STRATEGI PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MENDIRIKAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

(1)

18

TINJAUAN PUSTAKA

A. Strategi Pembinaan

1. Pengertian Strategi Pembinaan

Menurut Ngalimun dalam bukunya yang berjudul Strategi dan Model Pembelajaran bahwa:

Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer dan diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Seorang yang berperang dalam mengatur strategi, untuk memenangkan peperangan sebelum melakukan suatu tindakan, ia akan menimbang bagaimana kekuatan pasukan yang dimilikinya baik dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya. Setelah semuanya diketahui, baru kemudian ia akan menyusun tindakan yang harus dilakukan, baik tentang siasat peperangan yang harus dilakukan, taktik dan teknik peperangan, maupun waktu yang tepat untuk melakukan suatu serangan. Dengan demikian dalam menyusun strategi perlu memperhitungkan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar.1

Dengan demikian awal mula strategi dipakai dalam dunia militer untuk mencapai kemenangan dalam berperang, dalam mencapai kemenangan berperang seseorang sebelumnya mengetahui dan menimbang akan kekuatan dari pasukan-pasukannya, setelah semua diketahui dengan baik lalu menyusun suatu tindakan berupa siasat berperang melalui taktik, teknik dan waktu melakukan serangan terhadap musuh, untuk itu strategi digunakan untuk memperoleh keberhasilan dalam mencapai tujuan yang diinginkan dalam berperang.

1

Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014), hal. 4.


(2)

Menurut Sanjaya Wina sebagai dicatat oleh Ngalimun istilah strategi, sebagaimana banyak istilah lainnya, dipakai dalam banyak konteks dengan makna yang tidak selalu sama. Di dalam konteks belajar-mengajar, termasuk juga strategi pembinaan kedisiplinan siswa mendirikan shalat berjamaah, strategi berarti pola umum perbuatan guru terhadap peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat pola umum tersebut berarti bahwa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak dipergunakan dan/atau dipercayakan guru terhadap peserta didik di dalam bermacam-macam peristiwa belajar. Dengan demikian maka konsep strategi dalam hal ini menunjuk pada karakteristik abstrak rentetan perbuatan guru peserta didik di dalam peristiwa belajar mengajar. Implisit di balik karakteristik abstrak itu adalah rasional yang membedakan strategi yang satu dari strategi yang lain secara fundamental.2

Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan..3

Pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.4 Dapat dipahami bahwa pembinaan itu suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan agar memperoleh hasil yang baik.

Pembinaan juga dapat diartikan : “ bantuan dari seseorang atau sekelompok orang yang ditujukan kepada orang atau sekelompok orang lain melalui materi pembinaan dengan tujuan dapat mengembangkan kemampuan, sehingga tercapai apa yang diharapkan.5

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam pembinaan terdapat unsur tujuan, materi, proses, cara, pembaharuan, dan tindakan pembinaan.

2

Ibid., hal. 4. 3

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan zain, Stategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hal. 5.

4

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 995. 5


(3)

Selain itu, untuk melaksanakan kegiatan pembinaan diperlukan adanya perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian.

a. Perencanaan

Menurut Roger A. Kauffman, Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisian dan seefektif mungkin.6

Dalam setiap perencanaan terdapat tiga kegiatan yaitu (1) Perumusan tujuan yang ingin dicapai (2) Pemilihan program untuk mencapai tujuan itu (3) Identifikasi dan pengerahan sumber.7

1) Perumusan tujuan komponen tujuan memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem pembelajaran. Akan terjadi proses pembelajaran manakala terdapat tujuan yang harus dicapai.8 Dengan demikian, sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa dalam proses pembelajaran hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Tujuan merupakan pengikat segala aktivitas guru dan siswa. Oleh sebab itu, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang sebuah perencanaan program pembelajaran ataupun kegiatan.

6

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 49.

7

Ibid.,hal. 49. 8

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 121.


(4)

2) Pemilihan program, pemilihan program di sini meliputi materi maupun kegiatan/upaya yang akan dilaksanakan. Pemilihan materi sekaligus kegiatan/upaya harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yang terkait tentang kegiatan pembinaan. Sehingga antara materi dan kegiatan menjadi berkesinambungan dalam mencapai tujuan.

3) Identifikasi dan pengerahan sumber, sumber dalam kegiatan pembinaan disini ada 2 macam, yaitu sumber manusia dan sumber non manusia. Sumber manusia adalah tenaga atau orang yang bertanggung jawab serta yang berperan serta dalam kegiatan pembinaan, diantaranya kepala sekolah, guru agama, guru lain dan siswa. Sedangkan dari sumber non manusianya meliputi , sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pembinaan shalat berjamaah tersebut.

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian adalah kumpulan orang dengan sistem kerja sama untuk mencapai tujuan bersama.9 Dengan kata lain, pengorganisasian adalah pelaksanaan suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya, aktualisasi atas suatu program kerja.

Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu badan atau wadah secara berencana, teratur, dan terarah guna mencapai tujuan yang diharapkan.

9


(5)

Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan pembinaan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:

1. Guru harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi.

2. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat menjelaskan unit pelajaran secara berulangulang hingga tanggapan peserta didik menjadi jelas. Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran dan/ atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.

4. Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik dalam kelas maupun di luar kelas.

5. Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat melayani siswa sesuai dengan perbedaannya tersebut.10

Upaya dalam pencapaian tujuan suatu kegiatan harus dilaksanakan dengan semaksimal mungkin, walaupun pada kenyataannya manusia tidak mungkin menemukan kesempurnaan dalam berbagai hal. Athiyah Al-Abrasyi menyairkan satu syair : “ setiap

10


(6)

sesuatu mempunyai tujuan yang diusahakan untuk dicapai, seseorang bebas menjadikan pencapaian tujuan pada taraf yang paling tinggi”.11

c. Pengendalian

Menurut Randy R Wrihatnolo & Riant Nugroho Dwijowijoto, .Pengendalian adalah suatu tindakan pengawasan yang disertai tindakan pelurusan (korektif).

Contextual Teaching & Learning : Pengendalian merupakan mekanisme untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan mengarahkan orang untuk bertindak menurut norma- norma yang telah melembaga.

Bateman & Snell : Pengendalian adalah memantau kemajuan dari organisasi atau unit kerja terhadap tujuan - tujuan dan kemudian mengambil tindakan - tindakan perbaikan jika diperlukan.

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa pengendalian kegiatan itu bisa dilaksanakan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi. Monitoring yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek penampilan dari aktivitas yang sedang dikerjakan.Monitoring adalah bagian dari kegiatan pengawasan, dalam pengawasan ada aktivitas memantau (monitoring). Pemantauan umumnya dilakukan untuk tujuan tertentu, untuk memeriksa apakah program yang telah berjalan itu sesuai dengan sasaran atau sesuai dengan tujuan dari program. Jadi

11

Abdul Mujib dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hal. 78.


(7)

kegiatan monitoring ini bisa dilaksanakan dengan cara memantau dan mengecek dari aktivitas kegiatan pembinaan.

Dalam arti luas, evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif- alternatif keputusan Mehrens & Lehmann.12

Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini berarti bahwa evaluasi (dalam pengajaran) merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya merupakan kegiatan akhir atau penutup dari suatu program tertentu, melainkan merupakan kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama program berlangsung, dan pada akhir program setelah program itu dianggap selesai.13

Fungsi evaluasi di dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan evaluasi itu sendiri. Tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk mendapat data pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuantujuan. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh guru-guru dan para pengawas pendidikan untuk mengukur atau menilai sampai di mana keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode-metode mengajar yang digunakan.14 Kegiatan evaluasi dapat dilaksanakan dengan cara mengukur atau menilai

12

Ngalim Purwanto, Prinsip – Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 3.

13

Ibid., hal. 3-4. 14


(8)

keefektifan pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatankegiatan belajar, dan metode - metode mengajar yang digunakan.

Dihubungkan dengan Strategi Guru Agama Islam Dalam Pembinaan Akhlak Siswa15

Strategi guru agama islam mengandung pengertian rangkaian perilaku pendidik yang tersusun secara terencana dan sistematis untuk menginformasikan, mentransformasikan dan menginternalisasikan nilainilai Islam agar dapat membentuk kepribadian muslim seutuhnya.

Strategi guru agama yang dilakukan dalam upaya pendidikan atau pembinaan Akhlak siswa, terdapat beberapa strategi yang digunakan diantaranya ialah :

a. Pendidikan secara langsung

Yaitu dengan mengadakan hubungan langsung secara pribadi dan kekeluargaan dengan individu yang bersangkutan. Dengan cara mempergunakan petunjuk, nasehat, tuntunan, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya.

15

http://tugasakhiramik.blogspot.com/2013/03/strategi-guru-agama-islam-dalam.html - diakses 20-05-2015.


(9)

b. Pendidikan secara tidak langsung

Yaitu strategi guru yang bersifat pencegahan, penekanan padahal-hal yang akan merugikan. Strategi ini dibedakan menjadi 3 (tiga)bagian diantaranya adalah:

1). Larangan

Larangan adalah suatu keharusan untuk tidak melaksanakan atau melakukan pekerjaan yang merugikan. Alat inipun bertujuan untuk membentuk disiplin.

2). Koreksi dan pengawasan

Adalah untuk mencegah dan menjaga, agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan. Mengingat manusia bersifat tidak sempurna maka kemungkinan untuk berbuat salah serta penyimpangan-penyimpangan maka belum kesalahan-kesalahan itu berlangsung lebih jauh lebih baik selalu ada usaha-usaha koreksi dan pengawasan.

3). Hukuman

Adalah suatu tindakan yang dijatuhkan kepada peserta didik secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan penyesalan. Dengan adanya penyesalan tersebut siswa akan sadar atas perbuatannya dan ia berjanji untuk tidak melakukannya dan mengulanginya. Hukuman ini dilaksanakan apabila larangan yang


(10)

telah diberikan ternyata masih dilakukan oleh siswa. Namun hukuman tadi tidak harus hukuman badan, melainkan bisa menggunakan tindakan-tindakan, ucapan dan syarat yang menimbulkan mereka tidak mau melakukannya dan benar-benar menyesal atas perbuatannya.

