T1 802012027 Full text

HUBUNGAN ANTARA SENSATION SEEKING DENGAN
PERSELINGKUHAN PADA MAHASISWA UKSW
YANG MENJALANI LONG DISTANCE
RELATIONSHIP (LDR)
OLEH
ANINTA ALIJONA
802012027

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

HUBUNGAN ANTARA SENSATION SEEKING DENGAN
PERSELINGKUHAN PADA MAHASISWA UKSW

YANG MENJALANI LONG DISTANCE
RELATIONSHIP (LDR)
Aninta Alijona
Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

Abstrak

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional yang bertujuan untuk mengetahui
signifikansi hubungan antara sensation seeking dengan perselingkuhan pada mahasiswa
UKSW yang menjalani long distance relationship (LDR). Sebanyak 70 orang diambil
sebagai sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik sampel purposive
sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam pengumpulan data dengan metode


skala, yaitu skala sensation seeking dan skala perselingkuhan. Teknik analisa data yang
dipakai adalah teknik korelasi product moment. Dari hasil analisa data diperoleh
koefisien korelasi (r) 0,769 dengan P < 0,05 yang berarti ada hubungan positif yang
signifikan antara sensation seekingdengan perselingkuhan pada mahasiswa yang
menjalani long distance relationship (LDR). Hal ini bermakna bahwa sensation seeking
mahasiswa yang tinggi akan diikuti pula dengan perselingkuhan.
Kata Kunci : Pencarian sensasi, perselingkuhan.

i

Abstract

This research is a correlational study which aimed to determine the significance of the
correlation between sensation seeking with infidelity on SWCU students who live a long
distance relationship (LDR). There are 70 people were taken as samples using
purposive sampling technique. Research methods using scales of sensation seeking and
scales infidelity. Data analysis technique used was product moment of correlation
technique. Analysis of data obtained from the data coefficient of correlation was (r)
0.769 with P < 0.05, which means there is a significant positive relationship between
sensation seeking with infidelity in students who live a long distance relationship

(LDR). This means that the higher sensation-seeking students who will be followed by
infidelity.
Keywords :

Sensation seeking, Infidelity.

ii

1

PENDAHULUAN

Manusia pada dasarnya tidak dapat hidup sendiri. Menurut Myers (2012)
kehidupan setiap individu yang selalu saling bergantung, menempatkan hubungan
sebagai pusat dari eksistensi individu. Sementara menurut Miller dan Perlman
(2009), hubungan dengan orang lain adalah aspek utama dari kehidupan seorang
individu yang dapat menimbulkan kebahagiaan yang besar ketika hubungan
tersebut berjalan dengan baik tetapi juga sebaliknya, dapat menimbulkan kesedihan
yang luar biasa ketika hubungan memburuk. Myers (2012) mengatakan bahwa ada
berbagai bentuk hubungan sosial, salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis

atau hubungan romantis.
Papalia, et al. (2007) mengatakan bahwa membina hubungan dengan lawan
jenis menjadi tugas psikososial pada tahap perkembangan dewasa muda. Individu
yang termasuk dalam usia dewasa muda menurut Erikson (dalam Upton, 2012)
memiliki rentang usia antara 19 sampai 40 tahun. Santrock (2002) mengatakan
bahwa seorang individu yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal
memiliki tugas perkembangan yang salah satunya adalah memilih pasangan hidup.
Hubungan romantis atau yang biasa disebut juga dengan hubungan berpacaran
merupakan salah satu cara memenuhi kebutuhan berafiliasi sebagai salah satu
tahapan penting karena hal ini berhubungan dengan proses pemilihan pasangan
hidup secara sadar. Bagi kebanyakan mahasiswa, memberikan pengalaman
akademik dan sosial sangat penting. Salah satu aspek kunci dari pengalaman sosial
adalah pengembangan hubungan kencan yang romantis (Berpacaran). Mahasiswa

