BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Napza 1. Pengertian Napza - ANITA ANGGRAENI BAB II
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Napza
1. Pengertian Napza
Napza adalah zat yang mempengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan Napza bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau Napza lain yang dikonsumsi (Kemenkes RI, 2010). Napza secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukkan kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap, dihirup dan disedot) maupun disuntik, dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan keadaan sosial yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian yang panjang dan pemakaian yang berlebihan (Lumbantobing, 2007). Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) (2015) Kota Cirebon menyatakan Kota Cirebon menjadi darurat narkoba. Kasi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat BNN Kota Cirebon, Sidik Lingga Kusuma mengatakan, Kota Cirebon masuk ke salah satu titik kerawanan. Peredaran narkoba jenis sabu tengah marak beredar di Kota Cirebon. Hal itu dibuktikan dengan jumlah penangkapan orang membawa narkoba jenis sabu.
13 Belakangan ini media masa (baik dalam media cetak maupun media elektronik) banyak memberitakan tentang korban meninggal akibat minuman keras (minuman oplosan). Kementrian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Peradagangan (Pemendag) Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap pengadaan, Peredaran, dan Penjualan minuman beralkohol.
Menurut Menteri Perdagangan, penjualan minuman alkohol sudah sangat mengganggu dan mengancam generasi muda Indonesia (Beritasatu.com. 28 Januari 2015). Penyalahgunaan alkohol merupakan salah satu permasalahan yang serius setelah adanya penyalahgunaan zat adiktif dan obat
- – obatan terlarang. Penyalahgunaan alkohol sendiri sudah hampir merata di kalangan remaja, pelajar, dan mahasiswa bahkan executive muda.
2. Jenis – jenis Napza
Napza dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi - bagi lagi ke dalam beberapa kelompok.
a. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ke tiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak dapat dilepas dari cengkramannya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009, jenis narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III. 1) Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya.
Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium.
2) Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contohnya adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.
3) Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein dan turunannya.
b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche).
Berdasarkan Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan, yaitu : 1) Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang di teliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan STP. 2) Golongan II adalah : psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, metakualon. 3) Golongan III adalah : psikotropika denga daya adiktif yang sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenorsina, fleenitrazepam. 4) Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki daya adiktif serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah nitrazepam (BK, mogadon, dumolid) , diazepam.
c. Bahan adiktif lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat
- – zat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya 1) Rokok 2) Kelompok alkohol dan minuman yang memabukan dan menimbulkan ketagihan.
3) Thinner dan zat – zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium, dapat memabukan.
Jadi alkohol, rokok, serta zat
- – zat lain yang memabukan dan menimbulkan ketagihan juga tergolong Napza (Partodiharjo, 2008).
B. Minuman Keras
1. Pengertian Minuman keras adalah minuman yang mengandung etanol.
Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Di berbagai Negara, penjualan minuman keras dibatasi di sejumlah kalangan saja, umumnya orang
- – orang yang telah melewati batas usia tertentu (Darmawan, 2010).
Minuman keras telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan panjang peradaban manusia. Bangsa Mesir kuno percaya Bouza sejenis bir, merupakan penemuan Dewi Osiris dan merupakan makanan sekaligus minuman. Angggur juga ditemukan oleh bangsa Mesir kuno dan di pergunakan untuk perayaan atau upacara keagamaan dan sekaligus sebagai obat. Dalam perkembangan selanjutnya, anggur dianggap sebagai kaum ningrat (aristocrat) dan bir adalah minuman rakyat jelata (masses).
Mulyadi (2014) mengatakan Minuman keras oplosan adalah minuman keras beralkohol jenis vodka, anggur merah beralkohol, anggur putih beralkohol, atau bir yang dicampur dengan berbagai bahan lainnya.
2. Jenis-jenis Minuman Keras
Menurut peraturan Presiden Nomor 74 tahun 2013 tentang “Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol”, dari cara pembuatannya, minuman beralkohol yang diizinkan beredar di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol yang di proses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.
b. Minuman Beralkohol Tradisional adalah minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatanya dilakukan sewaktu
- – waktu, serta di pergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.
