PERKEMBANGAN KORUPSI DALAM NOVEL INDONESIA 

PERKEMBANGAN KORUPSI DALAM NOVEL INDONESIA

The Development of Corruption in Indonesian Novel

M. Shoim Anwar

Uni versitas PGRI Adibuana Surabaya, Jalan Ngagel Suraba ya,

Pos‐el: shoimanwar@yahoo.com HP 081330504032

(Makalah diterima tanggal 21 Agustus 2012—Disetujui tanggal 27 November 2012)

Abstrak: Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan perkembangan korupsi yang terepresentasikan dalam novel Indonesia. Teori yang digunakan adalah teori sosiologi, kajian budaya, jaringan, dan pasca ­kolonial. Sumber datanya adalah novel Korupsi (1954) karya Pramoedya Ananta Toer, Senja di Jakarta (1970) karya Mochtar Lubis, Ladang Perminus (1990) karya Ramadhan K.H., Orang ­Orang Proyek (2002) karya Ahmad Tohari, dan Memburu Koruptor (2009) karya Urip Sutomo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sesuai dengan latar waktu dalam novel, waktu penyelesaian, serta waktu diterbitkan, perkembangan korupsi dalam novel Indonesia dapat diru­ muskan dengan periode tahun: 1945—1954, 1954—1957, 1966—1976/1982, 1991—1992/2001,

1 998—2009. Korupsi dalam teks novel Indonesia berkembang semakin luas baik dari segi pelaku, p enyebab, modus, maupun sifatnya.

K ata­Kat Kunci: a korupsi, periode, perkembangam, novel Indonesia

Abstract: This paper is aimed at describing the development of corruption in Indonesian novels. This paper uses theories of sociology, cultural studies, network, and postcolonial. The sources of data are Korupsi (1954) by Pramoedya Ananta Toer, Senja di Jakarta (1970) by Mochtar Lubis, Ladang Perminus (1990) by Ramadhan K.H., Orang­Orang Proyek (2002) by Ahmad Tohari, and Memburu Koruptor (2009) by Urip Sutomo. The result of the research shows that in accordance with the background of the time in the novels, completion time, and publication time, the development of corruption in Indonesian novels can be formulated by the way of periods of years:

1 945—1954, 1954—1957, 1966—1976/1982, 1991—1992/2001, 1998—2009. Corruption in the t exts of Indonesian novels has developed widely in terms of actors, causes, modes, and nature.

Key Words: corruption, period, development, Indonesian novels

pemikiran dan mempergunakan realita Asumsi dasar yang menjadi titik pijak so‐

PENDAHULUAN

untuk membuktikan pemikiran tersebut siologi sastra adalah isi karya sastra me‐

(Junus, 1985:5; 1993: 53—64). Sistem miliki hubungan dengan realitas sosial.

representasi antara karya sastra dan ke‐ Pola‐pola hubungan tersebut bersifat

hidupan nyata, antara fiksi dan fakta, an‐ kompleks. Karya sastra dapat bersifat

tara teks dan konteks, atau antara teks melaporkan, menghubungkan, memfik‐

dan praktik telah dikembangkan melalui tifkan, mereaksi, atau mengimajinasikan

berbagai pendekatan dan teori. Berda‐ secara lebih mendalam peristiwa dalam

sarkan hal tersebut sebuah studi mono‐ kehidupan nyata. Terdapat hubungan

grafi yang secara tematis didasarkan pa‐ dialogis antara karya sastra dan realitas

da novel dapat memberikan gambaran sosial. Dalam dunia modern yang lebih

sebu ah permasalahan ara lebih kom‐ sec mengedepankan pemikiran, karya sastra

preh ensif.

dapat digunakan untuk menjabarkan Mendeskripsikan perkembangan

ATAVISME, Vol. 15, No. 2, Edisi Desember 2012: 133—146 korupsi dalam novel Indonesia harus di‐

secara kronologis dan representatif mulai dari novel yang terbit lebih awal,

memberi gambaran terhadap perkem‐ yaitu novel pascakolonial seiring dengan

bangan korupsi di Indonesia. Beberapa konsep terbentuknya negara. Permasala‐

novel yang dijadikan objek kajian tam‐ han korupsi dalam novel‐novel tersebut

pak pada tabel 1.

Tabel 1

Tahun penyelesaian dan penerbitan novel Indonesia

Tahun

N o Judul Novel

Pengarang

Tahun Terbit Pertama

Penye les aian

Ananta Toer

1963 (bahasa Inggris) 2 Senja di Jakarta

Mochtar Lubis

7 Maret 1957

1964 (bahasa Melayu) 1970 (bahasa Indonesia)

3 Ladang Perminus

Ramadhan K.H. 1982

Orang ­Orang

April—Mei

4 Proyek Ahmad Tohari

5 Memburu Koruptor Urip Sutomo

Maret 2009

Novel‐novel pada tabel 1 terbit da‐

TEORI

lam rentang waktu sekitar 55 tahun, yai‐ Korupsi adalah salah satu gejala sosial tu tahun 1954—2009. Bila dihitung dari

dan politik dalam sejarah masa lampau awal kemerdekaan sesuai dengan latar

dan masa kini. Sejarah korupsi berawal waktu dalam novel, tahun 1945—2009,

saat kehidupan manusia masuk dalam rentang waktunya sekitar 64 tahun. Da‐

tatanan bermasyarakat sehingga me‐ lam rentang waktu tersebut telah terjadi

munculkan bentuk organisasi yang ru‐ tiga kali perubahan rezim, yaitu Orde

mit (Alatas, 1990:13). Konsepsi menge‐ Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi

nai korupsi, berdasarkan dimensi seja‐ (pasca‐Orde Baru). Dokumentasi literer

rah, baru timbul setelah adanya pemi‐ tersebut diharapkan dapat memberikan

sahan antara kepentingan keuangan pri‐ gambaran tentang permasalahan korup‐

badi dari seorang pejabat negara dan ke‐ si serta kaitannya dengan realitas sosial

jabatannya (Onghokham, di Indonesia dari masa ke masa sesuai

uangan

1988:115). Korupsi adalah “penyalahgu‐ dengan implikasi sosiologisnya. Latar

naan wewenang sebagai hasil pertim‐ waktu dapat dikaitkan dengan penanda

bangan demi mengejar keuntungan pri‐ korupsi dalam teks novel serta tahun pe‐

badi“ (Bayley: 1988:86). “Inti korupsi nulisan/tahun terbit. Meski tidak me‐

adalah penyalahgunaan kepercayaan un‐ nunjuk urutan tahun secara tepat, novel‐

tuk kepentingan pribadi” atau “pencuri‐ novel tersebut secara kronologis mem‐

an melalui penipuan dalam situasi yang perlihatkan kesinambungan waktu se‐

men gkhianati kepercayaan” (Alatas, suai dengan kemunculannya. Perkem‐

1987:vii—viii).

bangan korupsi mulai dari penyebab, pe‐ Dalam disiplin sosiologi korupsi, tin‐ laku, jabatan, modus operandi, serta si‐

dak korupsi memiliki penanda atau ciri‐ fatnya memungkinkan tampak dari kar‐

ciri: 1) suatu pengkhianatan terhadap ya‐karya tersebut.