2

menempatkan kepentingan tinggi pada peran hubungan romantis dalam kehidupan
mereka (Roscoe, 1987).
Berdasarkan jarak, Hampton (dalam Purba & Siregar, 2006) membagi
hubungan pacaran menjadi dua tipe yaitu, proximal relationship (PR) dan long

distance relationship (LDR). Proximal relationship dikenal juga sebagai hubungan

pacaran lokal dimana pasangan yang menjalin hubungan pacaran berada pada satu
lokasi atau daerah yang sama, seperti satu kota dimana para pasangan dapat dengan
lebih mudah bertemu. Sebaliknya, long distance relationship adalah hubungan
pacaran yang biasa disebut dengan pacaran jarak jauh karena pasangan yang
menjalin hubungan pacaran berada pada dua lokasi atau daerah yang berbeda,
seperti berbeda kota, provinsi, pulau, atau bahkan negara. Pacaran jarak jauh dapat
dikatakan suatu bentuk yang unik, karena berbeda dari yang biasa terjadi yaitu
pasangan yang berpacaran selalu berada berdekatan setiap waktu, orang yang
menjalani long distance relationship tidak dapat berdekatan setiap waktu, Suwito
(2013). Padahal dalam sebuah hubungan pacaran, seorang individu membutuhkan
suatu kebersamaan dengan pasangannya (Prager, 1995 dalam Purba & Siregar,
2006).
Ada beberapa konsekuensi atau dampak yang harus dihadapi setiap individu
yang menjalani pacaran jarak jauh, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Salah
satu penelitian yang dilakukan oleh Mietzner dan Li-Wen (dalam Nisa & Sedjo,
2010) mengenai pengaruh positif dari pacaran jarak jauh, menunjukkan bahwa
kebanyakan responden merasakan bertambah sabar, mandiri, lebih percaya, dan
komunikasinya bertambah baik. Namun di sisi lain, menjalani pacaran jarak jauh

juga akan dapat mengalami dampak negatif, misalnya dengan munculnya konflik

3

yang dapat memberikan pengaruh langsung pada suatu hubungan. Hubungan
pacaran jarak jauh semakin banyak ditemukan pada para mahasiswa yang menjalani
pendidikan di luar kota asal, contohnya saja di Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga, dimana banyak mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Jawa
maupun dari luar pulau Jawa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Knys
(dalam Purba & Siregar, 2006) bahwa pasangan yang menjalin pacaran jarak jauh
biasanya disebabkan oleh beberapa situasi yaitu karena masih melanjutkan
pendidikan dan menjadi populer khususnya pada wilayah perguruan tinggi yaitu
pada mahasiswa.
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan pada akhir bulan Juni 2015,
kepada beberapa mahasiswa yang menjalani LDR, beberapa dari

mereka

menyebutkan bahwa LDR tidak menjadi masalah, karena sekarang teknologi juga
sudah mendukung. Namun jawaban yang berbeda, penulis peroleh dari beberapa

mahasiswa lain yang juga menjalani hubungan jarak jauh. Mereka menyebutkan
bahwa menjalani hubungan jarak jauh bukanlah suatu hal yang mudah. Beberapa
mahasiswa yang merasa tidak nyaman dengan hubungan jarak jauh lebih memilih
untuk berselingkuh. Hal yang mendasari perselingkuhan yaitu karena mereka
memang gemar menggonta- ganti pacar, merasa bosan jika terus menerus hanya
berkomunikasi lewat smartphone, tidak nyaman lagi karena merasa tidak
mendapatkan perhatian lebih dari pacar yang berada jauh dari mereka.
Hal ini sejalan dengan penelitian Knox, et al. (dalam Knee, 2006). Mereka
melaporkan data statistik dari para mahasiswa yang menjalani hubungan pacaran
jarak jauh, diantaranya yaitu, 20% mahasiswa diketahui hubungannya memburuk
ketika menjalani pacaran jarak jauh, 18% mahasiswa merasa hubungannya

