T1 232010180 Full text

(1)

PENDAHULUAN

Adanya persaingan di bidang industri membuat perusahaan memiliki banyak strategi guna menghadapi persaingan bisnis khususnya dalam hal penjualan produk dan atau jasa yang ditawarkan. Salah satu strategi yang digunakan adalah bundling. Yadav and Monroe (1993) state that bundling is the selling of two or more products and/or services at a single price. Definisi bundling adalah penjualan dua atau lebih produk barang maupun jasa dalam satu kesatuan harga. Dengan adanya pengikatan dua produk atau lebih, diharapkan dapat meningkatkan minat beli konsumen terhadap produk tersebut dibandingkan ketika konsumen harus membeli produk secara terpisah atau unbundling. Bakos dan Brynjolfsson (1999), mengatakan bahwa penawaran produk bundling akan menghasilkan keuntungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan penawaran produk yang dijual secara terpisah.

Menurut Adams dan Yellen (1976), strategi bundling dibagi menjadi tiga jenis yaitu pure bundling, mixed bundling, dan unbundling. Adams dan Yellen (1976) menyatakan bahwa penerapan strategi mixed bundling memiliki kelebihan dibandingkan dua strategi bundling yang lainnya dikarenakan strategi mixed bundling memberikan kesempatan yang lebih luas kepada konsumen sehingga konsumen dapat memilih untuk membeli produk sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga perusahaan akan cenderung menggunakan strategi mixed bundling dibandingkan dua strategi bundling lainnya.

Central Cafe merupakan salah satu cafe yang terletak di Jalan Pandanaran No.309 Boyolali. Cafe ini menyediakan menu utama berupa berbagai macam


(2)

olahan daging atau steak. Mulai dari chicken steak dan beef steak. Selain itu, Central Cafe juga menyediakan beberapa penawaran paket makanan yaitu paket hemat 1 sampai 3. Paket 1 terdiri dari Chicken Crispy, Teh dan Nasi. Paket 2 terdiri dari Sirloin Crispy, Teh dan Nasi. Paket 3 terdiri dari Spaghetty dan Teh. Masalah penelitian ini adalah bagaimana strategi bundling yang digunakan Central Cafe Boyolali, bagaimana perbandingan laba atas produk yang ditawarkan Central Cafe Boyolali, kemudian bagaimana perbandingan laba penjualan sebelum menerapkan strategi bundling dengan laba penjualan setelah menerapkan strategi bundling di Central Cafe Boyolali. Adapun persoalan penelitian ini adalah bagaimana strategi bundling yang digunakan Central Cafe Boyolali? Yang kedua adalah bagaimana perbandingan laba atas produk yang ditawarkan Central Cafe Boyolali? Dan yang ketiga adalah bagaimana perbandingan laba penjualan sebelum menerapkan strategi bundling dengan laba penjualan setelah menerapkan strategi bundling di Central Cafe Boyolali?

Pemilihan cafe ini didasarkan pada alasan bahwa perhitungan harga pokok penjualan yang ditawarkan tidak terlalu kompleks. Ada beberapa resto di Boyolali seperti Soto Mbok Giyem, RTB, Penyet Surabaya, Penyet Merbabu, dll. Namun, penulis memutuskan untuk meneliti Central Cafe dikarenakan cafe ini memiliki pencatatan jumlah penjualan bulanan yang terkomputerisasi. Sedangkan beberapa resto yang sudah disurvey oleh penulis belum memiliki pencatatan penjualan bulanan yang baik. Adapun batasan operasional penelitian lainnya adalah data yang diteliti berupa data hasil penjualan produk yang ditawarkan selama tiga bulan yaitu bulan Februari sampai dengan April 2014. Pemilihan periode


(3)

penelitian dari bulan Februari sampai April 2014 dikarenakan pada bulan tersebut merupakan bulan dengan data penjualan terlengkap.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi bundling yang digunakan Central Cafe Boyolali. Dengan adanya informasi tersebut, kemudian akan diketahui volume penjualan produk selama tiga bulan. Dengan demikian akan diketahui laba atas penjualan produk yang ditawarkan. Kemudian penulis dapat melihat perbandingan laba atas penjualan produk yang ditawarkan oleh Central Cafe Boyolali. Setelah itu penulis akan membandingkan laba penjualan produk di Central Cafe sebelum menerapkan strategi bundling dengan laba penjualan produk setelah menerapkan strategi bundling.

Manfaat penelitian ini adalah bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memperdalam pengetahuan mengenai strategi bundling dan kontribusi strategi ini terhadap peningkatan laba perusahaan atau resto khususnya dalam penelitian ini. Kemudian bagi Central Cafe sendiri khususnya pihak manajemen, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan atau masukan kepada bagian terkait di cafe tersebut untuk lebih mengetahui penjualan produk mana yang dapat meningkatkan laba. Dan terakhir untuk pihak-pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan dan bahan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.


(4)

KERANGKA TEORITIS Strategi Bundling

Menurut Adams dan Yellen (1976), strategi bundling dibagi menjadi tiga jenis yaitu pure bundling, mixed bundling, dan unbundling. Pure bundling adalah strategi dimana perusahaan menjual dua produk atau lebih dalam satu kesatuan harga dan konsumen tidak dapat membeli salah satu produk secara terpisah. Mixed bundling adalah strategi dimana perusahaan menjual dua produk atau lebih dalam satu kesatuan harga dan konsumen memiliki keleluasaan untuk membeli salah satu atau semua produk bundling tersebut. Kemudian unbundling adalah strategi dimana perusahaan menjual produknya secara terpisah, tidak dalam satu kesatuan harga yang terdiri dari dua produk atau lebih. Dari pengertian jenis bundling tersebut, maka sangatlah penting dilakukan identifikasi mengenai jenis bundling apa yang diterapkan oleh suatu perusahaan. Informasi tersebut berguna untuk mengetahui bagaimana penerapan strategi bundling tersebut dan pengaruhnya terhadap laba atas penjualan produk yang ditawarkan suatu perusahaan.

Menurut Yadav dan Monroe (1993), strategi bundling adalah penjualan dua atau lebih produk barang maupun jasa dalam satu kesatuan harga. Guiltinan (1987) state that bundling as “the practice of marketing two or more products and/or services in a single package for a special price”. Hal tersebut berarti bahwa secara umum harga produk bundling yang ditawarkan perusahaan lebih murah dibandingkan produk yang dijual tanpa bundling. Menurut pendapat Arora (2011), harga yang rendah dapat membuat pilihan produk bundling menjadi lebih


(5)

menarik. Oleh karena itu konsumen akan lebih tertarik untuk membeli produk bundling dengan harga yang lebih murah dibandingkan ketika konsumen harus membeli salah satu produk secara terpisah. Tujuan bundling yaitu untuk meningkatkan penjualan produk atau menarik minat konsumen untuk membeli produk bundling dibandingkan produk unbundling. Bakos and Brynjolfsson (1999) find that in a variety of circumstances, a multiproduct monopolist will extract substantially higher profits by offering one or more bundles of information goods than by offering the same goods separately. Mereka berpendapat bahwa dalam berbagai situasi, monopoli multiproduk akan menghasilkan keuntungan yang jauh lebih tinggi dengan penawaran satu atau lebih penjualan barang sistem paket (bundling product) daripada dengan menawarkan barang yang sama secara terpisah (unbundling product).

Arribas and Urbano (2004), state that mixed bundling refers to the practice of offering consumers the option of buying goods separately or else packages of them (at a discount over the single good price). Dengan strategi ini, konsumen dihadapkan pada dua pilihan yaitu dapat membeli produk secara bersamaan (bundling) ataupun secara terpisah (unbundling). Adams and Yellen (1976) state that in the two goods case, offering both a two-goods bundle as well as the individual items (mixed bundling) is typically optimal. Artinya bahwa penerapan strategi mixed bundling memiliki kelebihan dibandingkan dua strategi bundling yang lainnya dikarenakan strategi mixed bundling memberikan kesempatan yang lebih luas kepada konsumen sehingga konsumen dapat memilih untuk membeli produk sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga perusahaan akan cenderung


(6)

menggunakan strategi mixed bundling dibandingkan dua strategi bundling lainnya.

Harga Pokok Penjualan

Menurut Niswonger dan Warren (2000), harga pokok penjualan adalah biaya untuk memproduksi barang yang terjual. Harga pokok penjualan untuk perusahaan manufaktur meliputi pemakaian bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Harga pokok penjualan dapat dihitung dengan cara persediaan awal barang jadi ditambah harga pokok produk dikurangi dengan persediaan akhir barang jadi. Untuk persediaannya dapat ditentukan dengan pencatatan persediaan menggunakan Perpetual Inventory Method dan Periodical Inventory Method. Dalam metode perpetual untuk perusahaan manufaktur harga pokok penjualan diperoleh dari Subsidiary Ledger Finish Goods. Metode pencatatan perpetual mencatat jumlah persediaan secara terus menerus, sehingga setiap saat jumlah persediaan dapat diketahui berdasarkan catatan akuntansinya. Sedangan dalam metode periodik pada perusahaan manufaktur harga pokok penjualan dihitung melalui Beginning Inventory. Pencatatan dengan metode periodik dimana jumlah persediaan tidak dicatat secara terus menerus melainkan hanya pada setiap akhir periode akuntansi.

Profit atau Laba

Profit atau laba dalam bahasa Indonesia disebut laba merupakan tolak ukur yang digunakan suatu perusahaan guna menilai kinerja dan prestasi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Menurut Soemarso (2004) laba adalah selisih lebih pendapatan atas beban sehubungan dengan usaha untuk memperoleh pendapatan


(7)

tersebut selama periode tertentu. Apabila pendapatan lebih besar daripada beban maka perusahaan akan mendapatkan laba. Dan apabila sebaliknya, beban lebih besar daripada pendapatan maka dapat dikatakan perusahaan mengalami kerugian.

