1. Berbentuk serial yang berhubungan. - Pertemuan 11 Gender Televisi

  Kelompok 2 GENDER TELEVISI Feminin Kemampuan khalayak untuk mereproduksi makna yang sesuai dengan pengalaman sosialnya tentu saja terbatas. Sebagian teks naratif memiliki makna tertentu. Sebagian lagi memberikan ruang untuk pembacaan yang memiliki pemikiran terbuka. Beberapa teks disajikan lebih terbuka untuk dimaknai daripada teks yang lain. Keterbukaan ini dikendalikan oleh strategi tekstual yang berbeda. Penambahan karakteristik keterbukaan dalam penafsiran teks kedalam materi subjek berbeda memungkinkan kita untuk melihat hubungan antara berbagai program televisi dan keberagaman karakter audiens. Sederhananya, banyaknya program yang berbeda dirancang untuk menarik audiens yang berbeda.

  Mellencamp (1985), pada tahun 1950-an menemukan asal-usul gender dasar dalam program televisi, dengan olahraga dan berita menunjukkan untuk pria, memasak dan fashion menunjukkan untuk perempuan, dan 'kidvid' untuk anak- anak. Cara televisi untuk membagi audiensnya sesuai gender telah banyak berkembang. Salah satu cara untuk melihat program televisi berbasis gender melalui opera sabun. Opera sabun dalam program televisi dikategorikan sebagai narasi feminin. Setelah memahami narasi feminin melalui opera sabun, pemahaman tersebut selanjutnya digunakan untuk memahami narasi maskulin dan melihat parameter kedua narasi tersebut dalam memahami pengelompokan program televisi berbasis gender lainnya.

  Bentuk Opera Sabun Brown (1987) mengemukakan delapan karakteristik dari opera sabun sebagai berikut :

  1. Berbentuk serial yang berhubungan.

  2. Beberapa karakter dan plot.

  3. Penggunaan waktu yang paralel dan waktu aktual yang menyiratkan bahwa tindakan terus berlangsung, baik audiens menyaksikan atau tidak.

