BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Esti Evriyanti BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gaya hidup merupakan contoh kecenderungan kelompok-kelompok dalam

  menggunakan barang-barang untuk membedakan diri mereka dengan kelompok- kelompok lain, sekaligus sebagai sebuah perjuangan memperoleh posisi sosial (Lury, 1988: 113). Gaya hidup suatu kelompok akan berbeda dengan kelompok lainnya. Kelompok masyarakat petani memiliki perbedaan gaya hidup dengan pengrajin batik, demikian pula pengrajin batik akan berbeda dengan gaya hidup pegawai negeri. Demikian pula dilihat dari kondisi sosial ekonomi, maka kelompok masyarakat yang miskin akan memiliki gaya hidup yang berbeda dengan masyarakat yang kaya atau kalangan atas.

  Perbedaan gaya hidup disebabkan oleh status sosial ekonomi serta jenis pekerjaan tertentu, maka bukan suatu mustahil terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat Desa Maos Kidul yakni semula petani menjadi pengrajin batik serta semula dalam kondisi ekonomi yang lemah menjadi ekonomi yang mampu.

  Dalam hal ini gaya hidup pengrajin batik yang konsumtif dalam pemakaian barang-barang mewah seperti: pakaian, rumah, radio, televisi, VCD, sepeda motor, dan mobil. Tingkat kehidupan pengrajin batik yang kaya dan mapan serta karakter pengrajin batik yang individualis.

  Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa diartikan sebagai salah satu teknik pewarnaan pada sebuah kain dengan

  1 menggunakan bahan sejenis malam yang berfungsi untuk mencegah pewarnaan sebagian pada bahan kain dasar tersebut. Pengertian lain batik adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut (teknik pewarnaan), termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan (Prasetyo, 2010: 1).

  Batik dalam bahasa Jawa berasal dari kata “tik”. Kata itu mempunyai pengertian berhubungan dengan suatu pekerjaan halus, lembut, dan kecil, yang mengandung keindahan. Batik merupakan hasil penggambaran corak di atas kain dengan menggunakan canting dan bahan malam (Handoyo, 2008: 3)

  Batik merupakan hasil kebudayaan asli bangsa Indonesia yang

  mempunyai nilai tinggi. Batik sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu. Awalnya batik hanya digunakan untuk pakaian raja-raja di Jawa pada zaman dahulu. Kemudian, batik berkembang menjadi pakaian sehari-hari masyarakat Jawa (Setiati, 2008: 3).

  Batik merupakan salah satu warisan budaya asli Indonesia yang bernilai seni tinggi dan telah mendapatkan pengakuan oleh dunia internasional. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan UNESCO yang secara resmi mencatumkan Batik Indonesia dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity) dalam Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah (Fourth Session of the

  ) tentang Warisan Budaya Tak-benda di Abu Dhabi.

  Intergovernmental Committee

  Dengan cita rasa seni tinggi yang terkandung dalam sebuah batik, kini batik menjadi kebanggan pakaian nasional bagi masyarakat Indonesia bahkan batik berkembang menjadi sebuah identitas bagi bangsa Indonesia di dunia internasional. Dengan banyaknya ragam benda kesenian yang dibuat dengan bahan dasar batik maka ini memicu munculnya industri

  • – industri batik di Indonesia, baik itu Industri skala besar dan menengah ataupu industri-industri yang bersifat kecil yang disebut juga industri rumah tangga atau home industry.

  Banyak sekali home industry batik di Indonesia ini yang bisa ditemukan salah satunya adalah home industry batik Rajasamas yang berlokasi di desa Maos kidul kecamatan Maos kabupaten Cilacap. Industri batik Rajasamas ini dimiliki oleh Bapak Tonik Sudarmaji dan istrinya, Euis Rohaini. Pada awalnya batik Rajasamas merupakan industri rumah tangga kecil biasa tetapi seiring waktu serta semakin berkembangnya pemakaian batik dalam kehidupan masyarakat Indonesia maka industri batik Rajasamas kini telah berkembang dan cukup dikenal oleh masyarakat di daerah Cilacap dan sekitarnya.

  Batik Rajasamas tidak hanya dikenal di daerah Cilacap dan sekitarnya saja tetapi kini sudah dikenal oleh masayarakat di luar daerah Cilacap seperti Semarang dan Jakarta bahkan hingga ada yang dijual ke Luar negeri. Dengan lokasi yang jauh dari kota yang identik sebagai pusat atau kiblat batik nasional seperti Pekalongan, Solo dan Yogyakarta, hal ini memberikan keleluasaan pangsa pasar bagi batik Rajasamas untuk memperluas daerah pemasaran di luar kabupaten Cilacap selain di kedua kota besar seperti Semarang dan Jakarta. Bahkan kini batik Rajasamas telah memiliki galeri outlet di Semarang dan Jakarta sebagai bukti ekspansi area pemasarannya di dalam negeri.

