Filariasis Oleh Brugia Malayi Non Periodik Di Kalimantan Timur (Studi Pustaka).
ABSTRAK
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis cacing darah jaringan dari genus Filaria yang penularannya pada manusia melalui tusukan berbagai
spesies nyamuk. Filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
Indonesia, sebab stadium menahunnya dapat menimbulkan cacat berupa elephantiasis
yang mengganggu produktivitas dari penderitanya.
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu:
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Sebelumnya, ketiga spesies
ini dapat dipisahkan menjadi 5 tipe yaitu; B. malayi periodik dan subperiodik,
B.timori, Wbancrofti tipe kota dan tipe pedesaan. Namun belum lama ini dari hasil
penelitian Sudjadi telah ditemukan subspesies filaria baru penyebab filariasis di
Kalimantan Timur yaitu B.malayi nonperiodik
Dengan mengenal filariasis lebih baik lagi terutama cara-cara infeksi dan
pencegahannya pada manusia, diharapkan dampak dan penyebarannya dapat diatasi
dengan maksimal.
Mengingat penularan penyakit ini berhubungan erat dengan keadaan
lingkungan temp at tinggal penduduk, maka perlu diupayakan pencegahan,
penanggulangan sekaligus pemberantasannya secara tepat.
Dalam rangka menurunkan jumlah kasus filariasis di Indonesia, diperlukan
kerja sarna yang baik antara berbagai pihak seperti pemerintah dan petugas kesehatan
seperti dokter, bidan, perawat, berupa penyuluhan- penyuluhan yang intensif dan
penderita filariasis ditherapy secara tuntas dan yang lebih penting adalah kerjasama
dari masyarakat itu sendiri.
IV
ABSTRACT
Filariasis is the disease caused by thread-like blood worms from filaria
genus which is transmitted to humans by the bites of many kinds ~f mosquitoes.
Filariasis is an important problem of public health in Indonesia, because the chronic
stage can caused sufferings and elephantiasis which disturbs the productivity of the
patients.
Filariasis in Indonesia is caused by three species of filaria worms:
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, and Brugia timori. In the past, these three
species can be separated into five types: B.malayi periodic and subperiodic, B.
timori, W bancrofti urban type and rural type. But ,recently Sudjadi's research has
found the new subspecies filaria that caused filariasis in East Kalimantan which is
called B. malayi nonperiodic.
By knowing filariasis
better especially its infection and its prevention
methods, it is expected that the spreadings of filariasis can be controlled.
Considering the transmitting of this disease is relation with the humans living
environments, it need the prevention and also the elimination exactly.
In order to reduce the number of filariasis cases in Indonesia, good
cooperations from many authorities are well needed, such as government and
medical officers like: doctor, nurse, for example: with the intensive information about
filariasis, medical therapy of the patients, and the more important cooperations
from the societies.
