SISTEM PIDANA DAN PEMIDANAAN DI DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
SISTEM PIDANA DAN PEMIDANAAN DI DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA FAILIN
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Putri Maharaja Payakumbuh Canduang Koto Laweh Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Sumatera Barat e-mail: failin.alin87@gmail.com
Abstract
Renewal of criminal law in the context of improving the punishment system is still continuing. Of the many things to be updated, one important thing in the penal system is also crucial provided in the reform of Indonesian criminal law is the structural punishment system. This is something that should be included in the concept of reform of criminal law. Barda Nawawi termed as an integral policy in the handling crime to mention the importance of structural punishment system, which also means integral policy in the punishment system. The problems that arise are how the criminal system and punishment in the current Penal Code and the Criminal System and Penalties in the New Criminal Code Concept as Part of the Renewal of Indonesian Penal Law. While the research method The type of research conducted is legal juridical Normative research that is about what the concept of punishment system in the renewal of criminal law in Indonesia that is by collecting data normatively and what is in the Act related to criminal law. In this paper we discussed it can be simply described, so far in the criminal system in Indonesia the focus of criminal offense and criminal responsibility is on the direct individuals involved in the criminal process. Where is often the involvement of other parties besides the individual concerned who can also be held accountable as the impact of the occurrence of a crime. A concrete example, if a child commits
a criminal offense, his / her "criminal" is not only granted to the child, but to his / her parents even if the criminal sanction is for example a fine of fines. This is because using the logic that the child is still the responsibility of parents, so that parents are also responsible for the actions of his son.
Keywords: criminal system, punishment, renewal of criminal law
Abstrak
Pembaharuan hukum pidana dalam rangka penyempurnaan sistem pemidanaan masih terus dilakukan. Dari sekian banyak hal yang akan diperbarui, satu hal penting dalam sistem pemidanaan yang juga krusial disediakan dalam pembaruan hukum pidana Indonesia adalah sistem pemidanaan struktural. Ini merupakan hal yang sebetulnya patut dimasukkan dalam konsep pembaruan hukum pidana. Barda Nawawi mengistilahkan sebagai kebijakan integral dalam penanggulangan kejahatan untuk menyebut pentingnya sistem pemidanaan struktural, yang mengandung arti pula kebijakan integral dalam sistem pemidanaan. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana sistem pidana dan pemidanaan dalam KUHP Sekarang serta melihat Sistem Pidana Dan Pemidanaan Dalam Konsep KUHP Baru Sebagai Bagian Dari Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia .
Sedangkan metode penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum Yuridis Normatif yang bersifat tentang apa yang menjadi konsep sistem pemidanaan dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia yakni dengan mengumpulkan data secara normatif dan apa yang ada dalam Undang-undang terkait dengan hukum pidana. Dalam penulisan ini yang dibahas adalah Secara sederhana bisa digambarkan, selama ini dalam sistem pemidanaan di Indonesia fokus tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana ada pada individu-individu langsung yang terlibat dalam proses tindak pidana. Padahal sering ada keterlibatan pihak lain selain individu bersangkutan yang juga dapat dimintai pertanggungjawaban sebagai dampak dari terjadinya suatu tindak pidana. Contoh konkret, bila seorang anak melakukan tindak pidana, "pidana"-nya tidak hanya diberikan pada anak tersebut, tetapi pada orang tuanya meskipun pidana yang dijatuhkan misalnya berupa pidana denda. Ini karena menggunakan logika bahwa anak masih merupakan tanggung jawab
Naskah diterima: 31 Agustus 2017, direvisi: 07 Sebtember 2017, disetujui untuk terbit: 10 Sebtember 2017
Failin: Sistem Pidana dan Pemidanaan di dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
orang tua, sehingga orang tua juga bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan anaknya.
Kata kunci: Sistem Pidana, pemidanaan, pembaharuan hukum pidana bersentuhan langsung dengan hajat hidup
PENDAHULUAN
orang banyak dan berlaku secara umum. Hukum merupakan suatu pedoman Masalah pidana dan pemidanaan itu
yang mengatur pola hidup manusia yang sendiri merupakan obyek kajian dalam
memiliki peranan
penting
dalam
bidang hukum pidana yang disebut mencapai tujuan ketentraman hidup bagi
hukum penitensier (penitensier recht). masyarakat. Oleh karena itulah, hukum
Oleh karena persoalan hukum pidana mengenal adanya adagium ibi societes ibi
yang dikupas atau dibahas dalam hukum ius . Adagium ini muncul karena hukum
penitensier adalah menyangkut masalah ada karena adanya masyarakat dan
pidana dan pemidanaan, maka hukum hubungan
penitensier itu sendiri dalam arti sempit bermasyarakat. Hubungan antar individu
dapat diartikan sebagai segala peraturan- dalam bermasyarakat merupakan suatu
peraturan positif mengenai sistem pidana hal yang hakiki sesuai kodrat manusia
(strafstelsel). Sedangkan dalam arti luas, yang tidak dapat hidup sendiri karena
hukum penitensier dapat diartikan sebagai manusia adalah makhluk polis, makhluk
1 bagian hukum pidana yang menentukan yang bermasyarakat (zoon politicon).
dan memberi aturan tentang sanksi Semua hubungan tersebut diatur oleh
(sistem sanksi) dalam hukum pidana, hukum, semuanya adalah hubungan
2 yang meliputi baik strafstelsel maupun hukum (rechtsbetrekkingen). Maka untuk maatregelstelsel (sistem tindakan) serta
itulah dalam mengatur hubungan- kebijaksanaan. Jadi dalam usaha untuk
hubungan hukum pada masyarakat mempertahankan dan menyelenggarakan diadakan suatu kodifikasi hukum yang
ketertiban, serta melindunginya dari mempunyai
(pelanggaran- menciptakan kepastian hukum dan
terhadap berbagai mempertahankan nilai keadilan dari
pelanggaran)
kepentingan hukum, maka negara diberi subtansi hukum tersebut. Sekalipun telah
hak dan kekuasaan untuk menjatuhkan terkodifikasi, hukum tidaklah dapat statis
pidana serta hak dan kekuasaan untuk. karena hukum harus terus menyesuaikan
tindakan dan diri dengan masyarakat, apalagi yang
menjatuhkan
kebijaksanaan. 3
berkaitan dengan hukum publik karena Pembaruan hukum pidana dalam
rangka
penyempurnaan sistem
1 Darji Darmodiharjo & Shidarta, 1995,
pemidanaan masih terus dilakukan. Dari
Pokok-Pokok Filsafat Hukukum, Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum
Indonesia, P.T.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Hlm. 73. Muladi dan Barda Nawawi Arief , Teori- 2 L.J. van Apeldoorn, 2000, Pengantar Ilmu
teori dan kebijakan pidana , Alumni, Bandung, hukum, P.T. Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 6.
