ANALISA PENGARUH EMPLOYEE EMPOWERMENT TERHADAP SERVICE QUALITY DI JAPANESE RESTAURANT | Wibisono | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 2211 4172 1 SM

ANALISA PENGARUH EMPLOYEE EMPOWERMENT TERHADAP
SERVICE QUALITY DI JAPANESE RESTAURANT
Deborah Christine Widjaja , Joshua Ferry Wibisono
Manajemen Perhotelan, Universitas Kristen Petra, Surabaya, Indonesia
Abstrak : Dengan bergesernya gaya hidup orang-orang sekarang yang mengubah
konsep restoran dari hanya tempat makan menjadi tempat bersosialisasi, restoranrestoran hendak memperhatikan service quality sebagai hal yang penting dalam
mengelola bisnis restoran. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh
dari Employee Empowerment terhadap Service Quality di Japanese Restaurant.
Objek penelitian adalah restoran Jepang di Surabaya. Populasi dalam penelitian
ini adalah karyawan tetap di restoran Jepang dengan sampel 100 responden.
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif kausal
dengan metode SEM dan menggunakan SmartPLS software. Hasil penelitian
menunjukkan ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel employee
empowerment terhadap service quality. Sedangkan variabel service behaviour
memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap service quality.
Kata Kunci : Employee Empowerment, Service Behaviour, Job Satisfaction, dan
Service Quality.
Abstract : The transition of people’s lifestyle that changed the concept of
restaurant from a place to eat to a place to socialize, restaurants ought to see
service quality as a crucial factor in maintaining the restaurant business. This
study is accomplished to reveal the impact of employee empowerment to service

quality in Japanese Restaurant. The object of the study are Japanese restaurants
in Surabaya. Thepopulation are the regular employees that work in the restaurant
with 100 samples. The analysis technique used is quantitative causal with SEM
method and SmartPLS as software. The result of the research indicates that
employee empowerment has positive and significant effect to service quality while
also service behaviour has negative and significant effect to service quality.
Keyword : Employee Empowerment, Service Behaviour, Job Satisfaction, and
Service Quality
Pakar pemasaran asal Jepang mengatakan bahwa bisnis makanan asal
Jepang di Indonesia berkembang dengan cepat karena bisa diterima oleh
masyarakat setempat. Bisnis makanan Jepang baru berkembang pada tahun 1990,
dimana restoran Jepang mulai menjamur di Indonesia. Sekarang bisa didapatkan
makanan Jepang baik di restoran mewah hingga kaki lima dan diperkirakan trend
ini akan terus tumbuh dalam beberapa tahun ke depan. Salah satu restoran tersebut
adalah restoran-restoran Jepang seperti Hakata Ikkousha, Curry House, HachiHachi Bistro, dan restoran-restoran Jepang lainnya. Yang pastinya nama-nama
restoran tersebut tidak asing bagi orang-orang, khususnya orang-orang Surabaya
karena restoran-restoran tersebut merupakan restoran yang memiliki nama yang
cukup terkenal di Surabaya. Tidak hanya makanannya saja yang dikenal, tetapi
pemberian layanan oleh restoran-restoran tersebut yang membuatnama restoran
tersebut diingat.


 

292 

Supervisor restoran Bentoya mengatakan bahwa beberapa karyawan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan menu-menu yang disajikan di restoran.
Ketika pelanggan menanyakan seperti apa isi dari suatu menu, karyawan tidak
mengetahui jelas apa isi dari menu tersebut. Restoran Jepang terkenal dengan
bahan-bahan yang berasal dari luar negeri yang di Indonesia bahan tersebut tidak
ada, ini menyebabkan kerumitan dalam menu makanan restoran Jepang.
Karyawan yang menguasai menu restoran akan memberikan persepsi pelanggan
mengenai service quality yang lebih baik.
Restoran Hachi-Hachi Bistro merupakan salah satu restoran Jepang yang
terkenal di Surabaya, supervisor dari restoran tersebut mengungkapkan bahwa
banyak karyawan lama yang bekerja di situ, sehingga karyawan yang baru masuk
kurang percaya diri dengan pekerjaan yang dilakukannya. Karyawan yang tidak
percaya diri dalam melakukan pekerjaanya akan berdampak pada penyampaian
layanan yang mempengaruhi service quality restoran tersebut. Dengan
empowerment, maka karyawan menjadi percaya diri dan memberikan layanan

yang membuat pelanggan nyaman.
Dari fenomena dan teori yang dijelaskan di atas maka penelitian ini
dutujukan untuk mempelajari apakah employee empowerment berpengaruh positif
terhadapservice quality yang diberikan oleh karyawan tersebut, maka dalam
penelitian ini membahas tentang bagaimana employee empowerment
mempengaruhi service quality dengan melalui variabel job satisfaction dan
service behaviour di restoran-restoran Jepang di Surabaya.
TEORI PENUNJANG
Restoran
Menurut Soekresno (2000, p. 16-17), restoran adalah usaha komersial yang
menyediakan jasa pelayanan makan dan minuman bagi masyarakat umum dan
dikelola secara profesional. Menurut Soekresno (2000), dilihat dari pengelolaan
dan sistem penyajian, restoran dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Formal Restaurant
Industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara
komersial dan professional dengan pelauanan yang ekslusif. Contoh:
Gourmet, Main Dining Room, Grilled Restaurant, restoran-restoran
eksekutif dan sebagainya.
2. Informal Restaurant
Industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara

komersial dan professional dengan lebih mengutamakan kecepatan
pelayanan, kepraktisan, dan percepatan frekuensi yang silih berganti
pelanggan
3. Specialities Restaurant
Industri jasa pelayanan makanan dan minuman yang dikelola secara
komersial dan professional dengan menyediakan makanan khas dan diikuti
dengan sistem penyajian yang khas dari suatu negara. Contoh :Indonesian
food restaurant, Chinese food restaurant, Japanese food restaurant, dan
sebagainya.