  Area pemasarannya tidak hanya di dalam negeri tetapi juga sudah sampai ke Luar negeri hal ini terbukti dari adanya pesanan batik dari Jepang dan China. Batik Rajasamas juga sering mengikuti pameran-pameran produk batik hingga ke luar negeri. Salah satu contohnya yaitu pada saat mengikuti pameran UKM di Ankara, Turki saat ditunjuk menjadi perwakilan produk khas Cilacap dalam bidang UKM Indonesia. Dengan semakin luasnya daerah pemasaran maka hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi ataupun penjualan. Hal ini akan memicu meningkatnya kebutuhan tenaga kerja dalam pemenuhan peningkatan terhadap jumlah produksi kain batik.

  Pada saat awal berdirinya, batik Rajasamas dikerjakan oleh pemilik dan keluarga sendiri. Namun saat ini batik Rajasamas telah memiliki 80 pekerja yang berperan dalam proses bisnis batik Rajasamas dari mulai proses produksi, distribusi hingga pemasaran produk. Peningkatan kebutuhan tenaga kerja ini berdampak positif bagi masyarakat karena akan menyerap tenaga kerja lokal di sekitar lingkungan industri batik Rajasamas yang berarti bahwa dalam skala minor angka pengangguran di kabupaten Cilacap berkurang.

  Dengan meningkatnya jumlah produksi dan penjualan maka secara otomatis keuntungan (omset) batik Rajasamas meningkat. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan hidup bagi pemilik dan para pengrajin batik Rajasamas. Peningkatan kesejahteraan tersebut berimbas pada meningkatnya kemampuan secara ekonomi yang lebih baik bagi pengrajin batik sehingga berpengaruh pada pola gaya hidup pengrajin batik tersebut. Hal ini tercermin dalam kemampuan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup misalnya adanya pemenuhan, peningkatan kualitas atau kuantitas tempat tinggal, pemenuhan terhadap peralatan modern seperti kendaraan bermotor, peralatan elektronik, peralatan komunikasi dan sebagainya.

  Akan tetapi meningkatnya kesejahteraan ekonomi terhadap kemampuan pemenuhan kebutuhan hidup ini bisa mendorong pengrajin batik untuk mengikuti gaya hidup konsumtif yang tinggi walau sebenarnya kebutuhan-kebutuhan itu bukan merupakan kebutuhan pokok. Hal ini bisa berpengaruh negatif terhadap kondisi kehidupan sosial masyarakat di desa Maos Kidul yang memiliki kemampuan ekonomi rendah.

  Dengan mengetahui latar belakang masalah seperti diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitiaan tentang gaya hidup pengrajin batik

  Rajasamas di desa Maos Kidul kecamatan Maos kabupaten Cilacap tahun 2008-

2014 dalam peranan serta kaitannya dengan perkembangan keadaan sosial

  ekonomi di desa Maos Kidul kecamatan Maos kabupaten Cilacap.

B. Rumusan Masalah

  Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut.

  1. Bagaimana kondisi wilayah di Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap?

  2. Bagaimana perubahan sosial ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap?

  3. Bagaimana perkembangan gaya hidup pengrajin batik di Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang sudah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sebagai berikut.

  1. Kondisi wilayah di Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap.

  2. Perubahan sosial ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap.

  3. Perkembangan gaya hidup pengrajin batik di Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap.

  D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1. Memberikan informasi tentang kondisi wilayah di Desa Maos Kidul kecamatan Maos kabupaten Cilacap.

  2. Memberi informasi tentang tingkat kehidupan pengrajin batik di desa Maos Kidul.

  3. Untuk mengetahui perkembangan gaya hidup pengrajin batik di Desa Maos Kidul kecamatan Maos kabupaten Cilacap.

  E. Tinjauan Pustaka

  Penelitian tentang gaya hidup pengrajin batik di Desa Maos Kidul

  

Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap tahun 2008-2014 merupakan penelitian

  yang pertama kali dilakukan. Akan tetapi penelitian yang dilakukan oleh Jarwono (2002) yang meneliti

  “Gaya Hidup Pedagang di Desa Losari Kecamatan

  

Rembang Kabupaten Purbalingga”. Hasil penelitian ini menyatakan ada

  perubahan gaya hidup setelah menjadi pedagang rantau. Perubahan yang menyolok baik dari segi perumahan, pakaian, makanan, maupun pemilikan peralatan rumah tangga. Sebagai dampak dari keberhasilan perantau maka terjadi perkembangan gaya hidup mereka dan keluarganya, serta munculnya gaya hidup penduduk perkotaan antara lain dalam hal sikap konsumsi serta kepemilikan barang-barang dan mengubah bentuk rumah yang bertingkat dengan arsitektur lebih maju. Munculnya gaya hidup masyarakat desa yang dengan penampilan industrialis.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti (2002) dalam penelitian yang berjudul