Menurut Stice dan Skouen (2004) laba dalam hubungannya dengan perhitungan laba-rugi terdiri dari beberapa jenis, yaitu:

1. Laba kotor. Laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan harga pokok persediaan. Pengertian ini sejalan dengan pengertian laba kotor yang dikemukakan Soemarso (2004), yang mengatakan bahwa laba kotor (gross profit) adalah penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan.

2. Laba operasional. Laba operasional yaitu hasil dari aktivitas yang termasuk rencana-rencana kecuali ada perubahan-perubahan besar dalam ekonomi yang dapat diharapkan akan dicapai setiap tahun. Oleh karna angka ini menyatakan kemampuan perusahaan untuk hidup dan mencapai laba yang pantas sebagai balas jasa pada pemilik modal.

3. Laba sebelum dikurangi pajak. Laba sebelum dikurangi pajak merupakan laba operasi ditambah hasil usaha dan dikurangi biaya diluar operasi biasa. Bagi pihak-pihak tertentu dalam hal pajak, angka itu adalah yang terpenting karena jumlah ini menyatakan laba yang pada akhirnya dicapai perusahaan. 4. Laba sesudah pajak atau laba bersih. Laba sesudah pajak atau laba bersih

merupakan laba setelah dikurangi dengan pajak. Laba bersih dipindahkan kedalam perkiraan laba ditahan atau Retainer Earning. Dalam perkiraan ini akan diambil suatu jumlah tertentu untuk dibagikan sebagai deviden kepada para pemegang saham.


(8)

Menurut Mulyadi (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi laba, antara lain: 1. Biaya. Biaya yang dapat timbul dari perolehan atau mengolah suatu produk

atau jasa akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan.

2. Harga Jual. Harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau jasa yang bersangkutan.

3. Volume penjualan dan produksi. Besarnya volume penjualan berpengaruh terhadap volume produksi dan mempengaruhi besar kecilnya biaya produksi.

Dapat dikatakan bahwa volume penjualan berpengaruh terhadap laba perusahaan. Meningkatnya volume penjualan diharapkan dapat meningkatkan laba perusahaan atas penjualan produknya. Volume penjualan sendiri dipengaruhi oleh harga yang ditetapkan oleh perusahaan. Menurut Gitosudarmo (1999), pengusaha perlu memikirkan tentang harga jual secara tepat karena harga yang tidak tepat akan berakibat tidak menarik para pembeli untuk membeli atau menggunakan jasa tersebut. Penetapan harga jual yang tepat tidak selalu berarti bahwa harga haruslah ditetapkan rendah atau serendah mungkin karena banyak konsumen yang mempertimbangkan harga dalam memakai sebuah jasa yang ditawarkan. Ketika perusahaan ingin mencapai laba yang optimal, maka pertimbangan akan penetapan harga sangatlah penting untuk diperhatikan guna meningkatkan volume penjualan. Peningkatan volume penjualan inilah yang akan berpengaruh terhadap peningkatan laba perusahaan.

Berdasarkan beberapa definisi dan jenis profit (laba) diatas serta kaitannya dengan strategi bundling, maka dapat dikatakan bahwa dengan adanya penerapan


(9)

strategi tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap peningkatan volume penjualan atas produk bundling yang ditawarkan yang akan berimplikasi pada peningkatan laba perusahaan. Dengan demikian, maka perusahaan dapat menentukan penjualan produk manakah yang menghasilkan laba lebih tinggi. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Arora (2011). Dalam jurnalnya yang berjudul “Bundling or unbundling frequently purchased products: a mixed method approach”, terdapat beberapa kesimpulan yang dikemukakan. Poin-poin kualitatif dari penelitian tersebut membantu memberikan pandangan yang lebih luas dalam pengambilan keputusan konsumen. Jawaban-jawaban atas penelitian tersebut membuktikan bahwa harga yang murah dapat membuat pilihan barang yang dipaket lebih menarik. Penjualan sistem paket akan kurang menarik ketika memasukkan item (komponen dalam paket) yang tidak diperlukan atau diinginkan oleh konsumen. Diskon pada setiap item dalam sebuah paket (bundling product) memungkinkan konsumen untuk mengetahui peluang penghematan atas setiap produk yang dibeli. Penjualan sistem paket dengan harga pas akan membuat konsumen menghemat waktu dan usaha dalam menghitung setiap potensi penghematan dari pembelian produk secara individual (terpisah). Kartu hadiah menjadi menarik karena konsumen dapat memilih pembelian apa yang tidak perlu ditebus kembali. Potongan harga yang dilakukan dengan instan lebih disukai konsumen karena pilihan ini membantu konsumen untuk tidak terpaku pada penggunaan kartu hadiah atau voucher. Item gratis yang termasuk dalam


(10)

penjualan sistem paket membuat pelanggan merasa mendapat keuntungan dalam membeli produk utama. Menawarkan item gratis hendaknya lebih transparan karena konsumen dapat segera memahami penghematan apa yang akan diperoleh. Item gratis hanya akan menarik jika konsumen memang membutuhkan barang tersebut. Dalam sorotan penelitian ini, Arora (2011) menyarankan pendekatan yang lebih cermat ketika menawarkan harga paket. Item tambahan dalam paket harus melengkapi produk utama dan secara luas harus sebanding dengan pola penggunaan. Ketika produk berbeda, konsumen akan cenderung memilih membeli item secara terpisah. Arora (2011) juga menyimpulkan bahwa item gratis bisa saja lebih menarik sebagai pilihan diskon. Replikasi penelitian dalam bentuk produk lain sangat dianjurkan terutama dalam hal mempertahankan minat konsumen.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Olderog dan Skiera (Schmalenbach, 1984) yang berjudul “The Benefits of Bundling Strategies” menganalisa dampak atas tiga strategi bundling (penjualan sistem paket) yaitu unbundling, mixed bundling, dan pure bundling terhadap keuntungan dan penjualan, dengan cara menggunakan penelitian simulasi berdasar pada model penelitian yang dilakukan oleh Schmalensee (1984). Analisis mereka menunjukkan dalam kondisi apa dan strategi manakah yang paling menguntungkan, seberapa besar perbedaan keuntungan dan penjualan untuk masing-masing strategi serta karakter apa yang sesuai dengan struktur harga yang terkait. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diterangkan bahwa perbedaan yang diamati dalam penelitian tersebut serta menghasilkan seperangkat implikasi pada penerapan penyusunan harga. Menurut Olderog dan Skiera, strategi unbundling


(11)

tidak mengurangi kondisi pengeluaran, karena harga tunggal produk yang optimal tidak bisa kurang dari biaya variabel. Dalam pure bundling, adalah mungkin untuk mentransfer surplus konsumen untuk satu produk ke produk lainnya. Dalam hal ini harga reservasi produk atau RP (harga maksimum yang bersedia dibayar konsumen) yang tinggi untuk satu produk dapat mengkompensasi RP yang rendah untuk produk lainnya. Oleh karena itu, konsumen akan membeli produk bundling meskipun RP mereka untuk produk tunggal lebih rendah dari biaya variabel. Dalam mixed bundling, jika harga produk bundling ditetapkan tinggi, maka konsumen akan memilih untuk membeli produk sebagai item yang terpisah. Dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi manfaat harga bundling, yaitu korelasi antara harga reservasi produk (RP), tingkat dari SMGP (Standard Mean Gross Profit) produk, dan komposisi SMGP produk. Untuk membandingkan strategi bundling dengan strategi unbundling, mereka menggunakan keuntungan unbundling sebagai titik acuan. Menurut Olderog dan Skiera, penjualan pure bundling lebih rendah daripada penjualan untuk dua strategi lainnya. Alasannya adalah bundling mengurangi heterogenitas permintaan dalam kasus biaya variabel yang tinggi, produk dapat dijual hanya untuk beberapa pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keuntungan yang diberikan oleh strategi bundling pada dasarnya tergantung pada hubungan antara RP dan biaya variabel (diukur dengan SMGP). Bundling hanya bermanfaat jika RP melebihi biaya variabel. Strategi pure bundling kurang efektif dibandingkan dua strategi lainnya karena peningkatan laba yang relatif kecil. Oleh karena itu,


(12)

strategi unbundling harus digunakan. Dengan beralih dari unbundling untuk mixed bundling, harga tunggal produk yang optimal dapat meningkat.

Berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Suwarni (2009) yang berjudul “Marketing Mix Strategy dalam Meningkatkan Volume Penjualan”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa di dalam mengambil keputusan di bidang marketing hampir selalu berkaitan dengan variabel-variabel merketing mix. Oleh karena itu, marketing mix sangat penting dan dapat dipakai sebagai alat pemasaran praktis. Tekanan utama dari marketing mix adalah pasar karena pada akhirnya produk yang ditawarkan oleh perusahaan diarahkan ke pasar. Kebutuhan pasar dipakai sebagai dasar untuk menentukan macam produknya, demikian pula keadaan pasar terhadap berbagai macam alternatif harga, promosi dan distribusi. Masalah tersebut menunjukkan perusahaan untuk mengalokasikan kegiatan pemasarannya pada masing-masing variabel marketing mix.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Di dalam penelitian ini objek penelitiannya adalah salah satu cafe di Boyolali yaitu Central Cafe. Satuan analisis dalam penelitian ini adalah Central Cafe Boyolali, dan satuan pengamatannya adalah pengelola atau pemilik cafe tersebut.

Jenis Data, Sumber Data, Metode Pengumpulan Data, dan Analisis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara kepada pengelola Central Cafe Boyolali. Wawancara tersebut dimaksudkan untuk


(13)

mengetahui strategi bundling yang digunakan cafe tersebut dalam penjualan produk yang ditawarkan. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah profil Central Cafe, dan semua data yang terkait dengan laporan keuangan dan daftar harga makanan di Central Cafe Boyolali. Dalam penelitian ini sumber data didapat dari pengelola Central Cafe Boyolali.