Dengan demikian Strategi guru agama yang dilakukan dalam upaya pendidikan atau pembinaan Akhlak siswa, terdapat beberapa strategi yang digunakan melalui 1. pendidikan secara langsung, guru langsung berhadapan langsung dengan peserta didik atau dengan wali murid peserta didik. Pada saat diundangnya wali murid ke sekolah pihak guru menyampaikan nasehat, tuntunan, menyebutkan manfaat dan bahaya-bahayanya, Agar peserta didik dapat berperilaku baik. 2. Pendidikan secara tidak langsung, dengan cara guru melakukan larangan bagi peserta didik dalam melakukan perbuatan yang menyimpang, koreksi dan pengawasan bagi peserta didik pada saat jam-jam diluar pembelajaran sebelum kesalahan-kesalahan itu berlangsung lebih baik selalu ada usaha-usaha koreksi dan pengawasan, dan hukuman bagi peserta didik yang berperilaku menyimpang atau melanggar dari aturan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni dalam bukunya yang berjudul Teori Belajar & Pembelajaran bahwa:

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar


(11)

individu siswa sehingga menentukan kualitas hasil belajar yang dalam konteks soft-skills ada yang terkait dengan pengembangan intra-personal skills dengan lingkup penguasaan suatu konsep akademik dan penguasaan suatu prinsip keterampilan, sekaligus terkait dengan pengembangan inter-personal skills dengan lingkup penguasaan suatu tata-nilai.

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis. 1). Faktor fisiologis

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga.

2). Faktor psikologis

Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.

- Kecerdasan/inteligensi siswa. Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia. Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa.

- Motivasi. Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang mendorong


(12)

siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya. Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan guru, orangtua, dan lain sebagainya.16

- Minat. Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Namun terlepas dari masalah populer atau tidak, minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi tertentu. Umpamanya, seorang siswa yang manaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.17

- Sikap. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap (attitude) siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran , apalagi jika diiringi kebencian kepada guru atau kepada mata pelajaran dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.18

- Bakat. Faktor psikologis lain yang mempengaruhi proses belajar adalah bakat. Menurut Syah secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang

16

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2010) hal. 19-23.

17

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2004), hal. 136.

18


(13)

sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.19

b. Faktor-faktor eksternal

Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

1). Lingkungan sosial yang terdiri dari tiga macam seperti di bawah ini.

a. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.20

b. Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan mempengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika memerlukan teman belajar, diskusi atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.

c. Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini sangat mempengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orang-tua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga, orang-tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.

2). Lingkungan nonsosial yang terdiri dari tiga macam seperti di bawah ini.

a. Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar/cahaya yang tidak terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. b. Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat

digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapangan olahraga dan lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum

19Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran…, hal. 25. 20 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru…, hal. 137.


(14)

sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi,dan lain sebagainya.

c. Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.21

Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik salah satunya adalah faktor internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri setiap peserta didik yang meliputi 1. Faktor fisiologis ialah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu oleh karena itu bagi peserta didik perlu menjaga kesehatan fisiknya, salah satunya dengan mengonsumsi makanan bergizi. 2. Faktor psikologis ialah faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan psikologis peserta didik, misalnya kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat peserta didik. Selain faktor internal peserta didik, faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar peserta didik yang meliputi 1. Faktor lingkungan sosial diantaranya lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial masyarakat, lingkungan sosial keluarga. 2. Faktor lingkungan nonsosial diantaranya lingkungan alamiah, faktor instrumental, faktor materi pelajaran.

21Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran…, hal. 27 -28.


(15)

B. Kedisiplinan

1. Pengertian kedisiplinan

Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Secara etimologi, kata disiplin berasal dari bahasa latin, yaitu disciplina dan discipulus yang berarti perintah dan murid. Berarti, disiplin adalah perintah yang diberikan oleh orang tua kepada anak atau guru kepada murid. Perintah tersebut diberikan kepada anak atau murid agar ia melakukan apa yang diinginkan oleh orang tua dan guru.22 Disiplin dalam bahasa inggris adalah discipline, berasal dari akar kata bahasa Latin yang sama (discipulus) dengan kata disciple dan mempunyai makna yang sama: mengajari atau mengikuti pemimpin yang dihormati.23 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat tiga arti disiplin, yaitu tata tertib, ketaatan, dan bidang studi.24 Dengan demikian disiplin merupakan suatu perintah dari atasannya misalnya ( pemimpin, guru, orang tua) yang harus dipatuhi, ditaati dan dijalani oleh bawahannya misalnya (peserta didik, anak, dan karyawan).

Ali Imron mengutip pendapat para ahli mengenai pengertian disiplin. Menurut The Liang Gie, disiplin adalah suatu keadaan tertib di mana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-peraturan yang telah ada dengan rasa senang hati.25

22

Novan Ardy Wiyani, Bina Karakter Anak Usia Dini: Panduan Orangtua & Guru dalam Membentuk Kemandirian & Kedisiplinan Anak Usia Dini, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 41.

23

Jane Elizabeth Allen dan Marilyn Cheryl Ph. D, Disiplin Positif Menciptakan Dunia Penitipan Anak yang Edukatif Bagi Anak Pra-Sekolah, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2005), hal. 24.

24

Novan Ardy Wiyani, Bina Karakter Anak Usia Dini: Panduan Orangtua & Guru dalam Membentuk Kemandirian & Kedisiplinan Anak Usia Dini…, hal. 41.

25

Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), hal. 172.


(16)

Singgih D. Gunarsa mengutip pendapat para ahli bahwa menurut Webster‟s New World Dictionary, disiplin sebagai latihan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib dan efesien. Menurut Eliza-beth B. Hurlock, disiplin sebagai suatu proses dari latihan atau belajar yang bersangkut paut dengan pertumbuhan dan perkembangan. Seseorang dikatakan telah berhasil mempelajari kalau ia bisa mengikuti dengan sendirinya tokoh-tokoh yang telah mengajarkan sesuatu yaitu orang tua atau guru-guru. Apa yang dipelajari akan mengarahkan kehidupannya agar bisa bermanfaat bagi dirinya maupun masyarakat dan menimbulkan perasaan bahagia dan sejahtera.26

Dengan demikian dapat dipahami, bahwa disiplin itu seseorang harus mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh pemimpinnya dengan menjalankannya secara tertib dan efisen.

2. Cara menanamkan kedisiplinan

Menurut Singgih D. Gunarsa dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja bahwa cara menanamkan disiplin dengan cara:

a. Cara otoriter

Pada cara ini orangtua menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh dan tunduk dan tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapatnya sendiri. Kalau anak tidak memenuhi tuntutan orangtua, ia akan diancam dan dihukum. Orangtua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak lebih merasa takut kalau tidak melakukan dan bukan karena kesadaran apalagi dengan senang hati melakukan. Orangtua menentukan tanpa memperhitungkan keadaan anak, tanpa menyelami keinginan dan sifat-sifat khusus anak yang berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainnya. Anak harus patuh dan menurut saja semua peraturan dan kebijaksanaan orangtua. Sikap keras dianggap sebagai sikap yang harus dilakukan karena hanya dengan sikap demikian anak menjadi penurut. Dengan cara otoriter, ditambah dengan sikap keras, menghukum, mengancam, akan menjadikan anak “patuh” dihadapan orangtua, tetapi di belakangnya ia akan memperlihatkan reaksi-reaksi misalnya menentang atau melawan

26

Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004), hal. 81.


(17)

karena anak merasa “dipaksa”. Reaksi menentang dan melawan bisa ditampilkan dalam tingkahlaku-tingkahlaku yang melanggar norma-norma dan yang menimbulkan persoalan dan kesulitan baik pada dirinya maupun lingkungannya rumah, sekolah dan pergaulannya. Cara otoriter memang bisa diterapkan pada permulaan usaha menanamkan disiplin, tetapi hanya bisa pada hal-hal tertentu atau ketika sianak berada dalam tahap perkembangan dini yang masih sulit menyerap pengertian-pengertian. Cara otoriter masih bisa dilakukan asal memperhatikan bahwa dengan cara tersebut anak merasa terhindar, aman dan tidak menyebabkan anak ketakutan, kecewa, menderita sakit karena dihukum fisik. Cara otoriter menimbulkan akibat hilangnya kebebasan pada anak. Inisiatif dan aktivitas-aktivitasnya menajadi “tumpul”. Secara umum kepribadiannya lemah, demikian pula kepercayaan dirinya.

b. Cara bebas

Orangtua membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tatacara yang memberi batasan-batasan dari tingkahlakunya. Hanya pada hal-hal yang dianggapnya sudah “keterlaluan” orangtua baru bertindak. Pada cara bebas ini pengawasan menjadi longgar. Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggapnya baik. Pada umumnya keadaan seperti ini terdapat pada keluarga-keluarga yang kedua orangtuanya bekerja, terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan sehingga tidak ada waktu untuk mendidik anak dalam arti yang sebaik-baiknya. Orangtua merasa sudah mempercayakan masalah pendidikan anak kepada orang lain yang bisa mengasuh khusus atau bisa pula anggota keluarga yang tinggal di rumah. Orangtua hanya bertindak sebagai “polisi” yang mengawasi, menegor, dan mungkin memarahi. Orangtua tidak biasa bergaul dengan anak, hubungan tidak akrab dan merasa bahwa anak harus tahu sendiri.

