BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - BAB I FAJAR MUZAKI PAI'13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya

  ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan kualitas manusianya maka pendidikan merupakan salah satu media yang sangat efektif dalam membangun kecerdasan sekaligus kepribadian anak manusia menjadi lebih baik.

  Oleh karena itu pendidikan secara terus-menerus dibangun dan dikembangkan agar menghasilkan generasi yang diharapkan.

  Salah satu gagasan pendidikan yang muncul adalah pentingnya pendidikan karakter dalam dunia pendidikan. Gagasan ini muncul karena proses pendidikan yang selama ini dilakukan dinilai belum sepenuhnya berhasil dalam membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Penilaian ini didasarkan pada banyaknya para lulusan sekolah dan sarjana yang cerdas secara intelektual, namun tidak bermental tangguh dan berperilaku buruk (Azzet, 2011: 9)

  Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan yang hanya berbasis

  

hard skill (IQ) dan menghasilkan lulusan yang berprestasi dalam bidang akademis

  harus mulai dibenahi. Sekarang, pembelajaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skill (interaksi sosial) sebab, ini sangat penting dalam pembentukan karakter anak bangsa yang mampu bersaing dan beretika. ( Aqib, 2011 : 6) Adanya tindak korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN ) yang merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan pejabat yang notabene adalah orang-orang yang berpendidikan, lalu banyaknya tindak kekerasan dan anarkis yang berunsur SARA dalam masyarakat, menunjukkan kepribadian bangsa yang terkena penyakit, padahal kita semua mengetahui bahwa hal yang paling penting dalam kehidupan bermasyarakat adalah saling menghargai dan menghormati.

  Keadaan yang memprihatinkan juga melanda para remaja, bahkan sampai tawuran pelajar dan juga mahasiswa yang merupakan masyarakat berpendidikan, tersangkut jaringan narkoba, atau melakukan tindak asusila. Tawuran pelajar sekolah menjadi potret buram dalam dunia pendidikan Indonesia. Vivanews.com menyebutkan pada 2010, di Jakarta setidaknya terjadi 128 kasus tawuran antar pelajar. Angka itu melonjak tajam lebih dari 100% pada 2011, yakni 330 kasus tawuran yang menewaskan 82 pelajar. Pada Januari-Juni 2012, telah terjadi 139 tawuran yang menewaskan 12 pelajar. Lalu kasus narkoba sebagai perbandingan pengungkapan kasus narkotika; pada tahun 2007 sebanyak 11.380 kasus, 2008 sebanyak 10.008 kasus, 2009 sebanyak 11.135 kasus, tahun 2010 adalah 17.834 kasus serta tahun 2011 sebanyak 19.045 kasus.

  Beberapa penelitian dalam anternews.com yang dikutip Azzet (2011 : 11), mengungkapkan bahwa kasus pengguguran kandungan di Indonesia setiap tahunnya mencapai 2,3 juta. Sebuah fakta yang membuat kita semua prihatin. Dimanakah moralitas dibuang, dan dimanakah nilai-nilai pendidikan yang selama ini diajarkan? Pendidikan tidak hanya menghasilkan generasi-generasi yang cerdas, memiliki intelegensi yang luar biasa, tetapi pendidikan juga diharapkan mampu untuk menghasilkan produk manusia yang berwatak dan beretika, memiliki budi pekerti dan moral yang baik. Perilaku anak didik masa kini yang mulai menunjukkan kemerosotan akhlak, etika dan moral mendapat sorotan cukup tajam, degradasi akhlak ini meresahkan semua pihak.

  ( Abdul Majid, 2012: 58) dalam jurnal internasional, mengungkapkan bahwa nilai-nilai dalam islam pernah diangkat sebagai hot issue yang dikupas secara khusus dalam volume 36 tahun 2007. Dalam diskursus pendidikan karakter ini memberikan pesan bahwa spiritualitas dan nilai-nilai agama tidak dapat dipisahkan dari pendidikan karakter. Moral dan nilai-nilai spiritual sangat fundamental dalam membangun kesejahteraan dalam organisasi sosial manapun.

  Tanpa keduanya, maka elemen vital yang mengikat kehidupan masyarakat dapat dipastikan lenyap.