Teknik dan Langkah Analisis Data Pendekatan Kualitatif

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Teknik tersebut digunakan untuk mengumpulkan informasi guna mengetahui strategi bundling yang digunakan cafe tersebut dalam menjual produknya.

Pendekatan Kuantitatif

Untuk mengetahui perbandingan antara profit penjualan produk bundling dengan penjualan produk unbundling. Akan dilakukan perhitungan harga pokok penjualan pada produk ketika dijual secara bersamaan dan ketika dijual secara terpisah. Sedangkan langkah analisis yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penelitian pendahuluan guna memastikan bahwa Central Cafe Boyolali menerapkan strategi mixed bundling.

2. Membandingkan laba atas penjualan produk yang ditawarkan Central Cafe Boyolali.


(14)

3. Membandingkan laba penjualan produk sebelum menerapkan strategi bundling dengan laba penjualan produk setelah menerapkan strategi bundling di Central Cafe Boyolali.

4. Menarik kesimpulan dan menentukan penjualan produk manakah yang menyumbang laba lebih besar di Central Cafe Boyolali.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian

Central Cafe merupakan salah satu cafe yang terletak di Jalan Pandanaran No.309 Boyolali, dengan nama pemilik Bapak Lindu Suwarno. Cafe ini didirikan pada tanggal 9 Februari 2013 dengan mengusung konsep steak and coffee. Pengelola cafe tersebut melakukan beberapa inovasi terhadap penyajian menu tambahan yang berbeda agar ada unsur diferensiasi produk dengan cafe lain di Boyolali.

Visi dan Misi Central Cafe adalah sebagai berikut:

Visi Central Cafe adalah menjadi restoran steak dengan pelayanan terbaik. Untuk mencapai visi ini, Central Cafe selalu menjamin mutu produk-produknya, memberikan pelayanan yang memuaskan, menawarkan kebersihan dan keamanan produk pangan serta nilai-nilai tambah lainnya.

Misi Central Cafe:

1. Menjadi perusahaan terbaik bagi semua karyawan kami.

2. Menghadirkan pelayanan dengan sistem operasional yang unggul bagi setiap konsumen kami.


(15)

3. Terus mengalami perkembangan ke arah yang menguntungkan sebagai sebuah brand, serta terus mengembangkan sistem operasional CENTRAL ke arah yang lebih baik lagi lewat inovasi dan teknologi.

Strategi Bundling yang diterapkan Central Cafe Boyolali

Berdasarkan hasil wawancara kepada pengelola Central Cafe Boyolali, terdapat beberapa makanan yang ditawarkan yaitu Chicken Crispy, Sirloin Crispy, Spaghetty, Teh dan Nasi. Menu tersebut menjadi komponen dari menu paket dan menu reguler yang ditawarkan cafe tersebut. Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat dilihat bahwa cafe tersebut menggunakan strategi mixed bundling dalam penjualan produknya. Dimana konsumen dapat memilih menu makanan yang dipaket (bundling) ataupun menu reguler yang menjadi komponen dari menu paket tersebut (unbundling). Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang terdapat pada lampiran 1 dan daftar menu cafe tersebut sebagaimana terdapat pada lampiran 2.

Perbandingan Jumlah Penjualan Produk Bundling dan Unbundling Bulan Februari sampai April 2014 Central Cafe Boyolali

Berdasarkan data penjualan bulan Februari sampai April 2014 yang didapatkan dari Central Cafe Boyolali, maka produk bundling dan unbundling dapat diklasifikasikan berdasarkan detail menu yang menjadi komponen penawaran produk bundling. Berikut ini adalah tabel yang berisi klasifikasi produk bundling dan unbundling yang diteliti beserta total penjualan perbulan yang disajikan secara bersama-sama sehingga dapat dilihat perbandingan total penjualan produk tersebut.


(16)

Tabel 1 Perbandingan Penjualan Produk Bundling dan Unbundling Bulan Februari sampai April 2014

Central Cafe Boyolali

Bulan No Keterangan

Total Penjualan Produk Bundling Produk Unbundling Februari

1 Paket 1 (Chicken Crispy) 1075 936 2 Paket 2 (Sirloin Crispy) 1069 908

3 Paket 3 (Spaghetty) 682 592

Maret

1 Paket 1 (Chicken Crispy) 1217 1167 2 Paket 2 (Sirloin Crispy) 1192 1068

3 Paket 3 (Spaghetty) 885 603

April

1 Paket 1 (Chicken Crispy) 1251 1183 2 Paket 2 (Sirloin Crispy) 1210 1083

3 Paket 3 (Spaghetty) 889 611

Di dalam tabel 1, terlihat volume penjualan produk bundling mengalami peningkatan setiap bulannya. Begitu pula dengan volume penjualan produk unbundling yang mengalami peningkatan.

Berdasarkan klasifikasi produk bundling dan unbundling, maka dapat direkapitulasi penjualan produk tersebut selama tiga bulan. Sehingga dari penyajian kedua produk tersebut dapat dilihat perbandingan total penjualan selama tiga bulan. Berikut ini tabel perbandingan yang menyajikan informasi mengenai total penjualan produk bundling dan unbundling selama tiga bulan.

Tabel 2 Perbandingan Total Penjualan Produk Bundling dan Unbundling Bulan Februari sampai April 2014

Central Cafe Boyolali

No Produk

Bundling Total Penjualan Produk Unbundling Total Penjualan

1 Paket 1 3543 Chicken Crispy 3286

2 Paket 2 3471 Sirloin Crispy 3059

3 Paket 3 2456 Spaghetty 1806

Saat data penjualan produk bundling dan unbundling selama tiga bulan ditotal, maka terlihat pada tabel 2 bahwa total penjualan produk bundling lebih


(17)

besar daripada total penjualan produk unbundling. Besarnya volume penjualan tentunya akan berpengaruh terhadap laba yang dapat dihasilkan dari total penjualan produk mixed bundling yang ditawarkan Central Cafe Boyolali. Peningkatan volume penjualan dapat berimplikasi pada peningkatan laba yang dihasilkan dari penjualan produk tersebut.

Perbandingan Laba Kotor Penjualan Produk Bundling dan Unbundling Bulan Februari sampai April 2014 Central Cafe Boyolali

Dari hasil penjumlahan penjualan produk bundling dan perhitungan harga pokok penjualan produk bundling yang terlampir pada lampiran 4 maka dapat dihitung laba kotor produk bundling per bulan yang tersaji dalam tabel 3

Tabel 3 Rekap Laba Kotor Produk Bundling Bulan Februari sampai April 2014

Central Cafe Boyolali

PRODUK BULAN LABA KOTOR

PAKET 1

FEB Rp2.925.500

MAR Rp3.815.400

APR Rp4.301.700

PAKET 2

FEB Rp1.789.800

MAR Rp2.341.300

APR Rp2.882.300

PAKET 3

FEB Rp3.093.500

MAR Rp4.241.900


(18)

Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa laba kotor Paket 1 sampai 3 selama bulan Februari sampai April mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan volume penjualan selama bulan Februari sampai April.

Berdasarkan hasil penjumlahan penjualan produk unbundling dan perhitungan harga pokok penjualan produk unbundling yang terlampir pada lampiran 4 maka dapat dihitung laba kotor produk unbundling per bulan yang tersaji dalam tabel 4

Tabel 4 Rekap Laba Kotor Produk Unbundling Bulan Februari sampai April 2014

Central Cafe Boyolali

Produk Bulan Laba Kotor

Chicken Crispy

FEB Rp4.406.300

MAR Rp5.981.200

APR Rp6.428.300

Sirloin Crispy

FEB Rp2.430.000

MAR Rp3.176.300

APR Rp3.671.700

Spaghetty

FEB Rp2.994.300

MAR Rp3.208.300

APR Rp3.445.500

Tabel 4 menunjukkan bahwa laba kotor atas produk unbundling yang terdiri dari Chicken Crispy, Sirloin Crispy dan Spaghetty pada bulan Februari sampai April mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dikarenakan adanya peningkatan volume penjualan dari Chicken Crispy, Sirloin Crispy dan Spaghetty pada setiap bulannya.

Berdasarkan data jumlah penjualan produk mixed bundling yang telah didapatkan dari Central Cafe Boyolali, dapat dilihat perbandingan laba kotor dari produk bundling dan unbundling bulan Februari sampai April 2014. Berikut ini adalah tabel perbandingan total laba kotor antara produk bundling dan unbundling


(19)

Central Cafe Boyolali selama tiga bulan yaitu dari Februari sampai dengan April 2014.

Tabel 5 Perbandingan Laba Kotor Produk Mixed Bundling Bulan Februari sampai April 2014

Central Cafe Boyolali

PRODUK BULAN TOTAL

FEB MAR APR

BUNDLING Rp7.808.800 Rp10.398.600 Rp11.642.100 Rp29.849.500

UNBUNDLING Rp11.556.600 Rp13.973.800 Rp14.779.500 Rp40.309.900 Tabel diatas menunjukkan bahwa total laba kotor produk unbundling lebih besar daripada total laba kotor produk bundling pada bulan Februari sampai April 2014. Hal ini tentu bertolak belakang dengan pendapat dari Bakos dan Brynjolfsson (1999) yang menyatakan bahwa penawaran produk bundling akan menghasilkan keuntungan yang jauh lebih tinggi dibandingkan penawaran barang yang sama secara terpisah (unbundling). Memang ketika dilihat dari perbandingan total penjualan produk bundling dan unbundling, yang memiliki total penjualan lebih tinggi adalah penjualan produk bundling. Hal ini tentu akan berimplikasi pada besarnya laba yang dihasilkan. Sementara dari penelitian yang telah penulis lakukan, didapatkan hasil bahwa total laba kotor untuk produk unbundling justru lebih tinggi dibandingkan total laba kotor produk bundling.