v
DAFT AR ISI
DAFT AR ISI
Halaman
JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
11
SURATPERNYATAAN
11l
ABSTRAK
IV
ABSTRACT
V
PRAKATA
VI
DAFT AR ISI
Vll
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Maksud dan Tujuan
1.4 Kegunaan Karya Tulis
1
2
2
3
BABIITINJAUANPUSTAKA
2.1 Filariasis
2.2 Sejarah
2.3 Klasifikasi
2.4 Distribusi Geografik
2.5 Nama Pen yak it dan Hospes
2.5.1 Nama Penyakit
2.5.2 Hospes
2.6 Morfologi,Daur Hidup dan Periodisitas
2.6.1 Morfologi
2.6.2 Daur Hidup
2.6.2.1 Faktor intrinsik
2.6.2.2 Faktor ekstrinsik
2.6.3 Periodisitas
2.7 Vektor
2.8 Gejala Klinis
2.9 Diagnosis,Pencegahan dan Pengobatan
2.9.1 Diagnosis
2.9.1.1 Gejala Klinis
2.9.1.2 Pemeriksaan Mikrofilaria/Diagnosis
VII
----------
4
7
8
8
8
8
9
9
9
11
12
13
14
16
19
26
Parasitologik
26
26
26
2.9.2 Pencegahan
2.9.2.1 Pengendalian Vektor Secara Kimiawi
2.9.2.2 Pengendalian Vektor Secara Non-Kimiawi
2.9.2.3 Pengendalian Hospes Reservoir
2.9.2.4 Pemberantasan Filariasis Melalui Bioteknologi
2.9.3 Pengobatan
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
31
31
32
33
34
34
DAN SARAN
38
38
DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN
RIW AYAT HIDUP PENULIS
40
42
50
VIII
BABI
PENDAHULUAN
1.I.Latar Belakang
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis cacing darah-jaringan
dari genus Filaria yang penularannya pada manusia melalui tusukan berbagai spesies
nyamuk ( Ilyas, 1990). Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang penting di
Indonesia, terutama di daerah-daerah pedesaan berdataran rendah yang berawa-rawa
dan dikelilingi oleh semak belukar dan hutan lebat. Keadaan demikian merupakan
tempat yang cocok bagi perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor filariasis. Akibat
dari penyakit ini sungguh fatal terutama stadium menahunnya yang menyebabkan
orang menjadi cacat (elephantiasis) sepanjang hidupnya. Gejala menahun ini selain
menyebabkan penderitaan fisik juga mengganggu produktivitas dari penderita, dan
yang tak kalah pentingnya menyebabkan penderitaan mental yang tidak ringan.
Di Indonesia ditemukan tiga spesies cacing Filaria yang merupakan penyebab
penyakit ini yaitu; Wuchereria bancn?fti, Brugia malayi, dan Brugia timori dan
berpuluh-puluh spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor penular penyakit.
Sebelumnya, ketiga spesies ini dapat dipisahkan menjadi 5 tipe yaitu; Brugia malayi
periodik, B. malayi subperiodik. B. timori, W banerofli tipe kota (urban), dan W
bancrofti tipe pedesaan (rural) ( Sudomo, 1990). Namun belum lama ini dari hasil
penelitian oleh Sudjadi telah ditemukan subspesies filaria baru penyebab filariasis di
Kalimantan Timur yaitu Brugia malayi nonperiodik ( Sudjadi, 1998).
Dengan metoda studi pustaka dari data sekunder hasil penelitian Sudjadi,
Brugia malayi nonperiodik menarik untuk dibahas karena cacing filaria tersebut
mempunyai karakter tersendiri,daerah penyebarannya juga tersendiri,terpisah dari
2
bentuk periodik dan subperiodik nokturna yang sebelumnya telah dikenal. Penyakit
ini banyak dijumpai pada penduduk yang masih hidup dari berladang berpindah
dalam hutan di Kalimantan. Kegiatan berladang berpindah ini menjadi penyebab
utama penduduk mudah terkena infeksi Brugia ma/ayi nonperiodik.
disebabkan pada waktu pembukaan hutan yang masih tertutup
Hal ini
(lebat) yang
merupakan habitat alami filaria, banyak dijumpai hewan liar, terutama kera yang
sering menjadi pengganggu tanaman penduduk. Hewan liar tersebut menjadi hospes
reservoir parasit filaria bagi manusia khususnya Brugia ma/ayi nonperiodik yang
lebih mengandalkan siklus hidup diantara hewan liar dibandingkan diantara manusia.
Lingkungan demikian dapat dikatakan sebagai habitat alami filaria ( Sudjadi, 1998).
1.2.Identifikasi Masalah
Dengan adanya karakter tersendiri (yaitu nonperiodik ), daerah penyebarannya
Juga tersendiri, terpisah dari bentuk periodik dan subperiodik
nokturna yang
sebelumnya telah dikenal, maka terdapat perbedaan filariasis yang disebabkan oleh
Brugia malayi nonperiodik tersebut.