  “Kehidupan pengrajin limbah glugu dan bathok di Kelurahan

Purbalingga Wetan” menyimpulkan bahwa kegiatan pengrajin limbah glugu dan

  bathok di Kelurahan Purbalingga wetan, Kecamatan Purbalingga Kabupaten Purbalingga tahun 1992-1998 kurang begitu berkembang dikarenakan penggunaan alat yang masih tradisional. Pemasaran yang bersifat lokal serta belum adanya kegiatan industri yang bersifat kelompok, mulai tahun 1999 sampai sekarang adanya penggunaan mesin produksi. Adanya perkembangan pemasaran sampai keluar daerah berdampak pada meningkatnya jumlah permintaan produksi kerajinan limbah glugu dan bathok sehingga meningkatkan penghasilan mereka.

  Hal tersebut juga berdapak pada perubahan gaya hidup, peningkatan pemahaman pengrajin terhadap kebutuhan anak, seperti pendidikan formal, cara hidup sehat, serta perumahan. Dari penelitian Aprianti dapat ditarik kesimpulan bahwa dari keluarga pengrajin dapat meningkatkan hasil sehingga mereka dapat menikmati seperti kebutuhan papan, sandang, makan, pendidikan dan kesehatan yang layak.

  Menurut Umi Baroroh (2004) yang meneliti tentang

  “Gaya Hidup

Pengrajin Jamu Tradisional di Desa Mujur Lor Kecamatan Kroya Kabupaten

Cilacap” menyimpulkan bahwa setelah menjadi pengrajin jamu tradisional,

  kehidupan yang dialami oleh masyarakat menjadi lebih baik dibandingkan pada waktu menjadi petani. Gaya hidup yang dialami cenderung lebih baik, terbukti dengan adanya pemilikan barang-barang yang tergolong mewah. Serta dalam bidang perumahan yang dapat dilihat dalam bentuk bangunan rumah mereka yang bertingkat dengan arsitektur yang lebih maju dibandingkan penduduk sekitar.

  Perbedaan dengan peneliti sebelumnya, sebenarnya hampir sama yaitu membahas tentang gaya hidup. Peneliti sebelumnya membahas tentang gaya hidup pedagang. Dalam penelitian ini penulis membahas tentang kondisi wilayah Desa Maos Kidul, perkembangan ekonomi pengrajin batik, dan kondisi ekonomi pengrajin batik berpengaruh terhadap gaya hidup di Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap.

F. Landasan Teori dan Pendekatan 1. Deskripsi teori a. Pengertian Kerajinan Batik

  Perkembangan pengrajin batik sekarang tidak hanya dituangkan di atas kain, melainkan sudah mulai berinovasi dan menjadi industry kreatif seperti kerajinan batik dituangkan ke alat-alat rumah tangga dalam bentuk seprei, gorden, penutup kulkas dan dispenser, dan lain-lain, inovasi ke dalam bentuk asesoris berbahan baku batik, sepatu, blangkon, tas, dompet, sandal, mukena, sajadah dan lain-lain, batik ke dalam bentuk Craft, dan Batik ractal, yaitu pembuatan motif Batik dengan menggunakan software digital yang dapat menghasilkan berbagai macam motif Batik Indonesia.

b. Perkembangan Usaha Batik

  Saat ini industri batik yang tidak terlalu terpuruk dan lumayan berkembang adalah batik Pekalongan. Saat ini industri batik Pekalongan memiliki 2608 unit usaha yang tersebar di kota Pekalongan sebanyak 608 unit usaha dengan 5.821 tenaga kerja. Dan di kabupaten Pekalongan sebanyak 2000 unit usaha dengan 10.000 tenaga kerja.

  Kebanyakan hasil produksi dari industri Pekalongan adalah batik cap dan batik printing. Karena proses produksinya lebih cepat dan harganya tidak terlalu mahal. Sementara itu untuk batik tulis hanya diproduksi berdasarkan pesanan karena proses pembuatan yang lama dan harga yang relatif mahal. Negara yang menjadi pasar tetap produk batik Pekalongan antara lain Malaysia, Jepang dan Timur Tengah. Sementara Pasar domestik adalah pasar Bali dan Jakarta. Dan juga kota-kota lain di Indonesia. Selain itu untuk menjaga agar batik tetap menjadi bagian dari masyarakat Pekalongan, seni batik dimasukkan ke dalam kurikulum lokal di sekolah-sekolah menengah agar para pemuda di Pekalongan dapat mengenal batik dengan baik.

  Untuk industri-industri batik yang lain keadaanya tidak terlalu menggembirakan. Bahkan untuk mendapatkan batik tertentu seperti batik Lasem sangat sulit, khususnya batik tulis. Demikian juga dengan batik Yogya dan batik Solo, walaupun tidak separah batik Lasem, tapi produksinya sangat menurun. Pengrajin batin Yogya dan Solo semakin berkurang. Demikian juga dengan batik-batik yang lain seperti batik Ciamisan, batik Banyumas, batik Indramayu dan batik Tasik. Kalaupun ada produksi biasanya berdasarkan pesanan dalam partai kecil dan dititipkan pada pemilik merek terkenal seperti Batik Keris atau Danar Hadi.