Peningkatan volume penjualan produk bundling dan unbundling terbukti berimplikasi pada peningkatan laba atas penjualan produk tersebut setiap bulannya. Dari hasil rekapitulasi penjualan produk bundling dan unbundling selama tiga bulan, dapat dilihat bahwa total penjualan produk bundling lebih besar dibandingkan total penjualan produk unbundling. Namun, besarnya total penjualan produk bundling tidak berarti menghasilkan laba yang lebih tinggi


(20)

daripada laba yang dapat dihasilkan dari penjualan produk unbundling. Hal ini berarti bahwa produk bundling tidak menyumbang laba yang lebih tinggi dibandingkan dengan laba yang dihasilkan dari penjualan produk unbundling. Berdasarkan data volume penjualan menunjukkan bahwa volume penjualan produk bundling lebih tinggi daripada volume penjualan produk unbundling. Hal ini menunjukkan bahwa minat konsumen untuk membeli produk bundling lebih tinggi. Namun berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa laba produk bundling lebih rendah daripada laba produk unbundling. Laba produk bundling lebih rendah dibandingkan laba produk unbundling dikarenakan Central Cafe menetapkan harga jual produk bundling lebih rendah dibandingkan harga jual produk unbundling. Sementara harga pokok penjualan produk bundling dan unbundling sama. Maka perlu adanya pengkajian ulang mengenai penetapan harga jual produk bundling di Central Cafe Boyolali.

Pengkajian ulang terkait dengan perhitungan kenaikan total pendapatan atas penjualan produk bundling dapat diketahui dengan menghitung Gross Profit Margin (GPM). Gross profit margin merupakan perbandingan antara penjualan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan. Rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:

Berikut ini adalah perhitungan GPM berdasarkan data penjualan dan laba kotor produk bundling Central Cafe Boyolali selama tiga bulan


(21)

Tabel 6 Perhitungan Gross Profit Margin Bulan Februari sampai April 2014

KET PENDAPATAN LABA KOTOR GPM

PAKET 1 Rp 42.516.000 Rp 11.042.600 26% PAKET 2 Rp 48.594.000 Rp 7.013.400 14% PAKET 3 Rp 27.016.000 Rp 11.793.500 44% TOTAL Rp 118.126.000 Rp 29.849.500 25%

Dari tabel 6, diketahui total pendapatan atas penjualan produk bundling selama tiga bulan sebesar Rp118.126.000 dengan total laba kotor sebesar Rp29.849.500. Sehingga GPM yang didapat sebesar 25 persen. Hal ini berarti bahwa setiap Rp1,- (satu rupiah) penjualan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp0,25.

Berdasarkan perhitungan GPM maka dapat dilakukan perhitungan estimasi kenaikan total pendapatan atas penjualan produk bundling sehingga penjualan untuk bulan berikutnya dapat menghasilkan laba yang lebih tinggi dibandingkan laba atas penjualan produk unbundling. Berikut ini adalah tabel yang berisi perhitungan estimasi pendapatan produk bundling.

Tabel 7 Estimasi Total Pendapatan Produk Bundling Berdasarkan Data Bulan Februari sampai April 2014

KET HPP KET

UNBUNDLING LABA UNBUNDLING ESTIMASI MARGIN LABA

BUNDLING PENDAPATAN PAKET 1 31.473.400 CHICKEN 16.815.800 14.477.800 45.951.200 PAKET 2 41.580.600 SIRLOIN 9.278.000 19.127.100 60.707.700 PAKET 3 15.222.500 SPAGHETTY 9.648.100 7.002.300 22.224.800

TEH 2.324.000 NASI 2.244.000

TOTAL 88.276.500 40.309.900 46% 40.607.200 128.883.700

Tabel 7 berisi total harga pokok penjualan produk bundling selama tiga bulan. Menurut Olderog dan Skiera (2000), untuk membandingkan strategi bundling dengan strategi unbundling maka digunakan keuntungan unbundling


(22)

sebagai titik acuan. Estimasi margin sebesar 46 persen didapatkan dari penambahan margin sebesar 21 persen dari margin awal yang telah dihitung sebesar 25 persen. Penambahan margin sebesar 21 persen akan menghasilkan total laba kotor produk bundling sebesar Rp40.607.200. Penyajian laba produk unbundling bertujuan sebagai patokan laba minimal yang harus dicapai dari penjualan produk bundling. Sehingga untuk mencapai total laba kotor produk bundling yang lebih tinggi daripada total laba kotor produk unbundling maka diperlukan pendapatan atas penjualan produk bundling minimal sebesar Rp128.883.700 selama tiga bulan yang didapatkan dari penjumlahan antara total harga pokok penjualan dan total laba kotor produk bundling.

Berdasarkan estimasi total pendapatan yang telah didapatkan dari perhitungan tabel 7, maka dapat diketahui estimasi harga jual produk bundling sehingga akan menghasilkan laba yang lebih tinggi dibandingkan laba atas penjualan produk unbundling. Berikut ini harga jual awal produk bundling beserta penetapan harga baru produk bundling yang disajikan bersama-sama sehingga dapat dilihat perbandingannya

Tabel 8 Penetapan Harga Baru Produk Bundling Berdasarkan Data Penjualan Bulan Februari sampai April 2014

PAKET BULAN HPP LABA

BUNDLING PENDAPATAN PENJ.

HARGA AWAL

PENETAPAN HARGA BARU 1 FEB 9.974.500 3.835.600 12.173.800 1.075 Rp 12.000 Rp 13.000

MAR 10.788.600 5.002.300 15.876.900 1.217 APR 10.710.300 5.639.900 17.900.400 1.251

2 FEB 13.176.200 4.881.200 15.492.400 1.069 Rp 14.000 Rp 15.000 MAR 14.346.700 6.385.200 20.266.200 1.192

APR 14.057.700 7.860.700 24.949.000 1.210

3 FEB 4.408.500 1.836.700 5.829.900 682 Rp 11.000 Rp 12.000 MAR 5.493.100 2.518.600 7.993.800 885

APR 5.320.900 2.647.000 8.401.300 889


(23)

Tabel 8 berisi penetapan harga baru produk bundling yang dihitung berdasarkan hasil pendapatan yang telah dihitung sebelumnya. Dari tabel diatas total harga baru disarankan lebih tinggi dari total harga jual awal produk bundling. Sehingga penulis menyarankan untuk menaikkan harga jual sebesar Rp 1.000 untuk masing-masing paket sehingga untuk penjualan produk di bulan selanjutnya akan menghasilkan laba produk bundling yang lebih tinggi daripada laba produk unbundling.

Perbandingan Laba Kotor Produk Sebelum Penerapan Mixed Bundling dengan Laba Kotor Produk Setelah Penerapan Mixed Bundling di Central Cafe Boyolali

Central Cafe menerapkan penjualan sistem paket mulai bulan Januari 2014. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola Central Cafe, alasan Central Cafe menerapkan penjualan sistem paket yaitu karena penjualan Chicken Crispy, Sirloin Crispy, Spaghetty, Teh dan Nasi pada bulan sebelum menerapkan mixed bundling mengalami penurunan. Pada tabel 9 di bawah ini berisi pendapatan dan laba kotor kelima produk sebelum Central Cafe menerapkan strategi mixed bundling, yaitu pada bulan Oktober 2013 sampai Desember 2013.


(24)

Tabel 9 Pendapatan dan Laba Kotor Chicken Crispy, Sirloin Crispy, Spaghetty, Teh dan Nasi Bulan Oktober sampai Desember 2013 di Central

Cafe Boyolali

NO PRODUK BULAN PENDAPATAN LABA KOTOR

1 CHICKEN CRISPY OKT Rp18.486.000 Rp7.487.200

NOV Rp18.057.000 Rp7.413.000

DES Rp17.771.000 Rp6.772.200

2 SIRLOIN CRISPY OKT Rp16.320.000 Rp3.399.200

NOV Rp15.900.000 Rp3.396.000

DES Rp15.765.000 Rp2.844.200

3 SPAGHETTY OKT Rp8.268.000 Rp1.810.700

NOV Rp8.040.000 Rp1.791.000

DES Rp7.968.000 Rp1.510.700

4 TEH OKT Rp2.630.000 Rp1.052.000

NOV Rp2.600.000 Rp1.040.000

DES Rp2.577.500 Rp1.031.000

5 NASI OKT Rp2.257.500 Rp903.000

NOV Rp2.225.000 Rp890.000

DES Rp2.207.500 Rp883.000

Pada tabel 9 terlihat volume penjualan kelima produk yang ditawarkan Central Cafe mengalami penurunan setiap bulannya. Menurunnya volume penjualan berdampak pada penurunan laba kotor produk setiap bulannya. Penurunan volume penjualan ini menurut pengelola Central Cafe dikarenakan minat konsumen yang juga menurun setiap bulannya. Karena alasan inilah kemudian membuat Central Cafe akhirnya menerapkan strategi mixed bundling dalam menjual produk Chicken Crispy, Sirloin Crispy, Spaghetty, Teh dan Nasi. Penerapan mixed bundling diharapkan dapat meningkatkan minat konsumen yang nantinya akan berpengaruh pada peningkatan volume penjualan, pendapatan atas penjualan produk dan laba kotor kelima produk yang ditawarkan Central Cafe.


(25)

Keputusan Central Cafe Boyolali dalam menerapkan strategi mixed bundling juga terbukti dapat meningkatkan volume penjualan, pendapatan dan juga laba atas penjualan produk yang ditawarkan. Tabel berikut ini berisi total laba kotor produk Central Cafe Boyolali sebelum dan setelah menerapkan strategi mixed bundling. Yaitu total laba kotor selama bulan Oktober sampai Desember 2013 dan bulan Februari sampai April 2014.

