SUMPAH POCONG DALAM SENGKETA TANAH WARIS ADAT MENURUT HUKUM ADAT MINANGKABAU DAN HUKUM ISLAM.
SUMPAH POCONG DALAM SENGKETA TANAH WARIS ADAT
MENURUT HUKUM ADAT MINANGKABAU DAN HUKUM ISLAM
ABSTRAK
Hukum perdata adat di beberapa daerah tertentu masih sangat
kuat pengaruhnya, bahkan lebih dipatuhi daripada hukum yang berlaku.
Akibatnya, lembaga pengadilan yang secara konkret mengemban tugas
untuk menegakkan hukum dan keadilan ketika menerima, memeriksa,
mengadili, serta menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan, dianggap
sebagai tempat menyelesaikan sengketa yang tidak efektif dan efisien
oleh masyarakat hukum adat. Pengucapan sumpah dalam hukum adat di
daerah Minangkabau telah berubah seiring berkembangnya keyakinan
masyarakat setempat, terutama setelah diterimanya hukum Islam oleh
masyarakat hukum adat. Hukum Islam sejak kedatangannya di nusantara
sampai saat ini diakui sebagai hukum yang hidup (living law). Keberadaan
sumpah pocong seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat hukum adat
munangkabau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tersebut dalam
masyarakat Indonesia masih dipertanyakan keabsahannya dan
kedudukannya dalam hukum Indonesia maupun dalam hukum Islam.
Penelitian ini akan membahas mengenai kedudukan hukum sumpah
pocong menurut hukum positif di Indonesia dan akibat hukum sumpah
pocong menurut hukum adat Minangkabau dan hukum Islam.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan
metode pendekatan secara yuridis kualitatif untuk memberikan gambaran
yang menyeluruh, sistematis, dan akurat melalui suatu proses analisis
dengan menggunakan hierarki peraturan perundang-undangan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sumpah pocong biasa
dilakukan dalam masyarakat hukum adat sebagai salah satu penyelesaian
sengketa. Sumpah pocong tidak diatur dalam hukum positif Indonesia
namun kedudukannya dapat diakui sebagai sumpah pemutus dalam
persidangan pengadilan apabila diperlukan dan dimintakan oleh hakim.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 177 jo. Pasal 155 dan Pasal 156 HIR.
Sumpah pocong menurut hukum adat memiliki akibat hukum yang harus
dipatuhi guna menghindari sanksi adat atau pengucilan. Sumpah pocong
tidak diatur dalam hukum Islam oleh karena itu simpah pocong akibatnya
adalah batal dan menyalahi aturan-aturan syariah dalam melakukan
sumpah.
iv
MENURUT HUKUM ADAT MINANGKABAU DAN HUKUM ISLAM
ABSTRAK
Hukum perdata adat di beberapa daerah tertentu masih sangat
kuat pengaruhnya, bahkan lebih dipatuhi daripada hukum yang berlaku.
Akibatnya, lembaga pengadilan yang secara konkret mengemban tugas
untuk menegakkan hukum dan keadilan ketika menerima, memeriksa,
mengadili, serta menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan, dianggap
sebagai tempat menyelesaikan sengketa yang tidak efektif dan efisien
oleh masyarakat hukum adat. Pengucapan sumpah dalam hukum adat di
daerah Minangkabau telah berubah seiring berkembangnya keyakinan
masyarakat setempat, terutama setelah diterimanya hukum Islam oleh
masyarakat hukum adat. Hukum Islam sejak kedatangannya di nusantara
sampai saat ini diakui sebagai hukum yang hidup (living law). Keberadaan
sumpah pocong seperti yang dipraktikkan oleh masyarakat hukum adat
munangkabau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat tersebut dalam
masyarakat Indonesia masih dipertanyakan keabsahannya dan
kedudukannya dalam hukum Indonesia maupun dalam hukum Islam.
Penelitian ini akan membahas mengenai kedudukan hukum sumpah
pocong menurut hukum positif di Indonesia dan akibat hukum sumpah
pocong menurut hukum adat Minangkabau dan hukum Islam.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan
metode pendekatan secara yuridis kualitatif untuk memberikan gambaran
yang menyeluruh, sistematis, dan akurat melalui suatu proses analisis
dengan menggunakan hierarki peraturan perundang-undangan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sumpah pocong biasa
dilakukan dalam masyarakat hukum adat sebagai salah satu penyelesaian
sengketa. Sumpah pocong tidak diatur dalam hukum positif Indonesia
namun kedudukannya dapat diakui sebagai sumpah pemutus dalam
persidangan pengadilan apabila diperlukan dan dimintakan oleh hakim.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 177 jo. Pasal 155 dan Pasal 156 HIR.
Sumpah pocong menurut hukum adat memiliki akibat hukum yang harus
dipatuhi guna menghindari sanksi adat atau pengucilan. Sumpah pocong
tidak diatur dalam hukum Islam oleh karena itu simpah pocong akibatnya
adalah batal dan menyalahi aturan-aturan syariah dalam melakukan
sumpah.
iv