FORDA - Jurnal

SERANGAN HAMA DAN TINGKAT KERUSAKAN DAUN AKIBAT HAMA
DEFOLIATOR PADA TEGAKAN JABON (Anthocephalus cadamba Miq.)
(Pest Attack and Defoliation Level on Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.)*
Oleh/By:
Avry Pribadi
Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok
Jl. Raya Bangkinang – Kuok Km. 9 Bangkinang 28401, Kotak Pos 4/BKN – Riau
Telp : (0762) 71000121, Fax : (0762) 71000122, 21370
*Diterima : 29 Maret 2010; Disetujui : 20 Oktober 2010

s

ABSTRACT
Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), as one of the alternative tree species for pulp and paper industry, may
have a problem in the plantation. One of the problem is pest attack that can reduce the quality of stand. The
aim of this research was to obtain information on the incidence of pest attacks and the damage level caused
by defoliators on A. cadamba Miq.. The study was carried out at three locations, i.e. industrial plantation
(HTI) Baserah sector, HTI Pelalawan sector, and smallholder plantation (HR). Five observation plots were
established in each site (except for HTI Pelalawan sector with only two plots). Up to 100 trees were observed
in each plot.. The results showed that on average the highest level of incidence of pest attacks occurred in
HTI Baserah sector with the pests attacked were Arthochista hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, and

bagworm (Pychidae). In HTI Pelalawan sector, the pests attacked were A. hilaralis, Coptotermes sp., and
bagworm (Psychidae), whereas in HR the pests attacked were A. hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, and
Dysdercus cingulatus. The highest level of damage caused by defoliators occurred in the Baserah sector
(92.88%) and the lowest level was found in Pelalawan sector (40.5%). In HR the level of damage was
55.67%.
Keywords: Anthocephalus cadamba Miq., incidence level, severity level

ABSTRAK
Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) sebagai salah satu jenis tanaman alternatif untuk hutan tanaman
industri pulp dan kertas memiliki beberapa kelemahan antara lain serangan hama yang dapat mengurangi
kualitas tegakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang besarnya tingkat
kejadian serangan oleh berbagai hama dan tingkat kerusakan oleh serangan defoliator pada tiga lokasi
penelitian yaitu HTI sektor Baserah, HTI sektor Pelalawan, dan Hutan Rakyat (HR). Penentuan plot tiap
lokasi dilakukan secara systematic sampling dengan jumlah sampel maksimal 100 pohon tiap plot dan ada
lima plot tiap lokasinya (kecuali HTI sektor Pelalawan hanya dua plot). Hasil menunjukkan bahwa rata-rata
kejadian serangan tertinggi terjadi pada HTI sektor Baserah dengan tingkat serangan hama yang menyerang
berturut-turut adalah Arthochista hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, dan ulat kantong (Pychidae). Pada
sektor Pelalawan, tingkat serangan hama berturut-turut adalah A. hilaralis, Coptotermes sp., dan ulat kantong
(Psychidae), sedangkan hama pada HR berturut-turut adalah A. hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, dan
Dysdercus cingulatus. Tingkat kerusakan akibat serangan hama defoliator tertinggi terjadi pada kawasan HTI

sektor Baserah (92,88%) dan terendah terdapat pada HTI sektor Pelalawan (40,5%), sedangkan pada HR
sebesar 55,67%.
Kata kunci: Anthocephalus cadamba Miq., kejadian serangan, intensitas kerusakan daun

I.

PENDAHULUAN

Jenis Acacia dan Eucalyptus yang selama ini dikembangkan oleh banyak perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI)
pulp dan kertas dalam pengelolaannya
yang monokultur dimungkinkan akan
mengalami banyak permasalahan. Salah
satunya adalah serangan hama yang dapat

menurunkan kualitas tegakan. Serangan
hama ini bahkan menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap rotasinya.
Nair (2001) melaporkan bahwa serangan
hama Coptotermes curvighatus dapat menurunkan tegakan sebesar 10-50%.
Permasalahan yang dialami Acacia
dan Eucalyptus tersebut salah satu solusi451