Tabel 10 Perbandingan Laba Kotor Produk Sebelum dan Setelah Penerapan Strategi Mixed Bundling di Central Cafe Boyolali

KET PRODUK LABA

KOTOR

TOTAL LABA KOTOR

Sebelum Mixed Bundling Unbundling Rp42.223.200 Rp42.223.200

Setelah Mixed Bundling Bundling Rp29.849.500 Rp70.159.400

Unbundling Rp40.309.900

Tabel 10 berisi perbandingan total laba kotor produk sebelum dan setelah menerapkan strategi mixed bundling di Central Cafe Boyolali. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa total laba kotor produk setelah menerapkan mixed bundling lebih besar daripada total laba kotor sebelum menerapkan mixed bundling. Penerapan strategi mixed bundling sudah terbukti dapat meningkatkan volume penjualan dan laba kotor produk yang sebelumnya sudah dijelaskan pada pembahasan perbandingan volume penjualan dan perbandingan laba kotor produk mixed bundling yang menunjukkan terjadinya peningkatan setiap bulannya, yaitu bulan Februari sampai April 2014.


(26)

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pengelola Cetral Cafe Boyolali, dapat ditarik kesimpulan bahwa Central Cafe Boyolali menggunakan strategi mixed bundling dalam menawarkan produknya. Penggunaan strategi mixed bundling dilakukan Central Cafe karena sebelum menerapkan strategi ini penjualan dan laba kotor Chicken Crispy, Sirloin Crispy, Spaghetty, Teh dan Nasi yang ditawarkan Central Cafe Boyolali mengalami penurunan setiap bulannya yaitu dari bulan Oktober sampai Desember 2013. Setelah Central Cafe menerapkan strategi mixed bundling, terlihat bahwa volume penjualan untuk produk bundling lebih tinggi dibandingkan dengan volume penjualan produk unbundling. Dengan tingginya volume penjualan produk bundling berimplikasi kepada tingginya laba yang dihasilkan. Namun berdasarkan hasil penelitian, total laba kotor untuk produk unbundling justru lebih tinggi daripada total laba kotor produk bundling. Strategi mixed bundling memang berpengaruh terhadap laba produk mixed bundling. Hal ini dibuktikan dari total penjualan produk bundling yang lebih besar dibandingkan total penjualan produk unbundling. Namun, besarnya total penjualan produk bundling belum tentu menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada laba yang dapat dihasilkan dari penjualan produk unbundling.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dari penelitian ini adalah masih terbatasnya variabel yang digunakan. Minimnya informasi yang menunjukkan faktor apa saja yang dapat


(27)

mempengaruhi peningkatan maupun penurunan penjualan produk bundling dan unbundling. Objek penelitian yang digunakan termasuk perusahaan berskala kecil. Data yang diperoleh dari objek tersebut masih terbatas, yang hanya berupa data hasil penjualan bulanan dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Sehingga penulis harus melakukan perhitungan harga pokok penjualan terlebih dahulu yang nantinya digunakan dalam menghitung laba atas produk bundling dan unbundling yang ditawarkan.

Saran

Dengan penetapan harga yang dilakukan Central Cafe terhadap penjualan produk bundling, ternyata total laba kotor yang dihasilkan belum cukup tinggi ketika dibandingkan dengan total laba kotor atas penjualan produk unbundling. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis yaitu perlu adanya beberapa pertimbangan dan perhitungan dalam menetapkan harga sehingga laba yang dihasilkan dari penjualan produk bundling akan lebih besar daripada laba atas penjualan produk unbundling.

Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan untuk melakukan penambahan profit margin minimal sebesar 21 persen dari margin awal sebesar 25 persen. Dengan penambahan profit margin sebesar 21 persen, maka akan didapatkan pendapatan atas penjualan produk bundling sebesar Rp128.883.700. Dengan begitu maka akan diperoleh laba kotor atas penjualan produk bundling sebesar Rp40.607.200. Penulis menyarankan untuk menaikkan harga jual sebesar Rp 1.000 pada masing-masing paket. Sehingga laba kotor produk bundling akan


(28)

lebih besar dibandingkan laba kotor produk unbundling untuk penjualan di bulan berikutnya.

Penulis menyarankan kepada peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian terkait dengan strategi bundling untuk menambahkan variabel guna memprediksi laba yang ingin dicapai perusahaan, seperti minat konsumen, keputusan pembelian, penetapan harga. Perlunya melakukan penelitian pada objek berskala menengah atau besar. Sehingga dapat diperoleh data yang lebih lengkap dan terinci.


(29)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, W.J. dan Yellen, J.L., 1976, Commodity Bundling and the Burden of Monopoly, Quarterly Journal of Economics 90: 475-498.

Arora, R., 2011, Bundling or Unbundling Frequently Purchased Products: a Mixed Method Approach, Journal of Consumer Marketing 28 (1): 67-75. www.emeraldinsight.com/0736-3761.htm. 2 Februari 2014.

Arribas, U. dan Urbano, A., 2004, Mixed Bundling Strategies and Multiproduct Price Competition, Journal of Economic : 1-49.

Bakos, Y. dan Brynjolfsson, E., 1999, Bundling Information Goods: Pricing, Profits and Efficiency, http://www.gsm.uci.edu/-bakos/big/big.html. 26 Oktober 2013.

Chiambaretto, P. dan Dumez, H., 2012, The Role of Bundling in Firms’ Marketing Strategies: A Synthesis, Recherche et Applications en Marketing 27 (2): 91-106.

Guiltinan, J., 1987, The Price Bundling of Services: a Normative Framework, The Journal of Marketing 51 (2): 74-85. http://www.emeraldinsight.com/search.htm?st1=bundling&ct=jnl&ec=1& bf=1. 7 Maret 2014.

Lenggana, W., 2009, Pengaruh Volume Penjualan terhadap Laba Bersih pada

Penerbit Institut Teknologi Bandung, Perpustakaan UNIKOM, http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptunikomp


(30)

Niswonger, Warren, Reeve, Fees, 2000, Prinsip-prinsip Akuntansi, Edisi 19, Penerjemah: Sirait A. Dan Gunawan H., Jilid I, Erlangga, Jakarta. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5 &ved=0CEQQFjAE&url=http%3A%2F%2Fwww.library.upnvj.ac.id%2F pdf%2F2d3akuntansi%2F207102024%2Fbab2.pdf&ei=8dDbU_PmHcSK uATPk4C4BA&usg=AFQjCNEue3GfzonGcInpULItM0SNw0mgcA&sig 2=quoN9CGFLzDos7rZpoPK7Q. 16 Oktober 2013.

Olderog, T. dan Skiera, B., 2000, The Benefits of Bundling Strategies, Schmalenbach Business Review 52: 137-159.

Stremersch, S. and Gerard, J.T., 2002, Strategic Bundling of Products and Prices : A New Synthesis for Marketing, Journal of Marketing 66: 55-72.

Suwarni, 2009, Marketing Mix Strategy dalam Meningkatkan Volume Penjualan, Jurnal Ekonomi Bisnis, No.1, Tahun XIV.

Yadav, M. dan Monroe, K., 1993, How Buyers Perceive Savings in a Bundle Price: an Examination of a Bundle’s Transaction Value, Journal of Marketing Research 30 (3): 350-358.

http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/77403. 15 Agustus 2013 http://jbptunikompp-gdl-titijayant-19667-4-kajianp-n.doc. 24 Oktober 2013

http://sibukkerjatugas.wordpress.com/2011/12/13/konsep-laba-income-concept/. 2 November 2013

http://dee4niena.blogspot.com/2011/01/kosep-laba-income-concept-definisi-laba.html. 5 April 2014


(31)

LAMPIRAN 1

DAFTAR PERTANYAAN (INSTRUMEN PENELITIAN)

“ANALISIS STRATEGI MIXED BUNDLING DI CENTRAL CAFE BOYOLALI”

Hari dan Tanggal Wawancara : 17 Mei 2014 dan 1 September 2014

Waktu : 20.00-21.00

Identitas Perusahaan :

1. Siapa nama pemilik Central Cafe? Bp.Lindu Suwarno

2. Kapan Central Cafe didirikan? Tanggal 9 Februari 2013

3. Apa saja klasifikasi makanan dan minuman yang ditawarkan? Coffee & Steak

4. Ada berapa paket makanan yang ditawarkan? 3 Paket

5. Apa saja rincian paket yang ditawarkan? Paket A, Paket B, Paket C

6. Apakah penjualan paket sudah ada sejak awal berdirinya cafe?

Tidak. Jadi dulu Sirloin, Chicken dan Spaghetty belum dipaket dengan Teh dan Nasi. Masih menu reguler

7. Sejak kapan Central cafe menerapkan penjualan sistem paket? Sejak bulan Januari 2014

8. Apa alasan Central Cafe menerapkan penjualan sistem paket?

Ya karena di Boyolali banyak sekali pelajar. Jadi kami menyesuaikan harga jual dengan kemampuannya pelajar. Jadi kalau harga murah akan lebih menarik minat pembeli. Kami mengharapkan dengan sistem paket akan meningkatkan penjualan, sehingga nantinya akan meningkatkan


(32)

keuntungan juga karena fokus kami memang ingin mendapatkan keuntungan yang terus meningkat

9. Apakah setelah Central Cafe menerapkan penjualan sistem paket, penjualan semakin meningkat?

Iya, terutama yang dipaket jadi lebih banyak yang membeli. Karena harganya kan juga lebih murah

Pertanyaan mengenai komponen HPP Sirloin Steak, Chicken Steak, Spaghetty, Teh dan Nasi sebelum penerapan penjualan sistem paket