Bagaimanakah perbedaan antara filariasis yang disebabkan oleh Brugia
ma/ayi nonperiodik yang ditemukan oleh Sudjadi di Kalimantan Timur dengan
filariasis lainnya, sehingga peningkatan infeksi filariasis oleh B.malayi nonperiodik
bisa dicegah.
1.3.Maksud dan Tujuan
Maksud pembuatan karya tulis ini adalah untuk membahas lebih mendalam
mengenai filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayj non periodik yang
ditemukan oleh Sudjadi di Kaltim karena spesies tersebut mempunyai sifat dan
3
karakteristik
yang
sarna
sekali
berbeda
B.malayi
periodik
rnaupun
pengetahuan
rnengenai
filariasis
dengan
subperiodik nokturna.
Tujuan
tersebut
karya tulis ini untuk rnenarnbah
sehingga diwaktu rnendatang
dapat digunakan
untuk rnenanggulangi
atau
rnengurangi penularan filariasis tersebut.
1.4. Kegunaan karya tulis
Pernbuatan karya tulis ini diharapkan berrnanfaat untuk rnenarnbah inforrnasi
barn sehingga rnernperluas pengetahuan rnengenai Brugia malayi nonperiodik dan
filariasis yang disebabkannya, dan rnenjadi bahan pertirnbangan untuk pencegahan
sekaligus pernberantasannya di kernudian hari, sehingga pada akhirnya diharapkan
rnenurnnkan kasus filariasis oleh Brugia malayi nonperiodik tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.I.Kesimpulan
Perbedaan
yang jelas filariasis yang disebabkan
oleh Brugia malayi
nonperiodik dengan B.malayi tipe lainnya, yaitu:
- Stadium
akut B.malayi nonperiodik, merupakan stadium yang paling berat karena
adanya respon penolakan keras dari sistem imun tubuh penderita.
-Penderita mengalami serangan demam yang berulang-ulang yang hebat ( Acute
Episodic Adeno Lymphangitis/ AEAL) sehingga mengganggu produktivitas dari
penderita.
- Stadium
kronis, merupakan stadium yang lebih ring an dikarenakan
gangguan yang
lebih berat dialami oleh cacing filaria itu sendiri sebagai akibat dari respon penolakan
keras dari sistem imun tubuh penderita.
-Cacat berupa elephantiasis juga lebih kecil dibandingkan dengan filaria B.malayi
lainnya dan cacat tersebut tidak pernah melewati lutut
-Penularan pada manusia meningkat dengan adanya pembukaan hutan lebat yang
menjadi habitat alami filaria ini, yang lebih mengandalkan siklus hidupnya diantara
hewan liar.
-DEC
merupakan
obat
pilihan
Ivermectin sebagai alternatifpengganti
pertama
bagi
filariasis
meskipun
diusahakan
DEC karena efek sampingnya lebih minimal.
3.2. Saran
Mengingat masih banyak penduduk Indonesia yang tinggal di daerah endemis
filariasis, maka perlu diupayakan suatu tindakan preventif agar penduduk tidak
38
39
terinfeksi oleh cacing filaria dengan jalan rnernberikan penyuluhan-penyuluhan yang
lebih intensif, baik rnengenai tindakan pencegahan (seperti pernbukaan hutan barn
hams berhati-hati, penggunaan repellent, pernakaian kelarnbu waktu tidur dan
sebagainya), pernberantasan, rnaupun penanggulangannya oleh instansi pernerintah
rnaupun petugas kesehatan seperti dokter, bidan ,perawat, dan sebagainya serta
adanya kerja sarna dari rnasyarakat itu sendiri sehingga dapat rnerninirnalkan
terjadinya infeksi oleh cacing filaria penyebab filariasis.
Penderita perlu ditherapy dengan tuntas supaya tidak rnenjadi surnber
penularan bagi orang lain.
DAFT AR PUST AKA
Brown HW. 1979. Dasar Parasitologi Klinik. Jakarta: Gramedia.
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1995.
Kemoterapi parasit. Dalam: Sukarban S. dan Santoso SO.: Farmakologi dan
Terapi. Jakarta. Gaya Barn.
