g)
mm
= prosentase minyak murni
mj
= prosentase minyak jelantah
cm
= kalor jenis minyak murni
(kal/g 0C)
cj
= kalor jenis minyak jelantah
(kal/g 0C)
k1
= konstanta konstribusi minyak
murni akibat WBT
k2
= konstanta kontribusi minyak
jelantah akibat WBT

650
550
450
350
Minyak Murni
Jelantah

250
150

(3)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Percobaan ke-

Gambar 3. Energi kalor serapan minyak
goreng murni dan jelantah jenuh pada masa
air sebanyak 50 gram dan kenaikan suhu
sebesar 50C

Konstanta k1 dan k2 merupakan konstanta
yang menunjukkan kontribusi konversi energi
dari masing-masing komponen yang ada
dalam bahan bakar. Nilai konstanta k1 dan k2
diperoleh dari optimasi dengan melakukan
interpolasi nilai k1, k2 dan error (e) atau
rerata selisih energi antara eksperimen dan
permodelan yang ditunjukkan pada gambar 4.

Berdasarkan gambar 3 diperoleh bahwa
minyak goreng murni memiliki rata-rata
energi kalor serapan 413,201 kal/g.
Sedangkan minyak jelantah jenuh memiliki
rata-rata energi kalor serapan 456,07 kal/g.

2.5

2

erorr

1.5

1

0.5

0
1.428
1.426

0.618

1.424

0.616

X: 0.611
Y: 1.42
Z: 0.000749

1.422
1.42

0.614
0.612
0.61

1.418

0.608
1.416

0.606

konstanta kedua

konstanta pertama

Gambar 4. Optimasi interpolasi k1, k2 dan e
360 
 

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

Energi kalor yang diserap
(kal/g)

 
 
Nilai k1 dan k2 diperoleh dari konstantakonstanta yang menghasilkan e minimum.
Dari interpolasi pada gambar 4 diperoleh
error minimum, e = 0.075% pada k1=0,611
dan k2=1,42. Sehingga persamaan 3 dapat
diubah menjadi :
Q = ( m m .c m .ΔT ) 0,611 + ( m j c j .ΔT )1, 42 (4)
....
Hasil
data
eksperimen
pengukuran
kandungan energi campuran minyak goreng
murni dan jelantah dengan WBT serta data
permodelan dari persamaan 4 ditunjukkan
oleh grafik gambar 5.

EE=457,16 kal/g. Terlihat bahwa nilai energi
mengalami peningkatan dari penambahan
minyak jelantah jenuh dari 10% sampai 50%
sesuai permodelan yang dilakukan. Dari
kelima indikator diketahui bahwa energi
kalor serapan rata-rata tertinggi dihasilkan
oleh minyak pada indikator E dengan
prosentase 50% yaitu 457,16 kal/g.
Berdasarkan pola distribusi data energi kalor
serapan dapat dikelompokkan dengan
melakukan PCA (Principal Component
Analysis).
Masing-masing
indikator
mempunyai karakteristik seperti yang
ditunjukkan pada gambar 6.
Berdasarkan gambar 6, indikator A, B, C, D
dan E dikelompokkan menjadi 3 kelompok.
Kelompok I yaitu indikator A dan B,
kelompok II yaitu indikator C dan D, serta
kelompok III hanya indikator E.
Indikator A dan B ini menunjukkan sifat yang
hampir sama, terlihat juga dari besar masa
jenis A dan B yang mendekati sama (ρ=0,88
g/cm3). Kelompok II yang berisi indikator C
dan D mempunyai masa jenis sebesar 0,87
g/cm3. Sedangkan, pada kelompok III yang
hanya ada indikator E memiliki masa jenis
sebesar 0,9 g/cm3. Dari PCA diketahui bahwa
indikator pada satu kelompok memiliki
persamaan. Antara kelompok I,II dan III
menunjukkan bahwa perningkatan kandungan
energi yang cukup signifikan baru terlihat
setelah
penambahan
jelantah
dengan
prosentase 20%.

480
430
380
330

permodela
n

280
0% 10% 20% 30% 40% 50%
Prosentase penambahan jelantah (%)

Gambar 5. Hasil permodelan dan eksperimen
kandungan energi campuran
Dari eksperimen kandungan energi
serapan yang terukur pada indikator A
EA=322,45 kal/g, indikator B
EB=330,32 kal/g, indikator C
EC=363,9 kal/g, indikator D
ED=381,03 kal/g dan indikator E

kalor
(10%)
(20%)
(30%)
(40%)
(50%)

0.9

III

0.8

E

0.7

PC2

0.6
0.5

I

0.4

B

0.3

A
0.2
0.1
-0.8

D
-0.6

-0.4

II
C
-0.2

0

0.2

0.4

0.6

PC1

Gambar 6. Analisa komponen utama (Principal Component Analysis)
361 
 

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 
 

KESIMPULAN
Dari penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata
energi kalor serapan minyak goreng murni
sebesar 413,201 kal/g dan minyak jelantah
jenuh sebesar 456,07 kal/g.
Dari
kelima
indikator
berdasarkan
pencampuran minyak jelantah jenuh terhadap
minyak goreng murni menunjukkan bahwa
penambahan minyak jelantah berbanding
lurus dengan kenaikan energi kalor yang
diserap. Nilai kalor serapan tertinggi pada
indikator E dengan prosentase minyak
jelantah jenuh sebesar 50% dan rata-rata
energi kalor yang diserap 457,1 kal/g.
Korelasi penambahan minyak jelantah jenuh
pada minyak goreng murni antara hasil
pengamatan dan model dicapai dengan ratarata selisih energi 0.00075 kal/g dengan
konstanta k1 = 0,611; k2 = 1,42 dan e =
0,075%.
Kelima indikator dapat dikelompokkan
menjadi
3
kelompok
berdasarkan
karakteristik masing masing. kelompok I yaitu
indikator A dan B, kelompok II terdiri dari
indikator C dan D, serta kelompok III yaitu
indikator E. Peningkatan kandungan energi