Berdasarkan kandungan alkoholnya, minuman beralkohol yang beredar di Indonesia dikelompok kan menjadi 3, yaitu: a. Minuman beralkohol Golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol dengan kadar sampai 5%.
b. Minuman beralkohol Golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol lebih dari 5% hingga 20%.
c. Minuman beralkohol Golongan C adalah minuman yang mengandung etil alkohol lebih dari 20% hingga 55% Produksi dan peredaran minuman beralkohol sangat ketat dan harus mendapat izin dari BPOM, Kementrian Perdagangan dan
Kementrian Perindustrian. Minuman beralkohol ini diedarkan pada tempat
- – tempat dengan izin khusus. Miras oplosan tidak termasuk golongan minuman beralkohol yang diizinkan beredar di Indonesia karena dalam proses pembuatan dan peredarannya tidak berdasarkan standar keamanan yang ditetapkan.
3. Dampak Penggunaan Minuman Keras oplosan
Minuman beralkohol berdampak bagi kesehatan. Bukan hanya kesehatan fisik tetapi juga kesehatan psikis.
a. Dampak Fisik
Menurut Mulyadi (2014) konsumsi campuran minuman keras dan zat lain menyebabkan efek dari dua substansi yang berpengaruh negatif terhadap tubuh. Miras yang dicampur minuman berenergi, misalnya, dapat menyebabkan pengguna:
1) mampu meminum lebih banyak 2) mengalami efek samping fisik seperti palpitasi jantung,
3) mengkonsumsi sejumlah besar kafein, yang menyebabkan kecemasan dan serangan panic, 4) mengkonsumsi gula dan kalori terlalu banyak sehingga menyebabkan kelebihan berat badan dan menambah risiko diabetes tipe 2,
5) meningkatkan kemungkinan masalah kesehatan jangka pendek dan panjang.
b. Dampak psikologis
Efek dari alkohol atau obat lainnya berbeda dari satu orang ke orang lainnya (Nevid, Ratus, Greene, 2005). Efek tersebut mencerminkan interaksi dari: 1) efek psikologis zat dan, 2) interpretasi seseorang akan efek tersebut. Kartono (2002) berpendapat bahwa penggunaan alkohol secara berlebih- lebihan akan menyebabkan timbulnya gangguan psikis sebagai berikut: 1) Kehilangan kontrol diri, sebagai gejala pertama pada seseorang alkoholis 2) Alkoholisme: yaitu kecanduan pada alkohol. Alkohol dalam jumlah kecil dan tepat, memberikan dan mempertinggi rasa senang-enak. Orang yang terbiasa minum alkohol itu sukar sekali untuk tidak minum alkohol. Selanjutnya akan diperlukan dosis yang lebih tinggi setiap kalinya, untuk mendapatkan efek
“menyenangkan” yang diinginkan. Apabila seseorang harus berhenti minum, dia akan diliputi perasaan kecemasan, kegelisahan, ketegangan dan rasa ketagihan pada alkohol (minum-minuman dengan kadar alkohol tinggi) sesudah orang terbiasa meminumnya setiap hari. 3) Mabuk: motoriknya tidak terkuasai, tanpa koordinasi, orang menjadi bingung dan tidak sadarkan diri.
4) Delirium tremens (delirium= kegila-gilaan, mabuk dan mengigau), pikiran seperti tidak waras, naik pitam. Kondisi delirium sering disertai delusi-delusi, ilusi-ilusi dan halusinasi-halusinasi.
5) Korsakov alkoholik: terdapat kompleks gejala amnetis, lalu pasien suka meracau dan berbicara tanpa arti.
6) Perubahan struktur kepribadian dan bergersernya watak sehingga terjadi psikosa alkoholik yang kita temui pada peminum alkohol keras berat.
4. Penyalahgunaan Minuman Keras
Minuman keras oplosan merupakan minuman keras yang telah dicampurkan dengan berbagai zat kimia. Miras oplosan ini banyak mengandung berbagai macam zat berbahaya dan yang paling sering digunakan yaitu metanol (BPOM RI, 2014). Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, metanol tidak termasuk ke dalam salah satu bahan tambahan pangan sehingga metanol tidak diperbolehkan ditambahkan pada makanan atau minuman. menurut Emqi dalam Irmayanti (2015), munculnya perilaku penyalahgunaan alcohol dipengaruhi oleh keyakinan subjek bahwa perilaku tersebut mampu memenuhi harapannya yaitu menghilangkan stres dan diterima oleh lingkungan. Belief tersebut akhirnya juga menyebabkan perilaku tersebut diulang pada saat-saat tertentu.