kepercayaan; 2) penipuan terhadap ba‐ dan pemerintah, lembaga swasta atau

Perkemban gan Korupsi dalam Novel ... (M. Shoim Anwar)

masyarakat umum; 3) dengan sengaja dalam mengadopsi konsep mimesis melalaikan kepentingan umum untuk

menjadi salah satu model pendekatan kepentingan khusus; 4) dilakukan de‐

kritik sastra yang disebutnya sebagai mi­ ngan rahasia, kecuali dalam keadaan

metic theories. Dalam perkembangan se‐ orang‐orang yang berkuasa atau bawah‐

lanjutnya, konsep mimetik berkembang annya menganggapnya tidak perlu; 5)

dan dikaitkan dengan konsep semesta melibatkan lebih dari satu orang atau pi‐

(universe), kenyataan (reality), peniruan hak; 6) adanya kewajiban dan keuntung‐

(imitation), serta pencerminan (reflec­ an bersama, dalam bentuk uang atau

tion ). Sejalan dengan konsep‐konsep ter‐ yang lain; 7) terpusatnya kegiatan (ko‐

sebut muncul pula teori pembiasan/ rupsi) pada mereka yang menghendaki

refraksi (refraction) dari Harry Levin. keputusan yang pasti dan mereka yang

Teori refraksi menyatakan, sebagai insti‐ dapat memengaruhinya; 8) adanya usa‐

tusi, di samping merefleksikan, karya

ha untuk menutupi perbuatan korup da‐ sastra juga merupakan bias terhadap lam bentuk‐bentuk pengesahan hukum;

masyarakat. Peter Zima menampilkan

9) menunjukkan fungsi ganda yang kon‐ teori reaksi, intinya menyatakan bahwa tradi ktif pada mereka yang mela kukan

karya sastra merupakan reaksi masyara‐ koru psi.

kat yang dinyatakan dengan berbagai John E.D. Acton menyatakan power

bentuk (Teeuw, 1984:51,219; McNulty, tend to corrupt, but absolute power cor­

Mitchell, 1995:14; rupts absolutely, kekuasaan cenderung

Collingwood , 1958:42; Junus, 19 89:8, korup, dan kekuasaan yang absolut me‐

Ratn a, 2003:22).

nyebabkan korupsi secara absolut Dalam disiplin kajian budaya (cul­ (BPKP, 1999:106). Menurut Klitgaart

tural studies), masalah korupsi dalam no‐ (2002, 2006), tindak korupsi dapat terja‐

vel Indonesia dapat dibedah dengan teo‐ di dalam rumus C=M+D‐A. Artinya, Cor­

ri representasi. Melalui “Theory of Re‐ ruption equals Monopoly plus Discretion

presentation”, Hall (2003:24—25) me‐ minus Accountability, korupsi adalah mo‐

nampilkan tiga pendekatan terkait de‐ nopoli kekuasaan plus wewenang peja‐

ngan bahasa sebagai media representasi bat minus akuntabilitas. Dari pernyataan

secara bermakna, yaitu pendekatan re‐ Acton dan Klitgaart tersebut dapat di‐

flektif (the reflective approach), pende‐ simpulkan bahwa tindak korupsi umum‐

katan intensional (the intentional appro­ nya dilakukan oleh mereka yang memi‐

ach ), dan pendekatan konstruksionis liki kekuasaan dan wewenang, khusus‐

(the constructionist approach). Ketiga nya kekuasaan dan wewenang yang ab‐

pendekatan tersebut dimaksudkan un‐ solut atau tanpa akuntabilitas.

tuk menjawab pertanyaan 'dari mana Membahas perkembangan korupsi

suatu arti berasal dan bagaimana kita ta‐ dalam novel Indonesia, di samping ter‐

hu makna sebenarnya dari sebuah kata kait dengan sosiologi korupsi, konsep‐

atau gambar.’ Ketiga pendekatan ma‐ konsep teoretiknya bersinggungan de‐

sing‐masing mengaitkan representasi ngan sosiologi sastra. Akar sosiologi sas‐

dengan bahasa sebagai alat refleksi, tu‐ tra bermula dari konsep mimetik yang

juan penulis menggunakan bahasa, serta dikemukakan oleh Plato. Teori mimetik

bahasa dalam kaitannya dengan masya‐ “pada prinsipnya menganggap karya se‐

rakat.

ni sebagai pencerminan, peniruan, atau‐ Konsep‐konsep teoretik lainnya da‐ pun pembayangan realitas” (Teeuw,

pat dirujuk pada teori jaringan. Konsep 1984:224). Landasan filosofi ini pula

teori jaringan pada dasarnya mempela‐ yang dijadikan Abrams (1971:1—29)

jari hubungan antarindividu atau aktor

ATAVISME, Vol. 15, No. 2, Edisi Desember 2012: 133—1 dalam suatu kelompok. Individu tidak di‐

nilai sebagai pribadi, melainkan masuk dalam struktur kelompok yang dapat mengambil peran sebagai aktor tertentu. Analisis jaringan menekankan keteratur‐ an individu atau kolektivitas dalam ber‐ perilaku. Teori jaringan menolak pan‐ dangan nonstruktural yang memperla‐ kukan proses sosial sama dengan pen‐ jumlahan ciri pribadi aktor individual dan norma yang ada. Teori jaringan menganalisis struktur sosial pada pola ikatan yang menghubungkan anggota‐ nya. Aktor dan perilakunya dipandang sebagai dipaksa oleh struktur sosial ini, bahkan “aktor menyadari berada di ba‐ wah paksaan struktur sosial” (Burt, 1982:9;

Ritzer

dan

Goodman, 2005:382—383). Berdasarkan model yang dikemukakan oleh Granovetter dan Burt, teori jaringan memiliki dua karak‐ ter yang khas. Pertama, kembar penger‐ tian antara struktur dan posisi memain‐ kan peran mendasar. Kedua, fungsi ja‐ ringan adalah aliran atau distribusi in‐ formasi. Jaringan jalan yang bertindak sebagai saluran informasi disebut aliran atau

model pipa (Borgatti and Halgin, 2011:5).

Korupsi, ekonomi, dan politik me‐ miliki kaitan yang sangat erat dalam sis‐ tem pemerintahan. Tipe‐tipe pemerin‐ tahan yang berbeda karakternya akan memiliki efek ekonomi dan politik yang beragam. Dari perspektif tersebut Mancur Olson memunculkan teori ban‐ dit, yang di dalamnya memuat konsep bandit menetap (stationary bandit) dan bandit berkeliaran (roving bandit) seba‐ gai “criminal metaphor” (Olson, 2000:3—9). Bandit menetap adalah pe‐ nguasa koruptif yang berada di pusat dan mengendalikan sistem secara ketat, sedangkan bandit bergerak adalah pe‐ nguasa koruptif yang menyebar di ber‐ bagai daerah dan menjarah tanpa kendali akibat melemahnya kontrol ke‐ kuasaan di tingkat pusat. Kondisi

demokrasi yang kacau dapat melahirkan “ban

dit politik” (Rahbini, 2008; Wibowo, 2010:82).

