PENGARUH PRODUKTIVITAS TERHADAP HARGA POKOK KEBUN KARET DI JAWA TENGAH

  

PENGARUH PRODUKTIVITAS TERHADAP HARGA POKOK

KEBUN KARET DI JAWA TENGAH

Productivity Effect on the Cost Price of Rubber Estate in Central Java

  Titik WIDYASARI* dan Akhmad ROUF Balai Penelitian Getas, Pusat Penelitian Karet

  Jl. Pattimura KM 6, PO BOX 804 Salatiga Jawa Tengah

  Jurnal Penelitian Karet, 2017, 35 (1) : 93 - 102 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2017, 35 (1) : 93 - 102 DOI: 10.22302/ppk.jpk.v1i1.327

  • Email : titikwidyasari@gmail.com Diterima: 13 Juni 2017 / Disetujui : 21 Juni 2017

  Abstract Cost price is highly affect the competitiveness and calculation of profit-loss of a company. Therefore, information about production cost and cost price are needed by company as a reference to make any decisions. The unfavorable economic condition nowdays, followed by the raise of production costs in business sector also play important role in increasing of cost price, while on the other side the rubber price is significantly declining. The research was aimed to study the effect of productivity on the cost price of rubber estate. The data analyzed consists of secondary data from 12 rubber estates in Central Java in the year 2013 – 2015. Price used in the research was the real cost price at estate level deflated with the CPI. This study used a Simple Linear Regression Model to determine the relationship of productivity on the cost price. The result showed that every 1 Kg/Ha/yearincreasing on the productivity of rubber estate, would reduce real cost price IDR 4.24,- or nominal cost price IDR 5.11,-. On other words, every increasing of productivity of rubber estate 1% would followed by the reduction of real cost price 0.43%. Therefore, it was important to carry out any efforts to increase rubber productivity continuously due to every increasing of rubber estate productivity would reduce the cost price.

  Keywords:

  Productivity; cost price; rubber;

  simple linear regression;Central Java Abstrak

  Harga pokok sangat berpengaruh dalam daya saing dan perhitungan laba rugi perusahaan. Oleh karena itu, informasi biaya dan harga pokok sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan di sebuah perusahaan. Dengan kondisi ekonomi yang kurang baik seperti sekarang, kenaikan biaya produksi di perkebunan karet turut berperan dalam meningkatkan harga pokok, di sisi lain harga jual karet mengalami penurunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh produktivitas terhadap harga pokok perkebunan karet. Data yang dianalisis berupa data sekunder yang bersumber dari dua belas kebun karet yang ada di Jawa Tengah pada tahun 2013- 2015. Harga yang dimaksud adalah harga pokok riil di tingkat kebun yang telah dideflator dengan IHK. Penelitian ini menggunakan Model Regresi Linear Sederhana untuk mengetahui hubungan produktivitas terhadap harga pokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap kenaikan produktivitas perkebunan karet sebesar 1 Kg/Ha/tahun, akan menurunkan harga pokok riil sebesar IDR 4,24,- atau harga pokok nominal IDR 5,11,-. Setiap kenaikan produktivitas kebun karet sebesar 1% akan menurunkan harga pokok riil sebesar 0,43%. Oleh karena, setiap kenaikan produktivitas perkebunan karet dapat menurunkan harga pokok, maka diperlukan upaya-upaya peningkatan produktivitas secara terus menerus.

  Kata kunci: Produktivitas; harga pokok; k a r e t ; r e g r e s i l i n e a r

  sederhana; Jawa Tengah PENDAHULUAN

  Harga pokok sangat berpengaruh dalam perhitungan daya saing dan perhitungan laba rugi perusahaan. Oleh karena itu, informasi biaya dan harga pokok

  94 sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan sebuah perusahaan. Dengan kondisi ekonomi yang kurang baik seperti sekarang, kenaikan biaya-biaya produksi di sektor usaha turut berperan dalam meningkatkan harga pokok, di sisi lain harga jual karet mengalami penurunan. Harga pokok produksi (harga pokok) adalah pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan terjadi untuk memperoleh penghasilan (Mulyadi, 2007). Pada periode tiga tahun terakhir telah terjadi fenomena penurunan harga komoditas yang sangat signifikan di pasar internasional termasuk karet. Harga karet tertinggi dicapai pada tahun 2011 hingga di atas USD 4,5 per Kg, selebihnya berada di bawah USD 2,5 per Kg.