baru terlihat signifikan pada penambahan
kelipatan 20%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini mendapat dukungan dari
Penelitian Starter UKSW (Universitas Kristen
Satya Wacana) tahun 2011 dan pihak-pihak
yang telah membantu.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Rosita, Alinda Fradiani dan Wenti
A.W.2009.Peningkatan Kualitas Minyak
Goreng
Bekas
KFC
dengan
Menggunakan Adsorben Karbon Aktif.
Semarang : Seminar Tugas Akhir S1
Jurusan Teknik Kimia UNDIP.
[2]. Kadarwati,Sri dan Sri Wahyuni. 2010.
Regenerasi Minyak Jelantah dengan
Zeloit Alam Sebagai Upaya Peningkatan
Kesehatan Masyarakat. Semarang :
Prodi Kimia Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Semarang.
[3]. Aminah, Siti dan Joko Teguh Isworo.
2010. Praktek Penggorengan dan Mutu
Minyak Goreng Sisa Pada Rumah
Tangga di RT V RW III Kedungmundu
Tembalang Semarang. Semarang :

Prosiding Seminar Nasional UNIMUS
2010, ISBN : 978.979.704.883.9.
[4]. Ayu, Dewi Fortuna dan Farida Hanum
Hamzah. 2010. Evaluasi Sifat FisikoKimia Minyak Goreng yang Digunakan
oleh Pedagang Makanan Jajanan di
Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru.
Pekanbaru : SAGU, Maret 2010 Vol. 9
No. 1:4-14, ISSN 1412-4424.
[5]. Edwar, Zulkarnian, dkk. 2011. Pengaruh
Pemanasan terhadap Kejenuhan Asam
Lemak Minyak Goreng Sawit dan
Minyak Goreng Jagung. J Indon Med
Assoc, Volum: 61, Juni 2011
[6]. Sjaffriadi, dkk. 2012. Kompor Tekan
Multifuel Berbahan Bakar Jelantah.
SEMINAR
NASIONAL
TEKNIK
KIMIA UNIVERSITAS KATHOLIK
PARAHYANGAN BANDUNG, 25
APRIL 2012
[7]. Anwar, Reskiati Wiradhika. 2012. Studi
Pengaruh Suhu dan Jenis Bahan
Pangan Terhadap Stabilitas Minyak
Kelapa Selama Proses Penggorengan.
Makasar : Program Studi Ilmu dan
Teknologi Pangan, Jurusan knologi
Pertanian, Universitas Hasanuddin.
[8]. Gunawan, Mudji Triatmo MA dan
Arianti Rahayu. 2003. Analisa Pangan ;
Penentuan Angka Peroksida dan Asam
Lemak Bebas pada Minyak Keledai
dengan Variasi Menggoreng. Semarang
: JSKA Vol. VI No. 3 Tahun 2003
[9]. Tirono,M dan Ali Sabit. 2011. Efek Suhu
Pada Proses Pengarangan terhadap
Nilai Kalor Arang Tempurung Kelapa
(Coconut Shell Charcoal). Jurnal
Neutrino Vol 3, No.2, April 2011
[10]. NRC (National Research Council).
1984. Nutrients Requirements of
Poultry. Eight Revised Ed. National
Academy. Press, Washington, DC. 555
pp.
[11]. Volunteers in Technical Assistance
(VITA), 1985. Testing The Efficiency of
Wood-Burning Cookstoves. USA :
VITA Publications Department
[12]. Prastowo, Bambang. 2007. Bahan
Bakar Nabati Asli Tanaman Perkebunan
Sebagai Alternatif Pengganti Minyak
Tanah untuk Rumah Tangga. Perspektif
volume 6 nomor 1 (Juni, 2007), page
10-18.
362 

 

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW 
Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 

 
 
Nama Penanya

: Debora N. Sudjito

Instansi

: FSM - UKSW

Pertanyaan

:

1. Kalau pada akhirnya minyak bumi dan jelantah dicampur, apa keuntungan penelitian
anda bagi masyarakat ? (minyak bumi dicampur jelantah kan jadi jelantah juga)
Jawaban

:

1. Penelitian ini berdasarkan kecenderungan masyarakat yang mencampur minyak murni
dan jelantah sehingga dengan penelitian ini kita bisa menguji potensi energi keluar
limbah minyak tersebut (campuran)

Nama Penanya

: Vellisya

Instansi

: FSM - UKSW

Pertanyaan

:

1. Membenarkan : Tadi priskila bilang ayam lemak tidak jenuh → semakin bahaya ?
Sebenarnya lemak tidak jenuh >> → semakin bagus mutunya
2. Berarti kalau 50:50 (minyak jelantah : minyak bumi) energy yang dihasilkan hampir
sama dengan 100% minyak jelanta. Berarti mending pake minyak jelanta saja, kan
energinya hampir sama
Jawaban

:

1. Maaf mungkin tadi terbalik, sebenarnya ang saya maksud, asam lemak jenuh
meningkat, mutu minyak menurun
2. Berdasarkan kecenderungan → Pencampuran → energi

363