  Industri batik Indonesia pernah mengalami masa jaya yaitu pada tahun 1980-an. Saat itu batik Indonesia mampu menembus pasar luar negeri. Tetapi keterbatasan modal membuat sebagian pengrajin tidak dapat memenuhi permintaan apalagi ketika krisis moneter melanda Indonesia, pengrajin batik semakin kesulitan, impor kain dan obat-obatan untuk pewarna melonjak tajam.

  Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) membuat keadaan semakin sulit. Ditambah lagi dengan keamanan yang tidak kondusif seperti bom Bali 1 dan 2.

  c. Wilayah Pemasaran Batik

  Area pemasarannya tidak hanya di dalam negeri seperti pasar lokal tetapi juga sudah sampai ke luar negeri hal ini terbukti dari adanya pesanan batik dari Jepang dan China. Negara yang menjadi pasar tetap produk batik antara lain Malaysia, Jepang dan Timur Tengah. Sedangkan Pasar domestik adalah pasar Bali dan Jakarta. Dan juga kota-kota lain di Indonesia.

  d. Segmen Pasar

  Dalam menempatkan posisi untuk membidik pasar, aliastidak hanya menjual batik sebagai sebuah produk pakaian saja, tapi juga mengemasnya menjadi satu kesatuan produk jasa yang menarik. Bidang usahanya adalah penata rias untuk acara pernikahan atau keperluan lain dengan batik sebagai kostumnya.

  Melihat domisili usahanya di sebuah apartemen misalnya, maka sudah jelas akan membidik pasar menengah keatas. Namun, membidik akan jadi sebuah bidikan kosong apabila kita tidak kreatif mengemas dalam sebuah produk jasa tambahan, terlebih lagi apabila jasa tersebut sangat unik dan jarang ada orang lain yang sanggup. Mungkin apabila hanya menjual batik sebagai suatu produk barang tanpa dikemas dengan produk jasa yang menarik lainnya (meskipun segmentasinya menengah keatas), orang belum tentu tertarik.

e. Pengrajin Batik

  Pengrajin batik adalah aset dalam dunia batik yang mempunyai arti sangat penting dan bernilai tinggi bagi perkembangan batik Indonesia. Tanpa pengrajin batik, maka bisa dipastikan perkembangan batik Indonesia akan semakin tenggelam bahkan bisa jadi kebanggaan warisan budaya Indonesia ini akan hilang.

  Seperti yang terjadi saat ini, banyak pengusaha batik yang gulung tikar disebabkan oleh minimnya Skill, dan minimnya regenerasi para pengrajin batik.

  Pentingnya dari kehadiran pengrajin batik dalam perkembangan batik baik di Indonesia maupun di kancah internasional, maka seharusnya pengrajin batik mendapatkan perhatian dari banyak pihak, khususnya pemerintah. Baik dalam segi kesejahteraan pengrajin batik, juga perlindungan terhadap para pengrajin tersebut. Berkat kemampuan mereka dalam membuat batik, maka bisa mendatangkan keuntungan yang sangat besar bagi pengusaha batik dan bangsa Indonesia.

  Selain itu, pengakuan dari UNESCO ini tidaklah bersifat selamanya. Jika batik sebagai warisan dunia yang berasal dari Indonesia ini tidak mampu dirawat dan dilestarikan oleh masyarakat Indonesia sendiri, maka status pengakuan ini akan berakhir. Maka lembaga ini hadir untuk melestarikan batik Indonesia dengan memperhatikan, melindungi dan meregenerasi para pengrajin batik. Dengan cara memberi mereka pelatihan agar pengrajin batik Indonesia menjadi pengrajin batik unggul dan profesional modernis, mengenalkan batik sejak usia dini, mengajak pemuda untuk mencintai batik sebagai regenerasi penerus pengrajin batik Indonesia.

  Namun pentingnya kehadiran pengrajin batik dalam kemajuan batik Indonesia, tidak sesuai dengan kemajuan batik Indonesia. Jumlah pengrajin batik di Indonesia semakin berkurang, Disebabkan oleh: 1) kesenjangan para pengrajin batik dengan pengusaha, 2) minimnya regenerasi pengrajin batik, 3) batik tulis berkurang karena kurangnya modal, 4) kurangnya dukungan dari pemerintah, 5) lebih mementingkan batik sebagai komoditas bukan dari nilai dari estetika batik tersebut. Untuk itulah Komunitas Pengrajin Batik Indonesia ini akan menjawab tantangan di atas, sehingga kemajuan batik bisa tercapai.

f. Gaya Hidup Pengrajin Batik

  Gaya hidup adalah karakteristik seseorang yang dapat diamati, yang menandai suatu sistem nilai serta sikap terhadap diri sendiri dan lingkungan.