Craig and Faust's.
Febiger.
1964. Clinical Parasitology. Philadelphia, USA: Lea &
Goldsmith R. and Heyneman
USA. Prentice Hall.
D. 1989. Tropical Medicine
Garcia LS. & Bruckner DA. 1996. Diagnostik
EGC.
Http://www.Britannica.com.
Kedokteran.
Jakarta.
2000. Eliminating Lymphatic Filariasis.
Http://www.ucdnema.ucdavis.com.
malayi.
Ilyas 1. 1990. Program
Kedokteran nO.64.
Parasitologi
and Parasitology.
2000. Wuchereria brancrofti and Brugia
Pemberantasan
Filaria
di Indonesia.
Cermin
Dunia
James MT, Harwood RF 1969. Herms's Medical Entomolagi.
Publishing.
USA. Macmillan
Kurniawan L 1994. Filariasis Aspek Klinis, Diagnosis,
Pemberantasannya. Cermin !Junia Kedokteran nO.96.
Pengobatan
Oemijati S. 1990. Masalah dalam Pemberantasan
Dunia Kedokteran nO.64.
Filariasis di Indonesia. Cermin
Onggowaluyo S., Ismid IS., Sungkar S. 1999. Dinamika
Majalah Kedokteran Indonesia vol.49, nO.12.
Penularan
Sudomo M. 1990. Aspek Epidemiologi Filariasis yang Berhubungan
Pemberantasannya. Cermin Dunia Kedokteran nO.64.
40
dan
Filariasis.
dengan
41
Supali T. 1992. Pengembangan Pelacak DNA Nonradioaktif Brugia malayi pada
Tes Dot Blot dalam Rangka Pemantauan Program Pengendalian Filariasis di
IndonesiaJakarta. VI.
StafPengajar Bagian Parasitologi FKUI Jakarta. 1998. Brugia malayi dan Brugia
timori.Dalam
S. Gandahusada,
HD. Ilahude, W.Pribadi.:
Parasitologi
Kedokteran. Jakarta. Balai Penerbit.
Sudjadi FA. 1998. Filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi nonperiodik
pada pendatang lama Bugis dan Banjar di Kalimantan Timur. Berkala llmu
Kedokteran Yol.30,no.l.
Sudjadi FA. 1998. Filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi nonperiodik
pada transmigran di Kalimantan Timur. Berkala llmu Kedokteran vo1.30,no.2.
Sudjadi FA. 1999. Filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi nonperiodik
pada anak sekolah di daerah penduduk asli Dayak dan transmigran di
Kalimantan Timur. Berkala llmu Kedokteran vo1.31,no.l.
Sudjadi FA. 1999. Penularan sekunder filariasis yang disebabkan oleh Brugia
malayi nonperiodik pada penduduk asli Oayak di Kalimantan Timur. Berkala
Illmu Kedokteran vol.31,no.2.
Sudjadi FA. 1999. Mansonia bonneae ( diptera : culicidae) sebagai yektor utama
filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi nonperiodik di daerah
penduduk asli Oayak di Kalimantan Timur. Berkala lImu Kedokteran
yol.31,no.4.
Tempo.2000. Kaki Gajah di mana-mana
Utami BS., Kurniawan L, Hastini P, MarIetta R, Harun S dan Yasin M. 1990.
Identifikasi Komponen Protein Mikrofilaria B. malayi dan Hubungannya
dengan Status Klinik Parasitologik dari Filaria. Cermin Dunia Kedokteran
nO.64.
Utami BS., Kurniawan L, Suroto, MarIetta R., Yasin M. 1994. Respon Subkelas
IgG dan 19B Anti Komponen Protein Mikrofilaria B.malayi pada Penduduk
Oaerah Endemis Filariasis di Kecamatan Pasir Penyu , Riau. Cermin Dunia
Kedokteran
nO.96.
Wibowo H., Supali T. 1996. Penggunaan Polymerase Chain Reaction
Oeteksi Brugia malayi. Majalah Parasitologi Indonesia.