  Harga karet terus mengalami penurunan hingga hampir menyentuh USD 1 per Kg pada tahun 2016 (Puslit Karet, 2016). Di sisi lain, jika terjadi penurunan tingkat produktivitas perkebunan karet akan memberikan dampak yang serius terhadap kinerja perusahaan secara menyeluruh khususnya pada perusahaan yang berbasis tanaman karet.

  Perkembangan pemuliaan dan seleksi karet telah berlangsung selama empat generasi sejak tahun 1910 (Aidi- Daslin, Woelan, Lasminingsih, & Hadi, 2 0 0 9 ) . K e g i a t a n t e r s e b u t t e l a h menghasilkan berbagai klon karet unggul dengan potensi produktivitas hingga lima kali lebih tinggi dibandingkan tanaman karet asal bibit semaian (seedling) (Woelan, Aidi-Daslin, & Sumarmadji, 2008). Klon karet anjuran yang telah dikembangkan seperti PB 260, PB 330, PB 340, RRIC 100, BPM 24, IRR 112, dan IRR 118 memiliki produktivitas aktual mencapai 2000-2500 Kg/Ha (Aidi-Daslin et al., 2009). Meskipun demikian, pencapaian produktivitas aktualnya masih beragam, karena perbedaan respon klon terhadap keadaan agroekosistem yang berbeda (Mydin et al., 2012; Aidi-Daslin, 2011), dan respon terhadap lingkungan yang berbeda (Vinod, Suryakumar, Chandrasekhar, & Nazeer, 2010), selain dipengaruhi faktor genetik juga dipengaruhi faktor lingkungan seperti curah hujan, baik jumlah maupun frekuensinya (Hadi, Wahyudi, & Anwar, 2007).

  Dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman, pelaku agribisnis telah mengadopsi klon-klon unggul baru yang memiliki potensi produksi tinggi

  (Siregar, Junaidi, Sumarmadji, Siagian, & Karyudi, 2008). Peningkatan profit yang tinggi, selain menggunakan klon unggul juga perlu memperhatikan agroekosistem, manajemen termasuk kebijakan, SDM, dan lingkungan (Ginting, 2008), dan yang paling utama adalah penerapan eksploitasi secara tepat (Bukit, Sumarmadji, Junaidi, & Atminingsih, 2009).

  R a j i n o d a n R i j a n t o ( 1 9 7 8 ) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga pokok dapat bersifat teknis, ekonomis, dan organisatoris. Faktor teknis yang dimaksud adalah produktivitas tanaman, lokasi dan tingkat kesuburan tanah, topografi lahan, gangguan hama dan penyakit serta kapasitas pabrik pengolahan. Sementara faktor ekonomis adalah yang berkaitan dengan harga input, bunga bank dan pengelolaan dana. Sedangkan faktor organisasi berkaitan dengan pengawasan terhadap pelaksanaan penggunaan tenaga kerja.

  Terdapat korelasi negatif antara harga pokok dengan produktivitas kebun karet (Sugiharto, 1992). Namun demikian, perkembangan upah tenaga kerja, dan harga bahan baku, sebagai komponen biaya semakin meningkat sedangkan kondisi tanaman sangat berperan terhadap produktivitas tanaman. Tulisan ini menyajikan informasi mengenai hubungan produktivitas dan harga pokok dengan menggunakan data terbaru periode 2013- 2015. Tulisan ini bertujuan menganalisis pengaruh produktivitas kebun karet terhadap harga pokok di dua belas kebun yang terletak di Jawa Tengah sehingga dapat diperoleh strategi untuk menghadapi tekanan harga yang rendah saat ini.

  Penelitian ini menggunakan data yang dikumpulkan dari dua belas kebun karet yang tersebar di Jawa Tengah selama periode tahun 2013-2015. Data yang dikumpulkan berupa produktivitas (Kg/Ha/tahun) dan harga pokok tingkat kebun. Selain itu juga dikumpulkan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai deflator pada periode yang sama, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Analisis tidak membedakan kelompok kebun dalam hal

  

Widyasari dan Rouf

BAHAN DAN METODE

  klon, umur tanaman, sistem sadap, jumlah pohon dan kesesuaian lahan, namun menggunakan produktivitas tiap kebun per tahun dengan kondisinya masing-masing. Diasumsikan semua kebun sudah memenuhi standar teknis dalam hal budidaya tanaman. Klon yang digunakan dalam penelitian merupakan tipe slow

  starter (SS) berupa GT 1, RRIM 600, BPM 1,

  BPM 24, RRIC 100, PR 300 dan sebagian

  quick starter (QS) berupa PB 260, juga terdapat klon RRIM 712 dan IRR 118.