  4. Segmentasi antar bagian-bagian dalam cerita 5. Penekanan pada dialog, pemecahan masalah dan percakapan yang intim.

  6. Terdapat laki-laki yang bertipikal sensitif.

  7. Karakter perempuan yang profesional dan kuat di dunia luar rumah

  8. Rumah atau beberapa tempat lain yang berfungsi sebagai rumah, digunakan sebagai latar belakang alur cerita. Dalam sebuah opera sabun (sinetron) berbagai macam alur terbangun di dalamnya. Didukung dari teks yang ada di dalamnya, kesempurnaan sebuah keluarga terbentuk. Selain itu, konfik-konfik yang ada di dalamnya mengamini pola serial bersambung yang semakin lama semakin menarik rating dari program televisi tertentu. Semakin banyaknya audiens, maka alur cerita, plot, karakter, dan konfik akan semakin ditambah guna menaikkan pendapatan sebuah media dengan masuknya pengiklan pada jam tayang sinetron tersebut. Gangguan Sesuai penjelasan di atas, sinetron tidak akan pernah berada dalam keadaan yang seimbang. Dalam dunia sinetron ancaman dan gangguan akan tetap dan terus ada. Keseimbangan dari sebuah keluarga yang bahagia akan terus menjadi latar belakang sebuah cerita. Tetapi kondisi tersebut tidak akan pernah tercapai. Dalam sebuah sinetron, sebuah pernikahan berbeda dengan pernikahan yang terjadi di dunia nyata. Dalam dunia nyata, setiap pasangan laki-laki dan perempuan akan benar-benar mempersiapkan pernikahan mereka dan berharap akan hidup bahagia selamanya. Namun dalam pernikahan di dunia sinetron, sebuah pernikahan sebenarnya telah membawa bibit-bibit kehancuran. Maksudnya adalah setiap pernikahan dalam dunia sinetron telah mengandung api konfik yang akan berkobar sebelum, saat, atau setelah pernikahan berlangsung. Televisi/media menganggap fans akan lebih tertarik dengan pernikahan yang terancam atau memiliki konfik dibandingkan dengan pernikahan yang lancar-lancar saja. Secara umum, konfik yang ada di dalamnya telah diatur sesuai dengan standard yang dapat dipandang dari sisi feminin maupun maskulin. Misalnya, seorang istri berselingkuh dengan laki-laki lain. Sang istri berselingkuh karena suami tidak mampu memenuhi kebutuhan materi dan seksual. Dari sudut pandang feminin, perempuan memiliki hak dan kemerdekaan untuk memenuhi kebutuhan material dan seksual. Dari sudut pandang maskulin, perempuan yang berselingkuh telah melanggar ketidaksetiaan yang telah disepakati dalam sebuah pernikahan. Maka dari itu, konfik yang dibangun dalam sinetron dapat dilihat oleh gender yang berbeda, baik maskulin maupun feminin secara bersamaan. Ideologi yang dominan dalam sinetron merupakan ketidakstabilan dalam status quo. Ancaman terhadap status quo dalam sinetron menjadi konsumsi bagi audiens khususnya bagi audiens perempuan yang menjadi segmen pasar dari sinetron tersebut. Kenyamanan sebuah status quo dapat dibaca sebagai kelanggengan/dominasi dari laki-laki (patriarkhi). Seorang kepala keluarga yang dapat menjaga keharmonisan keluarganya. Dimana nantinya audiens akan kembali pada keluarga mereka dengan membawa ideologi yang dibentuk dalam sinetron. Akan tetapi, ideologi dalam sinetron dapat juga berpengaruh dalam status quo di dunia nyata. Seperti yang diketahui dalam sinetron, karakter kuat seorang perempuan yang mampu mematahkan dominasi laki-laki disatu sisi disukai dan dipuji namun juga dibenci dan dikutuk di sisi yang lain. Penundaan dan Proses Gangguan/konfik bukan satu-satunya faktor yang dapat memperpanjang sebuah sinetron, penundaan juga sama pentingnya dengan gangguan dalam sinetron. Modleski (1982: 88) mengemukakan bahwa “dengan menaruh lebih banyak kompleksitas antara keinginan dan pemenuhan dari keinginan dapat mengantisipasi berakhirnya sebuah cerita”. Rangkaian narasi sebuah sinetron tidak akan ditemui satu klimaks yang menjadi momentum atau yang paling dinanti oleh audiens yang dapat menjadi akhir dari sebuah cerita. Tidak peduli seberapa lama dan keras proses dari karakter di dalamya untuk mencapai keinginan mereka. Brundson (1984) menyebutkan bahwa kepuasan audiens dalam menyaksikan sebuah sinetron lebih kepada bagaimana terjadinya sebuah peristiwa daripada peristiwa itu sendiri. Penundaan dan proses tertuang pada dialog dan mimik muka. Soundtrack sebuah sinetron memiliki arti yang mendalam dan adegan per-scene banyak memuat close-up wajah karakter didalamnya. Dalam pengambilan gambar-pun, banyak pengambilan gambar close-up dengan durasi yang lama untuk memungkinkan audiens membaca emosi dan mimik dari karakter di dalamnya. Menurut Modleski (1982: 99-100), pengambilan gambar close-up banyak digunakan dalam sinetron dengan maksud untuk mempertajam keahlian feminin audiens dalam membaca karakter, emosi, dan perasaan tiap-tiap manusia. Keahlian feminin tersebut digunakan untuk memahami perbedaan makna dari kata-kata yang diucapkan dengan apa yang ingin disampaikan.

  Seks dan Pemberdayaan Davies (1984a) berpendapat bahwa seksualitas dalam sinetron lebih menonjolkan godaan dan perasaan dari pada program bergenre maskulin yang lebih menonjolkan klimaks dan pencapaian. Apabila seks dan daya tarik jasmani perempuan adalah hal-hal yang diinginkan dalam ideologi patriarkhi maka dalam opera sabun hal-hal tersebut dipergunakan sebagai senjata untuk melawan laki- laki. Hal itu ditunjukkan pada sinetron yang ditayangkan di abad pertengahan mempertunjukkan daya tarik seksual perempuan di era itu. Di era kini, sinetron banyak memperlihatkan bagaimana kekuatan seksual seorang perempuan bersanding dengan kekuatan ekonomi dari perempuan tersebut.

