PENGARUH BASA TERHADAP PENURUNAN LIGNIN DAN KONSENTRASI HCl PADA HIDROLISA SABUT KELAPA UNTUK MEMPRODUKSI BIOETANOL

  

PENGARUH BASA TERHADAP PENURUNAN LIGNIN DAN

KONSENTRASI HCl PADA HIDROLISA SABUT KELAPA UNTUK

MEMPRODUKSI BIOETANOL

  

Faisol Asip*, Yoga Permana Wibowo, Reza Trisna Wahyudi

  • )

  Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl. Raya Indralaya

  • – Prabumulih KM. 32 Indralaya Ogan Ilir (OI) 30662

  Em

  

Abstrak

  Kebutuhan enargi pada saat ini terus mengalami peningkatan, sedangkan cadangan fosil terus mengalami penurunan seiring dengan penggunaannya. Tingginya penggunaan energi ini mendorong untuk dikembangkannya energi alternatif seperti biomassa salah satunya yaitu bioetanol. Bahan baku dalam pembuatan bioetanol yaitu biomassa yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin salah satunya adalah sabut kelapa. Sabut kelapa adalah limbah dari buah kelapa yang bisa menyebabkan pencemaran lingkungan dan aroma tidak sedap pada lingkungan jika tidak dimanfaatkan. Sabut kelapa memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi untuk diolah menjadi energi alternatif bioetanol. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah sabut kelapa menjadi bioetanol melalui proses Alkaline

  

pretreatment menggunakan NaOH dan NH OH dengan konsentrasi 1%M, 3%M, dan 5%M, kemudian

  4

  dilanjutkan dengan proses hidrolisa asam menggunakan HCl 2%M, 4%M, dan 6%M. Glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisa kemudian difermentasi selama 7 hari dengan penambahan Saccaromyces

  

cerevisiae 1% (w/v) dari volume yang difermentasi. Hasil penelitian menunjukkan kadar bioetanol

  tertinggi sebesar 5,3053% dihasilkan dari perlakuan pretreatment NaOH 5%M dengan hirolisa HCl 6%M saat hidrolisa.

  Kata Kunci :Alkaline Pretreatment,Bioetanol, Fermentasi, Hidrolisa,Sabut Kelapa

Abstract

  Energy consumptionat this time are continuously increase, while fossil energy reserve are decrease according to its consumption. The high of energy consumption are encourage to develop an alternative energy like a biomass, one of them is bioethanol. The raw materials to produce bioethanol is biomasscontaining cellulose, hemicellulose and lignin such as coconut fiber. Coconut fiber is a waste of coconut that cause pollution and unpleasant odor on the environment if not treated. Coconut fiber contains cellulose that high enough to be processed into alternative energy bioethanol. This study aims to utilize waste coconut fiber into bioethanol through process alkaline pretreatment using NaOH and NH OH at 1%M, 3%M, and 5%M concentration and then proceed using acid hydrolysis at 2%M, 4%M,

  4

  and 6%M concentration. Glucose that produced from the hydrolysis process are fermented for 7 days with addition of 1% (w/v) yeast Saccharomyces cerevisiae of the fermented volume. The results showed that the highest level of bioethanol is 5,3053% that produced from pretreatment NaOH 5%Mand hydrolysis 6%M HCl.

  Keywords :acid hydrolysis,alkaline pretreatment , bioethanol,Coconut fiber, fermentation

  terbarukan yaitu pemanfaatan sumber biologi

1. PENDAHULUAN

  Pertumbuhan perekonomian dan baik dari hewan maupun tumbuhan yang disebut indsutri serta pertumbuhan populasi di biomassa. Salah satu contoh biomassa adalah Indonesia yang semakin pesat menyebabkan bioetanol. tingginya tingkat kebutuhan energi, termasuk Bioetanol terbentuk melalui fermentasi konsumsi bahan bakar fosil. Pada kenyataannya glukosa yang dihasilkan melalui proses hidrolisa bahan bakar fosil yang dikonsumsi saat ini akan selulosa. Dalam pembentukan bioetanol, semakin kecil ketersediaanya dan tidak dapat selulosa adalah bahan baku yang paling banyak diperbaharui sehingga diprediksikan akan diolah dan diperoleh dari tumbuh. Sabut kelapa langka dalam beberapa tahun yang akan datang. salah satu contoh dari bahan tumbuhan yang Sehingga bahan bakar alternatif diharapkan bisa mengandung selulosa dan dapat dijadikan menyelesaikan masalah kurangnya sumber sumber alternatif, hal ini dikarenakan energi saat ini. Salah satu bentuk dari energi pemanfaatan buah kelapa hanya terbatas pada

  Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 22, Januari 2016 Page | 10 Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016 daging buahnya saja, sementara sabutnya biasanya tidak terpakai atau menjadi limbah.