Fenomena korupsi pada negara yang baru merdeka merupakan dampak kolonialisme. Pada masa transisi dan translasi, masyarakat pascakolonial terli‐ bat dalam kultur ambivalen. Masa pasca‐ kolonial, antara lain, ditandai dengan re‐ torika kemerdekaan dan euforia swa‐ penciptaan yang kreatif, penuh dengan kebingungan dan ketakutan akan kega‐ galan menciptakan kondisi dan organ‐ organ baru, dipaksa menegosiasikan berbagai kontradiksi yang muncul dari keterlambatan historis, terpedaya dalam harapan bahwa arsitektur dunia baru akan dapat muncul secara cepat, adanya aparat kebebasan yang tak tampak dan tekanan ketidakbebasan yang tersembu‐ nyi, jejak‐jejak dan kenangan residual terhadap subordinasi, kerusakan fondasi ekonomi dan politik yang tersamar (Gandhi, 2006:6—9).

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kua‐ litatif deskriptif. Sumber data penelitian ini adalah novel Korupsi (1954) karya Pramoedya Ananta Toer, Senja di Jakarta (1970) karya Mochtar Lubis, Ladang Perminus (1990) karya Ramadhan K.H., Orang ­Orang Proyek (2002) karya Ahmad Tohari, dan Memburu Koruptor (2009) karya Urip Sutomo. Pengumpul‐ an data dilakukan dengan metode studi pustaka, sedangkan analisis datanya

enggunakan metode lingkar hermene‐ tik (dialektis).

Novel Korupsi terbit pertama kali tahun 1954. Latar waktu yang dipergunakan dalam novel tersebut adalah masa sete‐ lah kemerdekaan (Toer, 2002:5). De‐ ngan mendasarkan pada dua hal di atas, rentang waktu terkait dengan terjadinya

DAN P

Perkemban gan Korupsi dalam Novel ... (M. Shoim Anwar)

korupsi dalam novel sekitar tahun dalam birokrasinya dan berusaha menu‐ 1945—1954. Permasalahan korupsi da‐

tupi tindak orups nya terhadap para k i lam novel tersebut terkait dengan keku‐

kolega.

asaan yang dipegang oleh bangsa sen‐ Korupsi mulai berkembang ketika diri. Masa pascakolonial merupakan mo‐

aktor melibatkan pihak lain sebagai re‐ mentum yang rawan karena ada gejala

kanan pengadaan barang. Pelibatan me‐ ambivalensi antara idealisme ke masa

reka hanya bersifat antarpribadi karena depa n dan residu ma a lalu yang sulit di‐ s

jumlahnya hanya dua orang (Toer, hilangkan.

2002:67). Tindakan mereka benar‐benar Korupsi pada pascakemerdekaan

dirahasiakan. Korupsi transaksional de‐ merupakan dampak kolonialisme yang

ngan modus menaikkan harga pesanan menyisakan kemiskinan. Keuangan yang

barang dilakukan di luar kantor. Model dikelola oleh pemerintah baru belum

ini terus bertahan hingga akhir kisah. mampu menyejahterakan para pegawai

Penanda adanya jaringan agak meluas karena gaji mereka kecil. Kemiskinan

hanya disinggung melalui keanggotaan menjadi gejala umum yang dialami ma‐

aktor dalam perkumpulan di luar biro‐ syarakat. Sementara itu, keinginan untuk

krasi (Toer, 2002:110). Akan tetapi, per‐ mengubah taraf hidup menjadi obsesi

kumpulan tersebut tidak dalam rangka yang semakin kuat. Pegawai birokrasi

merencanakan atau melakukan korupsi, pemerintah akhirnya tergoda untuk ko‐

mela inkan usaha untuk mengamankan rupsi. Hal tersebut telah terjadi pada diri

diri agar tidak saling mengganggu. Bakir dengan mencuri kertas, karbon

Korupsi dalam masa ini menimbul‐ dan pita mesin, dua kardus kertas stensil

kan persoalan psikologis yang sangat kem udian menjualnya di Pasar Senin

menonjol bagi aktornya. Konflik batin te‐ (Toer, 2002:15).

rus berlangsung. Kesadaran aktor terha‐ Korupsi yang dilakukan oleh aktor

dap nilai‐nilai moral masih kuat, ditam‐ dalam novel Korupsi masih terbatas pa‐

bah dengan percikan perjuangan mere‐

da lingkup individual karena kemiskinan but kemerdekaan. Masa pascakolonial dan gaji yang kecil. Tindak korupsi di‐

seperti meniti di sebuah tali yang berge‐ laksanakan dengan mencuri barang se‐

tar, cita‐cita kemerdekaan yang telah di‐ cara sembunyi‐sembunyi seperti pencuri

raih merupakan kesempatan untuk masuk ke rumah seseorang. Sang aktor

memperbaiki mutu kehidupan, tetapi pun menjual sendiri barang‐barang ter‐

pada sisi lain muncul bayangan kemis‐ sebut di pasar bebas. Tidak ada kesepa‐

kinan yang makin parah di masa depan. katan sebelumnya antara aktor dan

Persoalan psikologis ini berlangsung se‐ pembeli. Korupsi tidak melibatkan pihak

panjang cerita. Perkembangan korupsi lain sebagai jaringan intern dalam biro‐

dalam novel Indonesia periode 1945— krasi. Pelaku merupakan aktor tunggal

1954 ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Perkembangan Korupsi dalam Novel Indonesia Periode 1945—1954

Penyebab Pelaku

Utama ‐Kemiskin an ‐ Personal

Jabatan

Modus operandi

Sifat

‐ Tertutup ‐Gaji kecil

‐ Kepala

‐ Mengambil barang

‐ Jaringan

kantor

‐ Menaikkan harga

kecil /dua

pemerintah pengadaan barang

orang

‐ Pengusaha

ATAVISME, Vol. 15, No. 2, Ed isi Desember 2012: 133—1 46

Korupsi di Indonesia memiliki akar 1954—1957. Periode ini merupakan ke‐ historis yang panjang. Korupsi telah ber‐

lanjutan dari periode yang terdapat da‐ langsung sejak masa kolonial, termasuk

lam novel Korupsi yang sama‐sama terja‐ pelibatan para penguasa lokal di masa

di pada masa Orde Lama. kerajaan dan kesultanan. Menurut

Rentang waktu 1954—1957 meru‐ Margana (2009:435—435), revolusi ta‐

pakan periode sangat penting karena ke‐ hun 1945 telah membawa bangsa Indo‐

daulatan negara Republik Indonesia te‐ nesia menuju kemerdekaan, tapi belum

lah diperoleh secara penuh. Tatanan so‐ berhasil menciptakan tatanan masya‐

sial politik terjadi sangat dinamis. Ben‐ rakat baru dalam kehidupan berbangsa

tuk negara republik yang sudah disepa‐ dan bernegara secara demokratis. Mun‐

kati menuntut instrumen untuk mewa‐ culnya radikalisme pascakemerdekaan

dahi aspirasi masyarakat. Pemilihan yang mengarah ke Revolusi Sosial di Su‐

umum menjadi keniscayaan yang harus matra maupun Jawa adalah bentuk keti‐

dilakukan. Problem klasik muncul ketika dakpuasan terhadap tatanan pemerin‐

t erkait dengan kekuasaan. Masalah ini‐ tahan yang dinilai masih feodal. Revolusi

l ah y ang diungkap oleh Senja di Jakarta . belum berhasil mengubah pola kehidup‐ an sosial yang feodal‐kolonial. Anderson

