Induksi Matematik Dan Teori Bilangan Bulat - Repository UNIKOM

  Oleh:

Sri Supatmi,S.Kom

   Relasi biner f dari A ke B merupakan suatu fungsi jika setiap elemen di dalam A dihubungkan dengan tepat satu elemen di dalam B.

   Jika f adalah fungsi dari A ke B kita menuliskan f : AB yang artinya f memetakan A ke B. f a b . .

  Fungsi dapat dispesifikasikan dalam berbagai bentuk, diantaranya:

  1. Himpunan pasangan terurut. seperti relasi 2. Formula pengisian nilai (assignment).

   Contoh: f(x) = 2x + 10, f(x) = x

  2 , dan f(x) = 1/x.

  3. Kata-kata 

  Contoh: “f adalah fungsi yang memetakan jumlah bit 1 di dalam suatu string biner”.

  4. Kode program (source code) 

  Contoh: Fungsi menghitung |x| function abs(x:integer):integer; begin if x < 0 then abs:=-x else abs:=x; end;

  

  Fungsi f dikatakan satu-ke-satu (one-to-one) atau injektif (injective) jika tidak ada dua elemen himpunan A yang memiliki bayangan sama.

  Contoh :

  a . b . c . d .

  .

  1 .

  2 .

  3 .

  4 .

  5

  

  Fungsi f dikatakan dipetakan pada (onto) atau surjektif (surjective) jika setiap elemen himpunan B merupakan bayangan dari satu atau lebih elemen himpunan A.

  Contoh:

  a .

  1 . b .

  2 . c .

  3 . d .

  

Fungsi f dikatakan berkoresponden satu-ke-satu

atau bijeksi (bijection) jika ia fungsi satu-ke-satu

dan juga fungsi pada.

  Contoh : f = {(1, u), (2, w), (3, v)}

Dari A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang

berkoresponden satu-ke-satu, karena f adalah

fungsi satu-ke-satu maupun fungsi pada.

  1 u . .

  2 w . .

  3 v . .

  

  Jika f adalah fungsi berkoresponden satu-ke-satu dari A ke B, maka kita dapat menemukan balikan (invers) dari f.

  • –1

  

  Balikan/invers fungsi dilambangkan dengan f

  

  Misalkan a adalah anggota himpunan A dan b adalah

  • 1 anggota himpunan B, maka f (b) = a jika f(a) = b.

  

  Sebuah fungsi dikatakan invertible (dapat dibalikkan) jika fungsi tersebut adalah fungsi korespondensi satu-ke-satu.

  

  Sebuah fungsi dikatakan non invertible (tidak dapat dibalikkan) jika fungsi tersebut bukan fungsi korespondensi satu-ke-satu.

  

Contoh . Relasi  f = {(1, u), (2, w), (3, v)} dari A = {1, 2,

  3} ke B = {u, v, w} adalah fungsi yang berkoresponden satu-ke-satu.

  • 1

  

  Balikan fungsi f adalah  f = {(u, 1), (w, 2), (v, 3)}

   Jadi, f adalah fungsi invertible.

   Contoh .

  Tentukan balikan fungsi f(x) = x – 1. dengan (-2 < x < 2) 

  Penyelesaian: x = -1,0,1 maka f(-1) = -1 – 1=-2; f(0) = 0 – 1=-1; f(1) = 1– 1=0 sehingga relasi f(x) adalah {(-1,-2),(0,-1),(1,0)} Fungsi f(x) = x – 1 adalah fungsi yang berkoresponden satu-ke- satu, jadi balikan fungsi tersebut ada. Misalkan f(x) = y, sehingga y = x – 1, maka x = y + 1.

  • 1
  • 1

  

Jadi, balikan fungsi balikannya adalah f (y) = y +1 dengan relasi f

  (y) adalah {(-2,-1),(-1,0),(0,1)}

   Misalkan g adalah fungsi dari himpunan A ke himpunan B, dan f adalah fungsi dari himpunan B ke himpunan C.

   Komposisi f dan g, dinotasikan dengan f g, adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan oleh (f g)(a) = f(g(a))

  

Contoh:

  Diberikan fungsi g = {(1, u), (2, u), (3, v)} yang memetakan

  • A = {1, 2, 3} ke B = {u, v, w},

  dan fungsi f = {(u, y), (v, x), (w, z)} yang memetakan

  • B = {u, v, w} ke C = {x, y, z}. Fungsi komposisi dari A ke C

  adalah 

  Maka f g = {(1, y), (2, y), (3, x) }

  2 

  Contoh: Diberikan fungsi f(x) = x – 1 dan g(x) = x + 1. Tentukan fg dan gf .