 

293 

Employee Empowerment
Menurut Stewart (1994) employee empowerment berarti memampukan dan
memberi kesempatan kepada karyawan untuk merencanakan, melaksanakan
rencana, dan mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya atau tanggung jawab kelompoknya.
Thomas dan Velthouse (1990) membagi psychological empowerment

menjadi empat faktor yaitu :
1. Meaningfulness adalah nilai yang dikaitkan dengan standar,
keyakinan dan prinsip dari suatu individu (Thomas dan Velthouse,
1990). Spreitzer (1997) menambahkan bahwa meaningfulness tercipta
ketika individu merasakan bahwa pekerjaannya berarti dan penting
baginya. Pekerjaan dirasakan berarti oleh individu ketika goal atau
tujuan dari aktivitas pekerjaan yang dari aktivitas pekerjaan yang
dilakukan sesuai dengan sistem nilai ideal atau standar orang tersebut.
2. Competence adalah keyakinan yang dimiliki individu terhadap
kemampuannya (capabillity) untuk melaksanakan tugas atau
pekerjaan sesuai atau berdasarkan skill yang dimilikinya (Thomas dan
Velthouse, 1990). Menurut Conger dan Kanungo (1998), tanpa rasa
percaya diri terhadap kemampuan diri sendiri, individuakan merasa
tidak mampu dan kurang diberdayakan.
3. Self-determination mengacu pada persepsi individuterhadap otonomi
yang dimilikinya dalam memprakarsai dan mengatur tindakannya
dalam pekerjaan. Jika individu berkeyakinan bahwa karyawan hanya
mengikuti perintah yang diberikan dari orang yang tingkat hirarkinya
lebih tinggi dalam suatu perusahaan maka mereka akan merasa tidak
diberdayakan (not feel empowered). Self-determination melibatkan

tanggung jawab perorangan karyawan terhadap tindakan yang telah
diambil.
4. Impact adalah seberapa besar pengaruh hasil pekerjaan yang
dilakukan seorang karyawan di dalam sebuah lingkungan kerja.
Karyawan akan merasa diberdayakan ketika individu memiliki
keyakinan bahwa pekerjaan atau tindakan yang individu lakukan
mempengaruhi dan berdampak pada sistem perusahaan.
Organizational Empowerment
Matthews et al. (2003) membagi organizational empowerment dalam
beberapa faktor:
1. Dynamic Structural Framework: tercipta ketika sebuah perusahaan
menyediakan sebuah pedoman (guidelines) yang dapat dimodifikasi
untuk membantu karyawan. DSF ini memfasilitasi dan sangat
membantu karyawan dalam membuat keputusan di dalam lingkungan
kerja yang sedang berkembang. Quinn dan Spreitzer (1997)
menambahkan bahwa di dalam DSF penting bagi karyawan untuk
mengerti visi dan goal dari sebuah perusahaan agar program
empowerment dapat berjalan secara efektif. Karyawan juga harus
merasa memiliki pengaruh dan terlibat didalam pembentukan visi dan


 

294 

misi perusahaan serta memodifikasi pedoman dalam pembuatan
keputusan (decision making guidelines). DSF ini memberikan
kesempatan kepada sebuah perusahaan untuk mendapatkan input dari
karyawan agar perusahaan menjadi lebih fleksibel terhadap
perkembangan lingkungan bisnis
2. Control of Workplace Decisions : tercipta ketika karyawan
mendapatkan kesempatan untuk memberikan masukan didalam
seluruh aspek karir professional karyawan. Menurut Wilkinson (1998)
agat tercipta persepsi empowerment, individual dan tim harus
mempunyai kontrol terhadap bermacam-macam tanggung jawab yang
dimiliki, misalnya: penjadwalan kerja (scheduling), memperkerjakan
pegawai baru, pengembangan karyawan, dan seterusnya.
3. Fluidity in Information Sharing : tercipta ketika informasi yang
menyangkut perusahaan dapat diakses oleh semua individu didalam
perusahaan. Dalam konteks ini informasi yang dapat diakses adalah
informasi yang berkaitan dengan functioning perusahaan. Tidak

semua informasi yang berkaitan dengan karyawan dapat diberikan,
misalnya personel records atau laporan evaluasi karyawan oleh
manager. Karyawan harus merasa bahwa perusahaan mempunyai
metode komunikasi yang multidirectional dan efisien untuk berbagi
informasi-informasi penting diantara semua level di perusahaan.
Wilkinson (1998) menyatakan bahwa karyawan tidak hanya dibatasi
dengan kemampuan untuk saling berbagi informasi yang berkaitan
dengan pekerjaan, tetpai juga harus mampu untuk mengekspresikan
ide-ide dan keluhan-keluhan para karyawan.
Service Behaviour
Bettencourt dan Brown (1997) mengasumsikan bahwa karyawan dapat
memberikan pelayanan kepada pelanggan dan membuat mereka merasa nyaman
sehingga bisa disebut sebagai service behaviour. Service Quality dapat
diidentifikasi sebagai tugas melayani pelanggan dengan tindakan,suara dan sikap.
Selama berinteraksi dengan pelangggan, emosi karyawan dalam memberikan
pelayanan tersampaikan melalui kontak dengan pelanggan dan menimbulkan efek
pada tanggapan pelanggan Persepsi muncul dapat dilihat daricustomer’s mood,
service quality itu yang mempengaruhi customer’s mood.
Menurut Tsaur & Lin (2004) service behaviour dibagi menjadi dua yaitu :
• Role-prescribed service behaviour

Perilaku ini cenderung mengacu pada kesopanan, menguasai
pengetahuan yang akurat mengenai kebijakan dan produk dari
perusahaan, menangani pelanggan salam, senyum dan
mengucapkan “terima kasih” kepada pelanggan serta cross-selling
dari layanan perusahaan.
• Extra-role service behaviour
Extra-role service behaviour mengacu pada perilaku kebebasan
karyawan dalam hal memilih cara untuk berkomunikasi dalam
melayani pelanggan yang melampaui persyaratan yang ada.