c. Cara demokratis

Cara ini memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak, anak dan orangtua. Keinginan dan pendapat anak diperhatikan dan kalau sesuai dengan norma-norma pada orangtua, maka disetujui untuk dilakukan. Sebaliknya kalau keinginan dan pendapatnya tidak sesuai, kepada anak diterangkan secara rasional dan obyektif sambil meyakinkan perbuatannya, kalau baik perlu dibiasakan dan kalau tidak baik hendaknya tidak diperlihatkan lagi. Dengan cara demokratis ini pada anak tumbuh rasa tanggungjawab untuk memperlihatkan sesuatu tingkahlaku dan selanjutnya memupuk kepercayaan dirinya. Ia mampu bertindak sesuai dengan norma dan kebebasan yang ada pada dirinya untuk memperoleh kepuasan dan menyesuaikan diri dan kalau tingkahlakunya tidak berkenan bagi orang lain ia mampu menunda


(18)

dan menghargai tuntutan pada lingkungannya sebagai sesuatu yang memang bisa berbeda dengan norma pribadinya.27

Dengan demikian berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa dalam menanamkan perilaku disiplin terhadap anak itu dilakukan melalui cara yang pertama melalui cara otoriter yaitu cara ini digunakan orangtua dalam menentukan aturan-aturan yang harus dipatuhi dan dituruti oleh anak, anak harus patuh sesuai dengan aturan orang tuanya, kalau anak tidak mau patuh terhadap aturan orangtuanya anak akan mendapat hukuman dan ancaman dari orangtuanya. Dengan demikian anak merasa takut bila tidak melakukan aturan dari orang tuanya. Orang tua memberikan sikap keras terhadap anak diharapkan anak menjadi penurut, orang tua dalam membuat aturan-aturan itu tanpa melihat keadaan dan keinginan anaknya. Dengan cara otoriter yang dilakukan orangtua mengakibatkan anak mempunyai sikap menentang atau melawan karena anak merasa dipaksa melakukan aturan tersebut. Cara yang kedua dalam menanamkan disiplin terhadap anak dengan cara bebas, orang tua memberi kebebasan pada anak dalam berperilaku. Anak bebas mengatur dan menentukan sendiri apa yang menurutnya baik dilakukan. Pengawasan orang tua terhadap anak menjadi longgar, hanya pada perilaku yang keterlaluan orang tua baru bertindak. Hal seperti ini dikarenakan orangtua lebih menyibukkan dirinya dengan pekerjaannya sehingga tidak ada waktu dalam mengawasi dan mendidik anaknya. Cara yang ketiga dalam menanamkan disiplin terhadap anak dengan cara demokratis, orang tua menghargai dan memperhatikan

27


(19)

kebebasan anak disamping memberikan kebebasan anak namun orang tua memberi bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak antara anak dan orangtua. Orangtua menghargai pendapat dan keinginan anaknya, kalau sesuai dengan norma-norma orang tuanya maka pendapat dan keinginan anaknya disetujui untuk dilakukan. Tetapi kalau pendapat dan keinginan anaknya tidak berkenan dihati orang tuanya dan tidak sesuai norma-norma orang tuanya, anak diberikan pengertian dan diterangkan secara rasional dan obyektif sambil meyakinkan akan perbuatan dan keinginannya itu, kalau baik bisa dilakukan dan kalau tidak baik hendaknya tidak dilakukan lagi.

Masih menurut Singgih D. Gunarsa klasifikasi lain mengenai penanaman disiplin dikemukakan oleh Haimowitz, M.L dan Haimowitz N melalui penerapan dua teknik. Pertama, tehnik yang berorientasi pada kasih sayang (love oriented technique). Tehnik ini dikenal pula sebagai menanamkan disiplin dengan meyakinkan tanpa kekuasaan (non-power assertive discipline). Memberikan pujian dan menerangkan sebab-sebab sesuatu tingkahlaku yang boleh atau tidak boleh dilakukan melalui penalaran dengan dasar kasih sayang yang dirasakan oleh anak, akan memperkembangkan rasa tanggungjawab dan disiplin diri yang baik. Kedua, tehnik yang bersifat material. Tehnik ini mempergunakan hadiah-hadiah yang benar-benar berujud atau hukuman-hukuman fisik. Tehnik ini juga dikenal dengan menanamkan disiplin dengan meyakinkan melalui kekuasaan (power-assertive discipline). Tingkah laku baru dari luar ditanamkan dengan paksaan. Anak patuh karena takut tidak memperoleh apa yang diinginkan (hadiah) atau takut dihukum. Karena tingkah-lakunya bukan tingkah-laku yang benar-benar ingin diperlihatkan, maka perlu terus menerus diawasi oleh orang tua (parental control) dan mudah timbul masalah-masalah lain misalnya sikap yang selalu menentang dan agresif.28

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dalam menanamkan disiplin terhadap anak dilakukan dengan kasih sayang, anak diterangkan melalui

28


(20)

penalaran dengan dasar kasih sayang mengenai tingkah-laku yang boleh dilakukan anak dan tingkah-laku yang tidak boleh dilakukan anak, agar anak mempunyai rasa tanggungjawab untuk berbuat disiplin yang baik. Selain itu dalam menanamkan disiplin terhadap anak bisa dilakukan dengan tehnik yang bersifat material, dengan cara mempergunakan hadiah dan hukuman fisik, dengan demikian anak akan patuh karena suatu paksaan, kalau anak itu patuh karena ada rasa takut dalam dirinya terhadap hukuman yang akan diterimanya, atau bila anak itu patuh karena ada rasa takut dalam dirinya kalau tidak memperoleh hadiah yang diinginkan. Oleh karena itu semua teknik diatas membutuhkan peran yang aktif dari orang tua atau guru yang ingin menanamkan disiplin pada anak. Orang tua atau guru bisa berperan pasif yakni sebagai tokoh model untuk diperhatikan, diamati dan ditiru tingkahlakunya oleh anak.

Menurut Ali Imron terdapat tiga macam teknik alternatif pembinaan disiplin peserta didik. Pertama, dinamai dengan teknik external control adalah suatu teknik di mana disiplin peserta didik haruslah dikendalikan dari luar peserta didik. Kedua, dinamainya dengan teknik inner control atau internal control. Teknik ini mengupayakan agar peserta didik dapat mendisiplinkan diri sendiri. Ketiga, adalah teknik cooperatit control. Konsep teknik ini adalah antara pendidik dan peserta didik harus saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan disiplin.29

Dengan demikian teknik-teknik alternatif pembinaan disiplin peserta didik dilakukan dengan cara 1. Teknik disiplin peserta didik yang dikendalikan dari luar peserta didik, peserta didik terus menerus disuruh untuk disiplin. Apabila peserta didik tidak mau disiplin peserta didik diberi


(21)

ancaman atau hukuman yang akan membuatnya takut dan apabila peserta didik mau disiplin dengan baik peserta didik diberi hadiah atau ganjaran. 2. Teknik disiplin peserta didik yang mengupayakan agar peserta didik dapat disiplin dengan dirinya sendirinya, peserta didik disadarkan akan pentingnya disiplin apabila peserta didik sadar ia akan berusaha mendisiplinkan diri sendiri. 3. Teknik disiplin peserta didik antara pendidik dan peserta didik harus saling bekerjasama dengan baik dalam menegakkan disiplin, guru dan peserta didik membuat perjanjian berupa aturan-aturan kedisiplinan yang harus ditaati bersama guru dan peserta didik.

3. Fungsi pembentukan kedisiplinan

Menurut Mahmud Al-Khawa‟awi dan M. Said Mursi dalam bukunya yang berjudul Mendidik Anak Dengan Cerdas bahwa:

Pada dasarnya disiplin diperlukan dalam pendidikan, supaya anak:

a) Dapat mengendalikan diri.

b) Mempunyai pengertian dan menurut.

c) Tahu kewajiban dan hak yang harus dijalankan. d) Dapat mengerti perintah dan larangan-larangan.

e) Dapat membedakan tingkah laku yang baik dan yang buruk.

f) Ada kesadaran bagaimana mengendalikan keinginan-keinginan dan berbuat sesuatu tanpa ada perasaan takut dan ancaman hukuman.30 4. Peran guru dalam mendisiplinkan peserta didik

Menurut Mulyasa dalam bukunya yang berjudul ”Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan”, bahwa:

30

Mahmud Al-Khawa‟awi dan M. Said Mursi, Mendidik Anak Dengan Cerdas, (Solo: Insan Kamil, 2007) hal 156-157.


(22)

Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang indisipliner. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas, dan pengendali seluruh perilaku peserta didik. Ketika berada di tengah-tengah para siswa, guru tidak dibenarkan lengah dengan tugas pendampingan dalam rangka menumbuh-kembangkan berbagai perilaku yang mengantarkan mereka memiliki kedisiplinan yang relatif tinggi. Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik ke arah yang positif, dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin. Sebagai pengawas, guru harus senantiasa mengawasi seluruh perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik di sekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik.31

Dengan demikian tugas guru disekolah tidak hanya mengajar dikelas akan tetapi guru harus membentuk kompetensi dan pribadi yang ada didalam diri peserta didik maka dari itu guru harus menjadi seorang pembimbing, teladan, pengawas dan pengendali perilaku peserta didik agar tidak terjadi perilaku yang menyimpang dan kurang disiplin.

31

Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 173.


(23)

C. Shalat Berjama’ah 1. Pengertian Shalat

Shalat menurut bahasa berarti do‟a. Sedangkan menurut syara‟ adalah berhadap diri kepada Allah SWT sebagai suatu amal ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditentukan.32 Shalat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang yang dewasa dan berakal ialah lima kali sehari semalam. Mula-mula turunnya perintah wajib shalat itu ialah pada malam Isra‟, setahun sebelum tahun Hijriah. 33

Dalil yang mewajibkan shalat antara lain:

         

Artinya: “Kerjakanlah shalat, sesunggunya shalat itu mencegah perbuatan yang jahat ( keji) dan munkar”. (Surat Al-Ankabut, ayat 45).34

       

Artinya: “ Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku‟lah beserta orang-orang yang ruku”. ( Surat Al-Baqarah, ayat 43). 35

32

Labib dan Harniawati, RISALAH FIQIH ISLAM, (Surabaya: BINTANG USAHA JAYA, 2006), hal. 121.