  Hal ini menyebabkan ketersediaan sabut kelapa yang sangat melimpah dan dapat berpotensi untuk dijadikan bahan baku bioetanol.

  2011) Komponen kedua dari lingnoselulosa adalah hemiselulosa, sekitar 25-30% dari total massa kering.Hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding sel dan berlaku sebagai perekat antara sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang dan tanaman lainnya.

  a) Pretreatment Tujuan dari tahap pretreatment adalah

  Proses Lignoselulosik Bioetanol

  hingga 18%(Fatmawati dan Agustriyanto, 2015). Bioetanol dibuat melalui proses hidrolisis dan fermentasi. Bioetanol dapat dihasilkan dari gula sederhana, pati, dan selulosa. Bioetanol merupakan zat cair, berbau khas, tidak berwarna, mudah menguap dan terbakar serta dapat bercampur dalam air.

  2

  Bioetanol adalah bioetanol yang berasal dari makhluk hidup, dalam hal ini adalah bahan nabati. Bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang diolah sumber biologi yaitu tumbuhan, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO

  Bioetanol

  Salah satu zat komponen penyusun tumbuhan dikenal dengan lignin. Komposisi pada lignin ini berbeda-beda tergantung jenisnya. Lignin menunjang struktur dinding sel tumbuhan, sekitar 15-30% total massa kering (Axelsson, 2011).Lignin berfungsi untuk mengikat sel-sel tanaman satu dengan lainnya, sehingga dinding sel menjadi keras, teguh, dan kaku. Konversi lignoselulosa yang terdapat pada tumbuhan menjadi bioetanol terhalang oleh kandungan lignin tersebut. Lignin melingungi selulosa, maka pretreatment perlu dilakukan untuk menghilangkan lignin tersebut sehingga selulosa menjadi lebih mudah untuk dihidrolisa tanpa banyak kehilangan polisakaridanya (Gunam, dkk, 2011).

  Perbedaan hemiselulosa dengan selulosa yaitu hemiselulosa mudah larut dalam alkali tapi sukar larut dalam asam, sedangkan selulosa adalah sebaliknya(Ningrum, 2015).

  Gambar 1.Struktur Kimia Selulosa (Axelsson,

  Sabut Kelapa

  Lignoselulosa merupakan bahan penyusun tanaman yang mengandung tiga komponen utama yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Wiratmaja, dkk, 2011). Bagian terbesar penyusun lignoselulosa yaitu selulosa sekitar 30-60% dari total massa (Axelsson, 2011). Selulosa adalah polisakarida generasi kedua dari glukosa sebagai struktur yang berserat. Sifat fisik selulosa adalah tidak larut dalam eter dan alkohol, padat, berwarna putih, dan kuat. Monomer selulosa atau yang disebut glukosa merupakan hasil hidrolisis sempurna dari selulosa (Ningrum, 2015).

  Lignoselulosa

  Menurut Fatmawati dan Agustriyanto (2014), komponen utama sabut kelapa adalah lignin (45,4%), selulosa (43,44%), pektin (3%), hemiselulosa (0,25%) dan abu (2,22%) dari berat sabut kelapa, dimana secara alami senyawa selulosa, hemiselulosa, lignin dan pektin dapat mengalami penguraian dalam waktu yang relatif lama oleh mikroba.

  Sumber : Sukadarti,dkk,(2010)

  Abu 2,22

  Lignin 45,84 Air 5,25

  Selulosa 43,44 Hemiselulosa 19,9

  Tabel 1. Komposisi Kimia Sabut Kelapa Senyawa Persentase (%w/v)

  Sabut kelapa adalah salah satu limbah perkebunan yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan di Indonesia. Menurut data dari Direktorat Jenderal Perkebunan BPS Republik Indonesia tahun 2014, luas area perkebunan kelapa di Sumatera Selatan sekitar 118, 46 Ha dengan hasilnya sekitar 114, 35 ton. Dengan potensi sebesar itu maka dapat diperkirakan bahwa sabut kelapa sebagai salah satu komoditi yang memiliki potensi sebagai bahan baku pembuatan bioetanol yang cukup menjanjikan di masa yang akan datang..Sabut kelapa mempunyai komposisi kimia seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.

  untuk menghilangkan lignin dan hemiselulosa, mengurangi kristal selulosa, dan meningkatkan porositas material. Pretreatment harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016 meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan untuk selanjutnya membentuk gula dengan hidrolisa enzimatik; (2) mencegah degradasi atau hilangnya karbohidrat; (3) mencegah pembentukan produk samping yang menghambat proses hidrolisis dan fermentasi; (4) biaya efektif (SunCheng, 2002).