Hlm.1
15 - LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 1, September 2017
sekian banyak hal yang akan diperbarui, juga memperhatikan hubungan-hubungan satu hal penting dalam sistem pemidanaan
psikologis dan historis pelaku tindak yang juga krusial disediakan dalam
pidana, yang tetap harus dalam bingkai pembaruan hukum pidana Indonesia
rasionalitas.
adalah sistem pemidanaan struktural. Ini
Nawawi mengistilahkan merupakan hal yang sebetulnya patut
Barda
kebijakan integral dalam dimasukkan dalam konsep pembaruan
sebagai
kejahatan untuk hukum pidana. Menurut Barda Nawawi
penanggulangan
menyebut pentingnya sistem pemidanaan Arief, hukum pidana seharusnya tidak
struktural, yang mengandung arti pula hanya berfungsi fragmenter, tapi harus
dalam sistem totalitas dan struktural. Selama ini
4 kebijakan
integral
pemidanaan. Secara sederhana bisa hukum pidana Indonesia yang merupakan
digambarkan, selama ini dalam sistem turunan langsung dari Weetboek van
pemidanaan di Indonesia fokus tindak Straftrecht (WvS) Belanda masih
pidana dan pertanggungjawaban pidana memberlakukan hukum pidana secara
ada pada individu-individu langsung yang individual, padahal model ini sudah mulai
terlibat dalam proses tindak pidana. dianggap tidak proporsional lagi. Padahal sering ada keterlibatan pihak Ternyata dalam logika dan fakta
lain selain individu bersangkutan yang hukum, sering tindak pidana tidak hanya
juga dapat dimintai pertanggungjawaban bisa dilakukan individual sehingga
sebagai dampak dari terjadinya suatu pertanggungjawaban pidananya pun tidak
tindak pidana. Contoh konkret, bila bisa individual. Dalam berbagai bentuk
seorang anak melakukan tindak pidana, tindak pidana (baik WvS maupun konsep
"pidana"-nya tidak hanya diberikan pada baru KUHP) juga diatur tentang adanya
anak tersebut, tetapi pada orang tuanya "pelaku", "yang menyuruh melakukan",
meskipun pidana yang dijatuhkan dan "turut serta melakukan" tindak
misalnya berupa pidana denda. Ini karena pidana. Logika pertanggungjawaban
menggunakan logika bahwa anak masih struktural merupakan kaitan yang boleh
merupakan tanggung jawab orang tua, jadi menginspirasi atau lalai baik terhadap
sehingga orang tua juga bertanggung pengawasan maupun tanggung jawab
jawab terhadap perbuatan yang dilakukan sehingga terjadinya tindak pidana.
anaknya.
Artinya bahwa jelas dalam tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana dapat
tampaknya lebih melibatkan pihak lain selain pelaku secara
Model
ini
memberikan efek jera baik bagi anak yang individual. Pertanggungjawaban pidana
melakukan tindak pidana maupun orang tua yang selama ini lalai memberikan
dalam hal ini tidak bisa dilihat hanya dalam pelaksanaan tindak pidana, tetapi
pengawasan pada anaknya. Contoh
4 analogi lainnya adalah jika seorang
Jinmmy Asshidigie,
Agenda
menderita kerugian akibat tindak
Pembangunan Hukum
Glohalisasi, Sinar Grafika, Jakarta, Hlm. 93.
kejahatan yang terjadi di suatu daerah,
P- ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 16
Failin: Sistem Pidana dan Pemidanaan di dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
kepala daerah setempat dapat dimintai serta pelaksanaannya tersebut berada pertanggungjawaban
penuh di tangan negara dalam realitasnya kejahatan di daerahnya merugikan orang
akibat
tindak
sebagai roh.
lain. Ini bisa terjadi mengingat kepala Sesuai dengan apa yang dikatakan
daerah bertanggung jawab terhadap oleh Barda Nawawi Arief: bahwa tujuan
seluruh wilayah yang dipimpinnya; tidak
kebijakan pemidanaan yaitu memberikan rasa aman. Yang lebih
dari
menetapkan suatu pidana tidak terlepas penting dari kedua contoh tersebut adalah
dari tujuan politik kriminal. Dalam arti upaya pencapaian terhadap tujuan
yaitu perlindungan pemidanaan, yakni keadilan. Jadi selain
keseluruhannya
untuk mencapai kepastian hukum seperti yang tampak
masyarakat
kesejahteraan. Oleh karena itu untuk pada contoh pertama, juga mengarah
menjawab dan mengetahui tujuan serta kepada keadilan seperti pada kedua
fungsi pemidanaan, maka tidak terlepas contoh. Selain sebagai bentuk pemenuhan
dari teori-teori tentang pemidanaan yang rasa
keadilan,
penerapan
ada. pertanggungjawaban pidana secara
struktural juga
Patut diketahui, bahwa tidaklah kesungguhan penguasa untuk dapat
mencerminkan
semua filsuf ataupun pakar hukum pidana berada dalam "status" yang sama dengan
sepakat bahwa
negaralah yang mempunyai hak untuk melakukan
masyarakat biasa di mata hukum. Bentuk sistem pemidanaan stuktural merupakan
pemidanaan (subjectief strafrech). Hal ini keniscayaan dalam pembaruan hukum
dapat terlihat jelas pada pendapat pidana Indonesia. Bahkan di beberapa
Hezewinkel-Suringa yang mengingkari sama sekali hak mempidana ini dengan
Undang-undang khusus di luar KUHP mengatur tentang sistem pemidanaan
mengutarakan keyakinan mereka bahwa si struktural, meskipun masih bermasalah
penjahat tidaklah dilawan dan bahwa
dalam pelaksanaannya. musuh tidaklah boleh dibenci. Pendapat ini dapat digolongkan sebagai bentuk
Pemidanaan secara sederhana dapat negativisme, dimana para ahli yang
diartikan dengan
penghukuman.
sependapat dengan Suringa tersebut Penghukuman yang dimaksud berkaitan
menyatakan hak menjatuhkan pidana dengan penjatuhan pidana dan alasan-
sepenuhnya menjadi hak mutlak dari alasan
dijatuhkannya pidana terhadap seseorang yang dengan putusan pengadilan yang
Negativisme yang dimaksud di atas, telah berkekuatan hukum tetap (incracht
penulis anggap sebagai bentuk penegakan hukum secara utopis di masa sekarang ini,
van gewijsde) dinyatakan secara sah dan meyakinkan terbukti melakukan tindak
dikarenakan penegakan hukum agama pidana. Tentunya, hak penjatuhan pidana
5 Wirjono Prodjodikoro, 2008, Asas-Asas
dan alasan pembenar penjatuhan pidana
Hukum Pidana di Indonesia , PT. Refika Aditama, Bandung, Hlm. 23.