5. Tahapan Pemakaian Minuman Keras oplosan
Ada beberapa tahapan pemakaian miras (oplosan) menurut Mulyadi (2014) yaitu sebagai berikut:
a. Tahap pemakaian coba- coba (eksperimen) Karena pengaruh sekelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu dan coba
- – coba. Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum
- – minuman beralkohol. Jarang yang langsung mencoba memakai putaw atau pil ekstasi.
b. Tahap pemakaian sosial Tahap pemakaian Napza (oplosan) untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada acara tertentu), ingin diakui atau diterima kelompoknya. Mula
- – mula Napza diperoleh secara gratis atau dibeli dengan murah. Ia belum secara aktif mencari miras.
d. Tahap habituasi (kebiasaan) Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering), disebut juga penyalahgunaan miras (oplosan), terjadi perubahan pada faal tubuh dan gaya hidup. Teman lama berganti dengan teman pecandu. Dia menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya. Minat dan cita-citanya semula hilang. Dia sering membolos dan prestasi sekolahnya merosot.
Dia lebih suka menyendiri daripada berkumpul bersama keluarga.
e. Tahap ketergantungan Mereka berusaha agar selalu memperoleh miras (oplosan) dengan berbagai cara. Berbohong, menipu, atau mencuri menjadi kebiasaannya. Mereka sudah tidak dapat mengendalikan penggunaannya. Napza (oplosan) telah menjadi pusat kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.
Pada ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah takaran zat yang dipakai, agar dia dapat berfungsi normal. Selama pasokan miras (oplosan) cukup, dia tampak sehat, meskipun sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala sakit. Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejalanya bergantung pada jenis zat yang digunakan. Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis miras (oplosan) agar dapat merasakan pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya kerusakan organ-organ tubuh. Gejala lain ketergantungan adalah toleransi, suatu keadaan di mana jumlah miras (oplosan) yang dikonsumsi tidak lagi cukup untuk menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang dialami sebelumnya. Oleh karena itu, jumlah yang diperlukan meningkat.
Jika jumlah miras (oplosan) yang dipakai berlebihan (overdosis), dapat terjadi kematian (Harlina, 2008).
6. Karakteristik Pengguna Minuman Keras oplosan
Menurut Soetjiningsih (2010), masa remaja merupakan masa peralihan anatara masa kanak
- – kanak dan dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual anatara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Remaja biasanya merasakan tekanan agar mereka menyesuaikan dengan norma
- – norma dan harapan kelompoknya. Bila remaja tidak mampu menjalankan tugas dengan baik mereka cenderung menganggap hidup adalah penderitaan, tidak menyenangkan dan melakukan
- – hal seperti menyakiti diri sendiri, lari dari kehidupan, dan keluarga, terlibat pergaulan bebas, pengguna
- – obatan terlarang dan zat adiktif lainnya. Faktor risiko yang menyebabkan penyalahgunaan miras (oplosan) antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik pengguna miras (oplosan).
a. Karakter Individu
a) Umur Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna mirasadalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan sedang mencari identitas diri serta senang memasuki kehidupan kelompok. Hasil temuan Tim Kelompok Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70% penyalahguna Napza di Indonesia adalah anak usia sekolah (Jehani, dkk, 2008). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2010) proporsi penyalahguna miras tertinggi pada kelompok umur 17-19 tahun (54%).
b) Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko penyalahgunaan miras. Akan tetapi, pendidikan ada kaitannya dengan cara berfikir, kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta pengambilan keputusan dalam keluarga. Asumsi umum bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin mempunyai wawasan atau pengalaman yang luas dan cara berpikir serta bertindak yang lebih baik. Pendidikan yang rendah mempengaruhi tingkat pemahaman terhadap informasi yang sangat penting tentang Napza dan segala dampak negatif yang dapat ditimbulkannya, karena pendidikan rendah berakibat sulit untuk berkembang menerima informasi baru serta mempunyai pola pikir yang sempit.
c) Pekerjaan
Berdasarkan data yang didapat dari hasil penelitian bahwa semua responden pengguna mirasoplosan memiliki pekerjaan dan berpenghasilan sendiri sehingga peluang untuk memperoleh miras oplosan lebih besar.
d) Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga merupakan salah satu yang mempengaruhi terjadi gangguan penggunaan miras (oplosan). Kebaikan selalu
- – dikaitkan dengan kewanitaan, dan kecenderungan bahwa laki laki harus berprestasi dan menerima tanggung jawab dalam keluarga. Tekanan tersebut dapat menimbulkan ketegangan dan untuk mengatasinya seseorang akan memberontak yang salah satunya dengan menyalahgunakan miras (oplosan).