  Gambar 3. Skema Pretreatment Biomassa

  d) Pemurnian Bioetanol

  autoclave , corong pisah, pipet tetes, pipet ukur 5

  Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Beaker Gelas 50, 100, 250, 500 mLErlenmeyer 250 mL, 500, 1000 mL, gelas ukur 10 mL, 50 mL, spatula, pH Universal,

  a) Alat

  Alat dan Bahan Penelitian

  cerevisiae dan kemudian pemurnian bioetanol menggunakan evaporator.

  HCl, fermentasi menggunakan Saccaromyces

  4 OH, Hidrolisa asam encer menggunakan

  Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan libah sabut kelapa menjadi energi alternatif biomassa yaitu bioetanol. Proses penelitian ini merujuk pada metode yang digunakan Deviyanti, dkk,(2014). Tahapan penelitian terdiri dari dari persiapan bahan baku, alkali pretreatment menggunakan NaOH dan NH

  2. METODOLOGI PENELITIAN

  Setelah fermentasi, proses selanjutnya adalah pemurnian bioethanol menggunakan alat evaporator. Proses ini dilakukan untuk memisahkan bioetanol dari air dan massa sel. Pada prinsipnya, evaporasi dilakukan dengan pemanasan yang bertujuan untuk memekatkan suatu lautan yang terdiri dari zat terlarut yang memiliki titik didih yang tinggi dengan pelarut yang memiliki titik didih yang rendah sehingga pelarut yang memiliki titik didih rendah akan menguap dan hanya akan menyisakan larutan yang lebih pekat dan memiliki konsentrasi yang tinggi.

  lingkungan atau kondisi operasi seperti pH, temperatur, substrat, dan konsentrasi bioetanol. Kandungan hidrolisat dan gula menjadi inhibitor yang membatasi fermentasi mikroorganisme sehingga menurunkan yield bioetanol (Axelsson, 2011).

  Lignoselulosa (Mosier, dkk., 2005)

  pretreatment , metode hidrolisa, dan faktor

  Beberapa faktor memengaruhi proses fermentasi, antara lain; pemilihan mikroorganisme, bahan baku, metode

  Fermentasi mikroorganisme dilakukan untuk mengubah monomer gula menjadi bioetanol. Organisme yang digunakan dapat berupa bakteri, yeast dan fungi. Fermentasi alkohol merupakan proses terjadi karena adanya aktifitas suatu jenis mikroba yang disebut khamir. Kuantitas dan kualitas alkohol ditentukan oleh besar kecilnya aktifitasi hidup mikroba. Sehingga kondisi atau lingkungan hidup mikroba termasuk nutrisinya harus dijaga dengan baik sesuai kebutuhan mikroba

  c) Fermentasi

  Pada kondisi reaksi normal asam konsentrasi rendah (encer) dapat lebih mudah menghidrolisis selulusa dan hemiselulosa, akan tetapi diperlukan kondisi ekstrim untuk menghidrolisa selulosa. Hidrolisa dengan asam encer tidak memerlukan recovery asam dan asam tidak akan menghilang selama proses. Asam yang digunakan biasanya memiliki konsentrasi sekitar 2-5% dan dengan suhu reaksi sekitar 160°C(Mussato dan Roberto, 2003). Dengan suhu yang tinggi, dekomposisi gula akan lebih mudah terjadi.

  Hidrolisis adalah proses perubahan atau pemecahan molekul selulosa, hemiselulosa ataupun karbohidrat menjadi gula sederhana (glukosa). Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk hidrolisis lignoselulosa yaitu hidrolisis kimia, hidrolisis enzimatik, dan hidrolisis yang menggunakan sinar gamma atau radiasi elektron atau radiasi gelombang mikro.

  b) Hidrolisa

  penting untuk mempermudah pemecahan atau pengubahan pati dan selulosa menjadi glukosa.

  pretreatment atau perlakuan awal disini sangat

  Pada pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial, harus dilakukan pretreatment biomassa lignoselulosa untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Proses

  mL, 10 mL, neraca analitik, blender, oven, batu didih, labu bundar, evaporator, piknometer 5 mL, waterbath.

b) Bahan

4 OH (1%M, 3%M,

  Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016

  C sampai kering dan kemudian ditimbang (berat b). Residu ditambah 150 mL H

  C. Hasilnya dicuci dengan 300 mL aquadest, dan residu dikeringkan dengan oven pada 105

  o

  1 N, kemudian dipanaskan selama 1 jam pada suhu 90-100

  4

  2 SO

  C selama 1 jam. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas 300mL, kemudian residu dikeringkan dengan oven pada suhu 105

  o

  C hingga berat konstan, kemudian ditimbang (berat c). Residu kering kemudian ditambahkan 10 mL larutan H

  o

  Sampel kering sebanyak 1 g (berat a) ditambahkan 150 mL aquades dan panaskan pada suhu 90-100