4

bertumbuh lebih baik, 22% mahasiswa dilaporkan memutuskan hubungannya
ketika dipisahkan oleh jarak, hanya 9% mahasiswa yang tidak merasakan efek dari
pacaran jarak jauh dan sisanya mengalami dampak yang campur aduk. Fenomena
dan data di atas menunjukkan bahwa para mahasiswa merasa kesulitan dalam
menjalani long ditance relationship dan berujung pada perselingkuhan.
Menurut Jacson (2000) Perselingkuhan adalah hubungan antara pria dengan

wanita tanpa sepengetahuan pasangan yang sebenarnya dengan melibatkan
hubungan fisik maupun emosional antara keduanya, yang mana didalamnya
termasuk saling ketertarikan, ketergantungan dan saling memenuhi. Selain itu Glass
dan Staiheli (dalam Ginanjar, 2009) menyatakan bahwa hubungan yang intim
dengan orang ketiga dapat bermula dari pertemanan biasa, tetapi kemudian
berlanjut semakin dalam ketika masing- masing saling membuka diri dan
menceritakan masalah.
Aspek- aspek perselingkuhan menurut Jacson (2000) terdiri atas aspek fisik
yaitu perselingkuhan dalam bentuk kontak seksual terbuka (overt sexual contact)
dan kontak seksual tertutup (covert seksual affair ), dan aspek emosional yaitu
perselingkuhan yang tidak melibatkan hubungan seksual diantaranya memberikan
waktu, materi dan energi emosional (perhatian, pengertian, dukungan, penghargaan,
penghormatan)

kepada

seseorang

yang


bukan

pasangannya

merupakan

pengingkaran atas komitmen dalam menjalani hubungan. Berdasarkan tahapan
perselingkuhan, pada awalnya orang akan lebih cenderung memulai perselingkuhan
dari aspek emosional, Hawari (2004). Perselingkuhan terjadi ketika seseorang
memiliki niat untuk meluapkan muatan emosional, menjalani hubungan romantis

5

dengan orang lain tanpa status berpacaran karena telah memiliki pacar sebelumnya,
Shackelford et al. (2000).
Berdasarkan survey yang dilakukan Suciptawati dan Susilawati (2005), faktor
dominan penyebab munculnya perselingkuhan adalah karena tidak bisa menguasai
diri dan ingin mencari selingan, bosan dengan pasangan, kurangnya komunikasi,
serta kurangnya perhatian pasangan terutama untuk kebutuhan batin. Tidak dapat
menguasai diri


dan ingin mencari selingan membuat seseorang memiliki

kecenderungan untuk menggonta- ganti pasangan, yang jika dikaitkan dengan trait
sensation seeking, tergolong dalam dimensi disinhibition dimana individu memiliki

keinginan yang kuat untuk melakukan perilaku yang mengandung resiko sosial
(Zukerman, 1979).
Hal ini akan sangat berdampak pada pasangan yang menjalin long distance
relationship, karena pasangan juga akan rentan terhadap perasaan bosan (Boredom
Susceptibility), dan terdapat keinginan yang kuat untuk mengetahui apa rasanya jika

diperhadapkan dengan pengalaman yang berbeda (Experience Seeking), dalam hal
ini menjalin hubungan dengan orang lain yang bukan pasangannya karena dibarengi
dengan perasaan bosan terhadap hal- hal yang monoton. Dari sini terlihat bahwa
faktor- faktor yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan juga merupakan bagian
dari sensation seeking.
Menurut Haynes et al. (2000), pencarian sensasi adalah mencari pengalaman
yang timbul apabila suatu stimulus merangsang atau membangkitkan suatu
reseptor. Pencarian sensasi dianggap sebagai suatu sifat (trait) yang ditandai

dengan kebutuhan akan berbagai macam sensasi dan pengalaman baru, luar biasa
dan kompleks, serta kesediaan mengambil risiko fisik dan sosial untuk memperoleh

6

pengalaman tersebut (Zukerman, 1971). Lebih lanjut, Zuckerman (1971)
menjelaskan bahwa pencarian sensasi (sensation seeking) memiliki empat dimensi
yaitu : (a) Thrill and Adventure Seeking (Pencarian Gairah dan Petualangan),
dimensi ini mengukur sejauh mana individu tertarik untuk melakukan kegiatankegiatan yang beresiko tinggi dan tidak biasa. (b) Experience Seeking (Pencarian
Pengalaman Baru), dimensi ini mengukur sejauh mana individu mencari hal-hal
baru sebagai bagian dalam pencarian pengalaman dan gaya hidup baru. (c)
Disinhibiton (Perilaku Tanpa Ikatan), dimensi ini mengukur seberapa besar