33

Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), hal.53. 34

Al-Qur‟ān dan Terjemahnya, Mujamma‟ Al-Malik Fahd li Thiba‟at al-Mushhaf, Asy- Syarif Madinah Al-Munawwarah Kerajaan Saudi Arabia, 1422H, hal. 635.

35


(24)

Dengan demikian shalat adalah suatu gerakan dan bacaan-bacaan doa yang dimulai dari takbir yang berakhir dengan salam yang dilaksanakan sesuai dengan syarat-syarat dan rukun shalat yang telah ditetapkan, mengerjakan shalat suatu kewajiban bagi setiap umat islam di dunia baik laki-laki maupun perempuan yang memenuhi syarat wajib dan syarat sah shalat. Shalat yang diwajibkan bagi umat islam sebanyak 5 kali sehari semalam yaitu shalat subuh, shalat dhuhur, shalat asar, shalat magrib, shalat

isya‟. Perintah shalat di peroleh dari nabi Muhammad saw pada peristiwa

isra‟ mi‟raj.

Menurut Samsul Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi dalam bukunya yang berjudul ETIKA BERIBADAH Berdasarkan Al-Qur‟an dan Sunnah bahwa:

Shalat dalam Islam memiliki kedudukan yang teramat penting, selain karena shalat adalah perintah Allah dan amalan yang pertama kali akan ditanyakan di hari kiamat, shalat juga merupakan tolok ukur atau barometer baik dan tidaknya amal dan perbuatan seseorang. Artinya, jika shalat seseorang baik maka ia termasuk golongan orang yang baik amal perbuatannya, yang akan mendapatkan keberuntungan. Sebaliknya, jika shalat seseorang jelek maka ia termasuk dalam golongan orang yang jelek amal perbuatannya, ia tergolong orang merugi dan akan mendapatkan celaka di dunia dan juga di akhirat. Baik dilihat dari sejarah diturunkannya maupun perhatian yang diberikan Al-qur‟an dan hadits ataupun manfaat yang dapat diperoleh, shalat merupakan ibadah yang utama dan istimewa. Dilihat dari sejarah turunnya, perintah untuk mengerjakan shalat berbeda dengan perintah untuk menjalankan ibadah lainnya, misalnya perintah untuk mengeluarkan zakat, menjalankan puasa, mengerjakan haji dan sebagainya. Apabila perintah untuk mengerjakan haji atau puasa diterima Rasulullah melalui perantara Malaikat Jibril melalui wahyu, maka perintah untuk mengerjakan shalat lima waktu tidaklah demikian karena perintah untuk mengerjakan shalat dalam sehari lima


(25)

waktu langsung disampaikan Allah kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra‟ dan Mij‟ra.36

Dengan demikian ibadah shalat dalam agama Islam sangat utama, shalat adalah ibadah yang pertama kali diperintah oleh Allah swt yang disampaikan secara langsung kepada nabi Muhammad saw dalam peristiwa

isra‟ mij‟raj dan shalat adalah ibadah yang pertama kali akan ditanyakan

dihari kiamat selain itu shalat merupakan tolok ukur baik dan tidaknya amalan ibadah dan perbuatan manusia, jika shalatnya baik semua amalan ibadah lainnya dianggap baik sebaliknya jika shalatnya jelek semua amalan ibadah lainnya dianggap jelek.

Menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah Mengenal Allah bahwa:

Ibadah shalat terdiri dari ucapan dzikir, doa, dan sejumlah aktivitas tubuh. Secara lahiriah ibadah shalat memiliki sejumlah rukun, kewajiban, dan sunnah. Rukun shalat ada Sembilan belas, diantaranya adalah: niat, takbiratul ihram, berdiri, membaca

al-Fatihah, ruku‟ dan tuma‟ninah, i‟tidal dan tuma‟ninah, sujud dan

tuma‟ninah, duduk di antara dua sujud dan tuma‟ninah, sujud kedua dan tuma‟ninah, duduk tasyahud, membaca shalawat Nabi saw, salam,

dan tertib. Tetapi secara batiniah, ibadah shalat terdiri dari niat, keikhlasan, kekhusyukan, dan kehadiran hati/qalbu. Tanpa kehadiran hati, maka ucapan dzikir dan doa kita, akan sia-sia, dan tak ada artinya, karena ucapan yang tidak menggambarkan isi hati akan setara dengan igauan. Tanpa kehadiran hati, percuma saja segala gerakan tubuh selama shalat. Karena kalau badan sehat, tetapi hatinya tidak hadir, maka gerakan tubuh yang tampak dianggap sebagai gerakan yang tak punya arti apa-apa.37

36

Samsul Munir Amin dan Haryanto Al-Fandi, ETIKA BERIBADAH Berdasarkan

Al-Qur‟an dan Sunnah, ( Jakarta: AMZAH, 2011), hal. 1. 37

Asfa Davy Bya, Jejak Langkah Mengenal Allah, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006), hal. 448.


(26)

Dengan demikian shalat dipandang dari segi lahiriah memiliki sejumlah rukun, kewajiban, dan sunnah dan secara batiniah shalat terdiri dari niat, keikhlasan, kekhusyukan, dan kehadiran hati/qalbu.

Asfa Davy Bya mengutip pendapat Hasan al-Bashri ra yang

Berkata, “ Setiap shalat yang tidak menghadirkan hati, maka shalatnya

akan lebih mempercepat kepada siksa. Sementara syaitan yang dilaknat Allah selalu menyibukkan orang Mukmin ketika sedang shalat. Tujuan syaitan yang demikian adalah jelas, yaitu orang mukmin yang sedang shalat supaya tidak menghadapkan wajahnya kepada Allah dan hadir bersama-Nya dalam shalatnya. Memang, kadang-kadang orang Mukmin keluar dari shalat malah dalam keadaan dosa. Oleh karena itu, para ulama menyunahkan kepada orang yang hendak mengerjakan shalat untuk membaca „Qul audzu bi rabbinnas‟. Doa ini dapat menjaga kita dari syaitan yang dirajam.38 Dengan demikian apabila mengerjakan shalat yang paling penting harus dengan kesungguhan hati, tanpa ada kesungguhan hati menghadap Alloh swt shalatnya akan sia-sia karena syaitan akan mudah mengganggu manusia yang tidak besungguh-sungguh menyembah Alloh.

Shalat adalah satu-satunya ibadah dimana Rasulullah secara tegas dan terangan-terangan menyangkut kemutlakan tata cara dan pelaksanaanya

yang baku. Rasulluhlah saw. Bersabda, ”Shalatlah kalian sebagimana kalian

melihatku shalat” (HR.Bukhori), artinya bahwa shalat kita harus bena

r-benar sesuai dengan apa yang dicontohkan dan diperintahkan Rasullullah Saw. Ketika beliau sedang shalat, kecuali dalam masalah-masalah menyangkut kelengkapan teknis operasionalnya. Misalnya tentang bentuk

38


(27)

pakaian, tempat shalat yang dirasa terbaik, dan semacamnya, tentu menyesuaikan keadaan masing-masing.39

Menurut Akhmad Muhaimin Azzet dalam bukunya yang berjudul Tuntunan Sholat Fardhu dan Sunnah bahwa:

Shalat fardhu yang dimaksudkan adalah shalat yang hukumnya

fardhu „ain, yakni wajb dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan yang

telah memenuhi syarat wajib untuk mengerjakan shalat. Shalat fardhu

„ain yang berlaku bagi laki-laki dan perempuan, sebagai berikut:

a) Shalat dzuhur, terdiri dari empat rekaat , awal waktunya adalah setelah matahari tergelincir dari pertengahan langit dan condong, dan matahari sama panjang dengan sesuatu tersebut.

b) Shalat ‟ashar, terdiri dari empat rekaat, waktunya mulai dari

habisnya waktu dzuhur sampai dengan matahari terbenam.

c) Shalat maghrib terdiri dari tiga rekaat, waktunya mulai dari terbenamnya matahari smpai dengan terbenamnya atau hilangny asyafaq (cahaya matahari yang terpancar sesudah terbenamnya : mulai berwarna merah, lalu putih).

d) Shalat isya‟ terdiri dari empat rekaat, waktunya mulai dari

terbenamnya atau hilangnya syafaq hingga terbit fajar kedua (cahaya matahari dilangit tepi timur.

e) Sholat subuh, terdiri dari dua rekaat, waktunya mulai dari terbit fajar kedua sampai dengan terbit matahari.40

Dengan demikian waktunya shalat telah ditentukan supaya umat manusia mengerjakan shalatnya tepat pada waktunya, shalat dhuhur waktunya mulai matahari miring ke sebelah barat sampai bayang-bayang suatu benda sama panjang dengan benda itu sendiri kira-kira antara jam 12.00- 15.00 siang, shalat ashar waktunya mulai bayang-bayang suatu benda lebih panjang dari bendanya sendiri sampai matahari terbenam kira-kira antara jam 15.00-18.00 sore, shalat maghrib waktunya mulai matahari

39

Muhammad Nashirudin al Albani, Rahaasia sifat Shalat Nabi, (Riyadh:Dar al Ma‟arif.

1996),hal. 9. 40

Akhmad Muhaimin Azzet, Tuntunan Sholat Fardhu dan Sunnah, (Jogjakarta:Darul Hikmah, 2010) hal. 53-54.


(28)

terbenam sampai hilangnya awan merah dilangit kira-kira antara jam

18.00-19.00 sore, shalat isya‟ waktunya mulai hilangnya awan merah sampai terbit

fajar pagi kira-kira antara jam 19.00-14.00 pagi, shalat shubuh waktunya mulai terbit fajar sampai matahari terbit kira-kira antara jam 04.00-06.00 pagi.