1. Berapa harga beli bahan baku setiap penjualan per hari? Sebutkan sesuai item bahan baku. Jika ada yang per mingggu tolong berikan keterangan periode pembelian

Daging Sapi 82.000/kg x 2 kg Ayam 34.000/kg x 3 kg Spaghetty 14.000/500 gr x 1 Tepung Crispy 10.000/kg x 3 kg Telur 14.000/kg x 1 kg Bumbu Dapur 6.000/kg x 1 kg Kentang 7.000/kg x 2 kg Wortel 6.000/kg x 2 kg Buncis 5.000/kg x 2 kg Beras 8.500/kg x 2 kg

Teh 10.000/Px x 2 pax

Es Batu 5.000/10 Pcs

Brown Sauce 45.000/3 L x 1 Spaghetti Sauce 30.000 / 2 L x1 Keju 15.000/ Pck x 2

2. Biaya apa saja yang ditanggung dalam pembelian? Sebutkan! Misal biaya bayar orang untuk membeli bahan.

Bensin 7.000 Parkir 3.000 Lain-lain 5.000


(33)

3. Berapa biaya angkut bahan baku sampai di tempat produksi? -/+ Rp.15.000

4. Apa saja bahan lain selain bahan baku yang digunakan? Misal saus, tepung maizena, tomat, minyak sayur.

Saus Tomat, Saus Sambal, Merica, Garam

5. Berapa jumlah bahan penolong yang dibutuhkan? Sebutkan! Misal minyak goreng, tepung,merica, gas.

Minyak Goreng, Gas, Saus Tomat, Saus Sambal, Merica, Garam

6. Berapa harga beli bahan penolong yang dibutuhkan? (misal: saus, merica) Minyak Goreng 12.000

Gas 95.000

Saus Tomat 12.000 Saus Sambal 12.000

Merica 10.000

Garam 3.000

7. Berapa jumlah karyawan yang bekerja di Central Cafe? 10 Orang

8. Bagaimana sistem penggajian karyawan? Payroll / Transfer

9. Berapa gaji karyawan yang bekerja di Central Cafe? Rp.1.000.000

10.Berapa jumlah tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi? Misal cleaning servis, tukang parkir.

2 Orang ( Parkir )

11.Bagaimana sistem penggajian tenaga kerja tidak langsung yang dipekerjakan Central Cafe? Misal per hari atau mingguan atau bulanan

--

12.Berapa upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja tidak langsung? --

13.Berapa biaya telpon yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.500.000


(34)

14.Berapa biaya listrik yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.700.000

15.Berapa biaya air yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.300.000

16.Berapa biaya air minum karyawan yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.500.000

17.Berapa biaya makan karyawan yang dikeluarkan cafe? (jika ada) --

18.Berapa jumlah minyak goreng yang digunakan setiap bulan? -/+ 100 Liter

19.Berapa harga beli minyak goreng per kilogram? Rp.12.000

20.Berapa jumlah tabung gas yang digunakan cafe setiap bulan? -/+ 15 Tabung

21.Berapa harga beli tabung gas yang digunakan (per tabung)? Rp.95.000

Pertanyaan mengenai komponen HPP paket hemat dan reguler yang ditawarkan 1. Apa saja bahan baku yang ada dalam paket hemat yang ditawarkan?

Chicken, Sirloin, Spaghetti

2. Berapa harga beli bahan baku setiap penjualan per hari? Sebutkan sesuai item bahan baku. Jika ada yang per mingggu tolong berikan keterangan periode pembelian

Daging Sapi 90.000/kg x 4 kg Ayam 38.000/kg x 4,5 kg Spaghetty 14.000/500 gr x 2 Tepung Crispy 12.000/kg x 6 kg Telur 15.000/kg x 1 kg Bumbu Dapur 10.000/kg x 1 kg Kentang 8.000/kg x 3 kg Wortel 6.000/kg x 3 kg Buncis 5.000/kg x 3 kg


(35)

Beras 10.000/kg x 3 kg

Teh 10.000/Px x 3 pax

Es Batu 5.000/10 Pcs

Brown Sauce 60.000/3 L x 1 Spaghetti Sauce 32.000 / 2 L x1 Keju 16.000/ Pck x 3

3. Biaya apa saja yang ditanggung dalam pembelian? Sebutkan! Misal biaya bayar orang untuk membeli bahan.

Bensin 7.000 Parkir 3.000 Lain-lain 5.000

4. Berapa biaya angkut bahan baku sampai di tempat produksi? -/+ Rp.15.000

5. Apa saja bahan lain selain bahan baku yang digunakan dalam membuat menu paket? Misal saus, tepung maizena, tomat, minyak sayur.

Saus Tomat, Saus Sambal, Merica, Garam

6. Berapa jumlah bahan penolong yang dibutuhkan? Sebutkan! Misal minyak goreng, tepung,merica, gas.

Minyak Goreng, Gas, Saus Tomat, Saus Sambal, Merica, Garam

7. Berapa harga beli bahan penolong yang dibutuhkan? (misal: saus, merica) Minyak Goreng 13.000

Gas 97.000

Saus Tomat 12.000 Saus Sambal 12.000

Merica 10.000

Garam 3.000

8. Berapa biaya telpon yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.500.000

9. Berapa biaya listrik yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.700.000


(36)

-/+ Rp.300.000

11.Berapa biaya air minum karyawan yang dikeluarkan setiap bulan? -/+ Rp.600.000

12.Berapa jumlah minyak goreng yang digunakan setiap bulan? -/+ 120 Liter

13.Berapa harga beli minyak goreng per kilogram? Rp.13.000

14.Berapa harga beli tabung gas yang digunakan (per tabung)? Rp.97.000

15.Apa saja barang pendukung proses produksi? Sebutkan! Misal kompor gas

Kompor Gas, Panci, Wajan,Hot plate, ladle,strainer, Rice Cooker 16.Berapa harga perolehan barang pendukung proses produksi?

Kompor 600.000x4 biaya pemeliharaan 6 bulan 1x Kompor kecil 3 @250.000

Panci besar @200.000 jumlah 3 Grillpan 1 @150.000

Wajan besar @100.000 jumlah 1 Hotplate @50.000 jumlah 80 Ladle 2 @200.000

Strainer 2 @200.000 Rice cooker 4 @250.000

Untuk nasi 2, spaghetthy 1, saus spaghetthy 1 Bangunan cafe sewa 15.000.000 per tahun Karyawan di bagian produksi ada 3 orang Harga pokok penjualan teh dan nasi @1500 1 kg daging = 20 porsi steak


(37)

LAPORAN PENJUALAN BULAN OKTOBER 2013

LAPORAN PENJUALAN BULAN NOVEMBER 2013


(38)

LAPORAN PENJUALAN BULAN APRIL 2014

PENJUALAN BULAN MARET 2014


(39)

VISI & MISI CENTRAL

A. VISI

Visi CENTRAL adalah menjadi restoran steak dengan pelayanan terbaik. Untuk mencapai visi ini, CENTRAL selalu menjamin mutu produk-produknya, memberikan pelayanan yang memuaskan, menawarkan kebersihan dan keamanan produk pangan serta nilai-nilai tambah lainnya.

B. MISI

1. Menjadi perusahaan terbaik bagi semua karyawan kami.

2. Menghadirkan pelayanan dengan sistem operasional yang unggul bagi setiap konsumen kami.

3. Terus mengalami perkembangan ke arah yang menguntungkan sebagai sebuah brand, serta terus mengembangkan sistem operasional CENTRAL ke arah yang lebih baik lagi lewat inovasi dan teknologi.


(40)

LAMPIRAN 2

Gambar Menu Produk Bundling dan Unbundling


(41)

(42)

LAMPIRAN 3

TABEL BAHAN BAKU LANGSUNG PER HARI

NO KETERANGAN HARGA/Q SATUAN QUANTITY TOTAL HARGA

1 Daging Sapi Rp 90.000 Kilogram 4 Rp 360.000 2 Daging Ayam Rp 34.000 Kilogram 4,5 Rp 153.000 3 Spaghetty Rp 28.000 Kilogram 1 Rp 28.000 4 Tepung Crispy Rp 12.000 Kilogram 6 Rp 72.000 5 Telur Rp 15.000 Kilogram 1 Rp 15.000 6 Bumbu Dapur Rp 10.000 Kilogram 1 Rp 10.000 7 Kentang Rp 8.000 Kilogram 3 Rp 24.000 8 Wortel Rp 6.000 Kilogram 3 Rp 18.000 9 Buncis Rp 5.000 Kilogram 3 Rp 15.000 10 Beras Rp 10.000 Kilogram 3 Rp 30.000 11 Teh Rp 10.000 Pack 3 Rp 30.000 12 Es Batu Rp 5.000 Balok 10 Rp 50.000 13 Brown Sauce Rp 20.000 Liter 3 Rp 60.000 14 Spaghetty Sauce Rp 16.000 Liter 2 Rp 32.000 15 Keju Rp 16.000 Pack 3 Rp 48.000 16 Saus Tomat Rp 12.000 Liter 1 Rp 12.000 17 Saus Sambal Rp 12.000 Liter 1 Rp 12.000 18 Merica Rp 10.000 Bungkus 1 Rp 10.000 19 Garam Rp 3.000 Bungkus 1 Rp 3.000 20 Minyak Goreng Rp 13.000 Liter 4 Rp 52.000 21 Biaya Angkut Rp 15.000 Rp 15.000


(43)

LAMPIRAN 4

Perhitungan Harga Pokok Penjualan Produk Bundling dan Unbundling PERHITUNGAN HPP CHICKEN