 

295 

Job Satisfaction
Menurut Robbins (2003, pp.181-182), variabel-variabel yang terdapat
dalam kepuasan kerja adalah :
• Pekerjaan yang secara mental menantang
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberikan mereka
kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan

menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik.
• Gaji atau upah yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang
mereka persepsikan sebagai adil dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila
upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat
keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan
besar akan dihasilkan kepuasan..
• Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan yang baik untuk kenyamanan pribadi
maupun untuk mempermudah mengerjakan tugas yang baik. Karyawan lebih
menyukai keadaan sekitar yang aman, tidak berbahaya dan tidak
merepotkan.Disamping itu, karyawan lebih menyukai bekerja dekat dengan
rumah, dalam fasilitas yang bersih dan relatif modern, dan dengan alat-alat
yang memadai.
• Rekan kerja yang mendukung
Bagi kebanyakan karyawan, bekerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi
sosial. Oleh karena itu , tidaklah mengejutkan apabila mempunyai rekan kerja
yang ramah dan mendukung akan mengarah ke peningkatan kepuasan kerja.
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan yang memberikan kesempatan
untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan

tugas-tugas yang bervariasi, kebebasan, dan umpan balik tentang seberapa
baik mereka bekerja.
Service Quality
Wyckof dalam Wisnalmawati (2005, p.155) berpendapat bahwa “Kualitas
jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat
keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan”.Apabila jasa yang diterima
sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan
memuaskan. Tjiptono (2005) menerangkan bahwa apabila jasa yang diterima
melebihi harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan ideal.Jika jasa yang
diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dianggap
buruk.

Dimensi Service Quality

Tangible : mengacu pada penampilan lingkungan fisik dan fasilitas,
peralatan, personil dan cara komunikasi.
• Reliability : mengacu pada bagaimana perusahaan berkinerja dan
menyelesaikan pelayanan yang dijanjikan mereka, kualitas dan akurasi
dalam persyaratan yang ditetapkan yang diberikan antara perusahaan dan
pelanggan.

 

296 







Responsiveness :mengacu pada kesediaan perusahaan untuk membantu
pelanggan dalam menyediakan mereka dengan baik, kualitas dan pelayanan
yang cepat.
Assurance : mengacu pada karyawan perusahaan. karyawan pekerja
terampil yang mampu mendapatkan kepercayaan dan keyakinan dari
pelanggan.
Empathy: mengacu pada bagaimana perusahaan peduli dan memberikan
perhatian individual kepada pelanggan mereka, untuk membuat pelanggan
merasa dihargai ekstra dan khusus.

Kerangka Pemikiran

Hipotesis
1. Employee empowerment memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
service behaviour di Japanese Restaurant
2. Employee empowerment memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
job satisfaction di Japanese Restaurant
3. Employee empowerment memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
service quality di Japanese Restaurant
4. Service behavior memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap service
quality di Japanese Restaurant
5. Job satisfaction memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap service
quality di Japanese Restaurant
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah menggunakan penelitian kuantitatif kausal
dikarenakan data yang diperoleh berupa angka-angka dan analisis berupa statistik.
Dan juga penelitian ini menggunakan hipotesis yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh employee empowerment terhadap service behaviour, job satisfaction,
dan service quality.
Gambaran Populasi dan Sampel
Populasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah karyawan tetap yang
bekerja di restoran-restoran Jepang di Surabaya adalah Bentoya , Hachi-Hachi
Bistro , Sushi Tei.

 

297 

Teknik pengambilan sampel adalah non-probability sampling dimana pada
rancangan sampel non-probabilitas penarik sampel tidak dilakukan dengan
menggunakan hukum probabilitas, artinya bahwa tidak semua unit populasi
memiliki kesempatan untuk dijadikan sampel penelitian.
Selain itu, juga ditentukan berdasarkan quota sampling, yaitu peneliti
mengklasifikasikan populasi menurut kriteria tertentu.Kriteria untuk karyawan
adalah karyawan tetap yang sudah bekerja minimum 6 bulan di restoran Bentoya,
Hachi-Hachi Bistro, dan Sushi Tei. Total populasi yang dipakai adalah 100.
Sampel terdiri dari 50 pelanggan dan 50 karyawan.
Jenis dan Sumber Data
Data primer ini adalah daya yang berasal dari inisiatif peneliti, dan data ini
merupakan data yang dikumpulkan dan langsung dimanfaatkan untuk kepentingan
penelitian ini. Data diperoleh dari kuesioner yang dibagikan kepada para
karyawan di restoran dan beberapa pelanggan yang makan di restoran tersebut.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu penyelidikan yang
diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari
keterangan-keterangan secara faktual tentang institusi sosial Struktur pertanyaan
dari kuesioner ini adalah closed-ended questions yang berupa skala Likert, yaitu
metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan positif maupun negatif dan
merupakan pernyataan yang menunjukkan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan
responden. Pada metode ini, reponden diminta untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan dan jawaban dibagi dalam lima macam kategori, yaitu :
1
STS

2
TS

3
N

4
S

5
SS

Keterangan :
STS = Sangat Tidak Setuju
TS = Tidak Setuju
N = Netral
S = Setuju
SS = Sangat Setuju
Prosedur Pengumpulan Data
Berikut merupakan prosedur pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini
:
1. Kuesioner
Isi dari kuesioner adalah masalah yang ingin dipecahkan. Umumnya berisi
tentang:
a. Pernyataan tentang fakta.
b. Penyataan tentang pendapat
c. Penyataan tetang persepsi diri
2. Penyebaran Kuesioner

 

298 

Peneliti menyebarkan kuisioner yang telah dibuat dan disusun kepada
responden-responden yang telah ditentukan sebelumnya.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Kuisioner
Kuisioner yang telah disebarkan pada responden kemudian akan
dikumpulkan dan diteliti kuisioner tersebut telah diisi dengan lengkap oleh
responden dan sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan peneliti. Setelah
itu hasil data kuisioner dipindahkan ke dalam komputer untuk dianalisis lebih
lanjut.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini, variabel yang digunakan adalah variabel independen dan
variabel dependen  
1. Employee Empowerment (X1)
Employee empowerment berarti memampukan dan memberi kesempatan
kepada karyawan untuk merencanakan, melaksanakan rencana, dan
mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atau
tanggung jawab kelompoknya.
Indikator yang dipakai untuk mengukur employee empowerment:
• Meaningfulness
o Pekerjaan yang karyawan lakukan merupakan hal yang penting
bagi karyawan
o Aktivitas kerja yang karyawan lakukan secara pribadi berarti
bagi karyawan
• Competence
o Karyawan memiliki ketrampilan untuk melakukan pekerjaan
karyawan
o Karyawan merasa percaya diri terhadap kemampuan yang
karyawan miliki untuk melakukan pekerjaan
• Self-Determination
o Karyawan memiliki keleluasaan/kebebasan dalam menentukan
bagaimana karyawan menyelesaikan pekerjaan karyawan
o Karyawan mempunyai kesempatan untuk menggunakan
inisiatif dalam melaksanakan pekerjaan karyawan
• Impact
o Hasil kerja karyawan berdampak pada sistem perusahaan
o Opini yang karyawan berikan menjadi bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan di departemen.
2. Job Satisfaction (X2)
Kepuasan kerja adalah sebagaimana puas seorang individu dengan
pekerjaannya, bagaimana seorang karyawan menerima pekerjaannya
dengan baik atau tidak.
• Pekerjaan itu sendiri
• Karyawan menikmati pekerjaan yang dilakukan
• Karyawan merasa puas dengan adanya kesempatan untuk
menggunakan keahliann yang dimiliki
• Gaji atau Upah