  Komposisi umur tanaman berupa tanaman belum menghasilkan (TBM) 20,6%, tanaman menghasilkan (TM) 78,9% dan sisanya Tanaman Tahun Ini (TTI) 0,5%. Frekuensi sadap tinggi ditambah stimulan. Jumlah populasi 555 pohon/Ha dengan jarak tanam 6 x 3 m. Lahan yang digunakan untuk tanaman karet sejumlah 74,81% cukup sesuai, 24,30% kurang sesuai dan sisanya 0,89% tidak sesuai. Selanjutnya data dianalisis menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square Method) untuk menaksir parameter model regresi dua variabel (Gujarati, 1999), yaitu model regresi linear sederhana dan model fungsi perpangkatan. Metode regresi digunakan untuk menguji pengaruh antara satu variabel atau lebih dengan variabel lainnya . Harga pokok (HP) riil = a + b P ...................(1) Keterangan (Remaks) : HP riil

  = harga pokok riil (IDR/Kg) a = intersep b = koefisien regresi P = produktivitas (Kg/Ha/tahun) d Harga Pokok (HP) riil = a P ....................(2) Keterangan (Remaks) : HP riil = harga pokok riil (IDR/Kg) a = intersep d = elastisitas P = produktivitas (Kg/Ha/tahun)

  Selanjutnya, untuk menghilangkan pengaruh waktu terhadap variabel harga pokok, maka harga pokok nominal diubah menjadi harga pokok riil yang diperoleh dari harga pokok nominal dibagi IHK pada tahun yang bersangkutan.

  Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indeks yang menghitung rata- rata perubahan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga dalam kurun waktu tertentu.

  IHK merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi. Perubahan

  IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan (inflasi) atau tingkat penurunan (deflasi) dari barang dan jasa (Badan Pusat Statistik [BPS], 2016).

  Di perkebunan besar terdapat dua cara perhitungan harga pokok yaitu harga pokok kebun dan harga pokok FOB (Free on

  Board). Harga pokok kebun didasarkan pada

  seluruh pengeluaran di tingkat kebun seperti biaya tanaman, pengangkutan ke pabrik, pengolahan dan biaya umum. Sedangkan harga pokok FOB didasarkan pada harga pokok kebun ditambah biaya pemasaran (Sugiharto, 1992) dan biaya administrasi tingkat direksi. Harga pokok FOB menggambarkan total biaya produksi per Kg karet kering sejak dari tanaman hingga di atas kapal pelabuhan ekspor (Karyudi et al, 2001). Dalam penelitian ini, yang digunakan dalam analisis adalah harga pokok riil tingkat kebun (harga pokok nominal yang sudah dibagi dengan IHK).

  HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas

  Produktivitas tanaman berpengaruh langsung terhadap harga pokok, karena merupakan variabel pembagi (Karyudi et al, 2001).Dengan demikian penerapan t e k n o l o g i p e n g e l o l a a n a g r i b i s n i s p e r k e b u n a n k a r e t h a r u s t e r u s dikembangkan dan diupayakan agar dapat meningkatkan capaian produksi yang optimum dan berkelanjutan sehingga berpotensi dapat menurunkan harga pokok. Sinergisitas antar faktor penentu produktivitas menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Produktivitas per siklus terkait dengan norma penyadapan yang memerlukan kecermatan konsumsi kulit, kedalaman sadap, dan hasil kulit pulihan yang baik. Jika pemanenan lateks mengabaikan aturan dan norma sadap akan mengakibatkan kerugian karena tanaman menjadi rusak bahkan mati akibat kegiatan penyadapan yang berlebihan. Kegiatan penyadapan merupakan komponen biaya produksi terbesar karena mencapai 33-44% FOB sehingga selalu menjadi perhatian utama jika terjadi perubahan harga komoditas (Sumarmadji, Junaidi, & Atminingsih, 2009).

  

Pengaruh Produktivitas Terhadap Harga Pokok Kebun Karet di Jawa Tengah

  • 500 1,000 1,500 2,000 2,500

  96 Klon yang ditanam di wilayah penelitian telah menggunakan klon generasi 3 dan 4 dengan tipe Slow Starter (SS) seperti GT 1, RRIM 600, BPM 1, BPM 24, RRIC 100, PR 300 dan sebagian klon Quick Starter (QS) yaitu klon PB 260. Di beberapa wilayah juga dijumpai klon RRIM 712 dan IRR 118. Pada Gambar 1 ditampilkan realisasi pencapaian produktivitas pada dua belas kebun karet di Jawa Tengah selama tahun 2013-2015.