17 - LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 1, September 2017
menganggap Negara adalah perpanjangan pertanggungjawaban pidana terkadang tangan Tuhan di dunia. Sementara itu,
melibatkan pihak lain selain pelaku, dewasa
tindak pidana, atau adanya kelalaian mengkotomikan antara konsep-konsep
dalam menjalankan kebijakan sehingga sistem pemerintahan dan penegakan
terjadi tindak pidana yang tidak hukum dengan ajaran-ajaran agama
dinginkan. Dalam konsep pembaruan tertentu. Bagi kalangan religius hal ini
KUHP di Indonesia, ide ini dicerminkan dianggap menuju arah paham sekularisme
dalam "ide keseimbangan/monodualistik". (walaupun tidak secara absolut), namun
Selama ini kita hanya berpegang pada hal ini semakin hari-hari semakin banyak
adanya kesalahan dalam tindak pidana, dipraktekkan pada banyak Negara pada
atau sering disebut "tiada pidana tanpa sistem ketatanegaraan yang berimplikasi
kesalahan" (asas culpabilitas), meskipun pada bentuk hukum pidana positif. Hal ini
dalam KUHP lama (WvS) hal ini juga dapat terlihat jelas pada Negara kita
Namun dalam dengan tidak diberlakukannya hukum
belum
diatur.
perkembangan saat ini, asas itu tidak agama secara mutlak dalam hukum
cukup. Saat ini hukum pidana lebih nasional kita (faktor kemajemukan sosial)
menuntut adanya keseimbangan karena dan juga pada Negara-negara lainya.
melihat tujuan adanya hukum adalah keadilan, kemanfaatan, dan kepastian
Jadi, dapatlah kita berpedoman pada hukum. Bila selama ini kita hanya melihat
mazhab wiena yang menyatakan hukum hukum sebagai sesuatu untuk mencapai
dan negara adalah identik, karena adalah kepastian hukum, hal inilah yang perlu
tak lain daripada satu susunan tingkah
dibenahi.
laku manusia dan satu ketertiban paksaan kemasyarakatan. 6 Konsep KUHP baru yang idenya
adalah keseimbangan, maka upaya untuk Di dalam KUHP bila sudah diketahui
mencapai tujuan yang lain yakni keadilan bahwa pentingnya pemidanaan struktural,
dan kemanfaatan juga akan diakomodasi, patut dipikirkan rumusannya yang tepat
yang salah satunya sebenarnya bisa dalam untuk memenuhi kebutuhan hukum
bentuk pengaturan pemidanaan struktural. positif. Kita dapat beranjak dari
Apalagi bila mengingat salah satu ide perbandingan pemidanaan struktural yang
dasar sistem pemidanaan dalam konsep diberlakukan di negara lain, terkait dasar
KUHP baru adalah ide mendahulukan atau landasan filosofis pengaturan, aturan
keadilan dari kepastian hukum. Bila hukum
ternyata dalam konsep KUHP baru belum pertanggungjawaban pidananya.
tercermin tentang pemidanaan struktural, Landasan filosofis bagi KUHP untuk
hal ini mesti dapat dijadikan ide untuk penerapan pemidanaan struktural adalah
perbaikan KUHP selanjutnya mengingat berpegang
pada
bahwa
pembaruan hukum pidana tidak hanya
Soetiksno, 2008, Filsafat Hukum Bagian I, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 67.
P- ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 18
Failin: Sistem Pidana dan Pemidanaan di dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
berhenti sampai saat ini, tetapi menurut
perundang-undangan yang Prof. Soedarto harus terus berlanjut.
aturan
berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan. Apabila pengertian sistem
METODE PENELITIAN
pemidanaan diartikan secara luas sebagai Jenis penelitian yang dilakukan
suatu proses pemberian atau penjatuhan adalah penelitian hukum Yuridis Normatif
pidana oleh hakim, maka dapatlah yang bersifat tentang apa yang menjadi
dikatakan bahwa sistem pemidanaan konsep sistem pemidanaan dalam
keseluruhan ketentuan pembaharuan hukum pidana di Indonesia
mencakup
perundang-undangan yang mengatur yakni dengan mengumpulkan data secara
bagaimana hukum pidana itu ditegakkan normatif dan apa yang ada dalam
atau dioperasionalkan secara konkret Undang-undang terkait dengan hukum
sehingga seseorang dijatuhi sanksi pidana.
(hukum) pidana.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ini berarti semua aturan perundang-
1. Sistem Pidana Dan Pemidanaan
undangan mengenai hukum pidana
Dalam KUHP Sekarang
subtantif, hukum pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana dapat dilihat
Andi Hamzah memberikan arti sistem sebagai satu kesatuan sistem pemidanaan.
pidana dan pemidanaan sebagai susunan Dengan demikian dapatlah dikatakan
(pidana) dan cara pemidanan. M. bahwa pemidanaan tidak dapat terlepas
Sholehuddin menyatakan, bahwa masalah dari jenis-jenis pidana yang diatur dalam
sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum positif suatu negara. Pemidanaan
hukum pidana
karena
seringkali
yang dilakukan oleh suatu masyarakat menggambarkan nilainilai sosial budaya
yang teratur terhadap pelaku kejahatan suatu
dapat berbentuk menyingkirkan atau maengandung tata nilai (value) dalam
melumpuhkan para pelaku tindak pidana, suatu masyarakat mengenai apa yang baik
sehingga pelaku tersebut tidak lagi dan yang tidak baik, apa yang bermoral
menggangu di masa yang akan datang. dan apa yang amoral serta apa yang
diperbolehkan dan apa yang dilarang. 7 Prof, van Hammel mengartikan pidana (straf) menurut hukum positif
Sistem merupakan jalinan dari sebagai suatu penderitaan yang bersifat
beberapa unsur yang menjadi satu fungsi. khusus. Penderitaan tersebut menurut van
Sistem pemidanaan memegang posisi Hammel dijatuhkan oleh kekuasaan yang
strategis dalam
upaya
untuk
berwenang untuk menjatuhkan pidana menanggulangi tindak pidana yang
atas nama negara sebagai penangung terjadi. Sistem pemidanaan adalah suatu
jawab ketertiban hukum umum bagi
seorang pelanggar, penderitaan itu
Ekaputra, Mohammad dan Abul Khair, 2010, Sistem Pidana Di Dalam KUHP Dan,
dikenakan semata-mata karena orang
Pengaturannya menurut Konsep KUHP Baru ,
tersebut telah melanggar suatu peraturan
USU Press, Medan, Hlm. 13.