  Dalam sinetron, kekuatan/daya tarik perempuan tidak ditujukan untuk kepuasan pria dalam sebuah hubungan ataupun dalam melanggengkan ideologi patriarki. Melainkan, kekuatan perempuan sebagai senjata untuk mempengaruhi dan mengontrol pria untuk meraih tujuan dari seorang perempuan itu sendiri.

  Dampak/Ekses Feuer (1984:8) menegaskan bahwa dalam genre opera sabun memproduksi dua teks. Teks yang utama adalah menampilkan ideologi dominan. Teks kedua menampilkan ekses atau dampak dari ideologi dominan yang ada dan memungkinkan sebagai faktor yang dapat menggerogoti ideologi dominan yang ada.

  Sementara Brown (1987a) menemukan bahwa ada poin yang lebih spesifk dari teks ganda yakni budaya feminin. Brown menyebutkan bahwa teks ganda tersebut merupakan produksi dari ideologi patriarkhi yang memungkinkan pria mampu masuk dalam dua teks yang ada. Sementara Brown meyakini bahwa opera sabun merupakan dampak/akibat adanya ideologi dominan yang ada. Secara garis besar, ekses/dampak dari ideologi dominan yang mampu membalik keadaan. Dimana sebelumnya perempuan yang independen dianggap liar kemudian direproduksi sebagai hak perempuan untuk merdeka dan mampu memegang kendali.

  Empati dan Penokohan Sinetron terdiri dari berbagai macam karakter dan alur di dalamnya. Artinya dinamika antar tokohnya membuat alur yang berbeda dari alur utama. Hal ini memungkinkan karakter di dalamnya dapat memunculkan berbagai macam topik yang ada. Misalnya, topik percintaan dan perkelahian akan membosankan karena sudah terlalu banyak ditonjolkan. Sementara topik seperti aborsi ataupun perkawinan beda ras menjadi subjek yang menarik untuk ditampilkan.

  Topik-topik yang ditampilkan tiap-tiap karakter dalam sebuah opera sabun memunculkan empati pada audiens apabila topik yang ditampilkan memiliki kesamaan konfik atau sesuatu yang tengah menjadi fenomena di masyarakat. Sehingga sinetron kemungkinan bisa diterima oleh berbagai macam golongan masyarakat.