  Karakteristik tersebut berkaitan dengan pola penggunaan waktu, uang, dan obyek- obyek yang berkaitan dengan semuanya. Misalnya cara makan, berbicara, kebiasaan dirumah, kebiasaan di kantor, kebiasaan belanja, dan pilihan teman (Piliang, 1998: 209).

  Manusia pada kelompok manapun pasti memiliki gaya hidup. Gaya hidup ini biasanya yang membedakan kehidupan suatu kelompok dengan kelompok lain.

  Gaya hidup biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi sosial ekonomi masyarakat yang bersangkutan.

  Gaya hidup (Life Style) dalam penelitian ini menuju pada perilaku konsumen yang dianut oleh masyarakat, dalam hal ini adalah pengrajin batik.

  Dengan gaya hidup konsumen dianggap membawa kesadaran dan kepekaan yang lebih tinggi terhadap para konsumen. Oleh sebab itu dengan gaya hidup maka manusia bersikap individualis dan melalui pemilihan barang-barang tertentu. Dalam kaitan ini, individu secara aktif menggunakan barang-barang konsumsi seperti pakaian, mobil, rumah, dekorasi, furniture, makanan dan minuman dan juga benda-benda seperti hiburan, musik, film, dan seni sesuai cita rasa kelompoknya. Jadi dalam kaitannya dengan pembangunan gaya hidup yang ekspresif maka untuk mencapai kepuasaan dari berbagai komoditas dan praktik yang melengkapi itu, muncullah tuntutan yang konstan akan informasi mengenai gaya hidup. Yang hanya memiliki satu kehidupan untuk dihidupkan (only one life

  

to life) banyak sekali interpretasi mengenai benda-benda budaya, pengalaman

  budaya serta gaya hidup yang kesemuanya menunjuk pada kapasitas untuk diri dan transformasi gaya hidup. Warren Susman (1979: 220) menegaskan bahwa salah satu perubahan terpenting dalam formasi identitas yang terjadi bersama dengan gerakan menuju budaya konsumen terjadi bersamaan dengan terjadinya pergeseran dari pernyataan mengenai kebaikan karakter menjadi kebaikan kepribadian (Featherstone, 2001: 273).

  Individu-individu menggunakan barang-barang menurut tujuan yang telah diimpikan oleh pembuat iklan seringkali diungkapkan bahwa art pemakaian benda-benda konsumen, proses decoding, sangat kompleks dan problematik. Raymond Williams (1961: 312), misalnya berpendapat bahwa keseragaman antar kelas (cross class) dalam perumahan dan waktu senggang mereka tidak signifikan dalam memahami struktur kelas. Sebaliknya kelas-kelas yang berbeda memiliki cara kehidupan dan pandangan yang berbeda mengenai sifat hubungan sosial yang membentuk suatu matriks yang didalam matriks itu terjadi konsumsi (Featherstone, 2001: 206).

  Dengan demikian, maka gaya hidup merupakan contoh kecenderungan kelompok-kelompok dalam menggunakan barang-barang untuk membedakan diri mereka dengan kelompok-kelompok lain, sekaligus sebagai sebuah perjuangan memperoleh posisi sosial (Lury, 1988: 113). Berdasarkan pendapat diatas maka tampak bahwa gaya hidup suatu kelompok akan berbeda dengan kelompok lainnya. Kelompok masyarakat petani memiliki perbedaan gaya hidup dengan pengrajin batik, demikian pula pengrajin batik akan berbeda dengan gaya hidup pegawai negeri. Demikian pula dilihat dari kondisi sosial ekonomi, maka kelompok masyarakat yang miskin akan memiliki gaya hidup yang berbeda dengan masyarakat yang kaya atau kalangan atas.

  Perbedaan gaya hidup disebabkan oleh status sosial ekonomi serta jenis pekerjaan tertentu, maka bukan suatu mustahil terjadinya perubahan gaya hidup masyarakat Desa Maos Kidul yakni semula petani menjadi pengrajin batik serta semula dalam kondisi ekonomi yang lemah menjadi ekonomi yang mampu.

  Dalam hal ini, peneliti akan mengupas gaya hidup pengrajin batik yang konsumtif dalam pemakaian barang-barang mewah seperti: pakaian, rumah, radio, televisi,

  VCD, sepeda motor, dan mobil. Tingkat kehidupan pengrajin batik yang kaya dan mapan serta karakter pengrajin batik yang individualis.

2. Teori dan Pendekatan a. Teori Gaya Hidup

  Plummer (1983) gaya hidup adalah cara hidup individu yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang dunia sekitarnya. Berdasarkan pengertian tersebut, kaum remaja sangatlah identik dengan apa yang mereka lakukan dalam setiap waktunya (remaja tidak terlepas dari peran media dalam kehidupan sehari-harinya).