  Secara umum pencapaian produktivitas sangat bervariatif di dua belas kebun tersebut. Kebun A, B, D, J dan L merupakan kebun yang memiliki produktivitas relatif stabil selama 3 tahun terakhir, sekitar 1500 Kg/Ha/tahun. Kebun C, G dan H memiliki pola produksi yang tidak stabil, yaitu pada suatu waktu terjadi kenaikan produksi, namun pada waktu lain terjadi penurunan, kemudian terjadi kenaikan kembali atau sebaliknya. Kebun E memiliki tren produksi naik, sedangkan kebun H, I dan K memiliki kecenderungan produksi turun.

  Gambar 1. Produktivitas di dua belas kebun karet periode tahun 2013-2015

  Figure 1. Productivity in tweleve rubber estates during 2013 – 2015

  Kondisi agronomis wilayah kebun yang diteliti, secara umum didominasi oleh klon Slow Starter, sehingga secara genetis seharusnya potensi produksinya tidak berbeda jauh. Dengan demikian pengaruh klon terhadap produktivitas pada obyek penelitian tidak menjadi faktor utama. Faktor selain klon dimungkinkan menjadi penyebab adanya perbedaan pencapaian produktivitas di setiap kebun, antara lain kondisi kesesuaian lahan, mutu sadap, lowong sadap, komposisi umur tanaman, populasi pohon per Ha, dan topografi lahan.

  Secara umum kondisi kelas kesesuaian lahan pada dua belas kebun pada penelitian ini termasuk kriteria kelas S2, S3 dan NS. Potensi produksi berbeda pada kondisi kelas lahan yang berbeda. Selain itu, pada umumnya kebun memiliki kendala keterbatasan tenaga penyadap dan sering terjadi lowong sadap. Pada kebun tertentu (misalnya kebun I) terjadi kekurangan jumlah penyadap terampil dan kekurangan HK penyadap karena terjadi persaingan tenaga kerja dengan sektor industri di sekitar kebun. Sementara itu, kebun B merupakan salah satu kebun yang tidak mengalami kendala keterbatasan tenaga sadap. Adanya kekurangan tenaga penyadap menyebabkan jumlah hari sadap rendah, jumlah pohon per hanca lebih banyak (berpotensi penyadapan tidak tuntas) dan mutu sadap tidak baik. Menurut Siagian et al. (2012) dan Mahmudi (2012) yang menyatakan bahwa mutu sadap yang tidak baik berupa irisan tebal atau terlalu dalam hingga mengakibatkan luka kayu, dalam jangka panjang dapat mengganggu proses translokasi lateks dan berdampak negatif terhadap pencapaian produktivitas (rendah). Siregar et al. (2008) menjelaskan bahwa bila jumlah pohon per ancak sadap terlalu kecil menyebabkan peningkatan biaya operasional perusahaan, sebaliknya a n c a k s a d a p y a n g t e r l a l u b e s a r menyebabkan produktivitas tanaman tidak optimal. Ukuran ancak sadap yang optimal pada penyadapan irisan ganda berkisar antara 350-375 pohon/ancak.

  

Widyasari dan Rouf

  A B C D E F G H

  I J K L Produktivitas (Kg/Ha/tahun)

  Productivity (Kg/Ha/year) Kebun karet

  Rubber estate 2013 2014 2015 Kondisi lain yang membedakan antar kebun antara lain komposisi umur tanam, topografi, jumlah pohon, dan luas areal. Kebun E memiliki tren produksi naik, namun capaian produksi berkisar antara 750 – 1200 Kg/Ha/tahun dikarenakan merupakan kebun yang baru memiliki areal TM-1 pada tahun 2013. Pada tahun 2015 memiliki TM 1 hingga TM 3, sehingga seiring berjalannya waktu dan bertambahnya komposisi TM maka potensi produksinya juga akan memiliki tren kenaikan. Agar capaian produksi optimum diperlukan strategi seperti disiplin penerapan sistem sadap berdasarkan tipologi klon, anca tuntas, pemenuhan HK sadap dan manajemen tap recovery serta tapping school (Mahmudi, 2012; Rouf et al., 2016).