  Feminin sebagai Pusat Cerita Chodrow (1974: 44) mengemukakan bahwa tokoh utama dalam sinetron menekankan pada subjek feminin yang cenderung pada perempuan. Dalam sinetron, perempuan ditonjolkan dalam kemampuannya menjalin relasi, pandai berbicara, dan berpikir cepat. Perempuan diperlihatkan menjadi pusat penjaga keharmonisan keluarga. Dimana perempuan mampu bertahan dalam tekanan seorang pria dan mampu membalik keadaan yang sebelumnya tengah terpuruk. Secara tidak langsung, sinetron mampu membuat audiens yang menjadi pasar tayangan sinetron yang kebanyakan adalah perempuan mampu menghadapi banyak tekanan dan dituntut untuk cerdas dalam berpikir serta mampu memanfaatkan keadaan guna membalik keadaan. Sehingga suntikan ideologi feminin melalui sinetron mampu membuat perempuan menjadi setara atau bahkan diatas laki-laki secara tidak langsung. Maskulinitas Maskulinitas adalah konstruksi kultur seperti feminitas tetapi memiliki perbedaan secara tekstual. Struktur maskulinitas dalam flm The A Team The A Team terdiri dari 4 orang lelaki veteran perang yang dituduh melakukan kejahatan perang. Mereka melarikan diri dan bekerja untuk orang yang tak berdaya namun layak untuk membela diri mereka. Klien dari The A Team harus mampu membayar mereka dan mampu untuk menemukan The A Team itu sendiri. Tim ini di pimpin oleh Hannibal Smith, seorang pria yang mempunyai umur di akhir usia pertengahan, mempunyai kemampuan untuk menyamar, sehat secara fsik, dan merokok cerutu untuk kepuasan diri. Pemimpin tim kedua adalah Templeton “Face” Peck, seorang pria menawan dan tampan, cepat beradaptasi dengan lingkungan dan berbagai peran sosial dalam rangka mendekati dan menipu kelompok lainnya dan mengatasi situasi yang sulit. Kelemahannya adalah wanita. B. A. Barracus adalah pria yang mempunyai kekuatan di tim ini. Seorang pria berkulit hitam yang berbadan besar yang memakai rantai emas dilehernya dan gelang dipergelangan tangannya, ia adalah supir dari tim ini, ahli mekanik dan spesialis bahan peledak. Anggota terakhir adalah “Howlin Mad” Murdock yang berada di rumah sakit jiwa akibat trauma dari perang Vietnam. Ketidakstabilan mental sering ditunjukan dalm perilaku dan ekspresi kekanak- kanakan. Ia adalah seorang pilot helicopter yang ahli dan supir cadangan yang baik di tim. Salah satu aspek maskulinitas dalam budaya kita berhubungan dengan kedewasaan. “Jadilah seorang pria” adalah nasihat yang sering disampaikan kepada anak-anak yang mengharuskan mereka berperilaku lebih matang dari usia mereka. Banyak kisah popular mendramatisir keadaan batas usia dimana seorang pemuda berperilaku layaknya orang dewasa. Dalam The A Team setiap karakter menunjukan sisi maskulinitasnya sendiri- sendiri. Murdock, tidak begitu bersahabat dengan orang dan menunjukan karakter yang liar, yang menggambarkan insting dari laki-laki sejati. B. A. Barracus adalah bayangan anak-anak muda tentang maskulinitas, maskulinitas berarti kekuatan fsik, termasuk ahli dalam senjata, mobil, dan mesin. Hannibal dan Face di sisi lain mewakili maskulinitas yang dewasa, kekuatan mereka ditunjukan dengan cara sosial daripada dengan fsik. Mereka adalah orang yang merencanakan skema sedangkan Murdock dan BA orang yang mengeksekusi skema tersebut. Hannibal adalah sosok yang lebih dewasa dan memiliki kewenangan dikarenakan pengalamannya, serta memiliki kemampuan untuk merencanakan skema agak rencana mereka sukses. Sedangan Face adalah dewasa muda, yang dapat memaksakan kehendaknya pada orang lain dengan cara sosial seperti menarik hati lawan bicara maupun bermain peran didalam

kelompok tertentu, namun lemah terhadap wanita yang dapat membuat kehilangan kontrol diri membuat Face lebih muda dibandingkan Hannibal. Hannibal sebagai pemimpin tim menunjukan sebagian besar konstruksi budaya kita tentang maskulinitas yaitu seorang pria harus percaya diri, tidak takut, dapat mengendalikan keadaan, dapat beridiri sendiri dan tidak bergantung oleh orang lain.

  Kedewasaan dan maskulinitas diartikan hampir sama namun hanya sebagi topeng patriarki. Dalam rangka untuk kapitalisme, para pria harus menjalani berbagai pengalaman kompleks yang melibatkan rasa bersalah, dan perasaan tidak menentu. Ini berpusat pada peran perempuan dan perkawinan, organisasi kerja ditempat mereka bekerja, masyarakat ditempat mereka tinggal, mereka melibatkan redefnisi identitas maskulin sebagai kapitalis patriarki. Kontradiksi dalam jiwa maskulin sebagian besar diproduksi secara sosial dan direproduksi dalam keadaan sosial tertentu. Dalam kata lain, hal itu tidak bagian dari bagian alami laki-laki tetapi bagian dari konstruksi sosial kita tentang maskulinitas. Tokoh pahlawan seperti BA, Hulk, Superman, dan Batman popular dikalangan anak-anak yang tubuhnya tidak cukup kuat untuk memenuhi kebutuhan ideologis mereka sebagai laki-laki dan yang juga yang tidak mempunyai posisi sosial yang kuat di dalam keluarga maupun di dalam sekolah. Kekuatan fsik pahlawan sering diikuti oleh keterampilan mengemudi, keterampilan menggunakan senjata, dan keahlian dalam hal mesin.