  Prosedur Analisa Hasil Penentuan kadar Selulosa dan Lignin menggunakan metode Chesson (Datta, 1981 dalam Mudyantini, 2008)

  Chromatography dan metode densitas.

  o

  4

  2 SO

  o

  72% dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam. Setelah itu tambahkan 150 mL H

  2 SO

  4

  1N, dan panaskan selama 1 jam padasuhu 90-100

  o C.

  Residu disaring dan dicuci dengan 400mL H

  2 O.

  Residu kemudian dipanaskan dengan oven pada suhu 105

  o

  C sampai beratnya konstan dan ditimbang (berat d). Selanjutnya residu diabukan pada suhu 600

  o

  C dengan furnace selama 4 jam dan ditimbang (berat e).

  Kadar Selulosa = Kadar Lignin =

  C. Analisa kadar bioetanol menggunakan alat Gas

  C . Simpan bioetanol dalam wadah yang tertutup rapat, simpan dalam lemari pendingin dengan suhu 5

  Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sabut kelapa, NH

  Alkaline Pretreatment Sabut kelapa seberat 30g yang telah

  5%M), NaOH (1%M, 3%M, 5%M), HCl (2%M, 4%M, 5%M), yeast Saccaromyces cerevisiae, C

  2 H

  5 OH, H

  2 SO

  4

  (1N, 3%, dan 72% v/v), larutan amilum1%, Na

  2 CO

  3

  , aquadest, larutan luff schoorl, Na

  2 S

  2 O

  3 0,1 N, KI 20%.

  Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

  Sabut kelapa diperoleh dari rumah pembuatan santan di Jalan Merdeka (samping kantor Walikota) Kota Palembang, sabut kelapa berasal dari buah kelapa yang telah diambil santannya. Buah kelapa berasal dari daerah Banyuasin. Sabut kelapa kemudian dicuci hingga pengotor hilang, kemudian potong sabut kelapa menggunakan gunting hingga berukuran lebih kecil, jemur sabut kelapa selama 7 hari hingga kering. Sabut kelapa yang telah kering diperkecil ukurannya hingga 1mm menggunakan blender.

  berukuran 1mm dimasukkan kedalam Erlenmeyer 1000 mL kemudian ditambahkan larutan NaOH dengan konsentrasi masing masing 1%M, 3%M, dan 5%M sebanyak 500mL. Tutup erlenmeyer dengan gabus, kemudian panaskan erlenmeyer pada suhu 121oC menggunakan autoclave selama 60 menit (Kholisoh& Sukardati, 2011). Dengan kondisi yang sama, lakukan perlakuan diatas dengan menggunakan larutan NH

  o

  Filtrat sebanyak 300 mL hasil hidrolisa yang mengandung glukosa, selanjutnya difermentasi. Gunakan erlenmeyer 500mL yang telah di sterilisasi, kemudian tambahkan ragi

  C selama 15 menit dan suhu air pendingin pada 15

  o

  Ambil larutan dari hasil fermentasi kemudian masukkan dalam labu, pasang labu pada alat evaporator. Pertahan temperatur pemanas air pada 50-60

  Pemurnian Bioetanol Siapkan 1 set peralatan evaporasi.

  kemudian atur hingga pH larutan 4.5-5. Sampel yang telah siap, di tutup menggunakan gabus dan hubungkan erlenmeyer dengan botol berisi air menggunakan selang dan biarkan proses fermentasi berlangsung selama 7 hari.

  Saccharomyces cerevisiae sebanyak 1% (w/v)

  Fermentasi

4 OH 1%M, 3%M,

  5%M. Setelah pemanasan dengan autoclave selesai, dinginkan sampel kemudian pisahkan larutan dan padatan. Sabut kelapa hasil

  C menggunakan autoclave selama 60 menit. Setelah proses selesai, biarkan sampel dingin kemudian pisahkan substrat dan larutan. Lakukan analisa glukosa menggunakan metoted Luff Schoorl dengan mengambil 50-100 mLfiltrat hasil hidrolisa.

  o

  Sabut kelapa seberat 18g yang telah kering dimasukkan kedalam erlenmeyer 1000mL untuk dihidrolisa. Tambakan HCl pada masing masing sampel dengan konsentrasi 2%M, 4%M, dan 6%M sebanyak 500 mL. Tutup erlenmeyer dengan menggunakkan gabus. Perlakuan hidrolisa diberikan dengan memanaskan erlenmeyer yang berisi sampel pada suhu 121