Vol. VII No. 4 : 451-458, 2010

nya adalah mengganti dengan tanaman
alternatif. Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) sebagai salah satu jenis tanaman
alternatif telah memenuhi persyaratan
untuk dijadikan sebagai bahan pulp dan
kertas, antara lain adalah cepat tumbuh
(fast growing), panjang serat 1,561 µm,
diameter serat 23,95 µm, dan tebal dinding serat 2,78 µm (Aprianis, 2007). Namun demikian, sebagai suatu ekosistem
yang monokultur, jabon rentan terhadap
serangan hama terutama jika serangan hama tersebut mengalami blooming sebagai
akibat sedikitnya jumlah organisme predator dan melimpahnya makanan (karena
populasi tanaman yang sejenis).
Hama yang menyerang suatu populasi hutan tanaman akan dapat bersifat sangat merusak terutama hama-hama dari
kelompok defoliator. Tingkat kerusakan
yang disebabkan oleh hama ini cukup
bervariasi bergantung dari jenis spesies
maupun faktor abiotiknya. Salah satu
contoh adalah serangan hama Spodoptera

sp. pada lokasi persemaian Acacia crassicarpa yang dapat mengalami fluktuasi
populasi sebagai akibat dari beberapa
perubahan faktor abiotik (Tjahjono, komunilasi pribadi, 2009).
Kajian terhadap kejadian dan tingkat
serangan oleh berbagai hama yang menyerang tanaman jabon dapat digunakan
untuk mengetahui jenis hama apa yang
berpotensi tinggi merusak tegakan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang besarnya tingkat
kejadian serangan dan tingkat kerusakan
oleh hama defoliator yang menyerang jabon (A. cadamba). Hal ini diperlukan sebagai informasi dasar untuk pengambilan
keputusan dalam usaha pengendalian serangan hama terpadu.
II. BAHAN DAN METODE
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dua tempat, yaitu kawasan HTI milik PT RAPP
(sektor Pelalawan dan Baserah) dan areal
452

HR (Hutan Rakyat) di Kabupaten Kampar, Riau. Penelitian ini berlangsung selama delapan bulan mulai bulan Januari
2009 sampai bulan Agustus 2009.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain alkohol 70%,
formalin 4%, tally sheet, pita penanda
pohon, spidol, kertas label, dan pensil.
Peralatan yang digunakan adalah botol
sampel, kotak penampung serangga, jaring penangkap serangga, dan teropong.
C. Rancangan Penelitian
Plot pengamatan untuk masing-masing lokasi ditentukan dengan metode
systematic sampling. Setiap lokasi terdapat lima plot pengamatan dan tiap plot
terdiri atas 100 pohon (kecuali HTI sektor Pelalawan terdiri atas dua plot dengan
jumlah 72 pohon). Sebaran plot pengamatan tiap lokasi ditempatkan pada pojok lokasi dan tengah lokasi (metode
bujur sangkar) seperti tertera pada Gambar 1.

Gambar (Figure) 1. Penentuan plot pengamatan
untuk tiap lokasi (Observation plots for each location)

Pengamatan dilakukan atas kejadian
serangan oleh berbagai jenis hama dan
tingkat serangan hama defoliator. Berdasarkan pengamatan di lapangan, hama
dari kelompok defoliator ada dua jenis,
yaitu Arthochista hilaralis (Gambar 2)

dan Daphnis hyphotous (Gambar 3).

Serangan Hama dan Tingkat Kerusakan Daun…(A. Pribadi)

Gambar (Figure) 2. A. hilaralis (sebelah kiri fase dewasa dan kanan fase larva) (Imago of A. hilaralis on the
left and larvae on the right)

Gambar (Figure) 3. D. hypothous (sebelah kiri fase dewasa dan kanan fase larva) (Imago of D. hypothous on
the left and larvae on the right)

D. Penentuan Kejadian Serangan Hama

N : Jumlah tanaman yang diamati
V : Skor tertinggi

Penghitungan kejadian serangan hama dilakukan dengan menggunakan rumus oleh Tulung (2000):

Tingkat skor yang digunakan adalah:
0 : sehat
1 : Sangat ringan (1-20%)

2 : Ringan (21-40)
3 : Sedang (41-60%)
4 : Berat (61-80%)
5 : Sangat berat (81-100%).