 

299 









Karyawan merasa upah yang diterima sesuai dengan
jabatan dan pekerjaan yang dilakukan
• Karyawan menerima imbalan sesuai upaya yang dilakukan
Kesempatan Promosi
• Adanya pengakuan dari karyawan yang berprestasi tinggi
• Adanya kesempatan kenaikan jabatan kepada karyawan
yang berprestasi
Supervisi
• Adanya dukungan dan perhatian dari atasan
• Atasan mendukung keberhasilan penyelesaian tugas-tugas
karyawan
Rekan Kerja
• Rekan kerja mampu bekerjasama dengan baik dalam
menyelesaikan pekerjaan
• Rekan kerja memberikan kenyamanan dalam bekerja

3. Service Behaviour (X3)
Service quality dapat diidentifikasi sebagai tugas melayani
pelanggan dengan tindakan, suara dan sikap.
Indikator untuk mengukur service behaviour:
• Role-prescribed service behaviour
• Karyawan memberikan layanan pada pelanggan sesuai
dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang
ditetapkan restoran
• Karyawan memberikan layanan pada pelanggan sesuai
dengan uraian pekerjaan (job description) saya
• Extra-role service behaviour
• Karyawan memberikan layanan pada pelanggan melampaui
tuntutan pekerjaan karyawan
• Karyawan berusaha memberikan layanan ekstra pada setiap
pelanggan
4. Service Quality(Y)
Kualitas layanan adalah ukuran dimana suatu layanan itu
diberikan, jadi ini merupakan indikator untuk menentukan
bagaimana suatu kualitas itu diberikan dengan baik atau tidak.
Indikator untuk mengukur service quality :
• Tangible
o Karyawan berpenampilan menarik
o Desain interior dari restoranmenarik
• Reliability
o Karyawan memberikan layanan secara konsisten
o Karyawan memberikan layanan sesuai dengan yang
dijanjikan
• Responsiveness
o Karyawan sigap dalam memberikan layanan
o Karyawan menanggapi permintaan pelanggan
dengan cepat

 

300 





Assurance
o Karyawan dapat dipercaya dalam memenuhi
permintaan pelanggan
o Karyawan menguasai pengetahuan tentang menu
restoran
Empathy
o Adanya perhatian secara personal kepada pelanggan
o Karyawan memiliki kepedulian terhadap keinginan
pelanggan

Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan metode Structucal Equation Modeling dan
menggunakan alat penelitian yang berupa Partial Least Square., yaitu pendekatan
struktural dengan sampel yang kecil. Structural Equation Modeling (SEM)
merupakan teknik statistik untuk menguji dan memperkirakan hubungan kausal
menggunakan kombinasi data statistik dan asumsi kausal kualitatif.Partial Least
Square (PLS) digunakan untuk mencari hubungan mendasar antar dua matriks (X
dan Y), yaitu pendekatan variabel laten untuk pemodelan struktur kovarian dalam
dua dimensi.
Evaluasi Goodness of Fit
Pengujian terhadap kesesuaian model melalui pengujian validasi pada PLS
dilakuan dengan goodness of fit. Evaluasi model PLS dilakukan dengan
mengevaluasi outer model dan inner model.
1. Evaluasi Model Measurement (Outer Model)
Model ini menspesifikasi hubungan antar variabel laten dengan
indikator-indikatornya atau dapat dikatakan bahwa outer model
mendefinisikan bagaimana setiap indikator berhubungan dengan variabel
latennya.
• Uji Validitas
o Convergent Validity
Nilai convergent validity adalah nilai loading factor pada
variabel laten dengan indikator-indikatornya. Suatu indikator
dinyatakan valid atau memenuhi convergent validity jika
mempunyai loading factor di atas 0,5 terhadap konstruk yang
dituju. Pengujian validitas untuk indikator reflektif menggunakan
korelasi antara skor item dengan skor konstruknya. Pengukuran
dengan indikator reflektif menunjukkan adanya perubahan pada
suatu indikator dalam suatu konstruk jika indikator lain pada
konstruk yang sama berubah (atau dikeluarkan dari model).
o Discriminant Validity
Nilai ini merupakan nilai cross loading faktor yang berguna
untuk mengetahui konstruk memiliki diskriminan yang memadai
yaitu dengan cara membandingkan nilai loading pada konstruk
yang dituju harus lebih besar dibandingkan dengan nilai loading
dengan konstruk yang lain. Suatu indikator dinyatakan valid atau
memenuhi discriminant validity jika mempunyai loading factor
tertinggi kepada konstruk yang dituju dibandingkan loading factor

 

301 



kepada konstruk lain. Dengan demikian, kontrak laten
memprediksi indikator pada blok mereka lebih baik dibandingkan
dengan indikator di blok yang lain. Metode lain untuk melihat
discriminant validity adalah dengan melihat nilai square root of
average variance extracted (AVE). Nilai yang disarankan adalah di
atas 0,5.
o
Uji Reliabilitas
o Composite Reliability
Suatu indikator dikatakan sebagai pembentuk konstruk yang
baik apabila memiliki korelasi (loading) ≥ 0.7. Namun demikian
untuk penelitian tahap awal skala pengukuran nilai loading 0.5
sampai 0.6 dianggap cukup.Reliabilitas komposit ini merupakan
ukuran konsistensi internal yang hanya dapat digunakan pada
konstruk dengan indikator refleksif.

2. Evaluasi Model Struktural (Inner Model)
Uji pada model struktural dilakukan untuk menguji hubungan antara
konstruk laten.