“Jika anggota‐anggota partai kita yang

(1983:477—496) menyebutnya sebagai

berkuasa memberikan bantuannya,

Old State New Society, yaitu telah terben‐

maka soal ini tidak begitu susah,” kata

tuk masyarakat baru dalam wadah Indo‐

Raden Kaslan. “Dari sektor perekono‐

nesia yang merdeka, tetapi pengaturan‐

mian yang paling mudah dan cepat me ndapatkan uang tentulah sektor im‐

nya masih menggunakan pola‐pola kolo‐

por.” (Lubis, 1996:66)

nial yang terus berlangsung. Karakter

kolonial dalam birokrasi negara Indone‐

“Oh, bukan gitu maksud saya,” kata

sia dapat dijumpai paling tidak hingga

Raden Kaslan dengan halus,“akan buat

masa Orde Baru. Hal tersebut mendo‐

NV‐NV kosong, ada konsekuensi‐konse‐

rong kembali terjadinya korupsi, terma‐

kuensi keuangan juga, seperti pajak,

suk pada periode awal kemerdekaan se‐

pem yaran pen sahan, dan berma‐ ba ge

perti terepresentasikan dalam novel Ko­ cam lagi yang lain.” rupsi . “Ah, bagaimana pendapat saudara Raden Kaslan yang patut?”

“Saya rasa masing‐masing lima puluh sudah sepatutnyalah. Lima puluh un‐

Periode 1954—1957

Novel Senja di Jakarta mengisahkan usa‐

tuk partai dan lima puluh untuk nama‐

ha Partai Indonesia untuk mencari dana

nama orang yang kita pakai itu.” (Lubis,

secara koruptif dalam rangka persiapan

mengikuti pemilihan umum. Teks novel

menyebutkan bahwa “pemilihan umum Data di atas memperlihatkan bahwa sudah dekat. Partai kita perlu banyak

korupsi bermula dari usaha partai politik uang” (Lubis, 1996:65). Dalam sejarah

untuk mengumpulkan uang dalam rang‐ politik Indonesia, pemilihan umum per‐

ka mengikuti pemilihan umum. Partai tama diadakan tahun 1955 (tahap I: 29

politik dijadikan wahana untuk me‐ September 1955, tahap II: 15 Desember

ngumpulkan kapital melalui pendirian 1955). Novel tersebut diselesaikan pada

NV‐NV kosong atau perusahaan fiktif. tanggal 7 Maret 1957. Dengan memper‐

Para anggota partai politik yang ber‐ hatikan implikasi sosiologisnya, periode

kuasa menjadi kunci karena dari mereka waktu yang memungkinkan dipakai se‐

keuangan tersebut didapatkan. Figur bagai latar novel tersebut berkisar tahun

Raden Kaslan yang berpijak di dua

Perkemban gan Korupsi dalam Novel ... (M. Shoim Anwar)

tempat, sebagai anggota partai sekaligus tindakan “praktik‐praktik istimewa” pengusaha, adalah “sutradara” yang me‐

pemberian izin usaha yang “bertentang‐ ngatur proses mendapatkan uang. Keun‐

an d engan peraturan‐peraturan yang tungan didistribusikan untuk kepenting‐

ada” (Lubis, 1996:236,245). an p artai dan pribadi‐pribadi ya ng ter‐

Korupsi tidak dilakukan secara ter‐ libat .

tutup, tetapi “dimusyawarahkan” secara Hampir semua aktor dalam Senja di

terbuka dalam forum partai, termasuk Jakarta terkait dengan partai politik. Me‐

pembagian keuntungannya. Hal tersebut reka yang bekerja di birokrasi pemerin‐

menyebabkan efek berantai. Partai‐par‐ tah, anggota parlemen, serta pengusaha

tai lain dalam kabinet yang mendengar berinduk ke partai politik, khususnya

adanya perlakuan istimewa untuk ang‐ partai pemerintah. Mereka tidak merasa

gota‐anggota partai pemerintah, memin‐ takut karena “menteri‐menteri kita akan

ta pinjaman‐pinjaman keuangan dan li‐ melindungi” apabila terjadi sesuatu

sensi istimewa pula. Mereka akan keluar (Lubis, 1996:67,123). Para menteri yang

dari kabinet apabila tidak mendapatkan menjadi jaringan partai akan memberi li‐

layak (Lubis, sensi istimewa dalam bidang usaha dan

perdagangan. Mereka telah melakukan

Tabel 3 Perkembangan Korupsi dalam Novel Indonesia Periode 1954—1957

Penyebab Pelaku

Modus Operandi Sifat Utama

Jabatan

Kepentingan ‐Personal - Pengurus partai ‐Pemberian lisensi ‐Terbuka untu k partai politik

jaringan dan

‐ Terorganisasi dunia usaha

perusahaan fiktif

- Menteri - Pengusa ha

Pada periode 1954—1957 unsur yang didominasi oleh Partai Nasional In‐ partai politik mulai berperan dalam ter‐

donesia (PNI). Dalam teks novel PNI jadinya korupsi. Para pengurus partai

direpresentasikan menjadi Partai Indo‐ politik membentuk jaringan terstruktur

nesia yang memiliki implikasi lebih luas. dengan anggota parlemen, pejabat ke‐

Ongkos politik yang tinggi dalam me‐ menterian, serta pengusaha. Korupsi di‐

raih kekuasaan menyebabkan terjadi‐ bicarakan secara terbuka dalam jaringan

nya korupsi secara terstruktur. Istilah yang terorganisasi. Partai politik dipakai

zoon politicon yang mengarah pada pre‐ sebagai sarana mendapatkan keuntung‐

dikat manusia sebagai binatang yang an secara koruptif untuk partai dan pri‐

berpolitik menemukan rujukannya. Para badi. Dimensi korupsi politik juga terjadi

politisi telah menjadikan institusi negara ketika para menteri menyalahgunakan

sebagai rimba korupsi sebagaimana te‐ jabatan publik yang ada padanya untuk

representasikan dalam novel Senja di Ja­ memperkaya pihak lain. Kondisi terse‐

karta. Perkembangan korupsi dalam but sejalan dengan iklim politik di Indo‐

novel Indonesia periode 1954—1957 nesia sekitar tahun 1955. Pemilu perta‐

dapat dilihat pada tabel 3. ma yang dilaksanakan pada tahun terse‐ but melahirkan kompetisi antarpartai

ATAVISME, Vol. 15, No. 2, Edisi Desember 2012: 133—1

esaikannya penulisan novel terse‐

but.