K

n
x100%
N

Keterangan:
K = Kejadian serangan oleh hama tertentu
n = Jumlah tanaman yang terserang oleh hama
tertentu
N = Jumlah tanaman dalam satu plot

E. Penentuan Tingkat Kerusakan Hama
Tingkat kerusakan akibat serangan
hama defoliator ditentukan dengan rumus

Kilmaskossu dan Nerokouw (1993):

I

ni.Vi
x100%
N.V

Keterangan:
I : Tingkat kerusakan per tanaman
ni : Jumlah tanaman dengan skor ke-i
Vi : Nilai skor serangan

F. Analisis Data
Analisa data dilakukan secara deskriptif kuantitatif terhadap kejadian serangan dan tingkat kerusakan akibat serangan defoliator serta dilakukan komparasi antara lokasi penelitian (HTI PT
RAPP dan HR).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kejadian Serangan Tiap Lokasi
Persentase kejadian serangan hama

pada tanaman jabon (A. cadamba) pada
lokasi HTI PT RAPP sektor Baserah dapat dilihat pada Tabel 1.
453

Vol. VII No. 4 : 451-458, 2010

Tabel (Table) 1. Persentase tingkat kejadian serangan hama yang menyerang jabon pada lokasi HTI sektor
Baserah (Percentage of pest incidence level that attack jabon on industrial plantation in
Baserah sector)
Persentase tingkat kejadian serangan hama (Pest incidence level) (%)
Jumlah pohon
A. hila- C. suma- Bag worm Zeuzera
D.
Coptotemes
D.
(Number of tree)
ralis
tranus (Psychidae)
sp.
cingulatus

sp.
hypothous
1.
100
88
5
3
2.
100
64
8
2
3.
100
81
16
4
2
4.
100

73
19
9
1
1
5.
100
59
18
7
3
Keterangan (Remark): tanggal pengamatan 23 Juli 2009 (observation date on July 23, 2009)
Plot
(Plot)

Pada Tabel 1 terlihat bahwa persentase kejadian serangan tertinggi dilakukan
oleh A. hilaralis. Nair (2000) melaporkan
bahwa A. hilaralis pernah menyerang jabon di Kalimantan Timur dan menyebabkan kerusakan yang serius. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, kejadian serangan hama ini bervariasi antara 59% hingga
88%. Hama C. sumatranus merupakan jenis hama kedua tertinggi yang menyerang
pada waktu pengamatan. Hama ini bertipe penghisap cairan tumbuhan, terutama
pada jaringan muda tanaman (pucuk dan
daun muda). Hama terbanyak ketiga yang
menyerang jabon adalah ulat kantong
(Psychidae) (2-9%).
Persentase kejadian serangan hama
pada tanaman jabon (A. cadamba) di lokasi HTI PT RAPP sektor Pelalawan dapat dilihat pada Tabel 2. Berbeda dengan
sektor Baserah yang memiliki tipe tanah
mineral (podsolik merah kuning), jenis
tanah pada sektor Pelalawan ini memiliki
tipe tanah organik. Persentase kejadian
serangan tertinggi dilakukan oleh A. hilaralis. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tingkat kejadian serangannya bervariasi antara 15% sampai 21,4%. Hama
Coptotermes sp. merupakan hama kedua
tertinggi yang menyerang jabon dengan
tingkat kejadian serangan bervariasi antara 3,5% sampai 9,1%. Hama ini merupakan hama yang umum ada pada lahan
gambut. Menurut Anonim (2008), pada
ekosistem hutan Coptotermes memiliki
preferensi yang tinggi terhadap tanah
yang mengandung bahan organik yang
tinggi. Pertumbuhan populasi tertinggi
454