R Square pada Konstruk Endogen
Nilai R Square adalah koefisien determinasi pada konstruk
endogen. Estimate for Path Coefficients merupakan nilai koefisen jalur
atau besarnya hubungan/pengaruh konstruk laten. Dilakukan dengan
prosedur Boostrapping, yang merupakan pengujian Hipotesis (β, ү, dan
λ) dilakukan dengan metode resampling Bootstrap yang dikembangkan
oleh Geisser & Stone.Statistik uji yang digunakan adalah statistik t atau
uji t. Penerapan metode resampling, memungkinkan berlakunya data
terdistribusi bebas (distribution free) tidak memerlukan asumsi distribusi
normal, serta tidak memerlukan sampel yang besar (direkomendasikan
sampel minimum 30). Pengujian dilakukan dengan t-test, bilamana
diperoleh p-value.
• Prediction Relevance (Q square)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui kapabilitas prediksi dengan
prosedur blinfolding. Apabila nilai yang didapatkan 0.02 (kecil), 0.15
(sedang) dan 0.35 (besar). Hanya dapat dilakukan untuk konstruk
endogen dengan indikator reflektif.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Profil Responden
Dapat diketahui bahwa dari 50 responden karyawan terdapat 52% (26 orang)
wanita dan 48% (24 orang) pria. Dari hasil yang didapatkan, diketahui bahwa
responden karyawan wanita lebih banyak dibanding responden karyawan pria.
kebanyakan karyawan yang bekerja di restoran Jepang berumur 17 hingga 25
tahun. Dapat diketahui dari data penelitian mengenai lama bekerja karyawan di
restoran, yang terbanyak adalah 34% (17 orang) telah bekerja selama 6 bulan
hingga 1 tahun.

 

302 

Dapat diketahui bahwa 50 responden pelanggan, terdapat 50% (25 orang) pria dan
50% (25 orang) wanita sehingga responden pria dan wanita sama banyaknya.
Pelanggan terbanyak berumur 17 hingga 25 tahun terbukti dari data penelitian
sebanyak 66% (33 orang) dari 50 responden pelanggan. Berdasarkan data
penelitian mengenai frekuensi berkunjung pelanggan, yang terbanyak adalah 51%
(24 orang) yang mengunjungi restoran Jepang 2 kali.
Deskrpisi Jawaban Responden Untuk tiap Variabel
Berdasarkan data mean jawaban responden karyawan yaitu sebesar 3,89; 3,87;
dan 3.91,maka dapat diketahui bahwa tanggapan mayoritas responden adalah
baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa employee empowerment, service
behaviour, dan job satisfaction yang dimiliki karyawan sudah baik. Sedangkan
berdasarkan data mean responden pelanggan yaitu 3.714, maka dapat diketahu
bahwa service quality yang dimiliki restoran sudah baik.
Uji Validitas dan Reliabilitas
Composite
Reliability

Cronbachs
Alpha

AVE
R Square
Employee
Empowerment
0.4003
0.8401
0
0.7815
Service
Behaviour
0.5132
0.8049
0.3270
0.6833
Job Satisfaction
0.4705
0.8964
0.4006
0.8734
Service Quality
0.4466
0.8855
0.1194
0.8851
Metode yang digunakan untuk uji validitas ini adalah dengan membandingkan
nilai square root of average variance (AVE) setiap variabel, dengan korelasi
antara variabel lainnya dalam model. Apabila nilai AVE adalah lebih dari 0,5
maka instrumen tersebut dikatakan valid. Dari data yang diatas maka dapat
diketahui tiap instrumen dikatakan valid terbukti dengan nilai akar AVE dari tiap
instrumen diatas 0,5.
Variabel
Employee
Empowerment
Service Behaviour
Job Satisfaction
Service Quality

Cronbachs
Alpha

Nilai
Kritis

Ket

0.7815
0.6833
0.8734
0.8851

0,6
0,6
0,6
0,6

Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel

Dapat diketahui bahwa semua variabel yaitu variabel employee
empowerment, service behaviour, job satisfaction, dan service quality adalah
reliabel karena cronbach alphanya lebih besar dari 0,6. Sehingga seluruh
pernyataan yang ada pada tiap-tiap variabel penelitian bisa digunakan.
Analisa Data

 

303 

Goodness of Fit – Outer Model
1. Convergent Validity

Korelasi antar skor indikator refleksif dengan skor variabel latennya
.Langkah pertama yang dilakukan adalah menguji apakah model sudah memenuhi
convergent validity yaitu apakah loading factor indikator untuk masing-masing
konstruk sudah memenuhi convergent validity. Untuk memenuhi convergent
vailidity nilai loading factor > 0,5. Jika nilai loading factor > 0,50 maka harus di
drop dari analisis. Setelah di drop lalu dirun kembali sampai memenuhi
convergent validity.Langkah selanjutnya adalah menilai outer model
(Measurement Model) dengan melihat cross loading factor discriminan validity
dan composite reliability dari konstruk.
Tabel Nilai Cross Loading

EE1
EE2
EE3
EE4
EE5
EE6
EE7
EE8
JS1
JS2
JS3
JS4
JS5
JS6

 

EE
0.5241
0.5217
0.6922
0.754
0.6208
0.6256
0.7127
0.5686
0.1978
0.507
0.2252
0.4227
0.5609
0.5556

JS
0.3377
0.3918
0.3633
0.4216
0.385
0.4304
0.4198
0.43
0.5294
0.6798
0.4318
0.6522
0.7217
0.7886

304 

SB
0.2937
0.3067
0.2358
0.4381
0.3608
0.3485
0.4709
0.368
0.3915
0.5591
0.2524
0.3636
0.3817
0.3836

SQ
0.1022
-0.1038
0.0394
0.2246
-0.0268
0.0749
0.1449
0.1003
-0.0776
-0.0355
-0.1801
-0.0507
0.0023
0.0532

JS7
JS8
JS9
JS10
SB1
SB2
SB3
SB4
SQ1
SQ2
SQ3
SQ4
SQ5
SQ6
SQ7
SQ8
SQ9
SQ10

0.34
0.5013
0.3557
0.4111
0.3232
0.3678
0.5204
0.3777
-0.1642
0.0629
0.047
0.0589
-0.0038
0.1272
-0.0028
0.2314
-0.0362
0.1421