Novel ini mengungkap masalah ko‐ rupsi secara kontinu. Kisah dibuka de‐ ngan sajian berita koran Nusa Raya ten‐ tang adanya korupsi di tubuh Perminus. Teks

novel

menyebut

adanya “1.554.590,28 US Dollar Kerugian Bagi Negara”. Kerugian antara lain terjadi pa‐

da selisih ekspor minyak mentah dan ekspor minyak yang tidak dibukukan serta transfer valuta asing untuk pem‐ bayaran kapal tanker. Penyelewengan yang terjadi dalam Perminus diketemu‐ kan pada tahun 1967 oleh sebuah tim pemeriksa dari Jakarta. Tim Gabungan Tugas Migas Pekuneg melaporkan ada‐ nya perbedaan‐perbedaan dalam jumlah minyak mentah yang sebenarnya di‐ angkut ke luar negeri, dengan yang dila‐ porkan dalam buku ekspor, yang dipukul rata berjumlah 1%. Tim itu juga mene‐ mukan bahwa ongkos freight pengang‐ kutan minyak yang dibayarkan kepada Perminus tidak dapat ditemukan angka‐ angkanya di Pangkalan Susu, karena freight dibayarkan tidak ke Indonesia, melainkan

kepada perwakilan

perusahaannya di Tokyo. Tim mengusul‐ kan agar soal freight ini mendapat per‐ hatia

Periode 1966—1976/1982

Penulisan novel Ladang Perminus disele‐ saikan pada tahun 1982. Pada bagian akhir novel dikisahkan bahwa dari ista‐ na negara diberitakan “Dirut Perusaha‐ an Minyak Nusantara diberhentikan” ka‐ rena kasus korupsi (Ramadhan, 1990:326). Bila dikaitkan dengan reali‐ tas sosial Indonesia, hal tersebut berhu‐ bungan dengan diberhentikannya Ibnu Sutowo dari dirut Pertamina oleh Presi‐ den Soeharto pada tahun 1976. Novel ini berlatar waktu semasa Orde Baru. Im‐ plikasi sosiologisnya berkisar antara ta‐ hun 1966—1976/1982. Tahun 1966 memberi penanda awal berlangsungnya Orde Baru, tahun 1976 mengacu pada berakhirnya kisah dalam novel jika di‐ kaitkan dengan realita di tubuh Pertami‐ na, sedangkan tahun 1982 adalah waktu disel

n dan pemeriksaan lebih lanjut (Ramadhan, 1990:2). Korupsi diungkap secara kuantita‐ tif hingga menunjuk ke tahun 1967. Ta‐ hun tersebut mengarah pada satu tahun usia Orde Baru jika dihitung dari tahun 1966. Secara tersurat korupsi terpusat pada direktur utama Perminus karena dia tidak mengindahkan teguran peme‐ rintah, bahkan dirut menetapkan sendiri biaya‐biaya atau dana taktis tanpa batas. Dirut Perminus berkuasa secara mutlak dan tidak ada yang dapat menolak. Ke‐ beradaan Perminus seperti “negara da‐ lam negara” dan identik dengan tempat korupsi (Ramadhan, 1990:7,140,163, 164,165,196,250,263).

Meski kedudukan dirut sangat kuat, korupsi didistribusikan secara merata kepada para pejabat Perminus. Dengan gaya ironi teks novel mengungkap hal terse

but dalam dialog para manajer.

“Sudahlah,“ kata Subarkah. “Kita di sini tidak usah meributkan soal rizki orang lain. Kalau kita yang dapat rizki, syukur‐ lah. Terimalah. Kalau orang lain yang mendapat untung, sudahlah, biarkan, relakan. Tidak perlu kita rebut‐ribut. Ti‐ dak ada gunanya. Cuma bakal mencela‐ kakan diri kita sendiri saja. Di sini, di la‐ dang Perminus, jangan saling rebutan. Jangan iri karena orang lain mendapat keuntungan. Percayalah. Yang di sana, “sambil menunjuk ke gedung yang ada di seberang, “sudah mengatur, bagai‐ mana dia harus membagikan kue keun‐ tungan. Toh rizki begitu banyak di si‐ ni….. “ “Tapi percayalah, Bapak Dirut manajer yang baik”, sambung Subarkah. “Akui ti‐ dak?” Semua mengangguk. “Dan dia ti‐ dak melupakan juga orang‐orang di luar Perminus. Berapa banyak orang yang dibantunya. Instansi‐instansi ma‐ na yang tidak kebagian? Dan dia ingat terus kepada kawan‐kawannya. Bukan begitu Dayat?” (Ramadhan, 1990:

Perkemban gan Korupsi dalam Novel ... (M. Shoim Anwar)

mata di mana‐mana Hati‐hati! Begitu bisik para karyawan” (Ramadhan,

Tampak bahwa jajaran manajer 1990:12). Masalah militerisasi birokrasi Perminus di bawah dirut juga terlibat

sangat kentara dengan kehadiran Kolo‐ korupsi. Data di atas menegaskan bah‐

nel Sudjoko. Korupsi di tubuh Perminus wa korupsi berlangsung dalam jaringan

berlangsung dengan aman karena tidak struktural yang telah ”diatur” oleh dirut

tersentuh kontrol. Berita korupsi yang secara instruksional. Ada ketakutan pa‐

ditampilkan di awal novel tidak

da jajaran manajer sehingga tidak berani berkelanjutan, bahkan tokoh Darma mempersoalkan pembagian ”rezeki” ka‐

yang dicurigai sebagai pembocor infor‐ rena dapat ”mencelakakan diri sendiri”.

masi dikeluarkan dari Permi us n Posisi Kolonel Sudjoko sebagai pengen‐

(Ramadhan, 1990:14). dali keamanan sangat ditakuti. Tugas

Dalam kaitannya dengan para re‐ Kolonel Sudjoko tidak sekadar terkait

kanan, modus korupsi yang mereka la‐ dengan keamanan fisik, tapi meluas

kukan umumnya terkait dengan pembe‐ hingga pada ranah administratif dan ke‐

rian atau gratifikasi kepada pejabat Per‐ uangan. Penanda tersebut tampak ketika

minus, seperti yang dilakukan oleh ada berita korupsi di tubuh Perminus

Mr.Tong, Michel, Yu Tek Cang, Law, Rudi, termuat di koran. “Kegiatan bagian ke‐

Singh, dan Herman. Modus korupsi lain‐ amanan merayap ke mana‐mana, me‐

nya adalah penggelembungan nilai pro‐ nyebabkan semua karyawan kantor itu

yek seperti tampak pada Onkelinx ketika resah tak menentu, ibarat kena wabah

melakukan mark up atas permintaan gatal yang menyelusup ke seluruh badan

Kahar (Ramadhan, 1990:286). bagian dalam. Kuping di mana‐mana,

Tabel 4

Perkembangan Korupsi dalam Novel Indonesia Periode 1966—1976/1982

Penyebab

Sifat Utama

Pelaku

Jabatan

Modus operandi

- Tertutup lemah

- Kontrol yan g - Personal

- Dirut

- Manipulasi

- Instruksional - Militerisasi

- Penggelembun gan

birokrasi

- Rekanan

nilai proyek - Memberi dan menerima sesuatu

Periode awal Orde Baru ditandai an sesuatu sangat mewarnai korupsi di dengan korupsi di tubuh BUMN, khusus‐

tubuh istitusi tersebut. Korupsi terjadi nya di perusahaan minyak milik negara.