HPP CHICKEN

BBL

Persediaan awal bahan baku 0

Pembelian bahan baku

daging ayam 153.000

tepung crispy 72.000/2 36.000 Telur

15.000/2 7.500 bumbu dapur 10.000/2 5.000 Kentang

40.000/2 12.000 Wortel

30.000/2 9.000 Buncis

25.000/2 7.500 brown sauce 60.000/2 30.000 Keju

96.000/3 16.000 saus tomat 12.000/3 4.000 saus sambal 12.000/3 4.000 Merica

10.000/3 3.300 Garam

3.000/3 1.000 minyak goreng 52.000/2 26.000

total pembelian bahan baku 314.300 biaya angkut pembelian 15000/3 5.000 pembelian bersih

319.300 jumlah bahan baku yang tersedia 319.300

persediaan akhir bahan baku 0

jumlah bahan baku yang digunakan 319.300 TKL

(3 karyawan x @1.000.000)/30 100.000 BOH

Listrik

(700000/30)/3 7.800 Air

(300000/30)/3 3.300 air minum karyawan (600000/30)/3 6.600 Gas

(840000/30)/3 9.300 Bensin

(210000/30)/3 2.300 Parkir

(90000/30)/3 1.000 lain-lain

(150000/30)/3 1.700

total overhead 32.000

biaya produksi saat ini 451.300 ditambah: biaya awal barang dalam proses 0

jumlah biaya produksi 451.300

dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0

harga pokok produksi 451.300

barang tersedia untuk dijual 0

dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0


(44)

PERHITUNGAN HPP SIRLOIN

HPP SIRLOIN

BBL

Persediaan awal bahan baku 0

Pembelian bahan baku

daging sapi 360.000

tepung crispy 72.000/2 36.000 Telur

15.000/2 7.500 bumbu dapur 10.000/2 5.000 Kentang

40.000/2 12.000 Wortel

30.000/2 9.000 Buncis

25.000/2 7.500 brown sauce 60.000/2 30.000 Keju

96.000/3 16.000 saus tomat 12.000/3 4.000 saus sambal 12.000/3 4.000 Merica

10.000/3 3.300 Garam

3.000/3 1.000 minyak goreng 52.000/2 26.000

total pembelian bahan baku 521.300 biaya angkut pembelian 5.000 pembelian bersih

526.300 jumlah bahan baku yang tersedia 526.300

persediaan akhir bahan baku 0

jumlah bahan baku yang digunakan 526.300 TKL

(3 karyawan x @1.000.000)/30 100.000 BOH

Listrik

(700000/30)/3 7.800 Air

(300000/30)/3 3.300 air minum karyawan (600000/30)/3 6.600 Gas

(840000/30)/3 9.300 Bensin

(210000/30)/3 2.300 Parker

(90000/30)/3 1.000 lain-lain

(150000/30)/3 1.700

total overhead 32.000

biaya produksi saat ini 658.300 ditambah: biaya awal barang dalam proses 0

jumlah biaya produksi 658.300

dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0

harga pokok produksi 658.300

barang tersedia untuk dijual 0

dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0


(45)

PERHITUNGAN HPP SPAGHETTY

HPP SPAGHETTY

BBL

Persediaan awal bahan baku 0

pembelian bahan baku

Spaghetti

28.000 spaghetty sauce 32.000 Keju

96.000/3 16.000 saus tomat 12.000/3 4.000 saus sambal 12.000/3 4.000 Merica

10.000/3 3.300 Garam

3.000/3 1.000

total pembelian bahan baku 88.300 biaya angkut pembelian 5.000 pembelian bersih

93.300 jumlah bahan baku yang tersedia 93.300

persediaan akhir bahan baku 0

jumlah bahan baku yang digunakan 93.300 TKL

(3 karyawan x @1.000.000)/30 100.000 BOH

Listrik

(700000/30)/3 7.800 Air

(300000/30)/3 3.300 air minum karyawan (600000/30)/3 6.600 Gas

(840000/30)/3 9.300 Bensin

(210000/30)/3 2.300 Parker

(90000/30)/3 1.000 lain-lain

(150000/30)/3 1.700

total overhead 32.000

biaya produksi saat ini 225.300

ditambah: biaya awal barang dalam proses 0

jumlah biaya produksi 225.300

dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0

harga pokok produksi 225.300

barang tersedia untuk dijual 0

dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0


(46)

LAMPIRAN 5

TABEL OVERHEAD

NO KETERANGAN BIAYA PER BULAN BIAYA PER HARI PEMBULATAN

1 Telpon Rp 500.000 Rp 16.667 Rp 16.700 2 Listrik Rp 700.000 Rp 23.333 Rp 23.300 3 Air Rp 300.000 Rp 10.000 Rp 10.000 4 Air minum karyawan Rp 600.000 Rp 20.000 Rp 20.000 5 Gas Rp 840.000 Rp 28.000 Rp 28.000 6 Bensin Rp 210.000 Rp 7.000 Rp 7.000 7 Parkir Rp 90.000 Rp 3.000 Rp 3.000 8 Sewa bangunan Rp 1.250.000 Rp 41.667 Rp 41.700 9 Lain-lain Rp 150.000 Rp 5.000 Rp 5.000 TOTAL Rp 4.640.000 Rp 154.700


(47)

LAMPIRAN 6

Penjualan Produk Bundling dan Unbundling Februari sampai April 2014


(48)


(49)

(50)

Lampiran 7

Perbandingan HPP, Harga Jual dan Laba Produk Bundling dan Unbundling Bulan Februari sampai April 2014


(51)


(52)


(53)


(54)


(55)

(56)


(57)

(58)


(59)

(60)


(61)

(62)


(63)

(64)


(65)


(66)

(67)


(68)

(69)


(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

LAMPIRAN 8

Tabel Laba Penjualan Produk Unbundling Bulan Februari sampai April 2014


(78)


(79)

(80)

(81)


(82)

(83)

(84)


(85)

(86)

(87)

(88)

(89)

LAMPIRAN 9

Tabel Harga Jual Produk Sebelum Penerapan Strategi Mixed Bundling di Central Cafe Boyolali

PRODUK HARGA JUAL

CHICKEN CRISPY Rp13.000

SIRLOIN CRISPY Rp15.000

SPAGHETTY Rp12.000

TEH Rp2.500


(90)

LAMPIRAN 10

Tabel Bahan Baku Produk Sebelum Penerapan Strategi Mixed Bundling

NO KETERANGAN HARGA/Q SATUAN QUANTITY

TOTAL HAR

GA 1 Daging Sapi Rp 82.000 Kilogram 2 Rp 164.000 2 Daging Ayam Rp 34.000 Kilogram 3 Rp 102.000 3 Spaghetty Rp 28.000 Kilogram 0,5 Rp 14.000 4 Tepung Crispy Rp 10.000 Kilogram 3 Rp 30.000 5 Telur Rp 14.000 Kilogram 1 Rp 14.000 6 Bumbu Dapur Rp 6.000 Kilogram 1 Rp 6.000 7 Kentang Rp 7.000 Kilogram 2 Rp 14.000 8 Wortel Rp 6.000 Kilogram 2 Rp 12.000 9 Buncis Rp 5.000 Kilogram 2 Rp 10.000 10 Beras Rp 8.500 Kilogram 2 Rp 17.000 11 Teh Rp 10.000 Pack 2 Rp 20.000 12 Es Batu Rp 5.000 Balok 10 Rp 50.000 13 Brown Sauce Rp 15.000 Liter 3 Rp 45.000 14 Spaghetty Sauce Rp 15.000 Liter 2 Rp 30.000 15 Keju Rp 15.000 Pack 3 Rp 45.000 16 Saus Tomat Rp 12.000 Liter 1 Rp 12.000 17 Saus Sambal Rp 12.000 Liter 1 Rp 12.000 18 Merica Rp 10.000 Bungkus 1 Rp 10.000 19 Garam Rp 3.000 Bungkus 1 Rp 3.000 20 Minyak Goreng Rp 12.000 Liter 4 Rp 48.000 21 Biaya Angkut Rp 15.000 Rp 15.000


(91)

LAMPIRAN 11

Tabel Perhitungan Harga Pokok Penjualan Produk Sebelum Penerapan Mixed Bundling di Central Cafe Boyolali

HPP CHICKEN

BBL

Persediaan awal bahan baku 0

Pembelian bahan baku

daging ayam 102.000

tepung crispy 30.000/2 15.000 Telur

14.000/2 7.000 bumbu dapur 6.000/2 3.000 kentang

14.000/2 7.000 wortel

12.000/2 6.000 buncis

10.000/2 5.000 brown sauce 45.000/2 22.500 Keju

45.000/3 15.000 saus tomat 12.000/3 4.000 saus sambal 12.000/3 4.000 merica

10.000/3 3.300 garam

3.000/3 1.000 minyak goreng 48.000/2 24.000

total pembelian bahan baku 218.800 biaya angkut pembelian 15000/3 5.000 pembelian bersih

223.800 jumlah bahan baku yang tersedia 223.800

persediaan akhir bahan baku 0

jumlah bahan baku yang digunakan 223.800 TKL

(3 karyawan x @1.000.000) / 30 100.000 BOH

listrik

(700000/30)/3 7.800 Air

(300000/30)/3 3.300 air minum karyawan (500000/30)/3 5.600 Gas

(840000/30)/3 9.300 bensin

(210000/30)/3 2.300 parkir

(90000/30)/3 1.000 lain-lain

(150000/30)/3 1.700

total overhead 31.000

biaya produksi saat ini 354.800

ditambah: biaya awal barang dalam proses 0

jumlah biaya produksi 354.800

dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0

harga pokok produksi 354.800

barang tersedia untuk dijual 0

dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0


(92)

HPP SIRLOIN BBL

Persediaan awal bahan baku 0

Pembelian bahan baku

daging sapi 164.000

tepung crispy 30.000/2 15.000 Telur

14.000/2 7.000 bumbu dapur 6.000/2 3.000 kentang

14.000/2 7.000 wortel

12.000/2 6.000 buncis

10.000/2 5.000 brown sauce 45.000/2 22.500 Keju

45.000/3 15.000 saus tomat 12.000/3 4.000 saus sambal 12.000/3 4.000 merica

10.000/3 3.300 garam

3.000/3 1.000 minyak goreng 48.000/2 24.000

total pembelian bahan baku 280.800 biaya angkut pembelian 15.000/3 5.000 pembelian bersih

