BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Rizky Aulia Mahdi BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cedera kepala merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas

  setelah infark miokard di dunia (Aghakhani, Azami, Jasemi, Khoshsima, & Eghtedar, 2013). Di Amerika, tahun 2010 terjadi 823 kasus cedera kepala per 100.000 penduduk, dengan kematian 17,1 per 100.000 penduduk (Center of

  Disease ). Kematian akibat cedera kepala menduduki 40 % dari seluruh

  kematian akibat trauma (Segun, 2013). Di dunia diperkirakan sebanyak 1,2 juta jiwa nyawa melayang setiap tahunnya selaku dampak kecelakaan bermotor, diprediksi sekitar 0,3- 0,5% mengalami cedera kepala. Perkiraan insiden cedera kepala tahunan yang membutuhkan perhatian medis atau menyebabkan rawat inap atau kematian lebih dari 10 juta, dan risiko morbiditas, mortalitas, dan kecacatan yang menyertainya tinggi. Cedera kepala juga menjadi pemicu utama hilangnya tahun kehidupan produktif dan merupakan masalah sosial yang tidak diperhatikan oleh pemerintah (Li et al., 2017).

  Di Indonesia kecelakaan kendaraan bermotor mencapai 13.339 kejadian yang mengakibatkan kematian 9.865 jiwa, luka berat 6.143 jiwa serta luka ringan 8.694 jiwa. Dari semua kasus kecelakaan kendaraan bermotor, 50 % adalah berupa cedera kepala (Depkes, 2012). Di provinsi Jawa Tengah kasus cedera kepala sebesar 7,7% yang disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor adalah 40,1%. Cedera kepala mayoritas terjadi pada kelompok umur dewasa (38,8%) diikuti lanjut usia (13,3%) dan anak-anak 11,3% (Kemenkes RI, 2012). Di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto menurut data rekam medik tahun 2015, kasus pasien cedera kepala sebanyak 972, 79 pasien cedera kepala berat (8,12%) dan tahun 2016 pasien cedera kepala sebanyak 442 pasien, 86 pasien cedera kepala berat (19,45%). Jumlah pasien cedera kepala yang meninggal di rumah sakit pada tahun 2015-2016 adalah 251 pasien (Fitriana, Poeranto, & Nasution, 2017). Hasil studi pendahuluan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto tahun 2012-2017 pasien cedera kepala sebanyak 2.234 pasien cedera kepala diantaranya perdarahan subdural traumatik sebanyak 8 pasien (0,36%), perdarahan subarakhnoid traumatik sebanyak 13 pasien (0,58%), perdarahan epidural sebanyak 50 pasien (2,24%), edema serebral traumatik sebanyak 2 pasien (0,09%), cedera intrakranial 451 pasien (20,19%), komosio serebri sebanyak 1.304 pasien (58,37%), kontusio serebri sebanyak 176 pasien (7,88%), dan cedera otak fokal sebanyak 4 pasien (0,18%) (Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, 2018).

  Angka kejadian cedera kepala juga semakin meningkat selain akibat tingginya angka kecelakaan lalu lintas antara lain disebabkan suasana kerja yang beresiko tinggi, misalnya pada pekerjaan buruh pembangunan dan lain- lain. Kelalaian dalam mentaati peraturan keselematan kerja, perarturan lalu lintas ditambah dengan semakin majunya teknologi kendaraan bermotor menyebabkan selain kejadian trauma kepala meningkat juga disertai dengan dampak yang tinggi pada kepala dan otak. Akibatnya terjadilah perdarahan hebat pada otak atau pembengkakan otak. Gejala yang tampak biasanya sangat jelas, seperti luka di kepala, penurunan kesadaran atau gejala-gejala kelumpuhan lainnya (Andra & Yessie, 2013).

  Benturan atau kecelakaan pada penderita cedera kepala dapat menimbulkan gangguan fisik maupun psikologis dan dampak paling buruk adalah kematian (Muttaqin, 2008). Gangguan fisik dapat berbentuk cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala sehingga menyebabkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri serta menimbulkan gangguan neurologis (Esther & Manarisip, 2014). Dampak psikologis dari kecelakaan dapat berupa depresi, distorsi, trauma. phobia, stress, kecemasan, shock dan lainnya (Putro, 2013). Penderita cedera kepala terkadang mengalami edema serebri yakni akumulasi bertambahnya cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang menimbulkan meningkatnya tekanan intrakranial (Kumar et al., 2013). Pasien cedera kepala akan mengalami pembengkakan otak atau terjadi perdarahan di tengkorak, peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak. Saat keadaan semakin menurun atau kritis maka denyut nadi akan menurun (bradikardia) dan bahkan frekuensi respirasi berkurang. Tekanan darah dalam otak terus meningkat hingga pada titik kritis tertentu di mana cedera kepala memburuk dan semua tanda vital terganggu dan berakhir pada kematian (Widyawati, 2012).