secara terpusat di pucuk pimpinan dan Kontrol yang lemah dan militerisasi biro‐

bersifat instruksional. Hal ini dapat dise‐ krasi menyebabkan korupsi berjalan se‐

but sebagai bandit menetap. Secara di‐ cara masif dan tak tersentuh. Perusa‐

am‐diam bandit menetap juga memberi haan minyak negara menjadi ladang ko‐

kesempatan kepada para bawahan un‐ rupsi dalam jaringan struktural dari di‐

tuk turut menikmati jarahan. Novel La­ rut, manajer, para rekanan, hingga pi‐

dang Perminus telah merekam hubungan hak‐pihak di luar. Manipulasi pembuku‐

koruptif tersebut sebagaimana tampak an keuangan, penggelembungan nilai

pada tabel 4.

proyek, serta pemberian dan penerima‐

ATAVISME, Vol. 15, No. 2, Edisi Desember 2012: 133—1

proyek ya g dimenangk n da‐

lam lelang (Tohari, 2007:26,81).

Penyimpangan penggunaan dana proyek bukan saja karena permintaan pihak luar. Secara intern pimpinan pro‐ yek juga “bermain” dengan dana terse‐ but untuk memperoleh keuntungan pri‐ badi (Tohari, 2007:27, 31). Teks novel memberi penekanan pada kata “main” dan “permainan” yang mengacu pada makna korupsi. Permainan mengarah pada lobi dan kongkalikong pada saat lelang dan prakualifikasi proyek. “Harga suatu lobi bisa berupa apa saja; uang, ti‐ ket ke Hong Kong, atau perempuan”

(Tohari, 2007:28). Permainan dapat pula berupa pemberian persentase untuk pe‐ jabat dan pengadaan barang (Tohari, 2007:28). Yang menanggung beban ter‐ berat dari permainan dana proyek adalah mereka yang berada di lapis terbawah, yaitu tukang dan kuli yang ga‐ jinya dipotong secara sepihak oleh man‐ dor. Mereka menanggung beban paling berat dari kecurangan‐kecurangan yang dilakukan sejak dari tingkat pusat sam‐ pai ke tingkat pelaksanaan di lokasi pro‐ yek “Permainan itu terasa sudah menja‐ di kewajaran dan menggejala di mana‐ mana, sampai masyarakat sekitar pro‐ yek pun ikut melakukannya” (Tohari, 2007:28,146). Korupsi akhirnya menjadi gejala yang meluas. Teks novel memper‐ luas

Periode 1991—1992/2001

Novel Orang­Orang Proyek berlatar pa‐

da masa Orde Baru. Secara spesifik teks novel menyebut angka tahun 1991 hing‐

ga 1992 (Tohari, 2007:70, 80, 216). Penulisan novel tersebut diselesaikan pada tahun 2001. Bila yang diacu adalah masa Orde Baru secara utuh, periode waktunya adalah 1966—1998, sedang‐ kan bila mengacu pada latar yang ada dalam kisah tersebut adalah 1991— 1992. Jika dikaitkan dengan waktu sele‐ sai penulisannya, implikasi sosiologisnya dapat berlangsung antara tahun 1966— 2001. Agar terjadi kesinambungan de‐ ngan

perio de sebelumnya, perio de yang digunakan adalah 1991—1992/2001.

Novel Orang­Orang Proyek berkisah tentang pembangunan jembatan yang menggunakan dana negara. Korupsi ber‐ kisar pada penyalahgunaan dana proyek tersebut sehingga standar mutu bangun‐ an tidak terpenuhi. Dana proyek yang di‐ korupsi sebesar tiga puluh hingga empat puluh persen (Tohari, 2007:20,140). Dana yang seharusnya diperuntukkan pembangunan jembatan dipakai untuk kegiatan ulang tahun partai penguasa, biaya mengeraskan jalan ke rumah ketua partai, bahkan oknum sipil maupun mi‐ liter beserta anggota DPRD minta uang saku dari dana proyek. Penyimpangan tersebut dianggap sebagai kelaziman da‐ lam suatu

cakrawala secara sosiologis.

“Mereka, orang‐orang proyek, baik dari pihak pemilik maupun pemborong, sa‐ ma saja. Mereka tahu dan sadar akan kegilaan mereka. Dan tampaknya mere‐ ka tak peduli. Bagi mereka proyek ada‐ lah apa saja dan di mana saja adalah ajang bancakan. Dan karena kebiasaan itu, ‘proyek’ pun kini memiliki tekanan arti yang khas. Yakni semacam kegiatan resmi, tapi bisa direkayasa agar tercipta ruang untuk jalan pintas menjadi kaya. M aka apa saja bisa diproyekkan.” (Tohari, 2007: 219).

Korupsi pada periode di atas terjadi secara sistemik. Penyebab, pelaku, ja‐ batan, modus operandi, serta sifatnya se‐ makin kompleks dan terbuka sebagai‐ mana dapat dilihat pada tabel 5. Korupsi men

jala umum dalam ke jadi ge hidupan birokrasi hingga ke masyarakat. Novel Orang­Orang Proyek mencer‐ minkan perkembangan korupsi di Indo‐ nesia pada periode 1990‐an. Penyebab utama adalah adanya kepentingan par‐ tai, politik, dan dunia usaha. Unsur poli‐ tik menjadi sangat kuat dan dominan, militer dijadikan alat birokrasi sehingga kontrol publik melemah. Korupsi

Perkembangan Korupsi dalam Novel ... (M. Shoim Anwar)

tersistem dalam jaringan struktural yang Korupsi bersifat sangat terbuka dan di‐ melibatkan para pejabat pemerintah, pe‐

anggap sebagai kelaziman. Korupsi da‐ ngurus partai politik, anggota parlemen,

lam kaitannya dengan proyek pemba‐ pengusaha, serta pekerja proyek hingga

ngunan jembatan akhirnya bersifat me‐ yang paling bawah. Korupsi dilakukan

luas. Proyek dapat mengacu pada pem‐ dengan cara menyalahgunakan dana

bangunan yang sedang dilaksanakan pa‐ proyek, manipulasi standar mutu dan

da masa Orde Baru. Korupsi terus tum‐ material proyek, juga pemberian dan pe‐

buh di berbagai ruang dan waktu. nerimaan yang terkait dengan proyek.