  Harga Pokok Tingkat Kebun

  Harga pokok merupakan hasil dari membagi biaya produksi per Ha terhadap produksi per Ha, oleh karena itu untuk memperoleh harga pokok seminimal mungkin adalah dengan mencapai produksi per Ha semaksimal mungkin dan biaya per Ha seminimal mungkin. Biaya produksi merupakan biaya tanaman menghasilkan TM 1-25, biaya panen dan biaya pengolahan karet. Biaya terbesar adalah untuk biaya pemupukan TM dan pemanenan (Widyasari, Hartono, & Irham, 2015). Demikian pula yang terjadi pada dua belas kebun karet wilayah yang dianalisis, komponen biaya produksi terbesar adalah untuk panen dan pengumpulan yang mencapai hingga 57%.

  Harga pokok dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu produktivitas tanaman dan efisiensi biaya, sehingga setiap unsur yang mempengaruhi produktivitas dan efisiensi biaya berdampak langsung terhadap tingkat harga pokok. Efisiensi biaya tidak dapat digambarkan dengan penggunaan biaya yang terendah, biaya y a n g r e n d a h j i k a m e n y e b a b k a n pengorbanan terhadap implementasi teknologi budidaya yang semestinya dilakukan dapat berakibat terhadap rendahnya produktivitas tanaman dan menyebabkan tingginya harga pokok. Pada Gambar 2 dan Gambar 3 dapat dilihat gambaran harga pokok nominal dan harga pokok riil di dua belas kebun pada periode tahun 2013-2015.

  Kebun E merupakan kebun yang harga pokok nominalnya memiliki kecenderungan menurun selama 3 tahun terakhir. Hal ini disebabkan semakin meningkat produktivitas yang berkaitan dengan meningkatkan luasan TM pada kebun tersebut. Adapun kebun lainnya mengalami kondisi harga pokok yang fluktuatif, meskipun demikian umumnya pada tahun 2015 harga pokoknya lebih rendah dibandingkan tahun 2014. Harga pokok tertinggi yang dicapai pada tahun 2015 terjadi di kebun F sebesar IDR 15.383,- /Kg, dan yang terendah adalah kebun A sebesar IDR 12.712,-/Kg.

  • 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000

  Gambar 2. Harga pokok nominal di dua belas kebun karet periode tahun 2013 – 2015

  Figure 2. Nominal cost price in tweleve rubber estates during 2013 – 2015

Pengaruh Produktivitas Terhadap Harga Pokok Kebun Karet di Jawa Tengah

  A B C D E F G H

  I J K L Harga pokok nominal

  Nominal cost price (IDR/Kg)

  Kebun karet Rubber estate

  2013 2014 2015

  • 4,000 8,000 12,000 16,000 20,000

  98 Dengan membagi HP nominal t e r h a d a p I H K p a d a t a h u n y a n g bersangkutan, diperoleh hasil bahwa selama 3 tahun terakhir, harga pokok riil memiliki kecenderungan yang fluktuatif, namun demikian seluruh kebun mengalami harga pokok riil tahun 2015 yang lebih rendah daripada tahun 2014. Pada tahun 2015, kebun dengan harga pokok riil tertinggi adalah kebun F sebesar IDR 12.774,-/Kg, sedangkan yang terendah adalah kebun A sebesar IDR 10.556,-/Kg. Kondisi tersebut sudah membaik daripada kondisi tahun 2014 yang tertinggi mencapai IDR 15.468,- /Kg.

  Gambar 3. Harga pokok riil di dua belas kebun karet periode tahun 2013 – 2015

  Figure 3. Real cost price in tweleve rubber estates during 2013 – 2015 Hubungan Harga Pokok Riil dan Produktivitas Kebun

  Untuk mengetahui hubungan antara harga pokok riil dan produktivitas kebun dilakukan analisis regresi. Hasil analisis regresi disajikan pada Gambar 4 dan 5. Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa dengan model regresi linear sederhana diperoleh hasil persamaan berikut Y = 2 17971 - 4,241x dengan nilai R = 0,449 ,

  significance F = 0,00000077 < 0,05 (alpha),

  sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil regresi cukup baik atau signifikan. Mengacu pada hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa 44,9% perubahan harga pokok dipengaruhi oleh produktivitas, sedangkan sisanya oleh variabel di luar model dan model yang dihasilkan signifikan. Selanjutnya pada Gambar 5, dengan menggunakan model fungsi perpangkatan (regresi eksponensial) diperoleh persamaan -0,43 sebagai berikut Y = 26670x dengan nilai 2 R = 0,412 dapat dijelaskan bahwa 41,2% perubahan harga pokok dipengaruhi oleh produktivitas, sedangkan sisanya oleh variabel di luar model. Dari kedua model tersebut menunjukkan bahwa adanya kenaikan produktivitas sebesar 1 Kg/Ha/tahun akan menurunkan harga pokok riil sebesar IDR 4,24,-/kg atau harga pokok nominal sebesar IDR 5,11,-/kg, dan setiap kenaikan produktivitas sebesar 1% akan menurunkan harga pokok sebesar 0,43%.