  Sebagian besar waktu mereka tersita dengan menonton siaran televisi (program- program yang mereka minati yang bertemakan hiburan, musik, fashion, dan lain- lain seperti: film- film Korea, ajang reality show “Girl and Boy Band”), mendengarkan siaran radio (lagu-lagu yang sedang nge-trend), mengikuti perkembangan para idolanya dalam majalah ataupun internet, dan berbagai cara lain guna memperoleh informasi agar tidak ketinggalan zaman.

  Menurut Khaldun (Lover, 1993: 43) btu bahwa manusia adalah makhluk sosial yang pada hakikatnya sifat sosial manusia itu berasal dari kenyataan bahwa untuk menolong dirinya sendiri, yang diperlukan aktivitas dalam upaya mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia pada kelompok manapun pasti memiliki gaya hidup, gaya hidup biasanya yang membedakan kehidupan suatu kelompok dengan kelompok lain. Faktor yang mempengaruhi gaya hidup antara lain kondisi sosial ekonomi yang bersangkutan. Berdasarkan keterangan diatas maka dapatlah diambil suatu pengertian mengenai gaya hidup. Gaya hidup adalah karakteristik seseorang yang dapat diamati, yang menandai suatu sistem nilai serta sikap terhadap diri sendiri dengan lingkungan. Karakteristik tersebut berkaitan dengan penggunaan waktu, uang dan obyek-obyek yang berkaitan dengan semuanya. Misalnya cara makan, berbicara, kebiasaan dirumah, kebiasaan dikantor, kebiasaan berbelanja dan pilihan teman (Piliang, 1998: 209).

  Adler (dalam Hall & Lindzey, 1985) menyatakan bahwa gaya hidup adalah hal yang paling berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan tiga hal utama dalam kehidupan yaitu pekerjaan, persahabatan, dan cinta. Bertolak pada pengertian gaya hidup di atas, remaja merupakan sasaran empuk dari terciptanya pola-pola kehidupan berdasarkan persahabatan dan cinta. Di mana pada masa tersebut merupakan saat-saat untuk mereka saling mengekspresikan rasa persahabatan dan cinta dalam berbagai bentuk (hal ini dapat berakibat positif dan negatif, dengan munculnya geng-geng antar remaja, biasanya bermula dari lingkungan sekolah, tempat di mana mereka berinteraksi dengan teman sebaya).

  Gaya hidup menurut Kotler (2002: 192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas, minat dan opini khususnya yang berkaitan dengan citra diri untuk merefleksikan status sosialnya.

  Menurut Lisnawati (2001) gaya hidup sehat menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya memelihara kondisi fisik, mental dan social berada dalam keadan positif. Gaya hidup sehat meliputi kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat badan, tidak merokok atau minum-minuman beralkohol, berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola stres yang dialami. Sejalan dengan pendapat Lisnawati, Notoatmojo (2005) menyebutkan bahwa perilaku sehat (healthy behavior) adalah perilaku-perilaku atau kegiatan- kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Untuk mencapai gaya hidup yang sehat diperlukan pertahanan yang baik dengan menghindari kelebihan dan kekurangan yang menyebabkan ketidakseimbangan yang menurunkan kekebalan dan semua yang mendatangkan penyakit (Hardinger dan Shryock, 2001).

b. Bentuk-bentuk Gaya Hidup

  Menurut Chaney (dalam Idi Subandy,1997) ada beberapa bentuk gaya hidup, berikut ini.

  1) Industri Gaya Hidup Dalam abad gaya hidup, penampilan-diri itu justru mengalami estetisisasi,

  “estetisisasi kehidupan sehari-hari” dan bahkan tubuh/diri (body/self) pun justru mengalami estetisisasi tubuh. Tubuh/diri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi sebuah proyek, benih penyemaian gaya hidup. “Kamu bergaya maka kamu ada!” adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk melukiskan kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah sebabnya industri gaya hidup untuk sebagian besar adalah industri penampilan. 2) Iklan Gaya Hidup

  Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan (korporasi), para politisi, individu-individu semuanya terobsesi dengan citra. Di dalam era globalisasi informasi seperti sekarang ini, yang berperan besar dalam membentuk budaya citra (image culture) dan budaya cita rasa (taste culture) adalah gempuran iklan yang menawarkan gaya visual yang kadang-kadang mempesona dan memabukkan. Iklan merepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus (subtle) arti pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga perlahan tapi pasti mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat.