   Penyelesaian:

  2

  2

  2

  • 1) = x + 1 – 1 = x (i) (fg)(x) = f(g(x)) = f(x

   Metode pembuktian untuk pernyataan perihal bilangan bulat adalah induksi matematik.

   Cara pembuktian induksi matematik

   Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat positif dan kita ingin membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat positif n.

   Untuk membuktikan pernyataan ini, kita hanya perlu menunjukkan bahwa:

  1. p(a) benar, dan 2. untuk semua bilangan bulat positif n a, jika p(n) benar maka p(n + 1) juga benar.

  Keterangan:

  Langkah 1 dinamakan basis induksi, sedangkan langkah 2 dinamakan langkah induksi.

   Langkah induksi berisi asumsi (andaian) yang menyatakan bahwa p(n) benar. Asumsi tersebut dinamakan hipotesis induksi.  

   Bila kita sudah menunjukkan kedua langkah tersebut benar maka kita sudah membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat

  

1 . Gunakan induksi matematik untuk membuktikan bahwa jumlah n

2 buah bilangan ganjil positif pertama adalah n .

   Penyelesaian:

  

(i) Basis induksi: Untuk n = 1, jumlah satu buah bilangan ganjil positif

2

pertama adalah 1 = 1. Ini benar karena jumlah satu buah bilangan

ganjil positif pertama adalah 1.

   (ii) Langkah induksi: Andaikan untuk n  1 pernyataan 2 1 + 3 + 5 + … + (2n – 1) = n  adalah benar (hipotesis induksi) [catatlah bahwa bilangan ganjil positif ke-n adalah (2n – 1)].

  Kita harus memperlihatkan bahwa  n=n+1 2 1 + 3 + 5 + … + (2n – 1) + (2n + 1) = (n + 1) juga benar.

  Hal ini dapat kita tunjukkan sebagai berikut: 1 + 3 + 5 + … + (2n – 1) + (2n + 1) = [1 + 3 + 5 + … + 2n – 1)] + (2n + 1) 2 = n + (2n + 1) 2 = n + 2n + 1 2

= (n + 1)

  Karena langkah basis dan langkah induksi keduanya telah

diperlihatkann benar, maka jumlah n buah bilangan ganjil positif

2 pertama adalah n .

   Untuk semua bilangan bulat tidak-negatif n, buktikan dengan induksi matematik 1 2 n n+1 bahwa 2 + 2 + 2 + … + 2 = 2 - 1 Penyelesaian:

  (i) Basis induksi. Untuk n = 0 (bilangan bulat tidak negatif pertama), kita peroleh: 0+1 2 = 2 - 1. 0+1

1

Ini jelas benar, sebab 2 = 1 = 2 -1 = 2 – 1 = 2 – 1 = 1 (ii) Langkah induksi. Andaikan bahwa untuk semua bilangan bulat tidak-negatif n1 2 n n+1

  2 + 2 + 2 + … + 2 = 2 - 1 adalah benar (hipotesis induksi). Kita harus menunjukkan bahwa n = n+1 untuk 1 2 n n+1 (n+1) + 1 2 + 2 + 2 + … + 2 + 2 = 2 – 1 juga benar.

  Ini kita tunjukkan sebagai berikut: 1 2 n n+1  (2 + 2 + 2 + … + 2 )+ 2 1 2 n n+1 = (2 + 2 + 2 + … + 2 ) + 2 n+1 n+1 = (2 - 1) + 2 (dari hipotesis induksi) n+1 n+1 = (2 + 2 ) - 1 n+1 = (2 . 2 ) - 1 n+2 = 2 - 1 (n+1) + 1 = 2 - 1  Karena langkah 1 dan 2 keduanya telah diperlihatkan benar, maka untuk semua

  

  Bilangan bulat adalah bilangan yang tidak mempunyai pecahan desimal, misalnya 8, 21, 8765, -34, 0

  

  Berlawanan dengan bilangan bulat adalah bilangan riil yang mempunyai titik desimal, seperti 8.0, 34.25, 0.02.

  

  Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan bulat dengan syarat a  0.

  

  Kita menyatakan bahwa a habis membagi b (“b

  kelipatan a”) jika terdapat bilangan bulat c sedemikian sehingga b = ac.

   Notasi: a | b jika b = ac, cZ dan a  0.

  (Z = himpunan bilangan bulat)

   Contoh: 4 | 12 karena 12/4 = 3 (bilangan bulat) atau 12 = 4  3.

  

  Tetapi 4 | 13 karena 13 : 4 = 3.25 (bukan bilangan bulat).

  

  Algoritma Euclidean adalah algoritma untuk mencari PBB dari dua buah bilangan bulat.

  

  Misalkan m dan n adalah dua buah bilangan bulat dengan syarat n > 0. Jika m dibagi dengan n maka terdapat dua buah bilangan bulat unik q (quotient/hasil bagi) dan r (remainder/sisa bagi), sedemikian sehingga m = nq + r dengan 0  r < n.