.--
untuk
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis cacing darah jaringan dari genus Filaria yang penularannya pada manusia melalui tusukan berbagai
spesies nyamuk. Filariasis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
Indonesia, sebab stadium menahunnya dapat menimbulkan cacat berupa elephantiasis
yang mengganggu produktivitas dari penderitanya.
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu:
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Sebelumnya, ketiga spesies
ini dapat dipisahkan menjadi 5 tipe yaitu; B. malayi periodik dan subperiodik,
B.timori, Wbancrofti tipe kota dan tipe pedesaan. Namun belum lama ini dari hasil
penelitian Sudjadi telah ditemukan subspesies filaria baru penyebab filariasis di
Kalimantan Timur yaitu B.malayi nonperiodik
Dengan mengenal filariasis lebih baik lagi terutama cara-cara infeksi dan
pencegahannya pada manusia, diharapkan dampak dan penyebarannya dapat diatasi
dengan maksimal.
Mengingat penularan penyakit ini berhubungan erat dengan keadaan
lingkungan temp at tinggal penduduk, maka perlu diupayakan pencegahan,
penanggulangan sekaligus pemberantasannya secara tepat.
Dalam rangka menurunkan jumlah kasus filariasis di Indonesia, diperlukan
kerja sarna yang baik antara berbagai pihak seperti pemerintah dan petugas kesehatan
seperti dokter, bidan, perawat, berupa penyuluhan- penyuluhan yang intensif dan
penderita filariasis ditherapy secara tuntas dan yang lebih penting adalah kerjasama
dari masyarakat itu sendiri.
IV
ABSTRACT
Filariasis is the disease caused by thread-like blood worms from filaria
genus which is transmitted to humans by the bites of many kinds ~f mosquitoes.
Filariasis is an important problem of public health in Indonesia, because the chronic
stage can caused sufferings and elephantiasis which disturbs the productivity of the
patients.
Filariasis in Indonesia is caused by three species of filaria worms:
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, and Brugia timori. In the past, these three
species can be separated into five types: B.malayi periodic and subperiodic, B.
timori, W bancrofti urban type and rural type. But ,recently Sudjadi's research has
found the new subspecies filaria that caused filariasis in East Kalimantan which is
called B. malayi nonperiodic.
By knowing filariasis
better especially its infection and its prevention
methods, it is expected that the spreadings of filariasis can be controlled.
Considering the transmitting of this disease is relation with the humans living
environments, it need the prevention and also the elimination exactly.
In order to reduce the number of filariasis cases in Indonesia, good
cooperations from many authorities are well needed, such as government and
medical officers like: doctor, nurse, for example: with the intensive information about
filariasis, medical therapy of the patients, and the more important cooperations
from the societies.
v
DAFT AR ISI
DAFT AR ISI
Halaman
JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
11
SURATPERNYATAAN
11l
ABSTRAK
IV
ABSTRACT
V
PRAKATA
VI
DAFT AR ISI
Vll
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Maksud dan Tujuan
1.4 Kegunaan Karya Tulis
1
2
2
3
BABIITINJAUANPUSTAKA
2.1 Filariasis
2.2 Sejarah
2.3 Klasifikasi
2.4 Distribusi Geografik
2.5 Nama Pen yak it dan Hospes
2.5.1 Nama Penyakit
2.5.2 Hospes
2.6 Morfologi,Daur Hidup dan Periodisitas
2.6.1 Morfologi
2.6.2 Daur Hidup
2.6.2.1 Faktor intrinsik
2.6.2.2 Faktor ekstrinsik
2.6.3 Periodisitas
2.7 Vektor
2.8 Gejala Klinis
2.9 Diagnosis,Pencegahan dan Pengobatan
2.9.1 Diagnosis