  

Widyasari dan Rouf

  A B C D E F G H

  I J K L Harga pokok riil Real cost price (IDR/Kg)

  Kebun karet Rubber estate

  2013 2014 2015

  • 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000
  • 500 1,000 1,500 2,000 2,500

  Gambar 4. Hubungan antara harga pokok riil dengan produktivitas kebun karet menggunakan Model Regresi Linear Sederhana

  

Figure 4. Correlation between real cost price to rubber estate productivity using Simple

Linear Regresion Model

  • 0.431
  • 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000
  • 500 1,000 1,500 2,000 2,500

  Gambar 5. Hubungan antara harga pokok riil dengan produktivitas kebun karet menggunakan Model Fungsi Perpangkatan

  

Figure 5. Correlation between real cost price to rubber estate productivity using Exponential

Regresion Model

Pengaruh Produktivitas Terhadap Harga Pokok Kebun Karet di Jawa Tengah

y = -4.2414x + 17971 R² = 0.4494

  12,000 14,000 16,000 18,000

  Harga pokok riil Real cost price (IDR/Kg) Produktivitas (Kg/Ha/tahun)

  Productivity (Kg/Ha/year) y = 266706x

  R² = 0.4126

  12,000 14,000 16,000 18,000

  Harga pokok riil Real cost price (IDR/Kg) Produktivitas (Kg/Ha/Tahun)

  Productivity (Kg/Ha/year)

DAFTAR PUSTAKA

  Boerhendhy, I., & Amypalupy, K. (2011).

  

Widyasari dan Rouf

  konsumen dan inflasi bulanan Indonesia. Jakarta, Indonesia: BPS.

  Badan Pusat Statistik. (2016). Indeks harga

  Bukit, E., Sumarmadji., Junaidi., & Atminingsih. (2009). Kelayakan finansial sistem sadap Expex-315 untuk diterapkan dalam skala lebih luas. Warta Perkaretan, 28(2), 73-83.

  Pertanian, 30(1), 23-29.

  Optimalisasi produktivitas karet melalui penggunaan bahan tanam, pemeliharaan, sistem eksploitasi, dan peremajaan tanaman. Jurnal Litbang

  100 H a s i l p e n e l i t i a n t e r s e b u t menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara produktivitas dengan harga pokok, sehingga diperlukan strategi penurunan harga pokok yang dikaitkan melalui peningkatan produktivitas. Upaya yang dilakukan di setiap kebun tergantung permasalahan spesifik pada kebun, salah satu strateginya adalah meningkatkan produktivitas tanaman dengan penerapan sistem sadap yang optimum dengan mempertimbangkan intensitas sadap yang normatif (bukan over atau under

  exploitation), pengaturan komposisi tahun

  Pusat Penelitian Karet. Aidi-Daslin. (2011). Evaluasi pengujian lanjutan klon karet IRR seri 200 pada masa tanaman belum menghasilkan.

  Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2009 (p. 50-59). Batam, Indonesia:

  Aidi-Daslin, Woelan, S., Lasminingsih, M., & Hadi, H. (2009). Kemajuan pemuliaan dan seleksi tanaman karet di Indonesia. Prosiding Lokakarya

  Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan produktivitas kebun karet sebesar IDR 1 Kg/Ha/tahun akan menurunkan harga pokok riil sebesar IDR 4,24,- atau harga pokok nominal IDR 5,11 dan setiap kenaikan produktivitas kebun karet sebesar 1% akan menurunkan harga pokok riil sebesar 0,43%. Agar harga pokok dapat lebih ditekan perlu diperhatikan faktor utama yang dapat meningkatkan produktivitas, antara lain melalui upaya penggunaan klon unggul anjuran, penerapan sistem sadap berdasarkan tipologi klon, pemilihan lahan yang sesuai dengan kelas kesesuainnya, pengaturan komposisi tahun tanam, manajemen HK sadap dan tap recovery, efektivitas pemupukan dan efisiensi penggunaan biaya berkaitan dengan aktivitas penyadapan. Adanya pengaruh naiknya produktivitas terhadap penurunan harga pokok, maka sebaiknya perusahaan mampu meningkatkan produktivitas semaksimal mungkin sehingga dapat menurunkan harga pokok dan memiliki daya saing yang tinggi. Ke depan, diperlukan penelitian lebih lanjut perihal perbandingan yang lebih spesifik pada kelompok kebun berdasarkan klon, umur tanaman, sistem sadap, jumlah pohon dan kesesuaian lahan dikaitkan dengan tingkat produktivitas dan harga pokok.