b. Alasan Menggunakan Minuman Keras oplosan
Terdapat 3 faktor alasan yang dapat dikatakan sebagai pemicu seseorang dalam penyalahgunakan miras(oplosan) menurut Hapsari (2007), yaitu :
a) Faktor individu
Kebanyakan penyalahgunaan miras (oplosan) akan mengalami perubahan biologis, psikologis maupun sosial yang pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan miras (oplosan) ciri tersebut antara lain : 1) Keingin tahuan yang besar untuk mencoba tanpa sadar atau berfikir panjang tentang akibatnya di kemudian hari. 2) Keinginan untuk mencoba – coba karena penasaran. 3) Keinginan untuk bersenang – senang. 4) Keinginan untuk dapat diterima dalam kelompok (komunitas) atau lingkungan tertentu.
5) Lari dari masalah, kebosanan atau kegetiran hidup. 6) Mengalami kelelahan dan menurun nya semangat belajar 7) Menderita kecemasan 8) Kecanduan merokok dan minuman keras.
9) Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup sepuas
- – sepuas nya.
10) Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak disayanagi dalam lingkungan keluarga.
11) Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. 12) Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan miras (oplosan). 13) Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan.
b) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik di sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Adapun faktor
- – faktor yang menjadi penyalahgunaan miras (oplosan) antara lain :
1) Lingkungan keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap penyalahgunaan miras (oplosan). Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan miras (oplosan) lebih rendah dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan disiplin yang ketat. Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak keluarga mengalami problem- problem tertentu. Salah satunya ketidakharmonisan hubungan keluarga. Banyak keluarga berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak harmonis dan matinya komunikasi antara mereka. 2) Lingkungan sekolah
Sekolah yang kurang disiplin dan sekolah kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif. 3) Lingkungan teman sebaya
Berteman dengan penyalahguna dan tekanan atau ancaman teman kelompok yang memakai atau teman kelompok yang mengedar,
4) Lingkungan masyarakat atau sosial Lemah nya penegakan hukum, situasi politik, situasi sosial dan ekonomi yang kurang mendukung.
c) Faktor minuman keras oplosan
1) Mudahnya miras (oplosan) didapat dimana – mana dengan harga terjangkau
2) Banyaknya iklan yang menarik untuk dicoba
c. Lama Pengguna Minuman Keras Oplosan
Lama pengguna miras (oplosan) oleh responden dapat dilihat dari perhitungan waktu pertama kali penggunaan miras (oplosan) hingga saat ini.
7. Pencegahan Penyalahgunaan Minuman Keras Oplosan
Pencegahan penyalahgunaan miras, meliputi (BNN, 2010)
a. Pencegahan primer Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan miras, untuk melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada serta memiliki ketahanan agar tidak menggunakan miras. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghambat proses tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
b. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas yang sudah menyalahgunakan miras. Dilakukan pengobatan agar mereka tidak menggunakan miras lagi.
c. Pencegahan tersier Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi penyalahguna miras dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi. Sedangkan pencegahan terhadap penyalahguna miras yang kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan yang dapat membantunya untuk mengatasi masalah perilaku adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan rehabilitasi kembali.
C. Kerangka Teori
a. Karakter individu
Bagan 2.1 Kerangka TeoriModifikasi : Soetjiningsih (2010), Sarwono (2011). Darmawan (2010), Sumiati (2009)
Penyalahgunaan miras oplosan Karakteristik Pengguna Napza (oplosan) :
1) Umur 2) Pendidikan 3) Pekerjaan 4) Jenis kelamin
(oplosan) 1) Faktor individu 2) Faktor lingkungan 3) Faktor Napza (oplosan)
Jenis-jenis Napza
Narkotika Psikotropika Bahan Adiktif
lainnya Tahapan pemakaian miras oplosan:1. Tahap pemakaian coba-coba
2. Tahap pemakaian social
3. Tahap pemakaian situasional
4. Tahap habituasi
b. Alasan pengguna Napza
5. Tahap ketergantungan
D. Kerangka Konsep
Karakteristik Pengguna Napza (oplosan) :
a. Kerangka Individu
1) Umur 2) Pendidikan
Pengguna Napza (oplosan) 3) Pekerjaan 4) Jenis kelamin
b. Alasan Pengguna Napza
(oplosan) 1) Faktor individu 2) Faktor lingkungan 3) Faktor Napza (oplosan)
c. Lama Pengguna Napza
(oplosan)