19 - LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 1, September 2017
hukum yang harus ditegakkan oleh atas delik, dan ini berujud suatu stapa negara. 8 yang dengan sengaja ditimpakan negara
pada pembuat delik itu. 12 Sementara itu Prof Simon juga
mengartikan pidana (straf) sebagai suatu Dalam memberikan pemahaman penderitaan yang ditimpakan kepada
terhadap konsep pidana, maka setelah seseorang, penderitaan tersebut oleh
berbagai definisi, undang-undang pidana dikaitkan dengan
mengemukakan
akhirnya Prof Muladi ampai kepada telah terjadinya pelanggaran terhadap
sebuah kesimpulan lentang unsur-unsur suatu norma, yang dengan suatu putusan
atau ciri-ciri yang terkandung di dalam hakim telah dijatuhkan bagi seseorang 13 pidana, yaitu:
yang bersalah. 9
a. Pidana itu pada hakikatnya Kedua ahli hukum pidana Belanda ini
suatu pengenaan memiliki pandangan yang sama dalam
merupakan
penderitaan atau nestapa atau memberikan batasan tentang pidana, yang
akibat-akibat lain yang tidak pada hakikatnya adalah suatu penderitaan.
menyenangkan; Namun
b. Pidana itu diberikan dengan penderitaan tersebut bukanlah merupakan
sengaja oleh orang atau badan suatu tujuan; melainkan hanyalah semata-
yang mempunyai kekuasaan (oleh mala sebagai alat yang digunakan oleh
yang berwenang); negara untuk mengingatkan agar orang
c. Pidana itu dikenakan kepada tidak melakukan kejahatan. 10 seseorang yang telah melakukan
tindak pidana menurut undang- Para ahli hukum pidana Indonesia
undang.
ternyata juga memiliki pandangan yang sama dengan dalam memahami dan
Terdapat kesamaan pendapat dalam memberikan alasan terhadap konsep
memahami pengertian pidana, di mana pidana. Menurul Prof Sudarto, secara
salah satu karakteristiknya adalah adanya tradisional pidana dapat didefinisikan
pengenaan nestapa atau penderitaan sebagai nestapa yang dikenakan oleh
dengan sengaja. Ciri ini erat kaitannya negara kepada seseorang yang melakukan
dengan sifat hukum pidana yang dengan pelanggaran terhadap ketentuan undang-
sengaja mengenakan penderitaan dalam undang, sengaja agar rasakan sebagai
mempertahankan norma-norma yang nestapa. 11 Sementara itu, Prof Roeslan
diakui di dalam hukum. Pemberian Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi
nestapa atau penderitaan yang (sengaja dikenakan kepada seorang pelaku yang
8 Lihat Lamintang, Op.Cit, Hlm.34
melanggar ketentuan-ketentuan hukum
9 Ibid, Hlm. 34-35.
pidana adalah dimaksudkan untuk
Andi Hamzah, 1986, Sistem Pidana danPemidanaan di Indonesia : dari rettribusi ke reformasi, Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 34
12 Roeslan Saleh, 1987, Stesel Pidana 11 Sudarto, 1996, Kapita Selekta Hukum
Indonesia , Bina Aksara, Jakarta, Hlm. 5 Pidana , Alumni, Bandung, Hlm. 109-110.
13 Muladi, Op.Cit, Hlm. 6
P- ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 20
Failin: Sistem Pidana dan Pemidanaan di dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
menimbulkan efek penjeraan, sehingga dipakai perkataan pemidanaan atau orang tidak melakukan tindak pidana, dan
pemberian (penjatuhan) pidana oleh pelaku tidak lagi mengulangi melakukan
hakim.
kejahatan.
memang harus Akan tetapi tidak semua sarjana
Hakim
mempertimbangkan tuntutan penuntut menyetujui pendapat bahwa hakikat
umum, namun ia sama sekali tidak terikat pidana adalah pemberian nestapa atau
dengan tuntutan itu. Tidak jarang kita penderitaan. Misalnya Hulsman yang
temui dalam kasus-kasus konkrit hakim memandang pidana itu sebagai sebuah
menjatuhkan pidana jauh lebih rendah seruan untuk tertib (tot de orde roepen). 14 atau lebih tinggi dari apa yang dituntut
Pidana pada hakikatnya mempunyai dua oleh penuntut umum. Namun tidak jarang tujuan utama, yakni untuk mempengaruhi
pula hakim sepakat atau konform dengan tingkah laku dan untuk menyelesaikan
tuntutan penuntut umum. orang tidak konflik. Penyelesaian konflik tersebut
dapat dikenakan sanksi berupa pidana di dapat terdiri dari perbaikan kerugian yang
luar apa yang telah ditentukan di dalam dialami atau pengembalian kepercayaan
undang-undang. Oleh karena itu dalam antar sesama manusia.
hal penjatuhan pidana, hakim terikat pada jenis-jenis sanksi pidana yang telah
Setelah dipahami pengertian pidana ditetapkan dalam undang-undang. Ini
(straf), pertanyaan selanjutnya adalah apa
pendirian dari yang dimaksud dengan pemidanaan
sudah
merupakan
Mahkamah Agung Republik Indonesia, (mordeling), Seperti telah di kemukakan
yang secara tegas menentukan, bahwa di muka, bahwa menurut Prof Sudarto
perbuatan menambah jenis-jenis pidana perkataan pemidanaan adalah sinonim
yang telah ditentukan dalam Pasal 10 dengan
istilah
penghukuman.