  3) Public Relations dan Journalisme Gaya Hidup Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada kesimpulan bahwa dalam budaya berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para selebriti membantu dalam pembentukan identitas dari para konsumen kontemporer. Dalam budaya konsumen, identitas menjadi suatu sandaran “aksesori fashion”. Wajah generasi baru yang dikenal sebagai anak-anak E-Generation, menjadi seperti sekarang ini dianggap terbentuk melalui identitas yang diilhami selebriti (celebrity-inspired identity) cara mereka berselancar di dunia maya (Internet), cara mereka gonta- ganti busana untuk jalan-jalan. Ini berarti bahwa selebriti dan citra mereka digunakan momen demi momen untuk membantu konsumen dalam parade identitas.

  4) Gaya hidup mandiri Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepada sesuatu yang lain. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah alat untuk menyusun strategi.

  Bertanggung jawab maksudnya melakukan perubahan secara sadar dan memahami betuk setiap resiko yang akan terjadi serta siap menanggung resiko dan dengan kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan gaya hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi memenjarakan manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk menentukan pilihannya secara bertanggung jawab, serta menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk menunjang kemandirian tersebut. 5) Gaya Hidup Hedonis

  Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari kesenangan , seperti lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian.

  Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk dari suatu gaya hidup dapat berupa gaya hidup dari suatu penampilan, melalui media iklan, modeling dari artis yang diidolakan, gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan semata sampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut penalaran dan tanggung jawab dalam pola perilakunya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup

  Menurut pendapat Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Lebih lanjut Amstrong (dalam Nugraheni, 2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup seseorang ada 2 faktor yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal).

  Faktor internal yaitu sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi (Nugraheni, 2003) dengan penjelasannya sebagai berikut. 1) Sikap

  Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.

  2) Pengalaman dan pengamatan Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya dimasa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek.

  3) Kepribadian Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.

  4) Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri.

  Konsep diri sudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek.

  Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya, karena konsep diri merupakan frame of reference yang menjadi awal perilaku.

  5) Motif.

  Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif.

  Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis.

  6) Persepsi dalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia.

  Adapun faktor eksternal dijelaskan oleh Nugraheni (2003) sebagai berikut.

  a. Kelompok referensi Kelompok referensi adalah kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok yang memberikan pengaruh langsung adalah kelompok dimana individu tersebut menjadi anggotanya dan saling berinteraksi, sedangkan kelompok yang memberi pengaruh tidak langsung adalah kelompok dimana individu tidak menjadi anggota didalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

  b. Keluarga Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu.Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.

  c. Kelas sosial Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

  d. Kebudayaan Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku yang normatif, meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal).

  Faktor internal meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif , dan persepsi. Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan. Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. Pemasar mencari hubungan antara produknya dengan kelompok gaya hidup konsumen. Contohnya, perusahaan penghasil komputer mungkin menemukan bahwa sebagian besar pembeli komputer berorientasi pada pencapaian prestasi. Dengan demikian, pemasar dapat dengan lebih jelas mengarahkan mereknya ke gaya hidup orang yang berprestasi.

  Terutama bagaimana dia ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang disandangnya. Untuk merefleksikan image inilah, dibutuhkan simbol-simbol status tertentu, yang sangat berperan dalam mempengaruhi perilaku konsumsinya. Fenomena ini pokok pangkalnya adalah stratifikasi sosial, sebuah struktur sosial yang terdiri lapisan-lapisan :

  a. dari lapisan teratas sampai lapisan terbawah.

  b.

  dalam struktur masyarakat modern, c. status sosial haruslah diperjuangkan (achieved) d. dan bukannya karena diberi atau berdasarkan garis keturunan (ascribed).

  Selayaknya status sosial merupakan penghargaan masyarakat atas prestasi yang dicapai oleh seseorang. Jika seseorang telah mencapai suatu prestasi tertentu, ia layak di tempatkan pada lapisan tertentu dalam masyarakatnya. Semua orang diharapkan mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih prestasi, dan melahirkan kompetisi untuk meraihnya s pada 30 Mei 2014).

b. Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi dan ekonomi.

  Pendekatan sosiologi menyoroti tentang segi-segi sosial peristiwa yang dikaji, seperti golongan sosial mana yang berperan, nilai-nilai yang dianut, serta hubungan dengan golongan lain (Kartodirdjo, 1992: 4). Pendekatan ekonomi menyoroti kondisi ekonomi subyek penelitian yaitu para pengrajin batik Desa Maos Kidul. Kedua pendekatan ini penting berkaitan dengan perubahan gaya hidup pengrajin batik di Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap.

G. Metode Penelitian

  Pada bagian ini merupakan penguraian mengenai metode dan teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti untuk mengkaji permasalahan dengan skripsi yang berjudul Gaya Hidup Pengrajin Batik di Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap tahun 2008-2014. Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode sejarah yaitu menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu untuk memahami peristiwa yang terjadi masa lampau secara imajinatif. Adapun tahapan-tahapan metode sejarah adalah sebagai berikut.