   Contoh:

  

1. 101 dibagi dengan 24 memberikan hasil bagi 4 dan sisa

5 : berarti m=100; n=5; q = 4 dan r = 5

  Sehingga jika dituliskan dengan teorema Euclidean : 101 = 24.4 + 5 2. –22 dibagi dengan 3 memberikan hasil bagi –8 dan sisa 2:

  Sehingga jika dituliskan dengan teorema Euclidean :

  • –22 = 3(–8) + 2

  

tetapi –22 = 3(–7) – 1 salah karena r = –1 tidak memenuhi

syarat 0 r < n.

   Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan bulat tidak nol.

   Pembagi bersama terbesar (PBB – greatest common divisor atau gcd) dari a dan b adalah bilangan bulat terbesar d sedemikian sehingga d | a dan d | b.

  

Dalam hal ini kita nyatakan bahwa PBB(a, b) = d.

Contoh

  Faktor pembagi 45: 1, 3, 5, 9, 15, 45;

  • Faktor pembagi 36: 1, 2, 3, 4, 9, 12, 18, 36;
  • Faktor pembagi bersama dari 45 dan 36 adalah 1,
  • 3, 9

   Teorema 2. Misalkan m dan n adalah dua buah

  bilangan bulat dengan syarat n > 0 sedemikian sehingga m = nq + r , 0  r < n maka PBB(m,n) = PBB(n, r)

  

  Jadi, PBB dari m dan n adalah sisa terakhir yang

  tidak nol dari runtunan pembagian tersebut 

  Contoh 3: m = 60, n = 18, q

  • 60 = 18  3 + 12 r0
  • 18 = 12.1 + 6 r1
  • >maka PBB(60, 18) = PBB(18, 12)

    Algoritma Euclidean procedure Euclidean(input m, n : integer, output PBB : integer)

  1. Jika n = 0 maka { Mencari PBB(m, n) dengan syarat m adalah PBB(m, n); m dan n bilangan tak-negatif dan m  n stop.

  Masukan: m dan n, m  n dan m, n  0 Keluaran: PBB(m, n) tetapi jika n  0, } lanjutkan ke langkah 2 Deklarasi r : integer  

  2.Bagilah m dengan n dan Algoritma: misalkan r adalah sisanya. while n  0 do rm mod n

  3. Ganti nilai m dengan nilai n mn dan nilai n dengan nilai r, lalu

nr

ulang kembali ke langkah 1. endwhile { n = 0, maka PBB(m,n) = m } PBBm

   Contoh 4. m = 80, n = 12 dan dipenuhi syarat mn

  80

  6

  12

  8   

   

  12

  1

  8

  

4

  

  8

  2

  4    

  Sisa pembagian terakhir sebelum 0 adalah 4, maka PBB(80, 12) = 4.

   PBB dua buah bilangan bulat a dan b dapat dinyatakan sebagai kombinasi lanjar (linear combination) a dan b dengan dengan koefisien-koefisennya. Teorema 3. Misalkan a dan b adalah dua buah bilangan bulat positif, maka terdapat bilangan bulat m dan n sedemikian sehingga PBB(a, b) = ma + nb. Misalnya PBB(80, 12) = 4 , dan 4 = (-1)  80 + 7  12.

   Contoh . Nyatakan PBB(60, 18) = 6 sebagai kombinasi lanjar dari 60 dan 18. Penyelesaian : 60 = 3.18 + 6

  18 = 3.6 + 0 6 = 60 + (-3).18 Sehingga

  PBB(60, 18) = 6 = 60 + (-3).18

   Dua buah bilangan bulat a dan b dikatakan relatif prima jika PBB(a, b) = 1.

   Jika a dan b relatif prima, maka terdapat bilangan bulat m dan n sedemikian sehingga ma + nb = 1  

  

Contoh

  Bilangan 20 dan 3 adalah relatif prima karena PBB(20, 3) =1, atau dapat ditulis 2 . 20 + (–13) . 3 = 1 dengan m = 2 dan n = –13. Tetapi 20 dan 5 tidak relatif prima karena PBB(20, 5) = 5  1 sehingga 20 dan 5 tidak dapat dinyatakan dalam m . 20 + n . 5 = 1.

   

  

  Misalkan a adalah bilangan bulat dan m adalah bilangan bulat > 0. Operasi a mod m (dibaca “a modulo m”) memberikan sisa jika a dibagi dengan m.

  

  Notasi: a mod m = r sedemikian sehingga a = mq + r, dengan 0  r < m.