Tabel 5

Perkembangan Korupsi dalam Novel Indonesia Periode 1991—1992/2001

Penyeba b Modus

Sifat Utama

- Pejabat birokrasi - Penyalahgu na‐ - Terbuka partai, politik, dan

- Personal

an dana proye k dunia usaha

- Pengurus partai

- Manipualsi

standar mutu lemah

- Kontrol yan g politik

- Anggota

dan material

- Militerisasi parlemen

proyek

birokrasi

- Pengusaha dan

- Pemberian dan

pekerja proyek

penerimaan sesuatu

Periode 1998—2009 dana KUT di Kediri yang masih macet Novel Memburu Koruptor secara tegas

miliaran. Masih ada lebih Rp65 miliar menyebut latar waktu di masa Orde Re‐

kredit KUT yang tidak kembali ke bank formasi atau pasca‐Orde Baru (Sutomo,

penyalur karena diselewengkan para 2009:13,15). Novel tersebut terbit tahun

executing di Kediri (Sutomo, 2009:9). Ke‐ 2009. Secara sosiologis periode waktu

terlibatan aparat penegak hukum tam‐ dalam novel tersebut mengarah sekitar

pak karena keduanya tidak pernah dita‐ tahun 1998—2009. Ini merupakan pe‐

han (Sutomo, 2009:11). Teks menyebut riode penting karena terkait dengan ma‐

bahwa “sidang itu sebetulnya sudah se‐ sa pergantian rezim. Novel ini secara

lesai jauh sebelum keputusan majelis ha‐ khusus mengangkat tema korupsi dalam

kim dijatuhkan.” Dalam proses persi‐ kaita nnya engan unia koperasi, LSM, d d dangan ketua majelis hakim selalu me‐

dan peradilan di Indonesia. motong saksi yang ingin membuka fakta Kisah dibuka dengan dibebaskan‐

kalau kedua terdakwa melakukan tindak nya dua orang koruptor oleh pengadilan,

pidana korupsi (Sutomo, 2009:11). Pada yaitu Sonhaji dan Bambang Sumadji. Ke‐

bagian akhir novel Bambang Sumadji tua koperasi dan ketua LSM tersebut

dan Sonhaji akhirnya dinyatakan bersa‐ bertindak sebagai penyalur KUT tahun

lah melakukan tindak korupsi setelah anggaran 1998/1999. Uang yang diko‐

kasasi Mahkamah Agung diterima. Ke‐ rupsi Sonhaji sebanyak Rp3,85 miliar da‐

duanya harus masuk penjara, dikenai ri dana KUT Rp14 miliar yang diterima,

denda, serta mengembalikan dana yang sedangkan Bambang Sumadji mengem‐

dikorupsi (Sutomo, 2009:156). Aroma plang Rp6 miliar dari dana Rp11 miliar.

korupsi kembali tampak karena Sonhaji Keduanya bagian dari pengemplang

melarikan diri sebelum dieksekusi

ATAVISME, Vol. 15, No. 2, Edisi Desember 2012: 133—1 46 karena sudah mendapat “bocoran” peri‐

jelas pada periode ini. Novel Memburu hal keputusan MA. Meski begitu, bagian

Koruptor mengangkat permasalahan ter‐ akhir ini menyimpulkan bahwa tindak

sebut sebagai tema utama, bahkan ada korupsi yang disinyalir di awal novel di‐

keterangan penjelas pada sampul novel simp ulkan kebenarannya pada penghu‐

bahwa kisah yang ditulis tersebut ber‐ jung kisah.

dasarkan peristiwa nyata. Artinya, hu‐ Dalam novel tersebut juga dikisah‐

bungan sosiologis novel tersebut sema‐ kan adanya korupsi yang dilakukan ke‐

kin jelas karena teks memberi pengaku‐ tua koperasi pondok pesantren, Gus

an sejak awal. Hukum yang tidak dite‐ Fuadin. Dana kredit yang diterima Gus

gakkan menyebabkan masalah korupsi Fuadin tidak disalurkan ke petani, tetapi

semakin meluas jika ditambahkan de‐ untuk membeli beberapa mobil, alat

ngan periode‐periode sebelumnya. Insti‐ kantor, memperkuat usaha batu bara

tusi hukum yang seharusnya menjadi pi‐ pribadi, serta membeli tanah (Sutomo,

lar keadilan justru ikut terlibat sebagai 2009:25,55). Korupsi yang berkaitan de‐

pelaku korupsi, baik secara personal ngan dana KUT juga dilakukan oleh Ir.

maupun jaringan. Aparat penegak hu‐ Kadarusman sebesar Rp970,3 juta

kum, pengurus koperasi, serta pengurus dengan cara mengadakan lahan fiktif,

lembaga swadaya masyarakat menya‐ memalsu tanda tangan para petani, serta

lahgunakan amanat publik untuk kepen‐ menggunakan kredit untuk kepentingan

tingan diri sendiri. Dalam institusi hu‐ sendiri

kum korupsi berlangsung secara tertu‐ Kadarusman melakukan dua pelanggar‐

(Sutomo,

tup sehingga secara material sulit dibuk‐ an hukum sekaligus, pemalsuan dan ko‐

tikan. Kecanggihan ini justru secara so‐ rupsi. Hingga kisah berakhir kedua aktor

siologis semakin buruk karena sulit di‐ tersebut tidak dihadapkan ke pengadil‐

sentuh oleh hukum. Perkembangan an, b ahkan Kadarusman dikisahkan me‐

korupsi dalam novel Indonesia periode larik an diri ke luar negeri.

1998—2 009 dapat dilihat pada tabel 6. Korupsi di dunia peradilan tampak

Tabel 6

Perkembangan Korupsi dalam Novel Indonesia Periode 1998—2009

Penyebab

Modus operandi Sifat Utama

Pelaku

Jabatan

- Hukum tidak - Personal - Aparat p enegak - Pemberian dan - Tertutup ditegakkan

koperasi - Pengurus LSM

Masa transisi dari Orde Baru ke Or‐ untuk korupsi karena pengawasan dari

de Reformasi menjadikan korupsi sema‐ pusat semakin melemah. Semangat de‐ kin meluas. Munculnya konsep bandit

mokrasi dimanivestasikan dalam bentuk menetap dan bandit berkeliaran yang di‐

otonomi wilayah menyebabkan peran utarakan oleh Mancur Olson juga bermu‐

pusat semakin mengecil, sebaliknya pe‐ la dari masa transisi di Uni Sovyet (Ru‐

ran daerah semakin membesar. Korupsi sia). Masa transisi dimanfaatkan oleh pa‐

yang awalnya lebih banyak terjadi di pu‐ ra aktor birokrasi di berbagai bidang

sat (bandit menetap) akhirnya beralih ke

Perkemban gan Korupsi dalam Novel ... (Shoim Anwar)

daerah‐daerah (bandit berkeliaran). Pa‐ melibatkan jaringan unsur birokrasi ne‐ ra aktor di daerah memanfaatkan ke‐

gara, parlemen, pengusaha, militer, ber‐ sempatan untuk mengeruk kekayaan

bagai lapisan masyarakat, serta aparat secara berpindah‐pindah. Dalam teks

penegak hukum hingga tokoh agama. novel hal tersebut ditampakkan melalui

Korupsi yang bermula bersifat tertutup pembatalan putusan oleh Mahkamah

karena sifatnya personal akhirnya men‐ Agung atas vonis yang dilakukan oleh

jadi lebih terbuka karena melibatkan ja‐ Pengadilan Negeri di daerah. Para aktor

ringan para aktornya. korupsi yang semula dibebaskan oleh

Korupsi dalam novel Indonesia per‐ pengadilan di daerah akhirnya dinyata‐

tama kali dilakukan dengan mencuri ba‐ kan bersalah di tingkat pusat. Meski be‐

rang, selanjutnya berkembang ke arah gitu, keputusan pusat tetap dalam posisi

penggelembungan harga, pemberian li‐ lemah karena dibocorkan oleh aparat di

sensi istimewa, menggerogoti keuangan daerah sebelum eksekusi dilaksanakan.