Dicatat oleh Labib dan Harniawati, Shalat adalah tiang agama yang menduduki peringkat kedua setelah syahadat. Meninggalkan shalat adalah suatu kekufuran yang dapat mengeluarkan dari ke Islaman. Maka, tiada agama maupun ke-Islaman bagi orang yang tidak shalat , baik laki-laki maupun perempuan.41

Menurut Labib dan Harniawati dalam bukunya yang berjudul Risalah FIQIH ISLAM bahwa:

Ibadah shalat adalah merupakan ibadah yang paling utama dibandingkan dengan ibadah yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh At- Thabrani, bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda: “Amal yang pertama kali akan dihisap bagi seseorang hamba pada hari kiamat ialah shalat. Jika shalatnya baik maka dinilai baiklah seluruh amalnya yang lain dan jika

shalatnya rusak maka rusaklah seluruh amalnya yang lain”. Perintah

shalat ini adalah hendaklah ditanamkan ke dalam hati dan jiwa anak-anak dengan cara pendidikan yang cermat, dan dilakukan sejak kecil. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,

bahwasanya Nabi Muhammad SAW telah bersabda: “ Perintahkanlah

anak-anakmu mengerjakan shalat diwaktu usia mereka meningkat tujuh tahun, dan pukullah (kalau enggan melakukan shalat) diwaktu

mereka meningkat usia sepuluh tahun”.42

Dengan demikian bahwa ibadah yang paling utama dan mulia dihadapan alloh swt adalah shalat, karena amal yang pertama dihisap nanti

41

Labib dan Harniawati, Risalah FIQIH ISLAM..., hal. 121. 42


(29)

pada hari kiamat adalah shalat, apabila shalatnya baik maka baik pula seluruh amal ibadah yang lain tetapi jika shalatnya tidak baik atau rusak maka rusaklah seluruh amal ibadah yang lain. Shalat harus ditanamkan kepada anak sejak kecil agar anak tersebut dapat melihat dan terbiasa melaksanakan shalat yang diajarkan oleh orang tuanya.

Menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah Mengenal Allah bahwa:

Shalat adalah sarana untuk memelihara agar rasa takut kepada Allah tetap meliputi pikiran kita. Karena dialog secara teratur yang dilakukan dalam shalat akan membuat Allah swt terasa hadir di dalam hati, yang pada akhirnya akan membuat kita menjadi orang saleh. Shalat adalah juga sarana untuk menjaga agar tetap berada di jalan kebenaran dan menjaga dari segala bentuk kejahatan, karena keteraturan dalam shalat akan membangkitkan semangat ketaatan pada perintah-perintah Ilahi.43

Dengan demikian shalat sebagai sarana untuk memelihara rasa takut kepada Allah tetap dipikiran manusia, apabila mengerjakan shalat dengan sungguh-sungguh diniatkan dari hati paling dalam dan ucapan-ucapan doa yang teratur dalam shalat akan membuat hati manusia merasakan kehadiran Allah swt dan akan menjadikan manusia sholeh sholehah selain itu akan menjaga manusia berada dijalan kebenaran dan menjauhkan dari segala tindakan kejahatan.

Asfa Davy Bya mengutip pendapat Ibnu Mas‟ud ra yang menyatakan bahwa, “Barang siapa yang shalatnya tidak menjadikannya berbuat baik dan tidak mencegahnya dari berbuat kejahatan, maka tidak akan bertambah

43


(30)

sesuatu baginya kecuali kejauhan dari Allah.44” Lalu ibnu Mas‟ud ra membacakan ayat:

 

     



Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.(QS. Al-Ankabut [29]: 45).45

Menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah Mengenal Allah bahwa:

Mendirikan shalat fardhu secara tepat waktu adalah hal yang utama bagi setiap Muslim apalagi bagi hamba-Nya yang sedang menjalani proses penyucian jiwa. Shalat tepat waktu adalah amal yang

paling dicintai Allah. Dalam hal ini, Sayyidina „Umar bin Khaththab

ra menerangkan bahwa, suatu ketika ada seorang lelaki datang menghadap Rasulullah saw seraya berkata, “Ya Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah dalam Islam? Rasulullah saw

menjawab, “Shalat tepat pada waktunya. Barang siapa meninggalkan

shalat, maka tidak ada agama yang sempurna baginya. Sebab shalat adalah tiang agama.” (HR. Baihaqi).46

Dengan demikian mengerjakan shalat yang paling baik dan utama dikerjakan dengan tepat pada waktunya karena hal tersebut akan lebih dicintai oleh Allo\ah swt, manusia harus berhenti sejenak melakukan aktivitas dunianya untuk melaksanakan shalat dengan tepat waktu sebab apabila meninggalkan shalat maka tidak ada agama bagi manusia itu karena shalat adalah tiangnya agama.

44

Ibid., hal..., hal. 451. 45

Al-Qur‟ān dan Terjemahnya…, hal. 635.


(31)

Masih menurut Asfa Davy Bya dalam bukunya yang berjudul Jejak Langkah Mengenal Allah bahwa:

Sadarilah bahwa shalat merupakan media utama dari penyucian diri seseorang dari seluruh godaan jahat, dari dalam dan luar diri kita. Shalat merupakan jalan utama untuk mencapai Allah swt. Syaikh

„Abdul Qadir al-Jailani berkata, “Mendirikan shalat berarti Anda

menuju ke pintu Allah swt, dia diumpamakan sebagai suatu perjalanan ruhani, karena semua gerak-gerikmu dikontrol oleh niat kamu yang dilafadzkan dari awal shalat. Jadi dengan mendirikan shalat, Anda telah menjalani separuh dari jalan menuju kepada Allah swt. Dengan ditambah puasa, maka anda telah sampai di pintu Allah swt, dan apabila dilengkapi dengan sedekah, maka anda telah memasuki rumah-Nya.”47

Menurut M.Luthfi Ubaidilah dan Ahmad Baihaki dalam bukunya yang berjudul Fiqih Untuk MTs Kelas VII, bahwa:

Shalat jama‟ah menurut bahasa adalah Al-jama‟ah yang berarti

kumpul atau bersama. Sedangkan menurut istilah, shalat berjama‟ah

adalah salat yang dilakukan secara bersama-sama (minimal dua orang) dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain. Orang yang diikuti dinamakan imam, dan yang mengikuti dinamakan makmum.48

Dengan demikian shalat jama‟ah yaitu shalat yang dikerjakan

bersama-sama sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang yaitu imam dan

ma‟mum, imam berdiri di depan dan ma‟mum di belakangnya, ma‟mum

harus mengikuti setiap gerakan imam dan tidak di bolehkan mendahuluinya. 2. Hukum Shalat Berjamaah

Menurut Sulaiman Rasjid dalam bukunya yang berjudul Fiqih Islam bahwa:

47

Ibid., hal. 463. 48

M.Luthfi Ubaidilah dan Ahmad Baihaki, Fiqih Untuk MTs Kelas VII, (Sukamaju Depok: Arya Duta, 2006) hal. 91.


(32)

Sebagian ulama mengatakan shalat berjamaah itu adalah fardhu

„ain (wajib „ain), sebagian lagi berpendapat bahwa shalat berjamaah

itu fardhu kifayah, sebagian lagi berpendapat sunat muakkat (sunat istimewa). Yang akhir inilah hukum yang lebih layak selain shalat jumat. Menurut kaidah persesuaian beberapa dalil dalam masalah ini seperti tersebut diatas, berkata pengarang Nailul Authar: Pendapat seadil-adil dan sehampir-hampirnya pada yang betul ialah shalat berjamaah itu sunat muakat. Shalat lima waktu dengan barjamaah di masjid lebih baik daripada shalat berjamaah di rumah, kecuali shalat sunat, maka dirumah lebih baik.49

3. Syarat-syarat Shalat Berjamaah

Menurut Sulaiman Rasjid dalam bukunya yang berjudul Fiqih Islam bahwa:

Didalam sholat berjama‟ah terdapat beberapa syarat-syarat yang

harus dipahami oleh para jama‟ah, antara lain:

a) Makmum hendaknya meniatkan mengikuti imam. Adapun imam tidak menjadi syarat berniat menjadi imam, hanya sunat agar ia mendapat ganjaran berjamaah.

b) Makmum hendaklah mengikuti imamnya dalam segala pekerjaanya. Maksudnya, makmum hendaklah membaca takbiratulihram sesudah imamnya, begitu juga permulaan segala perbuatan makmum hendaklah terkemudian dari yang dilakukan oleh Imamnya.

c) Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam, umpamanya dari

berdiri ke ruku‟, dari ruku‟ ke i‟tidal, dari i‟tidal ke sujud, dan

seterusnya, baik diketahui dengan melihat imam sendiri, melihat saf (barisan) yang dibelakang imam, mendengar suara imam atau suara mubalighnya, agar makmum dapat mengikuti imamnya.

d) Keduanya (imam dan makmum) berada dalam satu tempat, umpamanya dalam satu rumah. Setengah ulama berpendapat bahwa shalat di satu tempat itu tidak menjadi syarat, hanya sunat karena yang perlu ialah mengengetahui gerak-gerik perpindahan imam dari rukun ke rukun atau dari rukun ke sunat, dan sebaliknya agar makmum dapat mengikuti gerak-gerik imamnya.

e) Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan dari imamnya, maksudnya ialah lebih depan ke pihak kiblat. Bagi orang shalat berdiri, diukur tumitnya, dan bagi orang duduk, pinggulnya.