  Ketidakhadiran wanita Dalam teori psikoanalitik, konstruksi pertama dalam diri anak-anak adalah gender, dan anak laki-laki belajar dengan cepat bahwa maskulinitas membawa kekuatan social, namun agar mendapat kekuatan sosial tersebut, sang anak laki- laki harus menolak kehadiran ibunya dan membatasi cinta untuk ibunya dan sisi feminim dalam dirinya dalam rangka untuk mengidentifkasi ayahnya dan kekuatan sosial dari maskulinitas tersebut. Dalam masyarakat suku tertentu, anak laki-laki adalah yang berkuasa, mendapat kekuatan dan yang dapat memimpin wanita. Dan wanita dibentuk untuk lebih cenderung berada dalm posisi yang membutuhkan lelaki, menginginkan komitmen, dan material. Ini adalah pembentukan karakter wanita yang terjadi.

  Karakter maskulin yang berkarateristik kuat dan di hargai, dan karakter feminim yang lebih lemah dan tidak dihargai layaknya karakter maskulin tidak terjadi begitu saja, namun karena konstruksi dari kultur yang terjadi. Dalam The A Team tidak terdapat karakter wanita yang muncul sebagai karakter utama dikarenakan ingin lebih menunjukan karakter yang maskulin, karakter yang superior dan menjadi manusia super yang melindungi orang yang lebih lemah.

  Tidak ada pekerjaan dan pernikahan Pekerjaan dalam kapitalisme patriarkal memainkan peran sentral dalam memproduksi indentitas maskulin. Laki-laki mempunyai tanggung jawab atas keluarganya, dan posisi sebagi laki-laki juga yang membuat keluarga itu menggantungkan hidup mereka, dipandang sebagai orang yang dapat memberikan nafkah dan perlindungan, maka laki-laki diangkat sebagai kepala keluarga. Tetapi laki-laki yang mampu memberikan nafkah dan perlindungan yang memadai bagi keluarga mereka tidak dapat lari dari kontradiksi maskulinitas sebagai pencari nafkah, peran yang mengharuskan kerja dan kepuasan untuk keluarga, mengekang dari kemerdekaan maskulinitas.

  Maskulinitas adalah paradox kekuasaan dan disiplin. Hak otoritas dapat diperoleh dengan disiplin dalam pekerjaan mereka dan pelayanan untuk keluarga. Prestasi pria di tempat kerja merupakan pelayanan yang dilakukan oleh pria tersebut untuk keluarganya. Seorang pria harus dapat memenuhi kebutuhan dari keluarga, maka ia berusaha untuk berbuat apapun agar dapat berprestasi dan mendapat kepuasan menyediakan kebutuhan untuk keluarganya. The A Team sebagai pencapaian Maskulinitas tidak pernah dapat diambil atau diberikan kepada seseorang. Anak laki-laki harus terus menerus membuktikan dirinya untuk bersaing dengan anak laki-laki lainnya. Anak laki-laki kelas menengah pembuktian mereka sering dilihatkan didalam sekolah mapun dalam olahraga. Namun untuk anak laki-laki kelas pekerja, maskulinitas dapat di temukan dalam teman bermain dan didalam geng yang ia punya.

  Lelaki sering dihadapkan oleh pekerjaan yang tiada henti dan keadaan yang menuntut mereka untuk bertindak seperti lingkungan tempat mereka berada untuk membuktikan diri mereka. Ketidakamanan predikat maskulin membuat lelaki harus berjuan terus agar terus mendapat predikat maskulin. Maskulinitas kemudian dikontruksi sebagai agen kapitalisme, karena memotivasi orang untuk mencapai prestasi dalam pekerjaan.