dorongan individu dalam berbagai kegiatan sampai beresiko pada kesehatan dan
kehidupan sosial individu tersebut. (d) Boredom Susceptibility (Mudah Merasa
Bosan), dimensi ini mengukur ketahanan inidividu terhadap kegiatan-kegiatan
dalam yang bersifat repetitif, jangka panjang serta hal-hal yang dapat diprediksi.
Menurut Zukerman (dalam Delly, 2012) Ciri-ciri orang-orang sensation
seeking tinggi antara lain tampak dari: (a) terlibat dalam aktivitas hidup beresiko

tinggi dalam kegiatan olahraga, profesi, pekerjaan dan hobi, gaya hidup (b)
mempunyai keberanian ekstrim, (c) menyukai segala hal yang menantang, (f) tidak
memikirkan pandangan lingkungan, (d) terlibat dalam perilaku beresiko
kecenderungan melakukan hal berbahaya, (e) banyak melakukan spekulasi, (f)
keluar dari situasinya karena tidak mendapatkan stimulasi seperti yang dinginkan,
(g) berkurangnya kecemasan dengan adanya penilaian resiko yang sama. Seperti
disebutkan sebelumnya, mahasiswa UKSW yang menjalani hubungan jarak jauh,
tidak jarang merasa bosan, jenuh, dan berharap lebih dari hubungan yang
dijalaninya saat ini. Hal ini mendorong mereka untuk mencari sosok lain yang
dapat menjadi tempat mereka menyalurkan muatan- muatan emosional maupun

7

fisik yang tidak diperoleh dari pasangan mereka sendiri karena terpisah jarak. Tidak
ada pacar yang dapat diandalkan saat kondisi genting, ada orang lain yang lebih
menarik dan kebutuhan untuk perubahan, sehingga terbesit pemikiran untuk
mengecap pengalaman berpacaran dengan orang tersebut hingga satu titik akan
terbesit pikiran bahwa pasangan yang dimiliki bukanlah yang terbaik.
Ada dorongan untuk perubahan (novelty) dan kemudian akan memutuskan
untuk berpetualang mencari sosok lain yang lebih baik, lebih menarik dan tidak
terpisah jarak. Karena pada dasarnya setiap inidividu pasti memiliki sebuah trait
(sifat) untuk memperoleh perubahan, Heydari, Mohammadi, & Rostami (2013).
Sehingga perselingkuhanpun terjadi diantara mahasiswa-mahasiswa ini. Dalam
penelitian Yeniceri dan Kokdemer (2006) terkait persepsi mahasiswa terhadap
perselingkuhan dalam pengembangan kuesioner perselingkuhan, sensation seeking
masuk dalam salah satu aspek yang diukur dan hasilnya menunjukan bahwa
sensation seeking juga memberikan kontribusi terhadap perselingkuhan.

Berdasarkan penjelasan- penjelasan dan fenomena diatas, penulis merasa
perlu untuk mengadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah terdapat
hubungan

antara

dorongan

mencari

sensasi

(sensation

seeking)

dengan

perselingkuhan pada pasangan yang menjalani long distance relationship (LDR).
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu terdapat hubungan positif yang
signifikan antara sensation seeking dengan perselingkuhan pada mahasiswa yang
menjalani long distance relationship (LDR). Semakin tinggi sensation seeking
maka semakin tinggi pula perselingkuhan. Sebaliknya, semakin rendah sensation
seeking maka semakin rendah pula perselingkuhan.