2.9.1.1 Gejala Klinis
2.9.1.2 Pemeriksaan Mikrofilaria/Diagnosis
VII
----------
4
7
8
8
8
8
9
9
9
11
12
13
14
16
19
26
Parasitologik
26
26
26
2.9.2 Pencegahan
2.9.2.1 Pengendalian Vektor Secara Kimiawi
2.9.2.2 Pengendalian Vektor Secara Non-Kimiawi
2.9.2.3 Pengendalian Hospes Reservoir
2.9.2.4 Pemberantasan Filariasis Melalui Bioteknologi
2.9.3 Pengobatan
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
31
31
32
33
34
34
DAN SARAN
38
38
DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN
RIW AYAT HIDUP PENULIS
40
42
50
VIII
BABI
PENDAHULUAN
1.I.Latar Belakang
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh sejenis cacing darah-jaringan
dari genus Filaria yang penularannya pada manusia melalui tusukan berbagai spesies
nyamuk ( Ilyas, 1990). Penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang penting di
Indonesia, terutama di daerah-daerah pedesaan berdataran rendah yang berawa-rawa
dan dikelilingi oleh semak belukar dan hutan lebat. Keadaan demikian merupakan
tempat yang cocok bagi perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor filariasis. Akibat
dari penyakit ini sungguh fatal terutama stadium menahunnya yang menyebabkan
orang menjadi cacat (elephantiasis) sepanjang hidupnya. Gejala menahun ini selain
menyebabkan penderitaan fisik juga mengganggu produktivitas dari penderita, dan
yang tak kalah pentingnya menyebabkan penderitaan mental yang tidak ringan.
Di Indonesia ditemukan tiga spesies cacing Filaria yang merupakan penyebab
penyakit ini yaitu; Wuchereria bancn?fti, Brugia malayi, dan Brugia timori dan
berpuluh-puluh spesies nyamuk yang berperan sebagai vektor penular penyakit.
Sebelumnya, ketiga spesies ini dapat dipisahkan menjadi 5 tipe yaitu; Brugia malayi
periodik, B. malayi subperiodik. B. timori, W banerofli tipe kota (urban), dan W
bancrofti tipe pedesaan (rural) ( Sudomo, 1990). Namun belum lama ini dari hasil
penelitian oleh Sudjadi telah ditemukan subspesies filaria baru penyebab filariasis di
Kalimantan Timur yaitu Brugia malayi nonperiodik ( Sudjadi, 1998).
Dengan metoda studi pustaka dari data sekunder hasil penelitian Sudjadi,
Brugia malayi nonperiodik menarik untuk dibahas karena cacing filaria tersebut
mempunyai karakter tersendiri,daerah penyebarannya juga tersendiri,terpisah dari
2
bentuk periodik dan subperiodik nokturna yang sebelumnya telah dikenal. Penyakit
ini banyak dijumpai pada penduduk yang masih hidup dari berladang berpindah
dalam hutan di Kalimantan. Kegiatan berladang berpindah ini menjadi penyebab
utama penduduk mudah terkena infeksi Brugia ma/ayi nonperiodik.
disebabkan pada waktu pembukaan hutan yang masih tertutup
Hal ini
(lebat) yang
merupakan habitat alami filaria, banyak dijumpai hewan liar, terutama kera yang
sering menjadi pengganggu tanaman penduduk. Hewan liar tersebut menjadi hospes
reservoir parasit filaria bagi manusia khususnya Brugia ma/ayi nonperiodik yang
lebih mengandalkan siklus hidup diantara hewan liar dibandingkan diantara manusia.
Lingkungan demikian dapat dikatakan sebagai habitat alami filaria ( Sudjadi, 1998).
1.2.Identifikasi Masalah
Dengan adanya karakter tersendiri (yaitu nonperiodik ), daerah penyebarannya
Juga tersendiri, terpisah dari bentuk periodik dan subperiodik
nokturna yang
sebelumnya telah dikenal, maka terdapat perbedaan filariasis yang disebabkan oleh
Brugia malayi nonperiodik tersebut.
Bagaimanakah perbedaan antara filariasis yang disebabkan oleh Brugia
ma/ayi nonperiodik yang ditemukan oleh Sudjadi di Kalimantan Timur dengan
filariasis lainnya, sehingga peningkatan infeksi filariasis oleh B.malayi nonperiodik
bisa dicegah.