  Mengingat amanat yang terkandung dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, bahwa : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

  Rumusan pendidikan di atas menunjukkan bahwa tujuan pendidikan juga menciptakan manusia yang memiliki spiritual keagamaan, kepribadian, dan berakhlak mulia, dan salah satu cara mencapainya adalah dengan melakukan pendidikan karakter pada semua jenjang pendidikan agar potensi anak didik dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam rangka membangun karakter, maka perlu dilakukan dengan terus-menerus dan sejak dini agar dapat terbentuk dengan baik. Sehingga perlu ditanamkan sejak usia dini. Agar dapat membentuk dan menciptakan generasi unggul dengan mengembangkan semua potensi yang dimiliki setiap insan sesuai dengan fitrah manusia.

  Penulis memilih anak usia dini yang menjadi obyek pembahasan dalam pendidikan karakter karena tanpa pendidikan karakter seorang anak akan tumbuh dan berkembang dengan ketimpangan, anak memiliki fitrah yang baik, dan hendaknya pendidikan mampu untuk menjaga dan mengembangkan fitrah dan potensi yang dimiliki seorang anak.selanjutnya di dalam hadis Rasulullah SAW menyatakan:

  

ِﻪِﻨﺎَﺴﱢﺠَﻤُﻴ ْوَا ِﻪِﻨاَرﱢﺼَﻨُﻴْوَا ِﻪِﻨاَدﱢوَﻬُﻴ ُﻩاَوَﺒَﺄَﻓ . ِةَرْطِﻔْﻟا ﻰَﻠَﻋ ُدَﻟْوُﻴ ﱠﻻِإ ٍدْوُﻟْوَﻤ ْنِﻤ َﺎﻤ

  “ setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah, sehingga kedua orang tuanyalah yang menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” ( HR. Al-Aswad bin Sari ) dalam Nata (2010 : 177)

  Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu dalam mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal.

  Menurut John Locke anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus dalam Suryabrata (2000 : 14), yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Sehingga dalam mendidik karakter haruslah dimulai dari masa anak-anak, sehingga kita dapat menjaga fitrah anak dan membentuk karakter anak dengan baik. (13 /9 / 2012)

  Prinsip pendidikan sejak usia dini adalah menekankan agar setiap orang tidak terlambat memberikan pendidikan terhadap anaknya, yang juga menekankan bahwa usia dini atau anak-anak merupakan usia yang paling baik untuk dimulainya pendidikan. Perilaku seseorang di masa dewasa sangat ditentukan oleh pendidikan yang diterima saat anak-anak. Nata ( 2010 : 115) dengan pendidikan karakter sejak dini maka diharapkan mampu membentuk manusia Indonesia yang unggul.

  Karakter itu perlu dengan sengaja dibangun, dibentuk, ditempa, dan dikembangkan serta dimantapkan. Kita tahu bahwa dalam membangun karakter sangat dipengaruhi oleh lingkungan, baik lingkungan kecil di rumah, di masyarakat, dan selanjutnya meluas di kehidupan bangsa dan bernegara.

  Lalu Islam dengan Al Quran, kitab suci yang juga bermakna al-huda, atau petunjuk bagi manusia, maka petunjuk ini sangat dibutuhkan dalam mengarahkan perjalanan manusia terutama dalam pendidikan. Sehingga menjamin orang yang menggunakannya tidak akan tersesat ( Nata. 2010 : 75). Dengan demikian tugas dan fungsi pendidikan islam perlu dijalankan dengan sebaik-baiknya agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialami pada anak khususnya.

  ( Nata 2010 : 63), menjelaskan tugas pendidikan Islam secara umum adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal.memberikan pemahaman ajaran-ajaran Islam pada peserta didik dan membentuk keluhuran budi pekerti sebagaimana misi Rasulullah SAW sebagai pengemban perintah, menyempurnakan akhlaq manusia, untuk memenuhi kebutuhan kerja. Sementara fungsinya adalah mewujudkan manusia yang sempurna ( Insan kamil) yang di dalamnya memiliki wawasan kaffah agar mampu menjalankan tugas-tugas kehambaan, kekhalifahan, dan pewaris nabi dalam rangka beribadah kepada Alloh SWT.

  Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “ Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam.”

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mengajukan rumusan masalah : “Bagaimanakah Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam” C.

   Tujuan Penelitian

  Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan pendidikan karakter bagi anak usia dini dalam perspektif pendidikan Islam.

  D. Manfaat penelitian 1.

  Manfaat teoritis Untuk menambah dan meningkatkan khazanah keilmuan pada bidang ilmu pendidikan Islam.

2. Manfaat praktis

  Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pendidik dan orang tua dan masyarakat tentang pendidikan karakter bagi anak usia dini dalam perspektif pendidikan Islam.