KUHP dengan lain-lain jenis pidana Penghukuman itu berasal dari kata dasar
adalah terlarang. 16
hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan
Hukum pidana Indonesia menentukan tentang hukumnya. 15 Menetapkan hukum
jenis-jenis sanksi pidana atas pidana untuk suatu peristiwa itu tidaklah hanya
pokok dan pidana tambahan. Hal tersebut menyangkut bidang hukum pidana saja,
secara tegas dirumuskan di dalam Pasal tetapi juga hukum perdata. Oleh karena 17 10 KUHP yang berbunyi:
itu, sepanjang menyangkut penghukuman Pidana terdiri atas:
dalam lapangan hukum pidana, maka
1. Pidana Pokok: istilah penghukuman harus disempitkan
a. Pidana mati artinya, yaitu penghukuman dalam
perkara, pidana. Untuk menyebut
16 Lihat Putusan Mahkamah agung Republik
penghukuman dalam perkara pidana dapat
Indonesia tanggal 11 Maret 1970 Nomor 59K/Kr/1973. 17
Barda Nawawi Arief, 1996, Bunga Rampai
14 Sudarto, Op.Cit, Hlm. 110 Kebijakan Hukum Pidana , Citra aditia Bakti, 15 Sudarto, Op.Cit, Hlm. 71
Bandung, Hlm. 22
21 - LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 1, September 2017
b. Pidana penjara Dengan demikian, bahwa sistem
c. Pidana kurungan pemidanaan yang tercantum dalam K.U.H
d. Pidana denda Pidana mengenal dua macam sistem yaitu,
e. Pidana Tambahan
f. Pencabutan hak-hak tertentu sistem pemidanaan alternatif dan sistem
2. Perampasan
pemidanaan tunggal. Alternatif artinya tertentu;
barang-barang
bahwa hakim dalam memutuskan perkara
3. Pengumuman putusan hakim. boleh memilah dalam menjatuhkan
sedangkan sistem Undang-undang Nomor 20 tahun 1946,
Kemudian, pada tahun 1916 dengan
putusannya,
pemidanaan tunggal diartikan bahwa hukum pidana Indonesia mengenal suatu
hakim dalam menjatuhkan putusannya jenis pidana pokok yang baru, yaitu apa
harus sesuai dengan rumusan yang yang disebut pidana tutupan. Pidana
terdapat dalam Pasal tersebut. penutupan ini pada hakikatnya adalah
Penjatuhan pidana mati menurut pidana penjara. Namun dalam mengadili
pemidanaan dalam K.U.H Pidana, selalu orang yang melakukan kejahatan yang
dialternatifkan dengan jenis pidana diancam
lainnya yaitu pidana penjara, baik pidana terdorong oleh maksud yang patut
penjara seumur hidup maupun pidana dihormati,
penjara selama-lamanya 20 tahun (pidana menjatuhkan pidana tutupan. Inilah semua
penjara sementara waktu 20 tahun), hal jenis pidana yang ada di dalam KUHP
ini dapat dilihat dalam perumusan Pasal sekarang.
340 K.U.H Pidana tentang pembunuhan Sebagaimana
berencana. Sistem pemidanaan yang sebelumnya, bahwa pidana mati masih
telah
dijelaskan
bersifat tunggal sebagaimana di anut tercantum didalam K.U.H.Pidana. Pada
K.U.H Pidana dapat dilihat dalam pasal setiap delik yang diancam dengan pidana
489 ayat (1) Buku ke III K.U.H Pidana mati selalu tercantum alternatif pidana
tentang pelanggaran terhadap keamanan
seumur hidup atau pidana penjara umum bagi orang dan barang. sementara dua puluh tahun, jadi hakim
2. Sistem Pidana Dan Pemidanaan
dapat memilih antara tiga kemungkinan
Dalam Konsep KUHP Baru
tersebut melihat bentuk delik itu, maka
Sebagai Bagian Dari Pembaharuan
pidana mati hanya dijatuhkan terhadap
Hukum Pidana Indonesia
delik yang benar dianggap berat saja, Pembaharuan secara
etimologis dalam hal pidana mati yang dijatuhkan
berarti suatu hal yang “lama” dan sedang terpidana dapat mengajukan grasi kepada
dalam prosesnya untuk diperbaharui. Presiden,
apabila
terpidana tidak
Telah dijelaskan di awal bahwa kebijakan memohon grasi kepada presiden berarti
Presiden menyetujui eksekusi pidana mati
18 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/
tersebut.
123456789/21543/Chapter%20II.pdf;jsessionid=E 49E02C84094B1CD73517FFA85AB3C93?seque nce=3, diakses pada hari jumat, tanggal 18 Agustus 2017, pada jam 12.00.
P- ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 22
Failin: Sistem Pidana dan Pemidanaan di dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
hukum pidana ialah suatu usaha untuk Termasuk dalam masalah kebijakan membuat peraturan (pidana) menuju yang
dalam menetapkan sanksi pidana, lebih baik, tidak hanya melakukan
kebijakan menetapkan pidana dalam pengaturan tingkah laku masyarakat,
perundang-undangan. Kebijakan legislatif namun juga menciptakan masyarakat
merupakan tahap yang paling strategis yang
dilihat dari keseluruhan proses kebijakan, pembaharuan hukum pidana merupakan
sejahtera. Hal
ini berarti
untuk mengoperasionalkan hukum pidana. bagian yang tak terpisahkan dari
Pada tahap inilah dirumuskan garis-garis kebijakan hukum pidana.
kebijakan sistem pidana dan pemidanaan, yang sekaligus merupakan landasan
Usaha pembaharuan hukum di legalitas bagi tahap-tahap berikutnya,
Indonesia yang sudah dimulai sejak yaitu tahap penerapan pidana oleh badan
proklamasi kemerdekaan tanggal 17 pengadilan dan tahap pelaksanaan pidana
Agustus 1945, melalui Undang-Undang oleh aparat pelaksana pidana. 20
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) tidak dapat
belakang dan urgensi dilepaskan dari landasan dan sekaligus
Latar
diadakannya pembaharuan hukum pidana tujuan nasional yang ingin dicapai seperti
dapat ditinjau dari aspek sosiopolitik, dirumuskan dalam Pembukaan UUD
sosiofilosofis, sosiokultural, atau dari 1945, khususnya alinea ke empat.
berbagai aspek kebijakan (khususnya kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan
Dari perumusan tujuan nasional yang kebijakan penegakan hukum). Dengan
tertuang dalam alinea ke empat UUD demikian, pembaharuan hukum pidana
1945 tersebut, dapat diketahui dua tujuan pada hakikatnya mengandung makna,
nasional yang utama yaitu: (1) untuk suatu upaya untuk melakukan reorientasi
melindungi segenap bangsa Indonesia, dan reformasi hukum pidana yang sesuai
dan (2) untuk memajukan kesejahteraan dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik,
umum berdasarkan Pancasila. Hal itu
dan sosiokultural berarti ada dua tujuan nasional, yaitu
sosiofilosofis,
“perlindungan masyarakat Indonesia yang melandasi masyarakat” kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan
(social defence ) dan
“kesejahteraan
penegakan hukum masyarakat” (social welfare) yang di Indonesia. 21 Singkatnya pembaharuan menunjukkan adanya asas keseimbangan
kebijakan
setidaknya harus dalam tujuan pembangunan nasional.
19 hukum
pidana
menggunakan dua pendekatan, yaitu Pembaharuan
pendekatan kebijakan (policy-oriented menuntut
pemikiran terhadap masalah sentral yang sangat fundamental dan sangat strategis.
20 Syaiful Bakhri, 2009, Perkembangan
Indonesia, Total Media, Pedoman
19 Barda Nawawi Arief, 2009, Tujuan dan
Yogyakarta, Hlm. 87
Universitas Diponegoro, Semarang, Hlm. 43 21 Barda Nawawi Arief, Op.Cit., Hlm. 29.
