FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN PASIEN DENGAN TINDAKAN KEMOTERAPI DI RUANG CENDANA RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
KECEMASAN PASIEN DENGAN TINDAKAN
KEMOTERAPI DI RUANG CENDANA
RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA

SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Meraih Derajat Sarjana
S-1 Keperawatan

Disusun oleh:

UMI LUTFA
J 220 060 008

FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2008
1


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penyakit kanker (neoplasma) merupakan penyebab kematian pertama
di dunia. Pada tahun 2005 jumlah kematian akibat penyakit kanker mencapai
58 juta jiwa. Menurut data WHO (2005), jenis kanker yang menjadi penyebab
kematian terbanyak adalah kanker paru (mencapai 1,3 juta kematian
pertahun), disusul kanker lambung (mencapai lebih dari 1 juta kematian
pertahun), kanker hati (sekitar 662.000 kematian pertahun), kanker usus besar
(655.000 kematian pertahun), dan yang terakhir yaitu kanker payudara
(502.000 kematian pertahun).
Sedikitnya 1,2 juta jiwa di Amerika Serikat didiagnosa menderita
kanker setiap tahunnya. Akan tetapi incidence rate lebih banyak terjadi di
negara berkembang (Smeltzer & Bare, 2001). Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang dengan prevalensi rate penyakit kanker yang cukup
tinggi. Di wilayah ASEAN, Indonesia menempati urutan kedua setelah
Vietnam dengan kasus penyakit kanker mencapai 135.000 kasus pertahun
(WHO, 2005). Data tersebut hampir sama dengan yang ditemukan Pusat Data
dan Informasi (Pusdatin) Departemen Kesehatan RI (2004) yang menyebutkan

prevalensi penyakit kanker mencapai 100 ribu pertahun. Di Indonesia penyakit
kanker menjadi penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung (Depkes
RI, 2004).

1

2

Menurut

Persatuan

Ahli

Bedah

Onkologi

Indonesia


(2005),

penatalaksanaan/pengobatan utama penyakit kanker meliputi empat macam
yaitu pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan hormoterapi. Pembedahan
dilakukan untuk mengambil ‘massa kanker‘ dan memperbaiki komplikasi
yang mungkin terjadi. Sementara tindakan radioterapi dilakukan dengan sinar
ionisasi

untuk

menghancurkan

kanker.

Kemoterapi

dilakukan

untuk


membunuh sel kanker dengan obat anti-kanker (sitostatika). Sedangkan
hormonterapi dilakukan untuk mengubah lingkungan hidup kanker sehingga
pertumbuhan sel-selnya terganggu dan akhirnya mati sendiri (Sukardja, 1996).
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi (RSDM) data pasien
kanker yang melakukan kunjungan berobat setiap hari mencapai rata-rata 34
orang. Jumlah tersebut meliputi pasien kanker dengan semua jenis penyakit
kanker. Data pasien kanker yang berkunjung ke RSUD Dr. Moewardi
diperlihatkan pada tabel berikut.
Tabel 1 Prevalensi penyakit kanker di RSUD Dr. Moewardi Oktober s/d
Desember 2007
Jenis kanker
Ganas
Jinak
Cendana
215 (52,4%)
30 (7,2%)
Poliklinik Cendana
128 (31,1%)
13 (3,1%)
Ruang lain

17 (4,1% )
9 (2,1% )
Jumlah total
412
Sumber: Bagian rekam medis RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Ruangan

Berdasarkan tabel 1 di atas diketahui bahwa 52,4% pasien yang di
rawat di Ruang Cendana adalah pasien kanker ganas, sedangkan yang berobat
jalan di Poliklinik Cendana mencapai 31,1%. Menurut penuturan tim medis
RSUD Dr. Moewardi ada kecenderungan peningkatan kasus kanker pada

3

semua kelompok umur mengingat perkembangan teknologi baik di bidang
pangan, obat-obatan maupun transportasi. Faktor-faktor tersebut dapat
memicu meningkatnya penyakit kanker di masyarakat.
Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa penyakit kanker
membuat krisis hidup yang amat besar. Reaksi pada sebagian orang yang
menderita kanker sangat bervariasi, misalnya syok, takut, cemas, perasaan