8

METODE PENELITIAN

Variabel Penelitian
Variabel Terikat : Perselingkuhan
Variabel Bebas

: Sensation Seeking

Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian correlational, yaitu penelitian yang
bersifat menghubungkan (Sugiyono, 2012) dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Universitas Kristen
Satya Wacana. Adapun karakteristiknya adalah: (1) mahasiswa aktif UKSW yang
berada pada semester 4, S1- mahasiswa S2, (2) sedang menjalani pacaran jarak jauh
dan berbeda pulau,dengan intensitas bertemu maksimal 3 kali dalam setahun, (3)
belum menikah, (4) pernah berselingkuh.
Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan teknik purposive
sampling. Dengan hanya memilih sampel berdasarkan kriteria- kriteria yang telah

ditentukan, ini bukanlah suatu hal yang mudah. Tidak semua partisipan adalah oang
yang dekat dengan penulis sehingga sebelum diberikan skala, lebih dulu dilakukan
pendekatan, dan melakukan wawancara dari beberapa orang yang masih sungkan
untuk terbuka, diberikan pemahaman sampai bersedia untuk menjadi partisipan,
sehingga benar- benar partisipan sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan
lebih awal. Dalam pemberian angket diberikan pemahaman terlebih dahulu kepada

9

partisipan untuk point dalam angket yang sifatnya sensitif. Sampel yang digunakan
berjumlah 70 partisipan berdasarkan kriteria-kriteria populasi yang telah ditentukan.
Data yang diperoleh dari sampel penelitian yang berjumlah 70 orang dengan
perbandingan 47 yaitu sampel laki- laki dan 23 yaitu sampel perempuan. Selain itu
untuk sampel yang saat ini tinggal bersama keluarga berjumlah 7 orang dan yang
saat ini kos berjumlah 63 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah Skala Sensation Seeking
dari Zukerman dan Skala Perselingkuhan yang disusun dan telah dimodifikasi oleh
penulis.
1. Skala Sensation Seeking

Instrumen pertama dalam penelitian ini diadaptasi dari Sensation Seeking
Scale (SSS) Form V milik Zuckerman (1996) yang dibuat dari dimensi sensation
seeking yaitu Thrill and Adventure Seeking , Experience Seeking, Disinhibiton,
Boredom Susceptibility. Dalam penelitian ini item telah dialih bahasakan

menjadi Bahasa Indonesia dan diubah menjadi skala Likert dengan tetap
mempertahankan dimensi atau indikator yang diukur. Skala sensation seeking
terdiri dari 40 item soal dengan pembagian 10 item perdimensi yang ada. Dalam
pengisian alat ukur sensation seeking responden diminta untuk memilih dari
lima pilihan jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak dapat
menentukan dengan pasti (TP), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai
(STS). Butir pernyataan dalam skala ini bersifat favourable. Rentang skor setiap
butir pernyataan dari 1 sampai 5. Jika butir pernyataan SS diberi skor 5, jawaban
S diberi skor 4, TP diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.

10

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan try out terpakai untuk menguji
kembali alat ukur ini dimana subjek yang digunakan untuk try out digunakan
sekaligus untuk penelitian. Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan
reliabilitas skala sensation seeking sebanyak dua kali putaran, yang terdiri dari
40 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 8 item dengan koefisien korelasi
item totalnya bergerak antara 0,367-0,740 dengan penentuan-penentuan item
yang mempunyai nilai diskriminasi yang baik, menggunakan ketentuan dari
Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item skala pengukuran dapat dikatakan
baik apabila r ≥ 0,30.
Teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik
koefisien Alpha Cronbach. Hasil koefisien Alpha pada skala sensation seeking
sebesar 0,925. Hal ini berarti skala sensation seeking reliabel.
Tabel 1. Reliabilitas Skala Sensation Seeking

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,925

32

2. Skala Perselingkuhan
Skala ini disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek perselingkuhan
menurut Jacson (2000), yaitu: (a) Perselingkuhan Fisik (Physical Affairs): (1)
Kontak seksual terbuka (overt sexual contact) meliputi hubungan seksual (sexual
intercourse) yang berlanjut pada hubungan yang melibatkan emosional dalam

waktu lama, hubungan fisik yang intim untuk merangsang dan menikmati

11

rangsangan seksual dengan seseorang selain pasangannya seperti necking,
masturbasi atau onani dan petting. (2) Kontak seksual tertutup (covert sexual
contact) meliputi pelukan erat, ciuman pipi, berpegangan tangan, pandangan