(33)

f) Imam hendaklah jangan mengikuti yang lain. Imam itu hendaklah berpendirian tidak terpengaruh oleh yang lain; kalau ia makmum tentu ia akan mengikuti imamnya.

g) Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan. Berarti laki-laki tidak boleh menjadi makmum, sedangkan imamnya perempuan. Adapun perempuan yang menjadi imam bagi perempuan pula, tidak beralangan.

h) Keadaan imam tidak ummi, sadangkan makmum qari‟. Artinya,

imam itu hendaklah orang yang baik bacaanya.

i) Janganlah makmum beriman kepada orang yang diketahui bahwa shalatnya tidak sah (batal). Seperti mengikuti imam yang diketahui oleh makmum bahwa ia bukan orang islam, atau ia berhadats atau bernajis badan, pakaian, atau tempatnya. Karena imam yang seperti itu hukumnya tidak sah dalam shalat.50

4. Unsur-unsur yang membolehkan tidak ikut sholat jama’ah

Allah menyuruh kita untuk melaksanakan sholat berjamaah, akan tetapi terdapat beberapa hal yang membolehkan kita untuk tidak ikut sholat berjamaah, antara lain:

a) Hujan lumpur dan angin kencang pada malam yang gelap.

b) Tersedianya makanan dan nafsu seseorang yang sangat menginginkannya.

c) Menahan buang air besar dan kecil.

d) Takut dan sakit.51 Sakit disini bukan sekedar sakit biasa, tapi sakit yang berat. Misalnya lumpuh, orang yang sudah tua renta dan buta, karena agama Islam bukan agama yang memberatkan umatnya. Sedangkan takut disini adalah kekhawatiran terkena mudharat pada

50

Ibid., hal. 116. 51

Mahir Manshur Abdurraziq, Mukjizat Shalat Berjamaah ( Yogyakarta: mitra Pustaka, 2007). hal. 29.


(34)

badan, harta atau kehormatan, misalnya kekhawatiran terhadap orang dhalim.52

Bila salah satu dari beberapa poin terjadi pada seseorang, maka orang tersebut boleh tidak mengikuti shalat berjamaah, karena kesemua poin tersebut memang dapat dimaklumi dan tidak direncanakan dan di sengaja oleh orang itu.

5. Syarat imam dan makmum

Menurut Anis Tanwir Hadi dalam bukunya yang berjudul Pengantar FIKIH 2 untuk kelas II Madrasah Ibtidaiyah bahwa:

Syarat menjadi imam adalah53

a. Laki-laki mengimami jamaah laki-laki dan perempuan. b. Perempuan mengimami jamaah perempuan.

c. Bacaan imam harus benar dan fasih serta tidak ria. d. Mengetahui hukum hukum shalat.

e. Mengetahui syarat dan rukun shalat. f. Sanggup menunaikan shalat.

g. Dapat diterima oleh jamaah.

h. Paling tua umurnya dan mulia akhlaknya. i. Tidak fasik dan tidak sombong.

j. Tidak tertuduh melakukan kejahatan. k. Tidak meminta bayaran.

l. Tidak batal shalatnya karena murtad.

Syarat menjadi makmum, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Berniat menjadi makmum. Sebelum memulai salat, seseorang

harus mempunyai niat bahwa ia akan makmum (mengikuti imam). b. Posisi makmum tidak boleh menjorok ke depan melebihi imam.

Apabila makmum hanya seorang, hendaklah ia berdiri di sebelah kanan imam atau sejajar. Apabila makmum dua orang atau lebih, ia hendaknya berdiri di belakang imam.

c. Gerakan makmum, harus mengikuti imam, tidak boleh mendahului. Makmum yang mendahului gerakan imam di ancam akan diganti kepalanya dengan kepala himar (keledai) kelak di akhirat.

d. Salat makmum harus sama dengan imam.

e. Laki-laki tidak sah menjadi makmum apabila imamnya perempuan.54

52

Wahbah Al-Zuhaily, Fiqih Shalat: Kajian Berbagai Madzhab (Bandung: Pustaka Media Utama, 2004), hal. 551.

53

Anis Tanwir Hadi, Pengantar FIKIH 2 untuk kelas II Madrasah Ibtidaiyah, (Solo: PT TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI, 2008), hal. 59.


(35)

6. Macam-macam makmum

Makmum adalah pengikut imam pada sholat berjamaah. Makmum dibedakan menjadi dua, yaitu makmum muwafiq dan ada makmum masbuq.55

Penjelasan dari macam makmum tersebut sebagai berikut:

a) Makmum muafiq adalah makmum yang cukup waktu membaca al-fatihah. Missal ia datang terlambat namun dalam keterlambatannya ia masih ada sisa cukup waktu untuk membaca fatihah.apabila

al-fatihahnya pada raka‟at kedua maka dinamakan makmum masbuq.

b) Masbuq ialah orang yang mengikuti kemudian, ia tidak sempat

membaca fatikhah beserta imam di raka‟at pertama. 56

Jika seorang makmum mendapatkan imamnya sedang rukuk dan terus

megikutinya, maka sempurnalah raka‟at itu baginya meskipun ia tidak

sempat membaca fatihah. Jika ia mengikuti imam sesudah ruku‟, maka ia

harus mengulangi raka‟at itu nanti, karena raka‟at ini tidak sempurna dan

tidak termasuk hitungan baginya. Jika makmum yang mengikuti imam tasyahud akhir dari salah satu shalat, maka tasyahud yang dikerjakan oleh makmum itu tidak termasuk bilangan baginya dan ia harus menyempurnakan shalatnya sebagaimana biasa sesudah imam memberi salam.57

54

T.ibrahim dan H. Darsono, Penerapan Fikih jilid 1 untuk kelas VII Madrasah Tsanawiyah, (solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hal. 48.

55

Fatihuddin, Bimbingan Shalat Lengkap (Surabaya: Karatika, t.t), hal. 187. 56

Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM..., hal. 114. 57Moh. Rifa‟i,

Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: PT karya Toha Putra, 2009) hal. 64.


(36)

7. Syarat-syarat wajib shalat

a. Islam, orang yang bukan Islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia tidak dituntut untuk mengerjakannya didunia hingga ia masuk islam, karena meskipun dikerjakannya, tetap tidak sah. Tetapi ia akan mendapat siksaan di akhirat karena ia tidak shalat, sedangkan ia dapat mengerjakan salat dengan jalan masuk Islam terlebih dahulu. Begitulah seterusnya

hukum-hukum furu‟ terhadap orang yang tidak Islam.

b. Suci dari haid ( kotoran ) nifas. Sabsa Rasulullah Saw: Beliau berkata

kepada Fatimah binti Abi Hubaisy, “ Apabila datang haid, tinggalkanlah salat,” ( Riwayat Bukhari).

c. Berakal. Orang yang tidak berakal tidak diwajibkan salat.58

d. Baliq (dewasa). Baligh ditandai dengan hal-hal berikut ini: telah berumur lima belas tahun, telah mengalami haid (menstruasi/ datang bulan) bagi perempuan, kira-kira umur Sembilan tahun, telah keluar mania tau pernah bermimpi bersetubuh. Kanak- kanak tidak wajib shalat, tetapi kewajiban orang tua mendidiknya, sehingga ketika cukup umur mereka tidak keberatan melakukannya, karena sudah terbiasa. Wajib atas orang tua menyuruh anaknya shalat, apabila ia sudah berumur tujuh tahun, dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun hendaklah dipukul bila ia tidak melakukannya.59

58

Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM..., hal. 64. 59


(37)

e.Telah sampai dakwah (perintah Rasulullah Saw. kepadanya). Orang yang belum menerima perintah tidak dituntut dengan hukum.

f. Melihat dan mendengar. Melihat atau mendengar menjadi syarat wajib mengerjakan salat, walaupun pada suatu waktu untuk kesempatan mempelajari hukum-hukum syara‟. Orang yang buta dan tuli sejak dilahirkan tidak dituntut dengan hukum karena tidak ada jalan baginya untuk belajar hukum-hukum syara‟.

g. Jaga. Maka orang yang tidur tidak wajib salat; begitu juga orang yang lupa.60

8. Syarat-syarat sah shalat

Syarat adalah sesuatu yang harus ada pada sesuatu pekerjaan amal ibadah sebelum perbuatan dan selama amal ibadah itu dikerjakan. Adapun syarat sahnya shalat adalah:

a. Suci badan dari najis dan dari hadats, baik hadats besar maupun kecil. Orang yang berhadats, baik yang berhadats kecil misalnya buang air kecil, buang air besar dan buang angin, maupun yang berhadats besar

misalnya junub, tidak sah shalatnya sebelum ia bersuci (wudhu‟).

Adapun bagi orang yang pada tubuhnya terdapat najis maka najis itu harus dihilangkan.


(38)

b. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis. Selain suci badan, suci pakaian juga termasuk syarat sahnya shalat. Untuk itu, sebelum shalat harus diketahui bahwa pakaian yang digunakan untuk shalat benar-benar suci dari najis. Bagi orang yang mempunyai najis sedikit pada tubuhnya, misalnya nanah bisul dan darah khitan yang sukar memeliharanya, maka diberi keringanan untuk dibawa shalat, artinya diperbolehkan untuk shalat. Tempat shalat yang harus suci adalah tempat yang terletak antara pijakan kaki sampai ke letak sujud, yaitu yang bersentuhan dengan salah satu bagian tubuh ketika shalat. Sedangkan yang tidak bersentuhan dengan tubuh, maka tidaklah mengapa sekalipun najis.

c. Menutup aurat dengan kain yang suci. Aurat laki-laki adalah antara pusar sampai lutut. Sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya selain muka dan kedua telapak tangan. Jadi, aurat yang telah disebutkan tadi harus ditutup dengan suatu yang menghalangi kelihatan warna kulitnya misalnya kain.61

d. Mengetahui masuknya waktu shalat. Di antara syarat sah salat ialah mengetahui bahwa waktu salat sudah tiba.

e. Menghadap ke kiblat (ka‟bah). Selama dalam salat, wajib menghadap ke kiblat. Kalau salat berdiri atau salat duduk menghadapkan dada. Kalau salat berbaring, menghadap dengan dada dan muka. Kalau salat menelentang, hendaklah dua tapak kaki dan mukanya menghadap ke


(39)

kiblat; kalau mungkin, kepalanya diangkat dengan bantal atau sesuatu yang lain.62

f. Mengetahui syarat dan rukun shalat serta menjauhi hal-hal yang merusaknya.63

9. Rukun shalat

Rukun adalah sesuatu yang harus ada pada suatu pekerjaan atau amal ibadah dalam waktu pelaksanaan suatu pekerjaan atau amal ibadah itu Adapun rukun-rukun shalat adalah64:

a. Niat, adalah menyengaja di dalam hati untuk mengerjakan shalat karena Allah SWT. Karena niat adalah rukun yang dikerjakan hati, maka niat ini termasuk rukun qalbi. Sahnya niat dalam shalat, harus berbareng dengan Takbiratul Ihram yaitu ketika mengucapkan takbir hendaknya hati sadar betul bermaksud melakukan shalat yang akan dikerjakan. Misalnya shalat fardhu

seperti dzuhur, ashar, maghrib, isya‟,dan shubuh atau shalat

sunnat seperti dhuha, tahajjud dan lain lain.

b. Berdiri bagi yang mampu, bagi orang yang tidak mampu berdiri, maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan shalat dengan duduk atau dengan berbaring atau dengan terlentang atau dengan isyarat.