berturut turut terdapat pada tanah gambut, serasah daun, serbuk gergaji, sedangkan pada tanah mineral dan pasir pertumbuhan populasinya lebih rendah. Pengamatan di lapangan, Coptotermes memulai aktivitas serangannya pada bagian
akar kemudian mulai membentuk terowongan pasir di sepanjang batang.
Hama terbanyak ketiga yang menyerang jabon adalah ulat kantong (2,2%).
Keberadaan ulat kantong pada dua lokasi
(sektor Pelalawan dan Baserah) diduga
karena cekaman yang dialami oleh tanaman. Hal ini diduga karena lokasi yang
digunakan untuk penanaman jabon ini
termasuk pada jenis tanah kurang subur
(jenis tanah gambut di sektor Pelalawan
dan tanah podsolik merah kuning di sektor Baserah). Hasil analisis tanah penelitian terdahulu oleh Aprianis (2009) menyatakan bahwa kandungan C organik di
tanah gambut termasuk tinggi (45,17%).
Tingginya kandungan bahan organik dan
rendahnya nutrisi tanah dapat menjadi cekaman bagi tanaman.
Dugaan cekaman lain adalah pengaruh musim kemarau yang menjadikan jabon kehilangan turgorsitas sehingga mudah terserang oleh hama dan penyakit.
Kedua pengaruh tersebut akan dapat menurunkan ketahanan tanaman terhadap
serangan hama. Menurut Kalshoven
(1981), serangan ulat kantong terjadi apabila tanaman sedang mengalami stres
atau sedang mengalami cekaman sebagai
akibat dari rendahnya nutrisi.
Persentase tingkat kejadian serangan
hama pada tanaman jabon (A. cadamba)

Serangan Hama dan Tingkat Kerusakan Daun…(A. Pribadi)

pada lokasi HTR/HR di Pantai Cermin,
Kabupaten Kampar dapat dilihat pada Tabel 3. Persentase tingkat kejadian serangan tertinggi dilakukan oleh A. hilaralis.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, kejadian serangan hama berkisar antara
25% sampai 33%. Cosmoleptrus sumatranus merupakan hama tertinggi kedua
yang menyerang jabon pada waktu pengamatan dengan tingkat kejadian serangan
antara 6% sampai 21%. Hama terbanyak
ketiga yang menyerang jabon adalah D.
cingulatus dengan tingkat kejadian serangan berkisar antara 2% sampai 16%.
Hama ini merupakan hama yang bertipe
penghisap dan umumnya menyerang tanaman dari suku Malvaceae (kapuk randu) (Kalshoven, 1981).

Beberapa serangga hama yang berhasil ditemukan pada lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4.
B. Tingkat Kerusakan Daun oleh Hama Defoliator
Pada Tabel 4, tingkat kerusakan
akibat serangan defoliator tertinggi terdapat pada HTI sektor Baserah (92,88%)
dan termasuk dalam kategori kerusakan
sangat berat (Gambar 7). Di antara dua
hama defoliator yang menyebabkan kerusakan pada daun, jenis A. hilaralis merupakan hama yang menimbulkan tingkat
kerusakan tertinggi. Fase yang merusak
adalah ketika hama ini mencapai tingkat

Tabel (Table) 2. Persentase tingkat kejadian serangan hama yang menyerang jabon pada lokasi HTI sektor
Pelalawan (Percentage of pest incidence level that attack jabon on industrial plantation in
Pelalawan sector)
Persentase tingkat kejadian serangan hama (Pest incidence level) (%)
A. hila- C. suma- Bag worm Zeuzera
D.
Coptotemes
D.
ralis
tranus (Psychidae)
sp.
cingulatus
sp.
hypothous
1.
28
21,4
3,5
2.
44
15,9
2,2
9,1
Keterangan (Remark): tanggal pengamatan 20 Juli 2009 (observation date on July 20, 2009)
Plot
(Plot)

Jumlah pohon
(Number of tree)

Tabel (Table) 3. Persentase tingkat kejadian serangan hama yang menyerang jabon pada lokasi HR di Pantai
cermin, Kabupaten Kampar (Percentage of pest incidence level that attack jabon on
Community Forest in Pantai Cermin, Kampar)
Persentase tingkat kejadian serangan hama (Pest incidence level) (%)
Jumlah pohon
A. hila- C. suma- Bag worm Zeuzera
D.
Coptotemes
D.
(Number of tree)
ralis
tranus (Psychidae)
sp.
cingulatus
sp.
hypothous
1.
100
33
25
16
2.
100
37
13
7
3.
100
31
17
4.
100
25
6
1
5.
100
29
21
2
Keterangan (Remark): tanggal pengamatan 25 Mei 2009 (observation date on May 25, 2009)
Plot
(Plot)

A

B

C

Gambar (Figure) 4. A. Cosmoleptrus sumatranus dewasa (Imago of C. sumatranus); B. Zeuzera sp. dewasa
(Imago of Zeuzera sp.); C. Coptotermes sp.