  KESIMPULAN

  tanam, klon dengan potensi produktivitas rendah diganti dengan klon unggul baru yang potensi produksinya tinggi (tentunya dengan memperhatikan umur pohon), meremajakan kebun yang memiliki kerapatan pohon yang rendah (di bawah 200 pohon/Ha) dan juga peningkatan efisiensi untuk kegiatan penyadapan, pengaturan HK sadap, tap recovery, pemupukan, pengolahan, biaya umum dan gaji serta tunjangan sosial. Seiring dengan pendapat yang disampaikan Boerhendhy dan Amypalupy (2011), yang dapat dilakukan untuk peningkatan produktivitas kebun antara lain : (1) penggunaan bahan tanam seragam dan klon unggul berproduksi tinggi dengan komposisi klon dan umur yang seimbang dan penempatan klon pada agroekosistem yang sesuai, (2) penerapan teknik budidaya berupa pengolahan tanah, pemupukan dengan takaran, frekuensi dan cara aplikasi yang tepat, serta pengendalian penyakit, (3) penerapan sistem eksploitasi sesuai sifat fisiologis klon dan pengendalian kering alur sadap (KAS) dan (4) peremajaan bagi kebun-kebun yang kurang produktif.

  Jurnal Penelitian Karet, 29(2), 93-101. Ginting, E. (2008). Manajemen dan teknologi eksploitasi tanaman karet di PT.

  Socfindo. Prosiding Lokakarya Agribisnis Karet 2008 (p. 233-240). Yogyakarta, Indonesia: Pusat Penelitian Karet.

  Nasional Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan (14 p.). Yogyakarta,

  115

  Annals for Forest Research, 53(2), 107-

  (2010). Temporal stability of growth and yield among hevea genotypes introduced to a non-traditional rubber growing region of peninsular India.

  V i n o d K . K . , S u r y a k u m a r , M . , Chandrasekhar, T. R., & Nazeer, M. A.

  (2009). Perkembangan sistem eksploitasi dalam upaya pencapaian p r o d u k t i v i t a s o p t i m a l . W a r t a Perkaretan, 28(2), 61-72.

  Yogyakarta, Indonesia: Pusat Penelitian Karet. Sugiharto. (1992). Dampak produktivitas perkebunan karet terhadap harga pokok. Risalah Penelitian, 18(1), 14- 19. Sumarmadji., Junaidi., & Atminingsih.

  Agribisnis Karet 2008 (p. 217 – 232).

  P e r k e m b a n g a n p e n e r a p a n rekomendasi sistem eksploitasi tanaman karet di perusahaan besar negara. Prosiding Lokarkarya Nasional

  Balai Penelitian Sungei Putih. Siregar, T.H.S., Junaidi., Sumarmadji., Siagian, N., & Karyudi. (2008).

  Makalah Pertemuan Teknis Eksploitasi Tanaman Karet. Medan, Indonesia:

  Karyudi. (2009). Potret umum pelaksanaan norma baku eksploitasi di beberapa perkebunan karet.

  Indonesia: Universitas Gadjah Mada. Siagian, N., Siregar, T.H.S., Sumarmadji., &

  (2016). Tantangan perkebunan karet untuk mengatasi kelangkaan tenaga penyadap di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Makalah Seminar

  Gujarati, D. (1999). Ekonometrika dasar.

  Rouf, A., Nugrahani, M.O., & Aji, Y.B.S.

  Rajino., & Rijanto. (1978). Penelitian tentang usaha penekanan harga pokok teh hitam di perkebunan. Warta PPTK Gambung, 6, 65-67.

  Pengaturan Portofolio Komoditas Berbasis Daya Saing Karet Pada Perkebunan Karet Lingkup Perusahaan X. Bogor, Indonesia: Puslit Karet.

  Pusat Penelitian Karet. (2016). Kajian

  G i r e e s h , T . , N a r a y a n a n , C . , Chandraseekar, T. R., & Jacob, J. (2012). Multilocational performance of RRII 400 series clones. Bulletin Rubber Board, 30(4), 23-28.

  Yogyakarta, Indonesia: BPFE-UGM. Mydin, K. K., Meenakumari, T., Thomas, V.,

  Mulyadi. (2007). Akuntansi biaya.