1.3.Maksud dan Tujuan
Maksud pembuatan karya tulis ini adalah untuk membahas lebih mendalam
mengenai filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayj non periodik yang
ditemukan oleh Sudjadi di Kaltim karena spesies tersebut mempunyai sifat dan
3
karakteristik
yang
sarna
sekali
berbeda
B.malayi
periodik
rnaupun
pengetahuan
rnengenai
filariasis
dengan
subperiodik nokturna.
Tujuan
tersebut
karya tulis ini untuk rnenarnbah
sehingga diwaktu rnendatang
dapat digunakan
untuk rnenanggulangi
atau
rnengurangi penularan filariasis tersebut.
1.4. Kegunaan karya tulis
Pernbuatan karya tulis ini diharapkan berrnanfaat untuk rnenarnbah inforrnasi
barn sehingga rnernperluas pengetahuan rnengenai Brugia malayi nonperiodik dan
filariasis yang disebabkannya, dan rnenjadi bahan pertirnbangan untuk pencegahan
sekaligus pernberantasannya di kernudian hari, sehingga pada akhirnya diharapkan
rnenurnnkan kasus filariasis oleh Brugia malayi nonperiodik tersebut.
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
3.I.Kesimpulan
Perbedaan
yang jelas filariasis yang disebabkan
oleh Brugia malayi
nonperiodik dengan B.malayi tipe lainnya, yaitu:
- Stadium
akut B.malayi nonperiodik, merupakan stadium yang paling berat karena
adanya respon penolakan keras dari sistem imun tubuh penderita.
-Penderita mengalami serangan demam yang berulang-ulang yang hebat ( Acute
Episodic Adeno Lymphangitis/ AEAL) sehingga mengganggu produktivitas dari
penderita.
- Stadium
kronis, merupakan stadium yang lebih ring an dikarenakan
gangguan yang
lebih berat dialami oleh cacing filaria itu sendiri sebagai akibat dari respon penolakan
keras dari sistem imun tubuh penderita.
-Cacat berupa elephantiasis juga lebih kecil dibandingkan dengan filaria B.malayi
lainnya dan cacat tersebut tidak pernah melewati lutut
-Penularan pada manusia meningkat dengan adanya pembukaan hutan lebat yang
menjadi habitat alami filaria ini, yang lebih mengandalkan siklus hidupnya diantara
hewan liar.
-DEC
merupakan
obat
pilihan
Ivermectin sebagai alternatifpengganti
pertama
bagi
filariasis
meskipun
diusahakan
DEC karena efek sampingnya lebih minimal.
3.2. Saran
Mengingat masih banyak penduduk Indonesia yang tinggal di daerah endemis
filariasis, maka perlu diupayakan suatu tindakan preventif agar penduduk tidak
38
39
terinfeksi oleh cacing filaria dengan jalan rnernberikan penyuluhan-penyuluhan yang
lebih intensif, baik rnengenai tindakan pencegahan (seperti pernbukaan hutan barn
hams berhati-hati, penggunaan repellent, pernakaian kelarnbu waktu tidur dan
sebagainya), pernberantasan, rnaupun penanggulangannya oleh instansi pernerintah
rnaupun petugas kesehatan seperti dokter, bidan ,perawat, dan sebagainya serta
adanya kerja sarna dari rnasyarakat itu sendiri sehingga dapat rnerninirnalkan
terjadinya infeksi oleh cacing filaria penyebab filariasis.
Penderita perlu ditherapy dengan tuntas supaya tidak rnenjadi surnber
penularan bagi orang lain.
DAFT AR PUST AKA
Brown HW. 1979. Dasar Parasitologi Klinik. Jakarta: Gramedia.
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1995.
Kemoterapi parasit. Dalam: Sukarban S. dan Santoso SO.: Farmakologi dan
Terapi. Jakarta. Gaya Barn.
Craig and Faust's.