455

Vol. VII No. 4 : 451-458, 2010

larva. Pada instar pertama dan kedua,
ulat hanya memakan jaringan lunak (epidermis) daun dengan dilapisi oleh semacam silky web. Serangan hama ini dapat
menghambat pertumbuhan tanaman dan
jika hama ini menyerang tanaman pada
tingkat persemaian maka dapat mengakibatkan kematian karena tanaman tersebut
kehilangan daun. Mereka memakan daun
yang masih muda pada waktu pagi dan siang hari, sedangkan fase dewasanya aktif
pada malam hari. Ngengat A. hilaralis
pada fase dewasa memiliki warna hijau
kebiruan dengan panjang tubuh mencapai
34 mm. Larva memiliki warna hijau bening dengan warna coklat hitam pada bagian kepala dan memiliki panjang mencapai 25 mm.
Tingginya tingkat kerusakan pada jabon di lahan ini diduga ada hubungannya
dengan kematian gulma (pada lahan ini
baru dilakukan penyemprotan satu minggu sebelumnya). Kematian gulma diduga
dapat menyebabkan beberapa serangga
hama mengalihkan inangnya ke tanaman
jabon. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Tjahjono (komunikasi pribadi) bahwa ada
pengaruh vegetasi tumbuhan di bawah tegakan terhadap keberadaan serangga hama. Dugaan lain adalah pengaruh dari
faktor lingkungan. Temperatur di lokasi
ini berkisar antara 32-36oC dengan kelembaban sekitar 70%. Temperatur tidak
hanya berpengaruh terhadap tanaman tetapi juga berpengaruh terhadap metabolisme serangga hama. Hal ini dikarenakan
serangga hama termasuk hewan poikiloterm membutuhkan panas dari lingkungan untuk memulai metabolismenya. Menurut Yunafsi (2007), kehidupan hama

atau serangga sangat dipengaruhi oleh
faktor lingkungan, baik lingkungan fisik,
biotik, maupun makanan. Di kawasan hutan, faktor-faktor iklim ini akan dimodifikasi dan membentuk iklim mikro yang
akan mempengaruhi kehidupan serangga
di dalam hutan.
Tegakan jabon pada HTI sektor Pelalawan menunjukkan tingkat kerusakan
yang terendah (40,50%) dan termasuk dalam kategori tingkat kerusakan ringan.
Hal ini diduga karena temperatur di lahan
gambut yang dapat mencapai 40oC dengan kelembaban rendah (kurang dari
60%). Akibatnya dapat menghambat perkembangan serangga hama karena berpengaruh negatif terhadap metabolisme serangga hama tersebut. Gogoi et al. (2000)
menyatakan bahwa parameter meteorologi berpengaruh terhadap perkembangan
serangga hama.
Dugaan lain adalah pertumbuhan
gulma (terutama Acacia crassicarapa)
pada lahan HTI gambut yang melebihi
pertumbuhan jabon itu sendiri. Kerapatan
gulma yang tinggi dapat menjadi habitat
yang sesuai bagi hama untuk tumbuh dan
berkembang karena memiliki banyak pilihan inang untuk berkembangbiak. Keberadaan gulma ini diduga mengalihkan
serangan serangga hama defoliator yang
dapat menyerang tanaman jabon.
Hutan Rakyat memiliki tingkat kerusakan 55,67% dan termasuk dalam kategori sedang. Hal ini diduga karena pada
HR dilakukan pemeliharaan secara intensif berbeda dengan tehnik silvikultur
yang umum dilakukan di HTI (HTI
menggunakan jarak tanam 2 m x 2,5 m
dan pemeliharaan hanya dilakukan pada

Tabel (Table) 4. Persentase tingkat kerusakan akibat serangan defoliator pada tanaman jabon di tiga lokasi
(Percentage of damage level caused by defoliator attacks at three locations of jabon
plantations)
Plot (Plot)
1
2
3
4
5
Rataan (Average)

456

HTI sektor Baserah (Baserah
sector) (%)
97
97,80
96,40
85,40
87,80
92,88

HTI sektor Pelalawan
(Pelalawan sector) (%)
42
39
40,50

HR (Community forest)
(%)
52
59
67,80
56
43,60
55,67

Serangan Hama dan Tingkat Kerusakan Daun…(A. Pribadi)

tahun pertama saja sedangkan HR menggunakan 4 m x 5 m). Menurut Arif et al.
(2006), populasi hama menurun sebanding dengan penambahan jarak tanam.