0.7952
0.7854
0.6776
0.7072
0.485
0.632
0.3799
0.3271
-0.0132
0.0848
0.0738
0.0596
-0.1782
0.0098
0.0268
0.1578
-0.1413
-0.0019

0.542
0.4628
0.5294
0.4029
0.532
0.8132
0.7404
0.7484
-0.1624
-0.0474
-0.024
0.0969
-0.3163
-0.1137
-0.0564
-0.0004
-0.0427
-0.1627

-0.1162
0.0178
0.0491
0.1374
0.0018
-0.1534
-0.1846
-0.1717
0.4974
0.7791
0.6509
0.358
0.8751
0.711
0.5372
0.7688
0.5537
0.7758

Berdasarkan tabel cross-loading, di atas dapat disimpulkan bahwa masing-masing
indikator yang ada disuatu variabel laten memiliki perbedaan dengan indikator di
variabel lain yang ditunjukkan dengan score loading-nya yang lebih tinggi di
konstruknya sendiri.
2. Discriminant Validity

Employee
Empowerment
Service
Behaviour
Job Satisfaction
Service Quality

AVE

Composite
Reliability

R Square

Cronbachs
Alpha

0.4003

0.8401

0

0.7815

0.5132
0.4705
0.4466

0.8049
0.8964
0.8855

0.3270
0.4006
0.1194

0.6833
0.8734
0.8851

Pengukuran indikator refleksif berdasarkan cross loading dengan variabel
latennya. Metode lain dengan membandingkan nilai square root of average
variance extracted (AVE) setiap konstruk, dengan korelasi antar konstruk lainnya
dalam model. Jika nilai pengukuran awal kedua metode tersebut lebih baik
dibandingkan dengan nilai konstruk lainnya dalam model, maka dapat
disimpulkan konstruk tersebut memiliki nilai discriminant validity yang baik, dan
sebaliknya. Direkomendasikan nilai pengukuran harus lebih besar dari 0,50.  Dari
tabel terlihat bahwa nilai akar AVE > 0,50, hal ini menunjukkan bahwa semua
variabel dalam model yang diestimasi memenuhi kriteria discriminant validity.

 

305 

3. Composite Reliability
Indikator blok yang mengukur konsistensi internal dari indikator
pembentuk konstruk, menunjukkan derajat yang mengindikasikan common
latent (unobserved). Nilai batas yang diterima untuk tingkat reliabilitas
komposit adalah 0,7, walaupun bukan merupakan standar absolut.Dari tabel
4.9 diatas terlihat nilai composite reliability dari setiap variabel > 0,70 dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa semua variabel mempunyai reliabilitas
yang baik.
Goodness of Fit – Inner Model
2

2

2

2

2

Q = 1 – ( 1 – R ) ( 1 – R ) ( 1- R )( 1- R )
1

2

2

2

3

2

4

2

Q = 1 - (1-0 ) (1-(0,327) ) (1-(0,4006) ) (1-(0,1194)2)
Q2= 1 - (1) (0,896) (0,8206) (0,9743)
Q2= 1 - (0,7157)
Q2= 0,2843
Q = 0,5332

Diukur dengan menggunakan R-Square variabel laten dependen dengan
interpretasi yang sama dengan regresi; Q-Square predictive relevance untuk
model konstruk, mengukur seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan oleh
model dan juga estimasi parameternya.
Dari tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa diperoleh nilai R-Square
sebesar 0; 0,3270; 0,4006, 0,1194; hal ini menunjukkan besarnya pengaruh
variabel employee empowerment terhadap variabel service behaviour, job
satisfaction, dan service quality adalah sebesar 32,7%; 40,06%; dan 11,94 %.
Sedangkan dari nilai R-Square pada tabel 4.8 diatas, berdasarkan rumus hitung Q
2

2

2

2

Square ; Q = 1 – ( 1 – R ) ( 1 – R ) ... ( 1- R ) , diperoleh nilai Q-Square
1

2

p

sebesar 0,5332 , Angka Q-Square mendekati 1 berarti dianggap bahwa model
konstruk semakin baik dan dianggap memiliki predictive relevance.
Uji Hipotesis Penelitian

 

Original

Sample

Standard

Standard

Sample

Mean

Deviation

Error

T Statistics

EE -> JS

0.6330

0.6515

0.0587

0.0587

10.7818

EE -> SB

0.5718

0.5772

0.0789

0.0789

7.2482

EE -> SQ

0.3353

0.3585

0.1671

0.11671

2.0062

306 

SB -> SQ

-0.4039

-0.4374

0.1411

0.1411

2.8620

JS -> SQ

0.0298

0.0264

0.2099

0.2099

0.1419

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa variabel employee empowerment,
service behaviour, mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap service quality,
hal ini terbukti dengan nilai t hitung sebesar 2,0062 dan 2,8620 lebih besar dari
nilai t tabel yang hanya sebesar 1,96. Employee empowerment juga memiliki
pengaruh yang signifikan dengan service behaviour dan job satisfaction, hal ini
terbukti dengan nilai t hitung sebesar 10,7818 dan 7,2482 lebih besar dari nilai t
tabel yang hanya sebesar 1,96. Sedangkan job satisfaction tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap service quality, hal ini terbukti dengan nilai t hitung
sebesar 0,1419 yang lebih kecil dari 1,96. Dan dari hasil original sample,
employee empowerment memiliki pengaruh positif terhadap job satisfaction dan
service behaviour dengan nilai original sample yang positif yaitu 0,6330 dan
0,5718. Dan juga employee empowerment memiliki pengaruh positif terhadap
service quality, dilihat dari nilai original sample yang negatif yaitu -0,3353.
Sedangkan service behaviour memiliki pengaruh negatif terhadap service quality,
hal ini terbukti dengan nilai original sample yaitu -0.4039.
PEMBAHASAN
Dalam analisis mean yang telah dilakukan, terbukti bahwa semua variabel yang
diteliti yaitu variabel employee empowerment, service behaviour, job satisfaction
termasuk dalam kategori baik. Ini menunjukkan bahwa employee empowerment
yang dijalankan restoran baik dan service behaviour yang karyawan miliki juga
sudah baik serta job satisfaction yang dimiliki karyawan sudah baik. Service
quality dari ketiga restoran sudah baik kecuali jawaban responden terhadap
penyataan “adanya perhatian personal kepada pelanggan” yang terkategori cukup
baik artinya perhatian personal karyawan kepada pelanggan dari ketiga restoran
itu cukup baik.
Dalam penelitian ini, variabel employee empowerment mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap service behaviour, hal ini terbukti dengan nilai t tabel
7,2482 lebih besar dari 1,96. Dan employee empowerment memiliki pengaruh
positif terhadap service behaviour, ini terbukti dengan nilai original sample yang
positif yaitu 0,5718. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hipotesis pertama
dari penelitian ini terdukung dengan employee empowerment memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap service behaviour.
Service Behaviour adalah memberikan layanan kepada yang membuat
pelanggan merasa nyaman dan diperhatikan, employee empowerment berarti
memampukan dan memberi kesempatan kepada karyawan untuk merencanakan,
melaksanakan rencana, dan mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya atau tanggung jawab kelompoknya.Karyawan yang sudah
diberdayakan menunjukkan service behaviour yang berorientasi pada pelanggan,
karena karyawan lebih fleksibel dan mampu memenuhi kebutuhan
pelanggan.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karyawan dengan persepsi
lebih mengenai employee empowerment, maka karyawan akan lebih bertanggung