  Hidrolisa Asam

  hingga pH netral. Keringkan substrat sabut kelapa hingga kering pada suhu 85oC selama kurang lebih 4 jam.

  pretreatment dicuci menggunakan aquadest

  Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016

  C. Metode analisa yang digunakan unutk mendapatkan kadar lignin dan selulosa yaitu metode Chesson (Datta, 1981 dalam Mudyantini, 2008). Dari hasil penelitian ini, didapatkan nilai kadar lignin dan selulosa seperti pada tabel berikut.

  o

  C. Setelah temperatur rendah, kemudian matikan GC tekan tombol “Power” pada GC.

  3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Konsentrasi NaOH Dan NH

  4 OH Terhadap Penurunan Lignin Pada Proses Pretreatment.

  Proses pretreatment sabut kelapa pada penelitian ini menggunakan variasi senyawa dan konsentrasi. Senyawa larutan yang di gunakan yaitu NaOH dan NH

  4 OH dengan variasi

  konsentrasi 1%M, 3%M, dan 5%M. Pada penelitian ini waktu pretreatment selama 60 menit dan temperatur 121

  o

  Tabel 3. Hasil analisa kadar lignin dan selulosa sebelum dan sesudah proses pretreatment.

  kemudian klik tombol “Start” pada GC. Etanol yang telah masuk kemudian akan menguap seketika dengan bantuan pemanas pada injector dan menuju kolom kapiler RTX-1 bersama dengan gas pembawa. Sampel yang mempunyai titik didih lebih rendah bergerak cepat melewati kolom kapiler menuju detector FID (Flame Ionization Detector), retensi waktu ini yang menjadi tolak ukur dalam penentuan senyawa yang dianalisa.Setelah senyawa terdeterksi, layar komputer kemudian akan memunculkan grafik serta luas area, catat luas area grafik untuk dijadikan sebagai standar.

  Sampel % Selulosa % Lignin Sebelum

  pretreatment

  44,4433 31,6576 NaOH 1%M 50,0297 30,9877 NaOH 3%M 52,3989 30,1217 NaOH 5%M 53,7191 29,7428 NH

  4 OH 1%M 53,7191 31,4170

  NH

  4 OH 3%M 48,3823 30,9884

  NH

  4 OH 5%M 50,5641 30,3642

  Lakukan hal yang sama menggunakan sampel bioetanol. Setelah semua sampel selesai diuji, lakukan Cooling down dengan menurunkan temperatur Oven, Split Injektor, dan Detector menjadi 40

  splitinjector

  Penentuan kadar glukosa menggunakan metode Luff Schoorl SNI-01-2891-1992

  ” pada komputer dan tunggu hingga muncul tulisan “Ready”. Ambil etanol murni menggunakan micro syringe sebanyak 1µL. Masukkan etanol kedalam GC melalui

  run

  Netralkan 25 mL sampel yang akan diuji. Tambahkan 25 mL larutan Luff kemudian panaskan selama 10 menit atau hingga mendidih dengan pemanas yang dilengkapi dengan pendingin balik. Dinginkan sampel analisa secara cepat hingga suhu kamar kemudian tambahkan larutan KI 20% sebanyak 15 mL. Tambahkan larutan H

  4

  26.5% sebanyak 25 mL secara perlahan. Tambahkan larutan kanji 1% sebanyak 2 mL sebagai indikator titrasi. Kemudian sampel dititrasi dengan menggunakan larutan Na

2 SO

  2

  Sebelum alat dihidupkan, buka valve N

  Pengujian Kadar Bioetanol Dengan Analisa Gas Kromatography

  III. Ukur volume piknometer dengan cara menimbang pikno kosong (a), kemudian catat. Masukkan aquades kedalam piknometer kemudian di timbang (b).Setelah volume piknometer diketahui, hitung densitas sampel dengan memasukkan sampel kedalam piknometer hingga penuh kemudian ditimbang (d).Nilai densitas yang telah diketahui dibandingkan dengan tabel standar analisa densitas bioetanol.

  , H

  Penentuan kadar bioetanol dengan metode analisa densitas

  % glukosa = Vp = Volume HCl saat hidrolisa, 500 mL. Vs = Volume sampel analisa, 25 mL. Ms = Massa sampel hidrolisa, 18 g.

  0,1N hingga berwarna putih kekuningan. Lakukan pada blanko (aquades) dengan proses yang sama.