  

  Bilangan m disebut modulus atau modulo, dan hasil aritmetika modulo m terletak di dalam himpunan {0, 1, 2, …, m – 1}

   Beberapa hasil operasi dengan operator modulo: (i) 23 mod 5 = 3

  (23 = 5  4 + 3) (ii) 27 mod 3 = 0 (27 = 3  9 + 0) (iii) 6 mod 8 = 6 (6 = 8  0 + 6) (iv) 0 mod 12 = 0 (0 = 12  0 + 0) (v) – 41 mod 9 = 4 (–41 = 9 (–5) + 4)

  (vi) – 39 mod 13 = 0 (–39 = 13(–3) + 0) 

   Penjelasan untuk (v): Karena a negatif, bagi |a|

dengan m mendapatkan sisa r’. Maka a mod m =

mr’ bila r’  0. Jadi |– 41| mod 9 = 5, sehingga –41 mod 9 = 9 – 5 = 4.

   (a) Misalkan m = –101 dan n = 11.

  Nyatakan m dan n dalam m = nq + r  –101 = 11 q + r Cara lain: r = –101 mod 11 q = -101 div 11 = -10 = 11 – (|–101| mod 11)

  • 101=11.q + r = 11 – 2
  • 101=11.(-10) + r = 9
  • 101=-110+r
    • –111 = 11 q + 9 r = -111+110 = 9

  q = (–101 – 9)  11 Sehingga = –10

  • 101 = 11.(-10) + 9
    • –101= 11 (–11) + 10

   (b) Berapa –101 mod 13?

  • –101 mod 13 = 13 – (|–101| mod 13) = 13 – 10 r = 3

  

  Misalkan a dan b adalah bilangan bulat dan m adalah bilangan > 0, maka ab (mod m) jika

  m habis membagi ab.

  

  Jika a tidak kongruen dengan b dalam modulus m, maka ditulis a / b (mod m) yaitu m tidak habis membagi a-b.

  

  Kekongruenan ab (mod m) dapat pula dituliskan dalam hubungan a = b + km yang dalam hal ini k adalah bilangan bulat.

  ( 3 habis membagi 17 – 2 = 15) 17  2 (mod 3)

  • –7  15 (mod 11) (11 habis membagi –7 – 15 = –22)

    12 / 2 (mod 7) (7 tidak habis membagi 12 – 2 = 10 )

  • –7 / 15 (mod 3) (3 tidak habis membagi –7 – 15 = –

    22)

  

  Berdasarkan definisi aritmetika modulo, kita dapat menuliskan a mod m = r sebagai

  ar (mod m) 

Beberapa hasil operasi dengan operator modulo berikut:

  (i) 23 mod 5 = 3 dapat ditulis sebagai 23  3 (mod 5) (ii) 27 mod 3 = 0 dapat ditulis sebagai 27  0 (mod 3) (iii) 6 mod 8 = 6 dapat ditulis sebagai 6  6 (mod 8) (iv) 0 mod 12 = 0 dapat ditulis sebagai 0  0 (mod 12) (v) – 41 mod 9 = 4 dapat ditulis sebagai –41  4 (mod 9) (vi) – 39 mod 13 = 0 dapat ditulis sebagai – 39  0 (mod 13)

   Misalkan m adalah bilangan bulat positif.

  1. Jika ab (mod m) dan c adalah sembarang bilangan bulat maka (i) (a + c)  (b + c) (mod m) (ii) acbc (mod m) (iii) a

  p

   b

  p

  (mod m) untuk suatu bilangan bulat tak negatif p.

  2. Jika ab (mod m) dan cd (mod m), maka (i) (a + c)  (b + d) (mod m)

  

  Jika a dan m relatif prima dan m > 1, maka kita dapat menemukan balikan (invers) dari a modulo m. Balikan dari a modulo m adalah bilangan bulat sedemikian sehingga

  a  1 (mod m)

Contoh: Tentukan balikan dari 4 (mod 9)

  Penyelesaian: Karena PBB(4, 9) = 1, maka balikan dari 4 (mod 9) ada.

  Dari algoritma Euclidean diperoleh bahwa  9 = 2  4 + 1  Susun persamaan di atas menjadi  –2  4 + 1  9 = 1 Dari persamaan terakhir ini kita peroleh –2 adalah balikan dari 4 modulo 9.

  Periksalah bahwa

   Kekongruenan lanjar adalah kongruen yang berbentuk axb (mod m) dengan m adalah bilangan bulat positif, a dan b sembarang bilangan bulat, dan x adalah peubah bilangan bulat.

  

Nilai-nilai x dicari sebagai berikut: ax = b + km

yang dapat disusun menjadi b km

  

  x

  

  a dengan k adalah sembarang bilangan bulat.

  Cobakan untuk k = 0, 1, 2, … dan k = –1, –2, … yang menghasilkan x sebagai bilangan bulat.