 

307 

jawab dengan pekerjaan karyawan dan aktif memberikan layanan yang ekstra bagi
para pelanggan.
Dalam penelitian ini, variabel employee empowerment mempunyai pengaruh
yang signifikan dengan job satisfaction, hal ini terbukti dengan nilai t tabel
10.7818 lebih besar dari 1,96. Dan juga employee empowerment memiliki
pengaruh positif terhadap job satisfaction, hal ini terbukti dengan nilai original
sample yang positif yaitu sebesar 0.6330. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa hipotesis kedua dari penelitian ini terdukung dengan employee
empowerment memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap job
satisfaction.
Employee empowerment berarti memampukan dan memberi kesempatan
kepada karyawan untuk merencanakan, melaksanakan rencana, dan
mengendalikan rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya atau
tanggung jawab kelompoknya. Dengan memberikan tanggung jawab, karyawan
dapat merasakan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan hal yang penting
bagi karyawan itu sendiri dan mereka dianggap memiliki peran penting , sehingga
karyawan merasa dihargai dalam perusahaan.
Dalam penelitian ini, variabel employee empowerment mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap service quality, hal ini terbukti dengan nilai t tabel
2.0062 lebih besar dari 1,96. Dan juga, dilihat dari nilai original sample, yaitu
0.3353 sehingga employee empowerment memiliki pengaruh yang positif terhadap
service quality. Dimana pelanggan adalah yang menilai bagaimana service quality
yang diberikan baik atau tidak. Pentingnya pekerjaan dari persepsi karyawan,
kompetensi dari karyawan, keleluasan karyawan, dan dampak karyawan terhadap
pekerjaannya akan mempengaruhi service quality yang diterima oleh pelanggan.
Maka dari itu employee empowerment berpengaruh positif dan signifikan terhadap
service quality sehingga hipotesa ketiga terdukung.
Variabel service behaviour mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
service quality, hal ini terbukti dengan nilai t tabel 2,8620 lebih besar dari 1,96.
Dilihat dari original sample, yaitu -0.4039, mengindikasi bahwa service
behaviour memiliki hubungan yang berbanding terbalik (negatif) terhadap service
quality. Dari hasil penelitian, karyawan dari ketiga restoran tersebut memiliki
kecenderungan untuk mengikuti SOP yang diberikan oleh pihak restoran, dengan
terlalu mengikuti SOP maka tidak ada inovasi atau inisiatif untuk melakukan hal
yang berorientasi pada pelanggan menyebabkan pelanggan kurang diperhatikan.
Dengan demikian dapat dikatakan service behaviour memiliki pengaruh yang
negatif dan signifikan terhadap service quality.
Dalam penelitian ini, variabel job satisfaction tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap service quality, hal ini terbukti dengan nilai t tabel
0,1419 lebih kecil dari 1,96. Maka variabel job satisfaction tidak memiliki
pengaruh terhadap service quality, sehingga hipotesa kelima tidak terdukung.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Responden yang diteliti dalam penelitian ini sebanyak orang yaitu 50 orang
karyawan dan 50 orang pelanggan. Dari responden karyawan,terdapat

 

308 

2.

3.

4.

5.

6.

7.

mayoritas wanita yang bekerja di Japanese Restaurant yaitu sebanyak 26 yang
mayoritas berumur 17 hingga 25 tahun. Dan kebanyakan sudah bekerja selama
1 hingga 2 tahun. Untuk responden pelanggan, menurut jenis kelamin terdapat
25 orang pria dan 25 orang wanita. Sebanyak 33 orang mayoritas berumur 17
hingga 25 tahun, pelanggan yang berkunjung kebanyakan berkunjung hanya
2x dalam sebulan ke Japanese Restaurant yaitu sebanyak 24 orang. Dilihat
dari biaya yang dikeluarkan, mayoritas responden yaitu 29 orang
mengeluarkan biaya sejumlah Rp. 200.000 hingga Rp. 400.000 dalam sekali
berkunjung ke Japanese Restaurant.
Secara keseluruhan, service quality di ketiga restoran yang diteliti tersebut
sudah baik, kecuali dalam karyawan memberikan perhatian personal kepada
pelanggan yang dikategorikan cukup baik.
Hipotesis 1 menyatakan bahwa diduga employee empowerment berpengaruh
signifikan dan positif terhadap service behaviour. Hasil penelitian menyatakan
bahwa variabel employee empowerment memiliki pengaruh positif yang
signifikan terhadap service behaviour. Maka, hipotesis pertama terdukung.
Hipotesis 2 menyatakan bahwa diduga employee empowerment memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap job satisfaction. Maka, hipotesis
kedua terdukung.
Hipotesis 3 menyatakan bahwa diduga employee empowerment memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap service quality. Dari hasil penelitian,
employee empowerment memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
service quality. Maka hipotesa ketiga terdukung.
Hipotesis 4 menyatakan bahwa diduga service behaviour mempunyai
pengaruhpositif dan signifikan terhadap service quality. Dari hasil penelitian,
service behaviour memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap service
quality. Maka hipotesa keempat terdukung.
Hipotesis 5 menyatakan bahwa diduga job satisfaction mempunyai pengaruh
positif yang signifikan terhadap service quality. Dari hasil penelitian, job
satisfaction tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap service quality.
Maka hipotesa kelima tidak terdukung.