  2

  2 O

  2 S

  2

  , He, dan hidupkan kompresor udara, atur tekanan masing-masing 5bar. Setelah itu hidupkan GC dan Komputer. Pada komputer buka software GC Solution. Kemudian pilih metode yang digunakan, jika analisa kadar bioetanol maka pilih metode etanol pada daftar yang tersedia. Sebelum menganalisa sampel, tentukan nilai standar dengan menggunakan etanol murni (slope test

  ). Klik tombol “single

  Pengujian kadar bioetanol menggunakan densitas dengan membandingkan hasil perhitungan dengan table densitas bioetanol pada buku Farmakope Indonesia Edisi

NH4OH

  30.0

  Konsentrasi NaOH (M)

  Konsentrasi HCl (M)

  % Kadar Glukosa

  1% 2% 3.4546 4% 3.7954 6% 4.1997

  3% 2% 4.0021 4% 4.6024 6% 5,1953

  5% 2% 4.7961 4% 5.6996 6% 6.1162

  30.9877 30.1217 29.7428 31.6576

  31.4170 30.9884 30.3642

  29.5

  30.5

  C selama 4 jam hingga kering. Pengeringan ini dilakukan untuk meningkatkan proses hidrolisis, agar senyawa HCl dan air bisa langsung masuk ke serat sampel dan melakukan hidrolisis. Hasil analisa kadar glukosa dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

  31.0

  31.5

  32.0

  1

  3

  5 K ada r L ignin (% )

  Konsentrasi Larutan (%M) NaOH

4 OH terhadap kadar lignin.

4 OH 1%M sebesar

4 OH 5%M penurunan kadar lignin lebih

  Tabel 4. Hasil analisa kadar glukosa setelah proses hidrolisa dan pretreatment NaOH.

  Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016

  Gambar 4. Pengaruh konsentrasi NaOH dan

  C lebih efektif dalam proses pretreatment, karena suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan terdegradasinya selulosa. Sedangkan pada suhu rendah maka liginin akan sulit untuk terdelignifikasi sehingga masih menutupi selulosa, dan kadar lignin yang berkurang akan sedikit (Permatasari, dkk, 2014). Adanya lignin yang berkurang ditandai dengan berubahnya pelarut mejadi warna hitam. Menurut Marsden dan Gray (1986) dalam Gunam, dkk, (2014) ikatan selulosa dan lignin yang diberi perlakuan alkali akan lebih labil sehingga ikatan eter pada lignoselulosa akan terputus dan lignin akan bereaksi dengan alkali membentuk senyawa lignin-alkali yang mudah larut dalam air. Untuk penurunan kadar lignin yang leih besar diperlukan konsentrasi alkali yang lebih besar dan waktu pretreatment yang lebih lama.

  NH

  Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa dari sampel dengan pelarut NaOH 5%M didapatkan kadar lignin terendah sebesar 29,7428% sedangkan kadar lignin tertinggi ada pada sampel dengan pelarut NH

  31,4170%. Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa penurunan kadar lignin semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi larutan. Penurunan kadar lignin tertinggi terdapat pada sampel dengan delignifikator NaOH 5%M yaitu 6,048%. Sedangkan pada sampel dengan delignifikator NH

  kecil yaitu 4,086%. Ukuran sampel mempengaruhi proses pretreatment secara fisika.

  Munurut Sun dan Cheng (2002) ukuran partikel akan meningkatkan porositas sampel yang mempengaruhi kontak terhadap senyawa delignifikator dan juga sebagai salah satu cara untuk memutuskan rantai polimer menjadi lebih pendek sehingga lignin lebih mudah untuk terpisah. Penggunaan senyawa alkali seperti NaOH dan NH

  4 OH pada proses alkaline pretreatment dapat menyebabkan pecahnya

  struktur lignin sehingga kadar lignin semakin berkurang.

  Penggunaan suhu 121

  o

  Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa penurunan kadar lignin oleh pelarut NaOH lebih baik dari pelarut NH

  Variasi pada proses hidrolisa adalah konsentrasi HCl yaitu 2%M, 4%M, dan 6%M. Sebelum dilakukan proses hidrolisis, sabut kelapa yang telah didelignifikasi harus dicuci hingga air pembilas tidak berwarna untuk menghilangkan lignin yang terlarut pada air dan pH netral untuk membersihkan senyawa alkali yang tidak bereaksi selama proses pretreatment. Sampel yang telah dicuci kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 85

  4 OH. Menurut Ariani dan

  Idiawati (2011) dalamPermatasari,dkk, (2014) lignin akan mudah untuk terlarut pada pH yang tinggi, karena lignin dalamkeadaan terionisasi akan membentuk garam dan bersifat polar yang larut dalam air. Seperti yang kita ketahui bahwa NaOH merupakan golongan basa kuat, sedangkan NH

  4 OH adalah basa lemah sehingga

  NaOH mampu melarutkan lignin lebih baik daripada NH

  4 OH.

  Pengaruh Konsentrasi HCl pada proses hidrolisa.