  Maskulinitas menjadi hampir seperti defnisi manusia super, sehingga menjadi seperti tidak mungkin untuk mencapainya. Prestasi dan kinerja yang sukses adalah persyaratan mendasar dari kapitalisme. The A Team dan acara tv petualangan memainkan peran penting dalam sirkulasi dan memelihara makna penting dari arti maskulinitas.Kebutuhan menunjukan kesuksesan atau keberhasilan dalam akhir episode oleh pemeran utama membedakan dengan opera sabun. Gender dan bentuk narasi Opera Sabun dalam setiap episodenya berakhir menggantung, terkecuali di episode akhir aka nada klimaks. The A Team dalam setiap episode nya mempunyai klimaks sebagai penutup. Opera Sabun menekankan penyelesaian masalah, percakapan yang intim, dan perasaan orang orang yang memaikan peran, The A Team menekankan tindakan, dialog dalam The A Team diminimalkan dan kadang dialognya ketus. Opera sabun mempunyai karakter yang sangat banyak dan plot cerita yang beragam, sedangkan The A Team mempunyai plot tunggal atau ketika mempunyai plot lebih dari 1 jelas beda dan defnisi dari plot utama dan plot tambahan. Opera sabun membuat episodenya berlanjut, antara 1 episode dengan episode lainnya ada keterkaitannya, sedang dalam The A Team waktunya di pepatkan sehingga dalam1 episode ada klimaks dan 1 episode dengan episode lainnya tidak ada kaitannya. Segmentasi dari flm opera sabun lebih jelas dalam pembedaan segmentasinya daripada di narasi maskulin. Dan segmentasi di Opera Sabun lebih condong untuk feminis dan segmentasi dari narasi maskulin lebih ke maskulinitas Dalam opera sabun karakter utama yang maskulin cenderung lemah dan tokoh feminime tergolong kuat diluar rumah dan profesionalitas. Sedang dalam cerita maskulin wanita sering digambarkan lemah dan butuh pertolongan dari laki-laki. Dalam Opera Sabun biasanya setting berada di rumah, atau tempat yang berfungsi seperti rumah, tempat untunk mengobrol, untuk bertemu dan berbincang. Sedangkan dalam narasi maskulin, aksi terjadi di publik, terlihat oleh umum dan keberhasilannya didapat dari pujian masyarakat. Masalah yang berhubungan dengan carita ini biasanya pembunuhan, masalah uang, kekuasaan, terorisme. Sedangkan opera sabun masalahnya sekitar masalah hubungan, masalah perempuan, dan masalah dengan anak-anak. Daftar Pustaka:

  ew York: Routledge.

Dokumen yang terkait

BAB III METODE PENELITIAN - BAB III

1 2 9

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 8, No. 1 ISSN: 2085 - 4609 (Print) , e- ISSN 2549-4007 Journal homepage : http:ejournals.umn.ac.idindex.phpFIKOM Pengaruh Penerimaan Teknologi dengan Kebergunaan Web: Studi Kasus Portal Rumah Belajar Kemendikbud

0 0 24

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 8, No. 1 ISSN: 2085 - 4609 (Print) , e- ISSN 2549-4007 Journal homepage : http:ejournals.umn.ac.idindex.phpFIKOM Kebijakan Redasional Majalah Gadis dalam Membuat Konten Digital

0 0 16

Performa Media, Jurnalisme Empati, dan Jurnalisme Bencana: Kinerja Televisi Indonesia dalam Peliputan Bencana (Kasus Liputan TV One terhadap Hilangnya Air Asia QZ 8501)

0 0 14

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 8, No. 2 ISSN: 2085 - 4609 (Print), e- ISSN 2549-4007 Journal homepage : http:ejournals.umn.ac.idindex.phpFIKOM Analisis Penyebab Terjadinya Digital Addiction pada Remaja Ditinjau dari Teori Media Entertainment

0 0 25

Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 8, No. 2 ISSN: 2085 - 4609 (Print), e- ISSN 2549-4007 Journal homepage : http:ejournals.umn.ac.idindex.phpFIKOM Keterbukaan Diri dalam Membangun Hubungan Persahabatan Diadik Laki-Laki dan Perempuan

0 3 13

1. Arnold, Brian J McIntyre, Michael J, International Tax Primer, Second Edition 2. Barber, Hoyt L, Tax Havens – How to Bank, Invest, and Do Business-Offshore and Tax Free., McGraw- Hill Inc, 1992 3. Choi, Frederick D.S Meek, Gary K, International Account

0 0 5

Marketing Communication Introduction - Marketing Communication 2015 R1

0 0 8

3. To prepare students with knowledge of the professional ethics of an Architectural Entrepreneur. Student Outcomes - FENG Architecture 2016 R1

0 0 7

Pertemuan 9 – Teks dan Naratif

0 1 10