285.800 jumlah bahan baku yang tersedia 285.800

persediaan akhir bahan baku 0

jumlah bahan baku yang digunakan 285.800 TKL

(3 karyawan x @1.000.000)/30 100.000 BOH

listrik

(700000/30)/3 7.800 Air

(300000/30)/3 3.300 air minum karyawan (500000/30)/3 5.600 Gas

(840000/30)/3 9.300 bensin

(210000/30)/3 2.300 parkir

(90000/30)/3 1.000 lain-lain

(150000/30)/3 1.700

total overhead 31.000

biaya produksi saat ini 416.800

ditambah: biaya awal barang dalam proses 0

jumlah biaya produksi 416.800

dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0

harga pokok produksi 416.800

barang tersedia untuk dijual 0

dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0


(93)

HPP SPAGHETTY

BBL

Persediaan awal bahan baku 0

pembelian bahan baku

spaghetty

14.000

spaghetty sauce 30.000

Keju

45.000/3 15.000

saus tomat 12.000/3 4.000

saus sambal 12.000/3 4.000

merica

10.000/3 3.300

garam

3.000/3 1.000

total pembelian bahan baku 71.300

biaya angkut pembelian 5.000

pembelian bersih

76.300

jumlah bahan baku yang tersedia 76.300

persediaan akhir bahan baku 0

jumlah bahan baku yang digunakan 76.300

TKL

(3 karyawan x @1.000.000)/30 100.000 BOH

listrik

(700000/30)/3 7.800

Air

(300000/30)/3 3.300 air minum karyawan (600000/30)/3 6.600

Gas

(840000/30)/3 9.300

bensin

(210000/30)/3 2.300

parkir

(90000/30)/3 1.000 lain-lain

(150000/30)/3 1.700

total overhead 32.000

biaya produksi saat ini 208.300

ditambah: biaya awal barang dalam proses 0

jumlah biaya produksi 208.300

dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0

harga pokok produksi 208.300

barang tersedia untuk dijual 0

dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0


(94)

LAMPIRAN 12

Tabel Rekap Laba Kotor Penjualan Bulan Oktober sampai Desember 2013 di Central Cafe Boyolali

PRODUK PENDAPATAN LABA KOTOR

CHICKEN CRISPY Rp54.314.000 Rp21.672.400

SIRLOIN CRISPY Rp47.985.000 Rp9.639.400

SPAGHETTY Rp24.276.000 Rp5.112.400

TEH Rp7.807.500 Rp3.123.000

NASI Rp6.690.000 Rp2.676.000


(95)

(1)

LAMPIRAN 10

Tabel Bahan Baku Produk Sebelum Penerapan Strategi

Mixed Bundling

NO

KETERANGAN

HARGA/Q

SATUAN

QUANTITY

TOTAL

HAR

GA

1

Daging Sapi

Rp 82.000

Kilogram

2

Rp 164.000

2

Daging Ayam

Rp 34.000

Kilogram

3

Rp 102.000

3

Spaghetty

Rp 28.000

Kilogram

0,5

Rp 14.000

4

Tepung Crispy

Rp 10.000

Kilogram

3

Rp 30.000

5

Telur

Rp 14.000

Kilogram

1

Rp 14.000

6

Bumbu Dapur

Rp 6.000

Kilogram

1

Rp 6.000

7

Kentang

Rp 7.000

Kilogram

2

Rp 14.000

8

Wortel

Rp 6.000

Kilogram

2

Rp 12.000

9

Buncis

Rp 5.000

Kilogram

2

Rp 10.000

10

Beras

Rp 8.500

Kilogram

2

Rp 17.000

11

Teh

Rp 10.000

Pack

2

Rp 20.000

12

Es Batu

Rp 5.000

Balok

10

Rp 50.000

13

Brown Sauce

Rp 15.000

Liter

3

Rp 45.000

14

Spaghetty Sauce

Rp 15.000

Liter

2

Rp 30.000

15

Keju

Rp 15.000

Pack

3

Rp 45.000

16

Saus Tomat

Rp 12.000

Liter

1

Rp 12.000

17

Saus Sambal

Rp 12.000

Liter

1

Rp 12.000

18

Merica

Rp 10.000

Bungkus

1

Rp 10.000

19

Garam

Rp 3.000

Bungkus

1

Rp 3.000

20

Minyak Goreng

Rp 12.000

Liter

4

Rp 48.000

21

Biaya Angkut

Rp 15.000

Rp 15.000


(2)

LAMPIRAN 11

Tabel Perhitungan Harga Pokok Penjualan Produk Sebelum Penerapan

Mixed

Bundling

di Central Cafe Boyolali

HPP CHICKEN

BBL

Persediaan awal bahan baku 0

Pembelian bahan baku

daging ayam 102.000 tepung crispy 30.000/2 15.000 Telur

14.000/2 7.000 bumbu dapur 6.000/2 3.000 kentang

14.000/2 7.000 wortel

12.000/2 6.000 buncis

10.000/2 5.000 brown sauce 45.000/2 22.500 Keju

45.000/3 15.000 saus tomat 12.000/3 4.000 saus sambal 12.000/3 4.000 merica

10.000/3 3.300 garam

3.000/3 1.000 minyak goreng 48.000/2 24.000

total pembelian bahan baku 218.800 biaya angkut pembelian 15000/3 5.000 pembelian bersih

223.800 jumlah bahan baku yang tersedia 223.800 persediaan akhir bahan baku 0 jumlah bahan baku yang digunakan 223.800 TKL

(3 karyawan x @1.000.000) / 30 100.000 BOH

listrik

(700000/30)/3 7.800 Air

(300000/30)/3 3.300 air minum karyawan (500000/30)/3 5.600 Gas

(840000/30)/3 9.300 bensin

(210000/30)/3 2.300 parkir

(90000/30)/3 1.000 lain-lain

(150000/30)/3 1.700

total overhead 31.000

biaya produksi saat ini 354.800 ditambah: biaya awal barang dalam proses 0

jumlah biaya produksi 354.800

dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0

harga pokok produksi 354.800

barang tersedia untuk dijual 0 dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0


(3)

HPP SIRLOIN BBL

Persediaan awal bahan baku 0

Pembelian bahan baku

daging sapi 164.000

tepung crispy 30.000/2 15.000 Telur

14.000/2 7.000 bumbu dapur 6.000/2 3.000 kentang

14.000/2 7.000 wortel

12.000/2 6.000 buncis

10.000/2 5.000 brown sauce 45.000/2 22.500 Keju

45.000/3 15.000 saus tomat 12.000/3 4.000 saus sambal 12.000/3 4.000 merica

10.000/3 3.300 garam

3.000/3 1.000 minyak goreng 48.000/2 24.000

total pembelian bahan baku 280.800 biaya angkut pembelian 15.000/3 5.000 pembelian bersih

285.800 jumlah bahan baku yang tersedia 285.800 persediaan akhir bahan baku 0 jumlah bahan baku yang digunakan 285.800 TKL

(3 karyawan x @1.000.000)/30 100.000 BOH

listrik

(700000/30)/3 7.800 Air

(300000/30)/3 3.300 air minum karyawan (500000/30)/3 5.600 Gas

(840000/30)/3 9.300 bensin

(210000/30)/3 2.300 parkir

(90000/30)/3 1.000 lain-lain

(150000/30)/3 1.700

total overhead 31.000

biaya produksi saat ini 416.800 ditambah: biaya awal barang dalam proses 0

jumlah biaya produksi 416.800

dukurangi: biaya akhir barang dalam proses 0

harga pokok produksi 416.800

barang tersedia untuk dijual 0 dikurangi: persediaan akhir barang jadi 0


(4)

HPP SPAGHETTY

BBL

Persediaan awal bahan baku

0

pembelian bahan baku

spaghetty

14.000

spaghetty sauce

30.000

Keju

45.000/3

15.000

saus tomat

12.000/3

4.000

saus sambal

12.000/3

4.000

merica

10.000/3

3.300

garam

3.000/3

1.000

total pembelian bahan baku

71.300

biaya angkut pembelian

5.000

pembelian bersih

76.300

jumlah bahan baku yang tersedia

76.300

persediaan akhir bahan baku

0

jumlah bahan baku yang digunakan

76.300

TKL

(3 karyawan x @1.000.000)/30

100.000

BOH

listrik

(700000/30)/3

7.800

Air

(300000/30)/3

3.300

air minum karyawan

(600000/30)/3

6.600

Gas

(840000/30)/3

9.300

bensin

(210000/30)/3

2.300

parkir

(90000/30)/3

1.000

lain-lain

(150000/30)/3

1.700

total overhead

32.000

biaya produksi saat ini

208.300

ditambah: biaya awal barang dalam proses

0

jumlah biaya produksi

208.300

dukurangi: biaya akhir barang dalam proses

0

harga pokok produksi

208.300

barang tersedia untuk dijual

0

dikurangi: persediaan akhir barang jadi

0


(5)

LAMPIRAN 12

Tabel Rekap Laba Kotor Penjualan Bulan Oktober sampai Desember 2013 di

Central Cafe Boyolali

PRODUK

PENDAPATAN

LABA KOTOR

CHICKEN CRISPY

Rp54.314.000

Rp21.672.400

SIRLOIN CRISPY

Rp47.985.000

Rp9.639.400

SPAGHETTY

Rp24.276.000

Rp5.112.400

TEH

Rp7.807.500

Rp3.123.000

NASI

Rp6.690.000

Rp2.676.000


(6)