23 - LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 1, September 2017
approach ) dan pendekatan nilai (value- untuk pendekatan yang demikian. Serta oriented approach 22 ). masalah yang lain ialah proses
kriminalisasi ini yang berlangsung terus Tujuan Pemidanaan (The Aim of
menerus tanpa diadakannya suatu evaluasi Punishment ). Tujuan pemidanaan bertolak
pengaruhnya terhadap dari pemikiran bahwa sistem hukum
mengenai
sistem. Hal ini pidana merupakan satu kesatuan sistem
keseluruhan
mengakibatkan timbulnya: a. krisis yang bertujuan ( “purposive system”atau “teleological system”) dan pidana hanya kelebihan kriminalsiasi; dan b. krisis
kelampuan batas dari hukum pidana. 24 merupakan alat/sarana untuk mencapai
tujuan, maka didalam konsep KUHP baru Kebijakan yang ditempuh oleh merumuskan tujuan pemidanaan yang
bangsa Indonesia dalam melaksanakan bertolak pada keseimbangan dua sasaran
pembaruan hukum pidana, melalui dua pokok, yaitu “perlindungan masyarakat”
jalur, yaitu:
1. Pembuatan Konsep Rancangan “perlindungan/pembinaan
(general prevention )
dan
individu”
23 Kitab Undang-Undang Hukum (special prevention). Pidana Nasional, yang maksudnya
Perkembangan dari pendekatan yang untuk menggantikan KUHP yang berorientasi terhadap kebijakan ialah
berlaku sekarang. lamban datangnya, hal ini dikarenakan
2. Pembaruan perundang-undangan bila kita kembali ke awal pembahasan,
yang maksudnya kebijakan ini dilakukan oleh DPR yang
pidana
menambah, dan pada dasarnya harus melewati proses
mengubah,
melengkapi KUHP yang berlaku legislasi, dan proses legislatif belum siap
sekarang.
Masalah utama dalam kebijakan
Pendekatan yang dilakukan terhadap pembaharuan hukum pidana ini dilakukan
kriminal ialah kriminalisasi, yakni proses
berdasarkan urgensi diadakannya pembaharuan
diikatnya
suatu
perbuatan yang
hukum pidana. Singkatnya pendekatan kebijakan terdiri dari; a. Kebijakan sosial yang bertujuan
sebelumnya tidak diancam dengan sanksi
sebagai penyelesaian masalah-masalah sosial, dan
pidana, menjadi perbuatan yang diancam
dalam rangka mensejahterakan masyarakat; b. Kebijakan kriminal yang berarti melakukan
dengan sanksi pidana. Kriminalisasi ini
perlindangan masyarakat
(social
defence )
diakhiri dengan diundangkannya suatu
(khususnya sebagai
upaya
penanggulangan
kejahatan); c. Kebijakan penegakan hukum dalam
perbuatan tersebut.
rangka mengefektifkan penegakan hukum. Serta dalam hal pendekatan nilai pada dasarnya
Jika tujuan pemidanaan bertolak dari
merupakan pembaharuan hukum pidana terhadap
keseimbangan dua sasaran pokok, maka
muatan normatif dan substansif. Lihat Barda Nawawi Arief, Ibid. Hlm. 29-30.
syarat pemidanaan menurut didalam
23 http://www.legalitas.org/database/artikel/lai
konsep KUHP baru juga bertolak dari
n/pokok- pokok%20pikiran%20penyusunan%20kuhp.pdf ,
keseimbangan mono-dualistik antara
pokok-pokok pikiran penyusunan rancangan undang-undang tentang kitab undang-undang
hukum pidana, dakses pada 20 Juli 2017, jam Lihat M. Cherif Bassiouni sebagaimana 12.00.
dikutip dalam Barda Nawawi Arie, Hlm. 33-34.
P- ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 24
Failin: Sistem Pidana dan Pemidanaan di dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
kepentingan masyarakat dan kepentingan 26 kelenturan (elastisitas-fleksibilitas) juga individu. Oleh karena itu, syarat
diimplementasikan dalam “pedoman dan pemidanaan didasarkan pada dua pilar
aturan pemidanaa n”, antara lain sebagai atau asas yang sangat fundamental, yaitu
berikut:
“asas legalitas” (yang merupakan asas
sanksi pidana kemasyaraktan) dan “asas kesalahan atau
a) Walaupun
25 dirumuskan secara tunggal (bersifat culpabilitas ”
(yang merupakan asas imperatif/kaku), namun hakim dapat
kemanusiaan atau individual). Bertolak memilih alternatif pidana lainnya
dari ide perlindungan masyarakat, maka yang tidak tercantum dalam
didalam konsep KUHP baru tetap perumusan delik atau mengenakan
mempertahankan jenis-jenis pidana berat, pidana secara kumulatif dengan
yaitu pidana mati (capital punishment)
pidana lain;
dan penjara seumur hidup (life sentence).
sanksi pidana Namun
b) Walaupun
dirumuskan secara alternatif, namun formulasinya juga mempertimbangkan
dalam
kebijakan
hakim dapat menjatuhkan sanksi perlindungan/kepentingan individu (ide
pidana secara kumulatif; “individualisasi pidana”), yaitu dengan
c) Walaupun sudah ada putusan diadakannya ketentuan mengenai:
pemidanaan yang berkekuatan tetap, masih
a. Penundaan pelaksanaan pidana modifikasi/perubahan/penyesuaia/p
dimungkinkan adanya
mati atau pidana mati bersyarat
kembali (asas (conditional capital punishment);
eninjauan
b. “modification of sanction”; asas
Dapat diubahnya pidana penjara alteration/annulment/
“the revocation of sanction ”) terhadap
seumur hidup menjadi penjara 15
tahun apabila terpidana telah putusan tersebut berdasarkan:
menjalani pidana minimal 10
a.
tahun dengan berkelakuan baik, Adanya perubahan Undang-
atau perubahan sehingga dimungkinkan terpidana “legislative policy”; mendapatkan
Undang
“pelepasan
bersyarat” (“conditional release/ b. Adanya perubahan/perbaikan/ perkembangan
pada diri parole ”).
terpidana.