Febiger.
1964. Clinical Parasitology. Philadelphia, USA: Lea &
Goldsmith R. and Heyneman
USA. Prentice Hall.
D. 1989. Tropical Medicine
Garcia LS. & Bruckner DA. 1996. Diagnostik
EGC.
Http://www.Britannica.com.
Kedokteran.
Jakarta.
2000. Eliminating Lymphatic Filariasis.
Http://www.ucdnema.ucdavis.com.
malayi.
Ilyas 1. 1990. Program
Kedokteran nO.64.
Parasitologi
and Parasitology.
2000. Wuchereria brancrofti and Brugia
Pemberantasan
Filaria
di Indonesia.
Cermin
Dunia
James MT, Harwood RF 1969. Herms's Medical Entomolagi.
Publishing.
USA. Macmillan
Kurniawan L 1994. Filariasis Aspek Klinis, Diagnosis,
Pemberantasannya. Cermin !Junia Kedokteran nO.96.
Pengobatan
Oemijati S. 1990. Masalah dalam Pemberantasan
Dunia Kedokteran nO.64.
Filariasis di Indonesia. Cermin
Onggowaluyo S., Ismid IS., Sungkar S. 1999. Dinamika
Majalah Kedokteran Indonesia vol.49, nO.12.
Penularan
Sudomo M. 1990. Aspek Epidemiologi Filariasis yang Berhubungan
Pemberantasannya. Cermin Dunia Kedokteran nO.64.
40
dan
Filariasis.
dengan
41
Supali T. 1992. Pengembangan Pelacak DNA Nonradioaktif Brugia malayi pada
Tes Dot Blot dalam Rangka Pemantauan Program Pengendalian Filariasis di
IndonesiaJakarta. VI.
StafPengajar Bagian Parasitologi FKUI Jakarta. 1998. Brugia malayi dan Brugia
timori.Dalam
S. Gandahusada,
HD. Ilahude, W.Pribadi.:
Parasitologi
Kedokteran. Jakarta. Balai Penerbit.
Sudjadi FA. 1998. Filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi nonperiodik
pada pendatang lama Bugis dan Banjar di Kalimantan Timur. Berkala llmu
Kedokteran Yol.30,no.l.
Sudjadi FA. 1998. Filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi nonperiodik
pada transmigran di Kalimantan Timur. Berkala llmu Kedokteran vo1.30,no.2.
Sudjadi FA. 1999. Filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi nonperiodik
pada anak sekolah di daerah penduduk asli Dayak dan transmigran di
Kalimantan Timur. Berkala llmu Kedokteran vo1.31,no.l.
Sudjadi FA. 1999. Penularan sekunder filariasis yang disebabkan oleh Brugia
malayi nonperiodik pada penduduk asli Oayak di Kalimantan Timur. Berkala
Illmu Kedokteran vol.31,no.2.
Sudjadi FA. 1999. Mansonia bonneae ( diptera : culicidae) sebagai yektor utama
filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi nonperiodik di daerah
penduduk asli Oayak di Kalimantan Timur. Berkala lImu Kedokteran
yol.31,no.4.
Tempo.2000. Kaki Gajah di mana-mana
Utami BS., Kurniawan L, Hastini P, MarIetta R, Harun S dan Yasin M. 1990.
Identifikasi Komponen Protein Mikrofilaria B. malayi dan Hubungannya
dengan Status Klinik Parasitologik dari Filaria. Cermin Dunia Kedokteran
nO.64.
Utami BS., Kurniawan L, Suroto, MarIetta R., Yasin M. 1994. Respon Subkelas
IgG dan 19B Anti Komponen Protein Mikrofilaria B.malayi pada Penduduk
Oaerah Endemis Filariasis di Kecamatan Pasir Penyu , Riau. Cermin Dunia
Kedokteran
nO.96.
Wibowo H., Supali T. 1996. Penggunaan Polymerase Chain Reaction
Oeteksi Brugia malayi. Majalah Parasitologi Indonesia.
.--
untuk