  Mahmudi. (2012). Paket teknologi peningkatan produktivitas karet di PTPN IX (Persero). Prosiding Konferensi Karet Nasional (p. 200-217). Yogyakarta, Indonesia: Pusat Penelitian Karet.

  Suhendry, I., Supriadi, M., Nancy, C., Sugiharto., Sudiharto., & Junaidi, U. (2001). Analisis biaya produksi dan strategi peningkatan daya saing perkebunan karet nasional. Warta Pusat Penelitian Karet, 20(1-3), 1-24.

  (p. 379-383). Bali, Indonesia: IRRDB- IRRI. Karyudi., Azwar, R., Sumarmadji., Istianto.,

  Rubber Conference & Exhibition 2007

  Performance of the promoting clones of hevea rubber planted on dry climate area. Proceedings of the International

  Jakarta, Indonesia : Erlangga. Hadi , H., Wahyudi, A.D., & Anwar, C. (2007).

  

Pengaruh Produktivitas Terhadap Harga Pokok Kebun Karet di Jawa Tengah

  

Widyasari dan Rouf

Widyasari, T., Hartono, S., & Irham. (2015). Woelan, S., Aidi-Daslin., & Sumarmadji.

  Peremajaan optimal tanaman karet di (2008). Keragaan klon IRR seri 200 PT Perkebunan Nusantara IX (Analisis selama tanaman menghasilkan di simulasi pada Kebun Getas). Jurnal pengujian plot promosi. Prosiding

  Penelitian Karet, 33(1), 47-56. Lokakarya Nasional Agribisnis Karet 2008 (p. 297-308). Yogyakarta,

  Indonesia: Penelitian Karet.

  102

Dokumen yang terkait

POTENSI DAN KENDALA DALAM PENGUATAN DAN PENUMBUHAN KELOMPOK PEMASARAN BAHAN OLAH KARET TERORGANISIR DI PROVINSI SUMATERA SELATAN Potentials and Constraints in Strengthening and Developing the Organized Marketing Group of Raw Rubber Materials in South Suma

0 0 12

KAJIAN PROSPEK BISNIS PEMBIBITAN KARET DI PROVINSI SUMATERA SELATAN Study of Prospective of Rubber Nursery Business in South Sumatera Province

0 0 12

PENGARUH INTERVAL PENGENDALIAN GULMA DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP PERTUMBUHAN GULMA DAN TANAMAN KARET TBM The Effect of Weed Control Intervals and Herbicide Application to Weed and Immature Rubber Plant Growth

0 0 12

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN ANTAGONISME IN VITRO ISOLAT TRICHODERMA SPP. ASAL KEBUN KARET BLIMBING, PEKALONGAN, JAWA TENGAH

0 0 12

IDENTIFIKASI DAN UJI METABOLIT SEKUNDER BANGUN-BANGUN (COLEUS AMBOINICUS) TERHADAP PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH (RIGIDOPORUS MICROPORUS) DI LABORATORIUM Identification and Test of Secondary Metabolic of Bangun-Bangun (Coleus amboinicus) to White Root Fungi D

0 0 12

ISOLASI BAKTERI PEREDUKSI SULFAT UNTUK MEMPERBAIKI SIFAT KIMIA TANAH BEKAS TAMBANG BATUBARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KARET (HEVEA BRASILIENSIS) DI POLIBEG Isolation of Sulphate Reducing Bacteria to Improve the Chemical Properties of Ex- Coal Mining Soil a

1 1 10

PENGARUH STERILAN TERHADAP TINGKAT KONTAMINASI PADA KULTUR PETIOL DAN MIDRIB DAUN TANAMAN KARET (HEVEA BRASILIENSIS MUELL ARG.) KLON PB 330

0 0 14

PENDUGAAN AKSI GEN PADA KARAKTER KOMPONEN HASIL DAN DAYA HASIL LATEKS BEBERAPA GENOTIPE KARET HASIL PERSILANGAN TETUA KLON IAN 873 X PN 3760 Estimation of Gene Action on Yield Component and Latex Yield Potential Characters of Some Rubber Genotypes from Cr

0 0 10

KONSTRUKSI PETA PAUTAN GENETIK DAN ANALISIS QTL TANAMAN KARET PADA POPULASI HASIL PERSILANGAN ANTARA RRIM 600 DENGAN PN 1546 Construction of Genetic Linkage Map and QTL Analysis of Rubber Plant on the Population of Crossing Result Between RRIM 600 with PN

0 0 14

PENGUJIAN KUALITATIF TERHADAP JENIS KOAGULAN DALAM BAHAN OLAH KARET

0 0 12