62 Sulaiman Rasjid, FIQIH ISLAM…, hal. 70.

63 Labib dan Harniawati, Risalah FIQIH ISLAM…, hal. 140. 64


(40)

Yang penting shalat tidak boleh ditinggalkan selama iman masih ada.

c. Takbiratul Ihram, Adapun syarat sahnya takbiratul ihram yang harus diperhatikan adalah: a) Takbiratul ihram diucapkan sambil berdiri. Jadi, kalau diucapkannya ketika bangkit hendak melakukan shalat maka takbir itu tidak sah. b) Takbiratul ihram diucapkan dengan menghadap kiblat. c) Takbiratul ihram hendaklah diucapkan dengan bahasa arab. Tetapi bagi orang yang tidak mampu boleh menerjemahkan dan mengucapkan kata-kata yang searti dengan takbir dengan bahasa apapun. d) Takbiratul ihram diucapkan berbarengan dengan niat. e) Semua huruf dalam takbiratul ihram harus bisa di dengar oleh dirinya sendiri, kalau ia sehat pendengarannya.

d. Membaca Surat Al-Fatihah, Bagi orang yang shalat sendirian, ia wajib membaca surat Al-Fatihah setelah membaca takbir dan do‟a iftitah pada rakaat pertama dan pada rakaat berikutnya secara sempurna, jika orang yang shalat itu menjadi makmum, ketika imam sedang membaca surat Al-Fatihah makmum tidak boleh membaca apapun dan ia harus mendengarkan bacaan surat Al-Fatihah yang dibaca oleh imam. Ketika imam sedang membaca surat atau ayat dengan suara nyaring, pada waktu itulah makmum membaca surat Al-Fatihah dengan suara pelan yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.


(41)

e. Ruku‟ dengan tuma‟ninah, Adapun syarat sahnya ruku‟ yang harus diperhatikan adalah: a) menunduk dengan ukuran minimal telapak tangan mencapai lutut, b) Ketika menunduk, tidak boleh bertujuan lain, misalnya karena menghindari sesuatu, kemudian menunduknya diteruskan, dengan maksud menjadikannya sebagai

ruku‟, maka ruku‟ seperti itu tidak sah. c) Tenang (tuma‟ninah)

Maksudnya, menunduk dengan tenang selama kira-kira membaca tasbih.

f. I‟tidal dengan tuma‟ninah, Maksudnya adalah bangun dari ruku‟

kembali berdiri tegak lurus seperti pada ketika membaca surat Al-Fatihah dengan tenang.

g. Sujud dua kali dengan tuma‟ninah pada tiap-tiap rakaat,

Maksudnya adalah meletakkan dua lutut dan kedua telapak tangan, kening, hidung, ke atas sajadah sehingga menempel pada

tempat sujud. Tuma‟ninah di dalam sujud dikerjakan paling tidak

setelah muka terletak ditanah (tempat sujud).

h. Duduk di antara dua sujud dengan tuma‟ninah, Maksudnya adalah bangun kembali setelah sujud yang pertama untuk duduk dengan tenang.

i. Duduk yang terakhir, Maksudnya adalah duduk untuk tasyahud akhir pada rakaat terakhir setelah bangun dari sujud terakhir. Di


(42)

dalam duduk terakhir ini membaca syahadat dan shalawat atas Nabi.

j. Membaca Tasyahud akhir pada waktu duduk akhir.

k. Membaca shalawat atas Nabi pada saat duduk tasyahud akhir setelah selesai membaca tasyahud sebelum salam.

l. Mengucapkan salam yang pertama, Waktunya adalah pada saat duduk tasyahud akhir setelah membaca shalawat atas Nabi baru mengucapkan salam dan berniat hendak selesai shalat.

10. Hikmah yang Terkandung di Balik Shalat Berjamaah

Pada hakikat nya, Islam bukanlah agama individu yang hanya memikirkan hubungan segara pribadi dengan Allah semata tanpa memikirkan kehidupan sosial di sekelilingnya. Akan tetapi, Islam merupakan agama kesatu paduan jamaah dalam umat yang satu bertanah air satu dan berkiblat satu, bahkan berjasad satu.

Sesungguhnya islam itu menganjurkan kepada umatnya untuk saling mengenal (ta‟aruf), saling memahami (tafahum), saling membantu (ta‟awun ), dan saling melengkapi kekurangan masing-masing (tafakul) sesama mereka.65

Untuk mengimplementasikan nilai-nilai diatas, shalat jamaah dapat dijadikan salah satu rujukan bagi umat islam. Bila diperinci lebih dalam, maka hikmah-hikmah yang terkandung di balik shalat berjamaah yaitu:

65


(43)

a) Persatuan umat

Allah SWT. Menginginkan umat Islam menjadi umat yang satu,

sebab Tuhanya satu, syari‟at satu, dan tujuanya satu. Dalam hal ini

Allah SWT. Berfirman:

ا َ ُ َا َ َ َ ً َ ا َ ً َ َ ه َ .

) ء ي ا :

92

(

Artinya: “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalam Tuhanmu, maka sembahlah aku”. (Q.S. Al-Anbiya': 92)66

Ayat di atas menjelaskan bahwa, Allah SWT. Mensyari‟atkan untuk hamba-hamba-nya sesuatu yang satu itu. Dia mensyari‟atkan shalat berjamaah sehari semalam lima kali. Umat Islam berkumpul di masjid dan bertemu lima kali sehari tidak diragukan lagi bila hal ini dilakukan secara terus-menerus maka ikatan persatuan tersebut akan lebih terlihat.

Imam Ridha yang dikutip oleh Anshari menyatakan bahwa:

“Tiada keiklasan, tauhid, Islam, dan ibadah kepada Allah kecuali

semuanya itu dapat dilihat, diselenggarakan secara terbuka dan terang-terangan dan agar bisa menjadi bukti di barat dan timur akan eksistensi Allah SWT. Supaya orang-orang dapat melihat seperti apa Islam dan apa yang ada di dalam nya sehingga bisa saling mengenal

satu sama lain.”67

66

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Semarang: PT Toha Putra, 1995),

hal. 507. 67


(44)

Shalat jamaah adalah pemaklumat kekuatan Umat Islam dan bukti atas berpegang teguhnya mereka kepada tali agama Allah, kuatnya persatuan mereka dan lenyapnya perpecahan dan perselisihan diantara mereka.

b) Persamaan

Dalam sudut pandang sosisal, umat Islam berbeda-beda tinggkatan dan kedudukanya. Ada di antara mereka yang berilmu, bodoh, kaya, fakir, kuat, lemah, pemimpin maupun rakyat. Namun Allah menciptakan manusia sama. Tidak ada kelebihan orang arab atas orang ajam (non-Arab) kecuali dengan takwa. Perbedaan yang ada dalam dunia manusia itu hanyalah salah satu sunatullah pada makhluk-Nya.68

Rasa persamaan dapat tumbuh dalam shalat berjamaah. Para makmum bederet bershaf-shaf, yang berpangkat, rakyat biasa, yang kaya, yang miskin, yang keturunan raja maupun rakyat kebanyakan, semuanya berbaris-baris, berbaur satu shaf dan yang datang lebih dulu menempatu shaf yang paling depan meskipun ia rakyat jelata dan yang datang kemudian menempati shaf belakang meskipun seorang raja atau presiden.

Di dalam masjid tidak ada protokoler, shaf yang depan tidak harus untuk orang-orang besar, tetapi untuk siapa saja yang datang lebih dulu. Dalam shalat jamaah yang ada adalah sekelompok hamba

68

Mahir Manshur Abdurraziq, Mukjizat Shalat Berjamaah, ( Yogyakarta: mitra Pustaka, 2007), hal. 75.


(45)

Allah yang bersama-sama melakukan ibadah kepada Allah. Predikat keduniaan yang tidak dapat dibawa-bawa, sebab dalam shalat jamaah tidak ada orang yang merasa kurang terhormat meskipun seorang bangsawan yang shalat pada shaf yang paling belakang.

c) Kebebasan

Rasa kebebasan dapat terlatih dalam shalat berjamaah karena dalam mengerjakan shalat itu secara kolektif anggota jamaah merasa bebas shalat di masjid, bebas dari tradisi-tradisi yang berlawanan dengan ajaran ibadah, pujian-pujian hanya dapat dilakukan kepada Allah saja.69

Kebebasan hati nurani adalah puncak kebebasan yang dimiliki oleh manusia. Kebebasan kontrol dimiliki anggota jamaah, apabila imam melakukan kesalahan, baik mengenai bilangan rakaat, bacaan dan lain sebagainya. Makmum atau jamaah mempunyai hak kontrol terhadap kekhilafan imam. Di satu sisi jamaah bisa melatih untuk taat kepada imam atau pemimmpin, namum di sisi lain ketaatan tersebut tetap memberi peran bagi makmum untuk mengingatkan imam, karena seperti apapun imam, imam hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari salah dan lupa.

d) Mensyiarkan syi‟ar Islam

Allah mensyari‟atkan shalat di masjid melalui firman-nya:

69

Sidik Tono dkk., Ibadah dan Akhlak dalam Islam (Yogyakarta: UII Pres Indonesia, 1998), hal. 33.