d) Walaupun pada prinsipnya konsep Aturan
Sedangkan mengenai Pedoman atau
RUU KUHP bertolak dari ide Guidelines ) Masalah keseimbangan antara
Pemidanaan
(Sentencing
keseimbangan, namun dalam hal kepastian
ada perbenturan antara kepastian hukum dan keadilan, konsep
25 Saleh, K. Wantjik, 1981, Pelengkap
Andi Hamzah, 1986, Sistem Pidana dan KUHP: Perubahan KUH Pidana dan UU Pidana Pemidanaan di Indonesia : dari rettribusi ke
sampai dengan Akhir, Ghalia Indonesia, Jakarta, reformasi, Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 45
Hlm. 19
25 - LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 1, September 2017
memberikan pedoman agar “dalam
Pidana Pokok
mempertimbangkan hukum yang
a) Pidana Penjara akan diterapkan, hakim sejauh
b) Pidana tutupan mungkin mengutamakan keadilan di
27 c) Pidana pengawasan atas kepastian hukum”. d)
Pidana denda, dan Dalam berbagai bentuk tindak pidana
e) Pidana kerja sosial (baik WvS maupun konsep baru KUHP)
Sedangkan didalam Pasal 61 Konsep juga diatur tentang adanya “pelaku”,
KUHP baru diatur tentang pidana mati, “yang menyuruh melakukan”, dan “turut
yang dirumuskan sebagai pidana yang serta melakukan” tindak pidana. Logika
bersifat khusus dan selalu diancamkan pertanggungjawaban
struktural
secara alternative.
merupakan kaitan yang boleh jadi menginspirasi atau lalai baik terhadap
Pidana Tambahan pengawasan maupun tanggung jawab
Sedangkan pidana tambahan diatur di sehingga terjadinya tindak pidana.
dalam Pasal 62 konsep KUHP baru yang Artinya bahwa jelas dalam tindak pidana
menentukan bahwa pidana tambahan dan pertanggungjawaban pidana dapat
terdiri dari:
melibatkan pihak lain selain pelaku secara
a) Pencabutan hak tertentu individual. Pertanggungjawaban pidana
b) Perampasan barang tertentu dan dalam hal ini tidak bisa dilihat hanya
atau tagihan
dalam pelaksanaan tindak pidana, tetapi
c) Pengumuman putusan hakim juga memperhatikan hubungan-hubungan
d) Pembayaran ganti kerugian psikologis dan historis pelaku tindak
e) Pemenuhan kewajiban hukum adat pidana, yang tetap harus dalam bingkai
Disamping jenis-jenis sanksi pidana rasionalitas.
Barda
Nawawi
yang disebut diatas, konsep KUHP baru mengistilahkan sebagai kebijakan integral juga merencanakan jenis sanksi khusus dalam penanggulangan kejahatan untuk
untuk anak. Jenis sanksi khusus anak ini menyebut pentingnya sistem pemidanaan juga terdiri dari pidana pokok dan pidana struktural, yang mengandung arti pula
tambahan.
kebijakan integral
dalam
sistem
pemidanaan. Didalam Pasal 109 (1) Konsep KUHP baru ditegaskan, Pidana pokok
Jadi jenis-jenis pidana yang terdapat
bagi anak terdiri atas:
didalam Pasal 60 konsep Rancangan KUHP baru adalah sebagai berikut:
a. Pidana Nominal:
1. Pidana Peringatan; atau
2. Pidana teguran keras.
b.
Pidana dengan syarat;
http://e-
1. Pidana pembinaan di luar
clipping.unila.ac.id/2009/07/14/pemidanaan-
struktural-dan-kuhp-baru/ Dakses Pada 09 Juni
lembaga;
2017, jam 12.00.
P- ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 26
Failin: Sistem Pidana dan Pemidanaan di dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
2. Pidana kerja social; atau deter persons who might commit the
3. Pidana pengawasan. offense. But changes in criminal sanctions can scarcely have a
c. Pidana denda; atau deterrent effect if the public is
d. Pidana pembatasan kebebasab; unaware of them. Hence, publicizing
1. Pidana pembinaan didalam
a new sanction can be as critical as
enacting it ”.
lembaga;
2. Pidana penjara; atau Secara kronologis, pidana kerja sosial
3. Pidana tutupan. merupakan jenis sanksi pidana generasi
Semantara itu didalam Pasal 109 ayat ke empat yang muncul karena adanya (2) Kosep KUHP baru dirumuskan jenis-
anggapan bahwa pidana denda (sebagai jenis pidana tambahan bagi anak, yang
pidana genarasi ke tiga) kurang efektif terdiri atas:
jika diterapkan secara luas di masyarakat
(Hamzah, 1993:18-21). Pengertian pidana tertentu dan atau tagihan;
a. Perampasan
barang-barang
kerja sosial tidak dijelaskan dalam Pasal
b. Pembayaran ganti kerugian; atau 83 RUU KUHP. Penulis berpendapat,
c. Pemenuhan kewajiban adat. pengertian pidana kerja sosial adalah jenis pidana berupa pelaksanaan pekerjaan
Dari sana dapat kita lihat bahwa anak tertentu oleh terpidana di masyarakat
tidak dikenakan sanksi pidana mati dan tanpa mendapatkan upah, berdasarkan
pidana penjara seumur hidup. Salah satu persyaratan yang diatur oleh peraturan
dari hal yang baru dalam konsep KUHP
dan Putusan baru ini iyalah jenis pemidanaan yang
perundang-undangan
Pengadilan. Dalam konteks ini, putusan sangat baru di indonesia yaitu pidana
pengadilan tersebut dianggap sebagai kerja sosial disamping masih adalagi
perintah (orders) terhadap terpidana, yaitu konsep baru mengenai pidana denda di
tentang jangka waktu pelaksanaan pidana dalam pembaharuan hukum pidana ini.
dan tempat pelaksaaan pidana. Hukum pidana Indonesia yang saat ini
berlaku belum mengatur tentang jenis Persyaratan-persyaratan pidana kerja pidana kerja sosial, tetapi masih dirancang
sosial diuraikan dalam Pasal 83 RUU dalam Buku I RUU KUHP Tahun 2005.
KUHP dan peraturan perundang- Sosialisaisi rencana pemberlakuan pidana
undangan lainnya. Pidana kerja sosial jenis baru ini perlu dilakukan agar
tersebut dapat digunakan sebagai memperoleh dukungan dari masyarakat.
alternatif pengganti penjatuhan pidana Ini didasarkan pada pendapat Shelley
jangka pendek. Uraian ini didasarkan (1991:5), bahwa:
pada ketentuan RUU KUHP Pasal 83 dan penjelasannya, bahwa pidana kerja
“Public knowledge of criminal
diterapkan sebagai sanctions is not a minor matter,
sosial
dapat
Legislatures often attempt to control altertnatif pidana penjara jangka pendek crime through general deterrence,
dan denda yang ringan. Secara eksplisit, meaning that they increase or alter
dalam Buku II RUU KUHP tidak ada the penalty for an offense in order to
27 - LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 1, September 2017
satu pun tindak pidana yang diancam mungkin disesuaikan dengan profesi dengan pidana kerja sosial. Karena itu,
terpidana.