  Sabut kelapa hasil pretreatment dengan NaOH dan NH

  4 OH diberikan perlakuan

  hidrolisa. Pada proses hidrolisa digunakan larutan HCl sebagai katalis, temperatur hidrolisa 121

  o C dan waktu hidrolisa selama 60 menit.

  o

  6.5 6.1162

  NH OH 5% saat pretreatment. Sedangkan kadar % ( ) sa 6.0 5.5 4.7961 5.6996 5.1953 glukosa terendah dihasilkan oleh sampel HCl

  4 Gl r uko 4.5 5.0 4.0 4.0021 4.1997 sebesar 3,2911%. 4.6024 3.7954 NaOH 1% 2%M saat hidrolisa dan 1%M saat pretreatment K 3.4546 ada 3.5 NaOH 3% Gambar 5 dan gambar 6 menunjukkan 3.0 NaOH 5% bahwa peningkatan konsentrasi HCl akan 2 Konsentrasi HCl (% M) 4 6 meningkatkan kadar glukosa. Secara keseluruhan kadar glukosa tertinggi yang

  dihasilkan melalui pretreatment NaOH yaitu

  Gambar 5. Pengaruh Konsentrasi HCl

  sebesar 6,1162% pada HCl 6%M dan NaOH terhadap kadar glukosa dengan 5%. Sedangkan kadar glukosa tertinggi yang pretreatment NaOH. pada pretreatment NH OH dihasilkan oleh

  4

  sampel dengan konsentrasi HCl sebesar 6%M Gambar diatas menunjukkan kadar dengan konsentrasi NH OH sebesar 5%M. Dari glukosa pada sampel yang melalui proses

  4

  perbedaan diatas dapat dilihat bahwa hidrolisa HCl dan pretreatment dengan larutan

  pretreatment NaOH dapat menghasilkan

  NaOH. Berdasarkan gambar 5 peningkatan glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa akan semakin meningkat seiring

  NH OH. Hal ini terjadi karena pada sampel dengan meningkatnya konsentrasi HCl dan

  4

  dengan pretreatment NaOH memiliki kadar NaOH saat pretreatment. Peningkatan kadar lignin yang lebih rendah dan jumlah selulosa glukosa dihasilkan oleh sampel dengan yang lebih besar dibandingkan dengan sampel konsentrasi HCl 6%M dan 5%M NaOH saat dengan pretreatment NH OH. Menurut

  pretreatment yaitu sebesar 6,1162%. Kadar

  4 Oktavianus,dkk, (2013) kadar lignin yang

  glukosa terendah pada sampel dengan rendah akan mempermudah kontak selulosa

  pretreatment NaOH terdapat pada konsentrasi untuk terdegradasi menjadi monomer glukosa.

  1%M dan hidrolisa 2%M sebesar 3,4546%.

  Lignin yang terdapat pada sampel dapat

  Tabel 5. Hasil analisa kadar glukosa setelah

  menghambat katalis HCl dalam pembentukan proses hidrolisa pada pretreatment NH OH.

  4

  glukosa, sehingga kadar glukosa yang dihasilkan lebih sedikit. Konsentrasi Konsentrasi % Kadar

  Pada proses hidrolisis, penggunaan NH OH (M) HCl (M) Glukosa

  4 konsentrasi optimal HCl yaitu sebesar 80% M.

  2% 3.2911 Konsentrasi HCl yang terlalu tinggi akan

  1% 4% 3.5455 berpengaruhpada kekentalan larutan, larutan 6% 3.8869 yang terlalu kental akan memperkcil tumbukan 2% 3.6106 antara katalis dan sampel yang akan dihidrolisa

  3% 4% 4.2541 sehingga glukosa yang dihasilkan akan lebih 6% 4.6172 kecil. (ZahrodanIstiorini, 2010). Dalam proses 2% 4.0827 hidrolisa gugus H+ dari asam akan mengubah

  5% 4% 4.7829 gugus serat dari sabut kelapa menjadi gugus 6% 5.3796 radikal bebas. Gugus Radikal bebas serat 6.5 kemudian akan berikatan dengan gugus OH- ) 6.0 5.3796 dari air dan menghasilkan gula reduksi uko sa 4.7829 ( % 5.0 5.5 4.6172 (Idral,dkk , 2012). Gl r 4.5 4.0827 4.2541 3.8869 Pengaruh Konsentrasi HCl Saat Hidrolisis ada K NH4OH 1% 4.0 3.6106 3.5455 Terhadap Kadar Bioetanol. 3.5 3.2911 NH4OH 5% NH4OH 3% Proses fermentasi dilakukan dengan 3.0 2 4 6 penambahan yeastSaccaromyce cerevisiae dan Konsentrasi Hcl (% M) berlangsung pada kondisi anaerob sehingga selama proses fermentasi berlangsung tidak

  Gambar 6. Pengaruh Konsentrasi HCl

  boleh ada udara yang masuk maupun keluar dari terhadap kadar glukosa dengan sistem fermentasi. Hasil fermentasi kemudian pretreatment NH OH.