(46)

َهَاإ َشخَي َلَ َ وَكَزل ىَت َءَ َ َوَ َصل َ َقَأَ رخَأ وَيل َ ه َ َ َء َ هَ جَسَ ر عَي َ إ َ ي َ ل َ و و َي َأ َ َل أ َىَسَعَ .

) و ل :

18 )

Artinya: “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tudak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang di harapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. At-Taubah: 18).70

Berdasarkan ayat di atas, shalat jamaah di masjid, berkumpulnya umat Islam di dalamnya, masuk keluarganya mereka dari masjid secara bersama-sama dan sebelum itu adanya pengumandangan adzan di tengah-tengah mereka. Semua itu adalah pemakluman dari umat akan

penegakan syi‟ar Allah SWT. Di muka bumi.71

Merealisasikan penghambaan kepada Allah

Allah menciptakan manusia, menjadikanya khalifah di muka bumi dan menyuruh manusia untuk beribadah kepada-Nya dan menaati-Nya. Saat muadzin mengumandangkan adzan dan mengeraskan Allahu Akbar, lalu seorang muslim mengiyakan panggilan pencipta-Nya, meninggalkan semua kehidupan dunia kesenangan dan daya tariknya, pergi untuk menunaikan shalat berjamaah, maka itulah bukti atas penghambaan seorang manusia kepada Tuhan bumi dan langit.

70Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Jakarta: PT. Bumi Restu, 1974), hal. 280.

71


(1)

tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang indisiplin. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas, dan pengendali seluruh perilaku peserta didik.

Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku peserta didik ke arah yang positif, dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin. Sebagai pengawas, guru harus senantiasa mengawasi seluruh perilaku peserta didik, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik di sekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik.76 Dengan demikian guru harus mendisiplinkan siswanya dalam hal ibadah shalat fardhu.

76

Mulyasa, Menjadi Guru Profesional MenciptakanPembelajaran Kreatif dan Menyenangkan..., hal. 173.


(2)

Shalat jama‟ah menurut bahasa adalah Al-jama‟ah yang berarti kumpul

atau bersama. Sedangkan menurut istilah, shalat berjama‟ah adalah salat yang

dilakukan secara bersama-sama (minimal dua orang) dan salah seorang di antara mereka mengikuti yang lain. Orang yang diikuti dinamakan imam, dan yang mengikuti dinamakan makmum.77

E. Hasil Penelitian Terdahulu

Setelah mengunjungi perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung dan beberapa perpustakaan milik perguruan tinggi Islam negeri dan swasta di Jawa Timur serta berselancar di website dengan maksud mencari hasil-hasil penelitian yang relevan dengan judul penelitian yang penulis tentukan, maka dapat penulis temukan hasil penelitian terdahulu seperti di bawah ini untuk dijadikan sebagai rujukan.

1. Ahmad Mujayin, dalam penelitian yang diberi judul “Penerapan Pendidikan Shalat Fardhu pada Anak dalam Lingkungan Keluarga Siswa

Kelas V SDN Sidem II Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung”

menyajikan kesimpulan, bahwa :78

a. Pelaksanaan shalat fardhu anak dalam lingkungan keluarga siswa kelas V SDN Sidem II kecamatan gondang kabupaten tulungagung cukup baik, yang masih kurang yaitu dalam hal disiplin waktu dikarenakan orang tua banyak yang kurang mengawasi dan mengontrol pelaksanaan

77

M.Luthfi Ubaidilah dan Ahmad Baihaki, Fiqih Untuk MTs Kelas VII…, hal. 91. 78Ahmad Mujayin, ”

Penerapan Pendidikan Shalat Fardhu pada Anak dalam Lingkungan

Keluarga Siswa Kelas V SDN Sidem II Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung”, Skripsi, Jurusan Tarbiyah,Program Studi Pendidikan Agama Islam, STAIN Tulungagung, 2012, hal. 116.


(3)

shalat anak-anaknya yang diakibatkan orang tua terlalu sibuk dalam bekerja demi nafkah keluarga.

b. Sedangkan hambatan-hambatan dalam penerapan pendidikan shalat fardhu pada anak dalam lingkungan keluarga siswa kelas V SDN Siden II kecamatan gondang kabupaten tulungagung adalah keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan, yang menyebabkan para orang tua bekerja keras tanpa mengutamakan waktu untuk beribadah demi nafkah keluarga, sehingga waktu yang seharusnya untuk mengajarkan serta mengajak anak-anak bersam-sama untuk beribadah cukup sedikit. c. Sedangkan untuk mengatasi kendala atau hambatan-hambatan tersebut

yaitu selain mengajarkan dilingkungan keluarga kalua pas bersama anak, juga memasukkan anak-anaknya kelembaga pendidikan agama seperti pondok pesantren, TPQ dan lain sebagainya sehingga anak bisa lebih memantapkan dalam pendidikan agama terutama pendidikan shalat.

2. Ahmad Nur Santo, dalam penelitiannya yang diberi judul ”Menanamkan Kegemaran Shalat pada Anak dalam Lingkungan Keluarga” menyajikan kesimpulan, bahwa :79

a. Shalat secara bahasa berarti doa, menurut syara‟ adalah suatu amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri salam, yang sesuai dengan syarat

79 Ahmad Nur Santo, ”

Menanamkan Kegemaran Shalat Pada Anak Dalam Lingkungan

Keluarga”, Skripsi, Jurusan Tarbiyah, Program Studi Pendidikan Agama Islam, Perguruan Tinggi STAIN Tulungagung, 2011, hal. 126.


(4)

dan rukun yang telah ditetapkan. Hukum shalat adalah wajib bagi setiap muslim yang telah berusia baligh dan sehat akal. Barangsiapa yang dengan sengaja meninggalkannya, maka ia kafir.

b. Orang tua memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap pendidikan keluarga karena mereka diperintah untuk membawa keluarganya terbebas dari siksa api neraka. Tanggung jawab tersebut meliputi tenggung jawab pendidikan, iman, moral, jasmani, rasio, kejiwaan, sosial dan sosial. Peran orang tua dalam pendidikan anak adalah sebagai madrasatul awal. Pembimbing langsung, figur keteladanan dan penyedia fasilitas belajar. Dalam pendidikan keluarga, orang tua harus memberi kenyamanan dan kemudahan kepada anak dengan memberi pola asuh yang terbaik dan interaksi yang komunikatif.

c. Secara umum anak usia 6-12 tahun digolongkan sebagai masa sekolah dan masa itelektual, yaitu masa untuk anak memiliki keingintahuan yang besar terhadap suatu hal, mulai tumbuh rasa sosial dalam dirinya, dan telah siap untuk menerima pelajaran dalam hidup. Usia ini juga digolongkan dalam fase tamyis, yaitu dimana anak mulai mampu membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan yang salah, dimana tugas perkembangan keagamaannya adalah perubahan persepsi kongkrit menuju pada persepsi yang abstrak, misalnya persepsi tentang ide ketuhanan, alam akhirat, dan sebagainya dan pengembangan normatif agama melalui institusi sekolah, baik yang berkenaan dengan aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.


(5)

d. Anak mulai diperintah untuk menjalankan shalat ketika mereka mulai mampu membedakan tangan kanan dan kiri dengan cara memperkenalkan dan mengajak mereka dalam shalat berjamaah. Kemudian ketika berusia 7 tahun, mereka harus diperintah untuk tertib melaksanakan shalat dan boleh dipukul ketika mereka berusia 10 tahun dan sengaja meninggalkan shalat. Langkah pertama untuk mengawali pendidikan shalat adalah persiapan dari orang tua, diantaranya: siap memberikan keteladanan, siap mengajarakan shalat dengan benar, tidak membiarkan kesalahan, melatih dengan berulang-ulang, menciptakan suasana yang nyaman dan aman, tidak memaksa, tidak membanding-bandingkan, mendirikan shalat fardu secara berjamaah dan menyediakan peralatan shalat untuk anak.

F. Kerangka Berpikir teoritis/paradigma

Kerangka Berpikir teoritis/paradigma penelitian ini dapat di gambarkan dalam

gambar berikut:

Keterangan:

Dari hasil bagan tersebut dapat dibaca guru melakukan strategi untuk membina siswanya supaya berperilaku disiplin dalam mendirikan shalat

Strategi pembinaan Kedisiplinan

siswa

Mendirikan Shalat berjamaah


(6)

berjamaah yang diadakan di masjid madrasah sendiri. Dari strategi guru tersebut dapat ditemukan hasil yang cukup meskipun tidak seratus persen dikarenakkan ada kendala-kendala dalam melakukan strategi pembinaan kedisiplinan siswa mendirikan shalat berjamaah.

Strategi pembinaan kedisiplinan siswa mendirikan shalat berjamaah diuraikan dalam kerangka konseptual penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: Strategi pembinaan kedisiplinan siswa mendirikan shalat berjamaah [Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek]. Dikembangkan dari tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu. Strategi pembinaan kedisiplinan siswa mendirikan shalat berjamaah dimaksudkan agar guru dapat membimbing seluruh siswanya untuk disiplin menjalankan shalat berjamaah yang dilaksanakan setiap hari di masjid madrasah.


Dokumen yang terkait

STRATEGI PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MENDIRIKAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

STRATEGI PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MENDIRIKAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4

STRATEGI PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MENDIRIKAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 17

STRATEGI PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MENDIRIKAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 3 21

STRATEGI PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MENDIRIKAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 11 52

STRATEGI PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA MENDIRIKAN SHALAT BERJAMAAH (Studi Kasus di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model Trenggalek) - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 5

STRATEGI GURU DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BERIBADAH SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI TRENGGALEK - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 18

STRATEGI GURU DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BERIBADAH SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI TRENGGALEK - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

2 11 13

STRATEGI GURU DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BERIBADAH SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI TRENGGALEK - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

2 52 42

STRATEGI GURU DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BERIBADAH SISWA DI MADRASAH ALIYAH NEGERI TRENGGALEK - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 21