Gambar (Figure) 7. Kerusakan jabon yang disebabkan oleh serangan A. hilaralis (Damage on
jabon caused by A. Hilaralis attack)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Rata-rata kejadian serangan hama
tertinggi terjadi pada HTI (sektor Baserah
maupun Pelalawan) berturut-turut adalah
Arthochista hilaralis, Cosmoleptrus sumatranus, Coptotermes, dan ulat kantong
(Physidae). Hama yang banyak menyerang Hutan Rakyat berturut-turut adalah
A. hilaralis, C. sumatranus, dan Dysdercus cingulatus. Tingkat kerusakan akibat
serangan hama defoliator tertinggi terjadi
pada areal HTI sektor Baserah (92,88%)
dan terendah terdapat pada HTI sektor
Pelalawan (40,5%), sedangkan pada Hutan Rakyat Pantai Cermin, tingkat kerusakannya mencapai 55,67%.
B. Saran
Tingkat kerusakan oleh serangan hama defoliator pada tegakan jabon yang
dapat mencapai kategori sangat berat se-

baiknya dilakukan usaha pengendalian
dengan menggunakan insektisida. Penggunaan insektisida bertujuan untuk membasmi hama defoliator secara cepat dan
massal. Untuk usaha pengendalian serangan hama defoliator yang berkelanjutan perlu diperhatikan fungsi dari vegetasi yang berada di bawah tegakan jabon. Vegetasi yang berada di bawah tegakan tersebut dapat berfungsi sebagai
inang bagi serangga parasitoid yang akan
memangsa kelompok hama defoliator
dan sebagai inang alternatif bagi kelompok hama defoliator. Namun masih perlu
dilakukan beberapa penelitian lanjutan
mengenai pengaruh keberadaan vegetasi
di bawah tegakan jabon tersebut sebagai
inang alternative bagi kelompok hama
defoliator tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Kajian Aspek Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren
sebagai Dasar Pengendalian Rayap
pada Pertanaman Kelapa Sawit.
http://library.usu.ac.id.
Diakses
tanggal 13 Oktober 2009.
Aprianis, Y. 2007. Eksplorasi Jenis-Jenis
Kayu yang Berpotensi sebagai Tanaman Pulp Alternatif. Laporan
Hasil Penelitian. Loka Litbang
Kuok, Kuok.
Aprianis. 2009. Evalusi Kandungan Biomassa dan Dekomposisi Serasah.
Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat,
Kuok.
Arif, J. M, D.M. Gogi, M. Mirza, K. Zia,
and F. Hafeez. 2006. Impact of
Plant Spacing and Abiotic Factors
on Population Dynamics of
Sucking Insect Pests of Cotton. Pakistan Journal Biological Sciences
9 (7): 1364-1369. Islamabad
Gogoi, I., B.C. Dutta, and I. Gogoi. 2000.
Seasonal Abudance of Cotton
Jassad on Okara. Journal of Agricultural Science Social North East
india 13:22-26. Assam.
457

Vol. VII No. 4 : 451-458, 2010

Kalshoven, I.G.E. 1981. Pests of Crops in
Indonesia. PT Ichtiar Baru, Jakarta.
Kilmaskossu, S.T.E.M and J.P. Nerokouw. 1993. Inventory of Forest
Damage at Faperta Uncen Experiment Gardens in Manokwari Irian
Jaya Indonesia. Proceedings of the
Symphosium on Biotechnological
and environmental Approaches to
Forest and Disease Management.
SEAMEO, Bogor.
Nair, K.S.S. 2000. Insect Pest and Diseases in Indonesian Forest: An
Assesment of the Major Threats,
Reserach Efforts and Literature.
CIFOR, Bogor.

458

Nair, K.S.S. 2001. Pest Outbreaks in Tropical Forest Plantation: Is there a
Greater Risk for Exotic Tree Species. CIFOR, Bogor.
Tulung, M. 2000. Study of Cacoa Moth
(Conopomorpha cramerella) Control in North Sulawesi. Eugenia 6
(4): 294-299
Yunafsi. 2007. Permasalahan Hama, Penyakit, dan Gulma dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri
dan Usaha Pembangunannya. http:
//library.usu.ac.id. Diakses tanggal
13 Oktober 2009.