ancaman pidana tersebut bersifat
Kerja Sosial dapat alternatif, yaitu jika hakim menganggap
Pidana
dijatuhkan jika musyawarah majelis bahwa terdakwa layak dijatuhi pidana
hakim yang memeriksa suatu perkara kerja sosial. Salah satu pertimbangan
memutuskan bahwa terdakwa akan yang
harus diperhatikan
dalam
dijatuhi pidana penjara yang lamanya penjatuhan pidana kerja sosial adalah
tidak lebih dari 6 (enam) bulan atau harus ada persetujuan terdakwa sesuai
pidana denda tidak lebih dari denda dengan ketentuan dalam Forced Labour
Kategori I. Hal ini didasarkan pada Convention (Geneva Convention 1930),
ketentuan Pasal 86 ayat (1) dan (2) RUU ehe Convention for the Protection of
KUHP. Selain itu, dalam penjatuhan Human Rights and Fundamental
pidana kerja sosial, hakim wajib Freedom (Treaty of Rorne 1950), the
hal-hal berikut: Abolition of Forced Labour Convention
dipertimbangkan
pengakuan terdakwa terhadap tindak (the Geneva Convention. 1957) dan the
pidana yang dilakukan; usia layak kerja International Covenant on Civil and
dari terdakwa berdasarkan peraturan Political Rights (the New York
28 perundang-undangan yang berlaku; Convention, 1966). persetujuan terdakwa terhadap kerja
sesudah dijelaskan karena sifatnya sebagai pidana (work as
Pidana kerja sosial ini tidak dibayar
sosial,
yaitu
mengenai tujuan dan segala hal yang
a penalty), oleh karena itu pealaksanaan berhubungan dengan pidana kerja sosial; pidana ini tidak boleh mengandung hal-
riwayat sosial terdakwa; perlindungan hal yang bersifat komersial. 29 Riwayat
keselamatan kerja terdakwa; keyakinan sosial terdakwa diperlukan untuk
agama dan politik terdakwa; dan menilai latar belakang terdakwa serta
kemampuan terdakwa membayar denda. kesiapan yang bersangkutan baik secara
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan fisik maupun mental dalam menjalani
Pasal 86 ayat (3), (4), (5), (6), dan (7) pidana kerja sosial. Pelaksanaan pidana
RUU KUHP, diatur bahwa pelaksanaan kerja sosial dapat dilakukan di rumah
pidana kerja sosial tidak boleh sakit, rumah panti asuhan, Panti Lanjut
dikomersialkan. Kemudian, pidana kerja Usia (Lansia), sekolah, atau lembaga
sosial dilaksanakan paling singkat 7 sosial lainnya, dengan sebanyak
(tujuh) jam dan paling lama: (a) Dua
28 http://syariah.uin-
ratus empat puluh jam bagi terdakwa
suka.ac.id/file_ilmiah/Pembaharuan%20Hukum%
yang telah berusia 18 (delapan belas)
20Pidana.pdf, Pembaharuan
hukum
pidana
Indonesia, Diakses tanggal 12 Juli 2017, jam
tahun ke atas; dan (b) Seratus dua puluh
29 15.00 WIb.
jam bagi terdakwa yang berusia di
Sudarto, 1986, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia, salah satu makalah dalam
bawah 18 (delapan belas) tahun.
Simposium Pembaharuan
Hukum
Pidana
Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat
Nasional, Bina Cipta, Jakarta, Hlm. 7
P- ISSN: 2355-4657. E-ISSN: 2580-1678 - 28
Failin: Sistem Pidana dan Pemidanaan di dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
diangsur dalam waktu paling lama 12 Tujuan Pemidanaan (The Aim of (dua
Punishment ). Tujuan pemidanaan bertolak memperhatikan
dari pemikiran bahwa sistem hukum dalam
kegiatan
terpidana
pidana merupakan satu kesatuan sistem pencahariannya dan/atau kegiatan lain
menjalankan
mata
yang bertujuan (“purposive system”atau yang bermafaat. Jika terpidana tidak
“teleological system”) dan pidana hanya memenuhi seluruh atau sebagian
merupakan alat/sarana untuk mencapai kewajiban menjalankan pidana kerja
tujuan, maka didalam konsep KUHP baru sosial tanpa alasan yang sah, maka
merumuskan tujuan pemidanaan yang terpidana diperintahkan: mengulangi
bertolak pada keseimbangan dua sasaran seluruh atau sebagian pidana kerja sosial
pokok , yaitu “perlindungan masyarakat” tersebut; menjalani
prevention ) dan sebagian pidana penjara yang diganti
seluruh atau
(general
“perlindungan/pembinaan individu” dengan pidana kerja sosial tersebut; atau
(special prevention).
membayar seluruh atau sebagian pidana Hukum pidana dapat dipahami
denda yang diganti dengan pidana kerja sebagai bahagian dari keseluruhan hukum
sosial atau menjalani pidana penjara yang berlaku di suatu negara, yang
sebagai pengganti denda yang tidak mengadakan dasar-dasar atau aturan-
dibayar. aluran untuk menentukan perbuatan-
Oleh karena itu konsep KUHP baru perbuatan mana yang tidak boleh yang idenya adalah keseimbangan, maka
(dilarang) dilakukan yang disertai dengan upaya untuk mencapai tujuan yang lain
ancaman atau sanksi berupa pidana yakni keadilan dan kemanfaatan juga
tertentu bagi barangsiapa yang melanggar akan diakomodasi, yang salah satunya
larangan tersebut.
sebenarnya bisa dalam bentuk pengaturan Maka melalui tulisan ini penulis
pemidanaan struktural. Apalagi bila menyarankan agar pembaharuan hukum
mengingat salah satu ide dasar sistem pidana di indonesia dapat terlaksana maka
pemidanaan dalam konsep KUHP baru selayaknyalah pemerintah mendesak agar
adalah ide mendahulukan keadilan dari segera di sahkannya menjadi sebuah
kepastian hukum. patokan hukum pidana indonesia yang
SIMPULAN DAN SARAN
masih memakai warisan belanda. konsep Pembaruan hukum pidana dalam
KUHP baru sebagai salah satu konsep rangka
pembaharuan hukum pidana di indonesia, pemidanaan masih terus dilakukan. Dari
penyempurnaan
sistem
adalah sebuah konsep yang di rancang sekian banyak hal yang akan diperbarui,
dengan berbagai hukum, baik itu hukum satu hal penting dalam sistem pemidanaan
islam dan hukum adat yang di masukkan yang juga krusial disediakan dalam
kedalamnya sebagai suatu rancangan yang pembaruan hukum pidana Indonesia
hendaknya sesuai dengan masyarakat adalah sistem pemidanaan struktural.
indonesia.
29 - LPPM STIH Putri Maharaja Payakumbuh
Jurnal Cendekia Hukum: Vol. 3, No 1, September 2017
UCAPAN TERIMAKASIH