Saran
Dari hasil penelitian di atas, maka peneliti menyarankan beberapa solusi untuk
meningkatkan employee empowerment di ketiga restoran Jepang tersebut :
1. Pihak restoran sebaiknya memberikan pelatihan-pelatihan khusus secara rutin
berkaitan dengan employee empowerment untuk menekankan pemahaman
mengenai empowerment.
2. Pihak restoran hendaknya lebih mengoptimalkan setiap briefing yang
dilakukan untuk mengetahui opini yang berikan oleh karyawan.

 

309 

DAFTAR PUSTAKA
Bettencourt, L.A., S. W. Brown. 1997. Contact employee: Relationships among
workplace fairness, job satisfaction and prosocial service behavior. Journal
of Retailing 73(1) 39-61.
Bowen, D. E., & Lawler, E. E. (1992). The empowerment of service workers:
What,why, how, and when. Sloan Management Review. 33 (3), 31-39.
Brymer, R. A. (1991). Employee Empowerment: A guest driven leadership
strategy. Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly. 32 (1), 58-68.
Conger, J. A., & Kanungo, R. N. (1988). The empowerment process: Integrating
theory and practice. Academy of Management Review, 13, 471-482.
Durnford, T. (1997). Redefining value : For whom Taco Bell tolls. Cornell Hotel
and Restaurant Administration Quarterly, 38 (3), 74-80
Farrell, A., A. Souchon, G. Durden. 2001. Service encounter conceptualisation:
Employees’ service behaviours and customers’ service quality perceptions.
Journal of Marketing Management, 17, 577-593.
Luthans, F. (1998).Organizational behaviour (5th ed.). Boston: Irwin.
Matthews, R.A., Diaz, W.M. and Cole, S.G. (2003). The Organizational
Empowerment Scale. Personnel Review, 32(3), 297-318. Retrieved
December 23, 2008, from ABI/INFORM Global (Proquest) database .
Quinn, R.E. and Spreitzer, G.M. (1997). The Road to Empowerment: Seven
Questions Every Leader Should Consider. Organizational Dynamics, 26(2),
37-49.
Robbins, Stephen P, (2003), Organizational Behavior, Tenth Edition, By Pearson
Education, Inc.
Soekresno. (2000). Manajemen Food and Beverage. Edisi ke II. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Spreitzer, G.M. (1997). Toward a common ground in defining empowerment.
Research in Organizational Change and Development, 10, 31-62.
Stewart, A. M. (1998). Empowering people: Pemberdayaan sumber daya
manusia. Yogyakarta: Kanisius.
Sugianto, Anggriawan (2012). Bisnis Restoran di Surabaya kian marak. Retrieved
8 April 2014 from http://news.bisnis.com/read/20120103/78/58588/bisnisrestoran-di-surabaya-kian-marak
Sugiyono. (2007). “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”. Bandung:
Alfabeta
Thomas, K.W. and Velthouse, B.A. (1990). Cognitive elements of empowerment:
an 'interpretive' model of intrinsic task motivation. Academy of Management
Review, 15(4), 666-81. Retrieved January 23, 2009, from ABI/INFORM
Global (Proquest) database.
Wilkinson, A. (1988). Empowerment: Theory and practice. Personnel Review,
27(1), 40-56.
Yoshitake, Tsutomu (2012), Bisnis Makanan Jepang di Indonesia Berkembang
Cepat, retrieved 5 May 2014 from http://www.investor.co.id/home/bisnismakanan-jepang-di-indonesia-berkembang-cepat/30144

 

310 

Zeithaml, Valerie & Mary Jo Bitner. (2006). Services Marketing Forth Edition:
Integrating Customer Focus Across Firm. New York: McGraw-Hill.

 

311 

Dokumen yang terkait

PENGARUH EMPLOYEE EMPOWERMENT TERHADAP SERVICE QUALITY DI INDONESIAN RESTAURANT | Santoso | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 2199 4150 1 SM

0 1 15

PENGARUH EMPLOYEE EMPOWERMENT TERHADAP SERVICE QUALITY DI CHINESE RESTAURANT | Enggarsari | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 2196 4144 1 SM

0 2 20

PENGARUH EMPLOYEE EMPOWERMENT TERHADAP SERVICE QUALITY DI HOTEL BINTANG 3 DI SURABAYA | Kurniawan | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 2174 4100 1 SM

0 0 21

ANALISA PENGARUH SERVICE RECOVERY TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DI HOTEL “X” | Susiani | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 2135 4023 1 SM

0 0 15

ANALISA KEPUASAN KONSUMEN DI RESTAURANT “X” DI SURABAYA | Wibowo | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 2843 5277 1 SM

0 0 12

PENGARUH EMPLOYEE EMPOWERMENT TERHADAP SERVICE QUALITY PADA HOTEL X DI BALIKPAPAN | Wijaya | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 2833 5257 1 SM

0 0 16

ANALISA PENGARUH AUTHENTIC LEADERSHIP TERHADAP EMPLOYEE ENGAGEMENT DI HOTEL “X” SURABAYA | Puguh | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 3550 6702 1 SM

0 2 16

ANALISA MOTIVASI DAN TIPE PERILAKU KOMPLAIN KONSUMEN TERHADAP TABLE SERVICE RESTAURANT DI SURABAYA | Limantoro | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 4766 9074 1 SM

0 1 12

ANALISA PENGARUH EMPLOYEE EMPOWERMENT TERHADAP JOB SATISFACTION DI HOTEL WYNDHAM SURABAYA | Natali Raharjo | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 5942 11190 1 SM

0 0 12

ANALISA PENGARUH JOB SATISFACTION TERHADAP EMPLOYEE PERCEIVED SERVICE QUALITY (EPSQ) DENGAN MEDIASI AFFECTIVE COMMITMENT (AC) DI SURABAYA SUITE HOTEL | Alvelina | Jurnal Hospitality dan Manajemen Jasa 4160 7940 1 SM

0 0 15