  1. Heuristik, merupakan sebuah tahapan atau kegiatan untuk mencari atau menemukan sumber, data dan informasi mengenai masalah yang di angkat, baik tulis maupun batik cap, yang disesuaikan dengan jenis sejarah yang akan ditulis (Kuntowijoyo, 1995: 94).

  a. Dokumen Sehubungan dengan metode penelitian tersebut, kegiatan penelitian ini diawali dengan mengumpulkan sumber-sumber dari berbagai catatan dan motif-motif batik di galery batik atau sumber tertulis yang di ambil dari Kantor Kepala Desa setempat dalam Monografi desa Maos Kidul 2013. b. Informasi/ data wawancara Wawancara ini dilakukan oleh penulis dengan beberapa masyarakat yang menjadi pengrajin batik. Awal wawancara penulis melakukan pengumpulan data pertanyaan kemudian melakukan wawancara dengan 6 orang. Secara sederhana, heuristik merupakan mencari jejak-jejak yang ditinggalkan karena setiap aktivitas pastilah meninggalkan bukti-bukti bahwa pernah ada suatu aktivitas. Sumber ini berupa sumber lisan yaitu merupakan keterangan langsung dari para pelaku, biasanya disebarkan dari mulut ke mulut. Sumber lisan yang penulis kumpulkan antara lain menggunakan metode sejarah lisan kepada sejumlah informan yang dijadikan narasumber untuk melengkapi hal- hal yang tidak termuat dalam dokumen, adapun informan yang penulis jadikan salah satu narasumber adalah beberapa masyarakat setempat sebagai pengrajin batik (Kuntowijoyo, 1995: 100).

  2. Kritik, yaitu berupa pengkajian sumber sejarah, di tempuh dengan jalan mencari keotentikan dan kredibilitas sumber yang sesuai dengan materi penelitian. Kritik sendiri dibagi dua yaitu, kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern yaitu untuk menentukan apakah sumber asli atau palsu dengan cara mengamati keadaan fisik sumber tersebut. Kritik intern yaitu menentukan isi sumber dapat dipercaya atau tidak, dengan cara mencari beberapa sumber yang sesuai dengan pembahasan materi untuk dibandingkan kemudian ditentukan dapat dipakai atau tidak. Sumber lisan dengan cara mewawancarai pengrajin batik tersebut. (Kuntowijoyo, 1995: 100)

  3. Interpretasi, yaitu penafsiran terhadap data tersebut. Tahapan ini sering disebut sumber subyektivitas, karena Kuntowijoyo (1995: 100) pendapat tersebut sebagian benar dan sebagian lagi salah. Interpretasi sebagai sumber subyektivitas dikatakan benar karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak bisa berbicara. Sejarawan yang jujur, akan mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain dapat melihat kembali dan menafsirkan ulang. Itulah sebabnya, subyektivitas penulis sejarah diakui, tetapi untuk dihindari. Interpretasi mengandung maksud sebagai penafsiran terhadap data yang terkumpul setelah dilakukan penyeleksian atau pegujian sumber. Dengan kata lain dalam langkah ini peneliti menggabungkan semua fakta-fakta yang telah didapat dari para informan menjadi satu kesatuan (Kuntowijoyo (1995: 100)

  4. Historiografi, adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dari berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk tulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untukdibaca orang lain. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan struktur dua gaya bahasa penulisanya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain mengerti pokok-pokok pikiran yang diajukan oleh penulis. Pada tahap ini peneliti melakukan penulisan sehingga dapat menjadi karya tulis ilmiah yang sesuai dengan ketentuan keilmuan (Kuntowijoyo, 1995: 102).

H. Sistematika Penulisan

  Sistem penulisan proposal seminar ini adalah sebagai berikut :

  Bab I Berisi pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori dan Pendekatan, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan. Latar belakang masalah menguraikan tentang hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini. Masalah-masalah dalam penelitian ini akan dibahas dalam rumusan masalah, selanjutnya diuraikan tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan untuk apa penelitian dilakukan, sedangkan dalam manfaat penelitian menjelaskan manfaat penelitian secara teoritis dan praktis.

  Bab II Mengupas tentang kondisi wilayah Desa Maos Kidul Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap terdiri dari Sejarah Desa, keadaan Demografi, dan keadaan Sosial Ekonomi serta awal munculnya Batik Maos. Bab III Mengupas tentang perubahan sosial ekonomi dan penyerapan tenaga kerja pengrajin batik yang terdiri dari pengrajin batik, dampak kerajinan batik terhadap perubahan sosial ekonomi, penyerapan tenaga kerja, partisipasi masyarakat daerah sekitar, peranan lembaga swasta dan pemerintah, serta nilai-nilai kewirausahaan pengrajin batik.

  Bab IV Mengupas tentang perkembangan gaya hidup di desa Maos Kidul kecamatan maos kabupaten cilacap terdiri dari tingkat kehidupan pengrajin batik, karakter pengrajin batik, dan perkembangan gaya hidup pengrajin

  Bab V Simpulan dan Saran