mata yang mengisyaratkan perasaan lebih dari sekedar teman, atau menyentuh
dengan melibatkan perasaan. (b) Perselingkuhan Emosional (Emotional Affairs)
Perselingkuhan ini tidak melibatkan hubungan seksual, tetapi memberikan
waktu, materi, dan energi emosional (perhatian, pengertian, dukungan,
penghargaan, penghormatan) kepada seseorang yang bukan pasangannya.
Skala Perselingkuhan ini terdiri dari 24 butir pernyataan dan memiliki lima
pilihan jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak dapat menentukan
dengan pasti (TP), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Butir
pernyataan dalam skala ini bersifat favourable. Rentang skor setiap butir
pernyataan dari 1 sampai 5. Jawaban SS diberi skor 5, jawaban S diberi skor 4,
TP diberi 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.
Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala
perselingkuhan sebanyak dua kali putaran, yang terdiri dari 24 item, diperoleh
item yang gugur sebanyak 6 item yaitu item 1 dengan koefisien korelasi 0,217,
item 8 koefisien korelasi 0,107, item 11 dengan koefisien korelasi 0,275, item 12
dengan koefisien korelasi 0,266, item 16, 0,263 dan item 18 dengan koefisien
korelasi 0,219. Maka terdapat 18 item yang dapat digunakan untuk dianalisa
dalam penelitian ini totalnya bergerak antara 0,343-0,605.
Sedangkan

teknik

pengukuran

untuk

menguji

reliabilitas

adalah

menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien

12

Alpha pada skala perselingkuhan sebesar 0,846. Hal ini berarti skala

perselingkuhan reliabel.
Tabel 2. Reliabilitas Skala Perselingkuhan

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha

N of Items

,846

18

Teknik Analisis Data
Metode analisis data adalah metode untuk mengolah data, menganalisis data, dan
menguji kebenarannya, kemudian dapat disimpulkan dari penelitian tersebut (Hadi,
2004). Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan
metode statistik, karena data yang diperoleh berwujud angka-angka sehingga metode
statistik dapat memberikan hasil yang objektif. Teknik yang digunakan untuk menguji
hubungan antara kedua variabel penelitian adalah korelasi product moment dari
Pearson. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program

khusus komputer statistik yaitu SPSS seri 17.0 for windows.

13

HASIL PENELITIAN

Uji Deskriptif Statistika
Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar
deviasi sebagai hasil pengukuran skala sensation seeking dan skala perselingkuhan.
Tabel 3. Dekriptif Statistika
Descriptive Statistics
Std.
N

Min

Max

Mean

Deviation

Sensation seeking 70

68

143

106.06

19.529

Perselingkuhan

35

79

58.37

9.370

70

Valid N (listwise) 70

Berdasarkan tabel 3, tampak skor empirik yang diperoleh pada skala
sensation seeking paling rendah adalah 68 dan skor paling tinggi adalah 143, rata-

ratanya adalah 106,06 dengan standar deviasi 19,529. Begitu juga dengan skala
perselingkuhan paling rendah adalah 35 dan skor paling tinggi adalah 79, rataratanya adalah 58,37 dengan standar deviasi 9,370.
Untuk menentukan tinggi rendahya hasil pengukuran variabel sensation
seeking dan perselingkuhan digunakan 4 (empat) kategori, yaitu: Sangat Tinggi,

Tinggi, Rendah dan Sangat Rendah. Jumlah pilihan pada masing-masing item
adalah 5 (lima). Maka skor maksimum yang diperoleh dengan cara mengkalikan
skor tertinggi dengan jumlah soal, yaitu: 5 x 32 item = 160 untuk variabel sensation
seeking, 5 x 18 item = 90 untuk variabel perselingkuhan, dan skor minimum yang

14

diperoleh dengan cara mengkalikan skor terendah dengan jumlah soal 1 x 32 item =
32 untuk variabel sensation seeking, dan 1 x 18 = 18 untuk variabel perselingkuhan.
Tabel 4. Kategorisasi Pengukuran Skala Sensation Seeking dan Perselingkuhan
Skala

No

Interval

Kategori N

Sensation

1

128 ≤ x ≤ 160

ST

12

17,14%

Seeking

2

96 ≤ x < 128

T

32

45,72%

3

64 ≤ x