negara melalui BUMN, memanipulasi Sebagian koruptor pun melarikan diri

proyek‐proyek pemerintah, dan terakhir dan tidak terlacak.

memperjualbelikan keadilan sebagai dampak negatif era reformasi yang me‐

SIMPULAN

lahirkan “bandit berkeliaran” dan “ban‐ Dalam novel Indonesia, perkembangan

dit politik” sebagai kelanjutan “bandit korupsi tampak pada novel yang terbit

menetap” pada masa sebelumnya. Unsur dari tahun ke tahun, dimulai dari novel

korupsi politis yang direpresentasikan Korupsi (1954), Senja di Jakarta (1963),

dengan kekuatan partai memberi Ladang Perminus (1990), Orang­Orang

pengaruh sangat besar dalam perkem‐ Proyek (2002), serta Memburu Koruptor

b angan korupsi sebagai fenomena pas‐ (2009). Sesuai dengan latar waktu dalam

c akolonial di Indonesia. novel, waktu penyelesaian, serta waktu diterbitkan, perkembangan korupsi da‐ lam novel Indonesia dapat dirumuskan

DAFTAR PUSTAKA dengan periode tahun 1945—1954,

Abrams, M.H. 1971 (25th edition). The Mir­

1991—1992/2001, 1998—2009. Ko‐

ror and the Lamp: Romantic Theory and the

rupsi dalam teks novel Indonesia ber‐ radition Critical T . London: Oxford kem bang semakin luas baik dari seg pe‐ i

University Press.

Alatas, S.H. 1987. Korupsi; Si fat, laku, penyebab, modus, serta sifatnya. Sebab, dan

Fungsi . Jakarta: LP3ES.

Korupsi berkembang seiring de‐

Alatas, Syed Hussein. 1990. Corruption: Its

ngan kebudayaan manusia. Isi novel be‐

Nature, Causes and Functions. Brook‐

serta tahun penciptaan secara kronolo‐

field‐USA: Avebury Gower Publishing ‐

gis dan sosiologis merepresentasikan

Company.

perjalanan korupsi di Indonesia di masa

Anderson, B. 1983. “Old State New Society:

Orde Lama, Orde Baru, serta Orde Refor‐

Indonesia’s New Order in Comparative

masi (Pasca Orde Baru). Selama perja‐

Perspective”. Journal of Asian Studies.

lanan ketiga rezim tersebut, keberadaan

Vol. 42, May 1983.

korupsi semakin meningkat, baik kuanti‐

Bayley, David H. 1988. “Akibat‐akibat Korup‐

tas maupun kualitas. Korupsi yang pada

si pada Bangsa‐bangsa Sedang Berkem‐

awalnya disebabkan oleh kemiskinan bang” dalam Mochtar Lubis dan James

S.Scot (Ed). Bunga Rampai Korupsi. Ja‐

dan gaji yang kecil sebagai dampak kolo‐

karta: LP3ES.

nialisme, pada tahap‐tahap berikutnya muncul penyebab bermotif politik yang

ATAVISME, Vol. 15, No. 2, Edisi Desember 2012: 133—146 Borgatti, Stephen P. and Daniel S. Halgin.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2011. “Network Theory”. In LINKS Cen‐

MacNulty. 1977. Modes of Literature. Boston: ter for Social Network Analysis, Gatton

Houghton Mifflin Company. College of Business and Economics,

Margana, Sri. 2009. “Akar Historis di Indone‐ University of Kentucky, Lexington, Ken‐

sia”. Dalam Wijayanto dan Ridwan tucky 40508 sborgatti@uky.edu, dan‐

Zachri (Ed.). Korupsi Mengorupsi Indo­ a h lgin@u y.edu (pp. 1—14) (diunduh k

nesia: Sebab, Akibat, dan Prospek Pem­ tanggal 17 Agustus 2011).

berantasannya. Jak rta: Gramedia P s‐ a u BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan

taka Utama.

Pembangunan). 1999. Strategi Pembe­ Mitchell, W.J.T. 1995. “Represention”. In rantasan orupsi K Nasional. Jakarta: Pus‐

Frank Lentricchia and Thomas diklat BPKP.

McLaughlin (Eds.) Critical Terms for Li­ Burt, Ronald. 1982. Toward a Structural

Second Edition. Theory of Action Network Models of

terary Studi .

Chicago: Universi ty of Chicago Press. Social Structure, Per ceptions, and Action . Olson, Mancur. 2000. Power and Prosperity,

New York: Academic Pres s. Outgrowing Communist and Capitalist Collingwood, R.G. 19

Dictatorships. New York: Basic Books. New York: A Ga laxi Book.

58. The Principles of Art.

Onghokham, 1988. “Tradisi dan Korupsi”. Gandhi, Leela. 2006. Teori Poskolonial: Upaya

Dalam Mochtar Lubis dan James S. Scott Meruntuhkan Hegemoni Barat (terje‐

(Ed). Bunga Ramp ai Korupsi . Jakarta: mahan Yuwan Wahyutri d Nur an

LP3ES.

Hamidah). Yogyak arta: Kalam. Rachbini, Didik J. 2008. Teori Bandit. Jaka rta: Hall, Stuart, ed. 2003 (second edition). Repre­

RMBooks.

sentation: Cultural Representations and Ramadhan K.H. 1990. adang L Perminus. Ja‐ Signifying Prac tices. London: SAGE Pub‐

karta: PT Pustaka Utama Grafiti. lication Ltd./T he Open University.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma So­ Junus, Umar. 1985. Dari Peristiwa ke Imajina­

siologi Sastra. Yogyakarta Pustaka Pela‐ si. Wajau Sastra dan Budaya Indonesia.

jar.

Jakarta: Gramedia. Ritzer, George; Douglas J. Goodman. 2005. ‐‐‐‐‐‐‐‐. 1989. Fiksyen dan Sejarah Suatu Dia­

Teori Sosiologi Modern (Diterjemahkan log . Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan

oleh Alimandan ). Jakarta: Prenada Me‐ Pustaka‐Keme nteria n Pendidikan Ma‐

dia.

laysia. Sutomo, Urip. 2 009. Memburu Koruptor. Yog‐ Klitgaart, Robert; Roland Maclean‐Abaroa;

yakarta: B iner Publisin g. H. Lindsey Paris. 2002. Penuntun Pem­

Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra, Pe­ berantasan Korupsi di Indonesia dalam

ngantar Teori Sastra. Jakar ta: Pust aka Pemerintah Daerah. Jakarta: Yayasan

Jaya.

Obor. Toer, Pramoedya Ananta. 2002. Korupsi. Ja‐ Klitgaart,

karta: Hasta M tra. i

Corruption dalam UN Chronicle Wibowo, I. 2011. Negara dan Bandit Demo­ (www.finda icle.co rt m).

krasi . Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Lubis, Mochtar. 1996. Senja di Jakarta.