  Penanganan yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Gawat Darurat merupakan tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa penderita secara cepat, tepat, dan benar. Pertolongan pertama yang dilakukan saat terjadi cedera kepala adalah menjaga jalan napas pasien, memeriksa pendarahan dan mencegah syok, imobilisasi pasien, menghambat terjadinya komplikasi, dan cedera sekunder. Setiap keadaan yang tidak normal dan mengkhawatirkan harus segera diberikan tindakan resusitasi pada saat itu juga (Wahjoepramono, 2005). Pasien yang datang ke rumah sakit dengan cedera kepala membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat agar pasien terhindar dari kecacatan dan kematian (Qureshi et al., 2013), sehingga daya hidup (survival) pasien cedera kepala dapat ditingkatkan, diantaranya dengan melakukan penanganan awal yang tepat, mempercepat waktu prehospital, yaitu waktu dari terjadinya kecelakaan sampai dengan kedatangan di Instalasi Gawat Darurat dan dengan mencegah terjadinya hipotensi (tekanan sistolik ≤ 90 mmhg) yang merupakan akibat tambahan yang menyertai cedera kepala (Stiver & Manley, 2008).

  Penelitian Daryanto (2010) yang bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis perdarahan dengan kejadian kematian pada pasien cedera kepala menemukan bahwa jenis perdarahan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian kematian pada pasien cedera kepala. Pasien cedera kepala yang hidup sebanyak 46 orang sebagian besar dengan jenis perdarahan epidural yaitu 24 orang (52,5%). Pasien cedera kepala yang meninggal sebanyak 40 orang sebagian besar dengan jenis perdarahan intraserebral yaitu 38 orang (95,0%). Proporsi peluang kematian pada pasien cedera kepala dengan perdarahan intraserebral 21 kali lebih besar dibandingkan pada pasien cedera kepala dengan perdarahan epidural (OR = 20,727, 95% CI: 4,465 – 96,210, p<0,01). Penelitian Fitriana, Poeranto, & Nasution, (2017) yang bertujuan meneliti tentang analisa faktor yang mempengaruhi prognosis pasien cedera kepala berat, menunjukan hasil bahwa prognosis pasien cedera kepala berhubungan dengan usia (p < 0,05). Sedangkan variabel yang lain yaitu jenis kelamin, nadi, lama prehospital tidak menunjukan hubungan yang bermakna dengan prognosis pasien cedera kepala (p > 0,05).

  Dari beberapa hasil penelitian yang sudah ada belum pernah ada peneliti yang meneliti tentang ketahanan hidup pasien cedera kepala menurut jenis perdarahan otak sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut tentang ketahanan hidup pasien cedera kepala menurut jenis perdarahan otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

B. Perumusan Masalah

  Benturan atau kecelakaan pada penderita cedera kepala dapat menimbulkan gangguan fisik maupun psikologis dan dampak paling buruk adalah kematian. Cedera kepala juga menjadi pemicu utama hilangnya tahun kehidupan produktif dan merupakan masalah sosial yang tidak diperhatikan oleh pemerintah. Penderita cedera kepala terkadang mengalami edema serebri yakni akumulasi bertambahnya cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang menimbulkan meningkatnya tekanan intrakranial. Semakin majunya teknologi kendaraan bermotor menyebabkan selain kejadian trauma kepala meningkat juga disertai dengan dampak yang tinggi pada kepala dan otak. Akibatnya terjadilah perdarahan hebat pada otak atau pembengkakan otak. Pasien dengan cedera kepala memerlukan penangan yang tepat dan aman untuk mempertahankan kelancaran sirkulasi dan perfusi cerebral sehingga daya hidup (survival) pasien cedera kepala dapat ditingkatkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana ketahanan hidup pasien cedera kepala menurut jenis perdarahan di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

C. Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan hidup pasien cedera kepala menurut jenis perdarahan otak di RSUD Prof.

  Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Tujuan Khusus a.