berduka, marah, sedih, dan sampai ada yang menarik diri (Gale & Charette,
1999). Reaksi tersebut sangat manusiawi dan merupakan bagian-bagian dari
kehidupan yang harus dihadapi setiap orang. Perasaan cemas pada pasien
kanker karena mereka takut akan dampak yang terjadi, misalnya perubahan
body image dan kematian (Stuart & Sundeen, 1998). Cemas akan kematian
bisa berakibat terganggunya proses pengobatan. Perasaan cemas bukan satusatunya keluhan yang dirasakan pasien. Stres mungkin juga bisa dirasakan
oleh mereka. Cemas dapat terjadi akibat perasaan stres berlebihan yang
menghantui pasien. Dalam kondisi menderita penyakit kanker, pasien akan
merasa marah sebagai respon terhadap perasaan cemas yang dianggapnya
sebagai ancaman.
Pasien kanker dalam situasi tertentu membutuhkan mekanisme
pertahanan (coping mechanism) untuk melawan atau menahan perasaan
cemas, takut ataupun stres yang menghantuinya (Stuart & Sundeen, 1998).
Mekanisme pertahanan diri bisa didatangkan dari luar dirinya, misalnya
pasangan hidup, keluarga terdekat, dokter, perawat atau ahli agama. Namun
menurut Stuart dan Sundeen (1998), mekanisme yang paling baik justru

4

berasal dari diri pasien. Pasienlah yang mampu mengelola perasaannya, akan

tetapi dukungan dari luar dirinya tetap diperlukan untuk memperoleh
keseimbangan psikologis (Sharma, 1993). Pasien kanker yang berobat di
rumah sakit membutuhkan metode perawatan dan pengobatan yang lebih
khusus dibandingkan pasien lainnya. Pendekatan yang baik dan terapeutik dari
dokter dan perawat akan memperkuat koping pasien. Koping dibutuhkan
pasien sebagai upaya menghadapi ancaman fisik dan psikososial (Budi, 1998).
Studi pendahuluan pada awal bulan Oktober 2007 dengan melakukan
wawancara terhadap pasien kanker yang menjalani kemoterapi di ruang
Cendana 1 diperoleh keterangan bahwa sebagian besar dari pasien rambutnya
menjadi rontok dan merasa mual dan muntah, 25% pasien merasakan
perannya sangat berkurang. Pasien laki-laki merasa tidak mampu lagi
menghidupi

keluarga,

tidak

mampu

berdekatan


dengan

anak

dan

mengurusnya. Sebagian pasien bahkan sering bertanya apakah penyakitnya
bisa disembuhkan?
Keberadaan pasien kanker yang berobat di RSUD Dr. Moewardi
menjadikan peran perawat sebagai konselor menjadi dominan. Pasien
membutuhkan bimbingan, penjelasan dan dukungan dari perawat, dokter, serta
peran keluarga sangat dibutuhkan untuk memberikan support system pada
pasien. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan
pasien dengan tindakan kemoterapi di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”.

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian maka dapat dirumuskan masalah
penelitian

yaitu:

“Faktor-faktor

apakah

yang

mempengaruhi

tingkat

kecemasan pasien dengan tindakan kemoterapi di Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta?”.
C. Tujuan Penelitian
1.


Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan
pasien dengan kemoterapi di Rumah Sakit Dr.Moewardi Surakarta.

2.

Tujuan khusus
a. Mengetahui tingkat kecemasan pasien yang dilakukan tindakan
pengobatan kemoterapi,
b. Mengetahui pengaruh usia pasien terhadap tingkat kecemasan pasien,
c. Mengetahui tingkat pendidikan pasien terhadap tingkat kecemasan
pasien,
d. Mengetahui

pengaruh

pengalaman

pasien


sebelumnya

tentang

kemoterapi terhadap tingkat kecemasan pasien,
e. Mengetahui pengaruh tingkat adaptasi pasien terhadap tingkat
kecemasan pasien.

D. Manfaat Penelitian
1.

Bagi peneliti/perawat
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada

6

pasien kemoterapi sehingga menjadi sumber informasi bagi peneliti/
perawat untuk memberikan asuhan keperawatan dengan lebih baik.
2.

Bagi institusi pelayanan
Rumah sakit beserta jajarannya perlu menggali sumber-sumber kecemasan
sehingga dapat dicari solusi terbaik untuk mengurangi kecemasan pasien.

3.

Bagi pasien
Membantu mengatasi kecemasan dengan meningkatkan coping mechanism
sehingga pasien mampu menjalani hidup dengan tenang.

4.

Bagi peneliti lain
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan untuk
penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih baik.

E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang kecemasan pernah diteliti oleh Sukarno (2005) di
RSUD

Dr.

Moewardi

Surakarta

dengan

judul

“faktor-faktor

yang

mempengaruhi kecemasan pasien sebelum tindakan operasi”. Persamaan
dengan penelitian ini adalah variabel terikat adalah sama-sama tentang
kecemasan,

tetapi

fokusnya

berbeda. Rancangan

penelitian Sukarno

menggunakan rancangan korelatif sedangkan penelitian ini menggunakan
prediktif.