  Mengetahui karakteristik responden cedera kepala menurut jenis perdarahan otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

  b.

  Mengetahui jenis perdarahan otak mempengaruhi ketahanan hidup pada responden cedera kepala menurut jenis perdarahan otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. c.

  Mengetahui waktu ketahanan hidup pada responden cedera kepala menurut jenis perdarahan otak di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Bagi Instusi Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dasar evaluasi dalam penatalaksanaan pasien cedera kepala menurut jenis perdarahan otak sehingga dapat mengurangi kematian pasien.

  2. Bagi Perawat Sebagai bahan masukan bagi perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarganya tentang pentingnya pengobatan dan dapat memberikan perawatan yang intensif berfungsi untuk mempertahankan hidup pada pasien cedera kepala menurut jenis perdarahan otak.

  3. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian untuk menerapkan metode statistik dalam menganalisa ketahanan hidup pasien cedera kepala menurut jenis perdarahan otak.

E. Penelitian Terkait 1.

  Daryanto, (2010) meneliti tentang hubungan jenis perdarahan dengan kejadian kematian pada pasien cedera kepala. Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif korelasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling dan dianalisis dengan menggunakan dengan model Chi Square. Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis perdarahan mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian kematian pada pasien cedera kepala. Pasien cedera kepala yang hidup sebanyak 46 orang sebagian besar dengan jenis perdarahan epidural yaitu 24 orang (52,5%). Pasien cedera kepala yang meninggal sebanyak 40 orang sebagian besar dengan jenis perdarahan intraserebral yaitu 38 orang (95,0%) (OR = 20,727, 95% CI: 4,465 – 96,210, p < 0,01). Proporsi peluang kejadian kematian pada pasien cedera kepala dengan perdarahan intraserebral 21 kali lebih besar dibandingkan pada pasien cedera kepala dengan perdarahan epidural. Persamaan: Subyek dalam penelitian ini sama-sama pasien cedera kepala (variabel jenis perdarahan otak) dan menggunakan data sekunder (rekam medis) setahun. Perbedaan: Penelitian ini menggunakan analisis korelasi (regresi logistik), sedangkan penelitian yang akan dilakukan akan menggunakan analisis ketahanan hidup terhadap pasien cedera kepala berdasarkan jenis perdarahan otak, data diambil dari rekam medik pasien dimulai dari 5 tahun sebelumnya.

  2.

  (Fitriana et al., 2017) meneliti tentang analisa faktor yang mempengaruhi prognosis pasien cedera kepala berat. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional. Hasil penelitian menunjukan hasil yang berhubungan antara usia (p < 0,05). Sedangkan variabel yang lain yaitu jenis kelamin, nadi, lama prehospital tidak menunjukan hubungan yang bermakna dengan prognosis pasien cedera kepala (p > 0,05). Persamaan: Subyek dalam penelitian ini sama-sama pasien cedera kepala (cedera kepala berat) dan menggunakan data sekunder (rekam medis). Perbedaan: Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, sedangkan penelitian yang akan dilakukan akan menggunakan analisis ketahanan hidup terhadap pasien cedera kepala berdasarkan jenis perdarahan otak, data diambil dari rekam medik pasien dimulai dari 5 tahun sebelumnya.

3. Penelitian (Bahloul et al., 2004) berjudul Prognosis of Traumatic Head

  Injury in South Tunisia: A Multivariate Analysis of 437 Cases . Desain

  yang digunakan dalam penelitian ini adalah retrospektif. Hasil penelitian menunjukan faktor-faktor yang berkorelasi dengan prognosis buruk adalah usia yang lebih tua dari 40 tahun (p < 0,01), skor fisiologi akut yang disederhanakan melebihi 40 (p <0,001), Glasgow Coma Score lebih rendah dari 7 (p = 0,03), intrakranial lesi massa (p = 0,02), herniasi serebral (p < 0,001), diabetes insipidus (p <0,001), dan kadar gula darah lebih tinggi dari 10 mmol/L (p <0,001). Prognosis jangka pendek buruk, dengan tingkat mortalitas tinggi (29%), dan ditentukan oleh faktor demografi, klinis, radiologis, dan biologis. Persamaan: Subyek dalam penelitian ini sama-sama pasien cedera kepala dan sama-sama menggunakan metode retrospektif menggunakan analisis korelasi. Perbedaan: Penelitian ini akan menggunakan analisis daya hidup (survival analysis ) pada pasien cedera kepala menurut jenis perdarahan otak.