  4

  dimurnikan menggunakan alat evaporator, kemudian dianalisa dengan metode densitas dan Berdasarkan gambar 6 dapat dilihat alat Gas chromatography. bahwa peningkatan kadar glukosa beriringan dengan peningkatan konsentrasi HCl dan NH OH. Kadar glukosa tertinggi yaitu sebesar

  4

  5,3796% dihasilkan oleh sampel HCl 6% dan Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016

  5.5 Tabel 6. Hasil analisa densitas pada ) 5.0 4.8863 pretreatment NaOH. o l 4.1286 (% 4.5 4.3866

  Konsentrasi Konsentrasi % Kadar an io et 4.0 3.7348 NaOH (M) HCl (M) Bioetanol r B 3.5 3.5718 3.1915 3.3681

  2% 3.0150 K ada 3.0 3.1644 NH4OH 1% 1% 4% 3.4631 2.5 2.9335 NH4OH 3% NH4OH 5%

  6% 3.6397 2 4 6 2% 3.3409 Konsentrasi HCl (%M)

  3% 4% 4.1829

  Gambar 8. Pengaruh hidrolisa HCl dengan

  6% 4.4545

  pretreatment NH OH terhadap

  4

  2% 3.9113 kadar bioetanol. 5% 4% 4.8755

  6% 5.3053 Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa 5.5 5.3053 4.8755 dengan bertambahnya konsentrasi NH OH dan kadar bioetanol juga terus meningkat seiring ) 5.0 4.4545

  4 (% l o 4.5 4.1829 HCl. Kadar bioetanol tertinggi dihasilkan dari io et an 4.0 3.9113 3.6397 perlakuan hidrolisa HCl 6%M dengan pretreatment 5%M NH OH yaitu 4,8836%. B ar 3.5 3.3409 3.4631

  4 K ad 3.0 3.0150 NaOH 3% NaOH 1% Sedangkan kadar bioetanol terendah dihasilkan oleh sampel dengan konsentrasi NH OH 1%M 2.5 NaOH 5%

  4 2 Konsentrasi HCl (%M) 4 6 dan HCl dengan konsentrasi 2%M yaitu 2,9335%.

  Dalam proses fermentasi tidak ada

  Gambar 7. Pengaruh hidrolisa HCl dengan

  variasi yang diberikan. Penelitian ini

  pretreatment NaOH terhadap

  kadar bioetanol. menggunakan yeast Saccharomyces cerevisiae dengan penambahan 1% massa dari volume Pada gambar 7 dapat dilihat kadar filtrat, waktu fermentasi 7 hari, dan pH 4,5-5. bioetanol dari proses fermentasi pada sampel

  Hal ini merujuk pada penelitian yang telah dengan proses pretreatment NaOH dan hidrolisis HCl. Kenaikan kadar bioetanol terus dilakukan oleh Deviyanti, dkk, (2011) bahwa 7 meningkat seiring dengan meningkatnya hari merupakan waktu optimal dan 4,5-5 konsentrasi NaOH dan HCl. Kadar bioetanol merupakan pH yang baik untuk pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sampel dengan

  Saccharomyces cerevisiae dalam proses

  konsentrasi NaOH 5%M saat pretreatment dan fermentasi. HCl 6%M saat hidrolisis yaitu sebesar 5,3053%.

  Berdasarkan hasil yang ditunjukkan Sedangkan kadar bioetanol terendah dihasilkan oleh sampel dengan konsentrasi NaOH 1%M oleh gambar 7 dan gambar 8 dapat dilihat saat pretreatment dan HCl 6%M saat hidrolisa bahwa kadar bioetanol yang dihasilkan melalui yaitu sebesar 3,0150%.

  pretreatment NaOH lebih tinggi dibandingkan

  dengan pretreatment melalui NH OH. Kadar

  4 Tabel 7. Hasil analisa densitas pada

  bioetanol tertinggi melalui pretreatment NaOH pretreatment NH OH.

  4

  yaitu 5,3053% sedangkan pada NH OH

  4 Konsentrasi Konsentrasi % Kadar dihasilkan bioetanol tertinggi sebesar 4,8863%.

  NH OH (M) HCl (M) Bioetanol

4 Perbedaan kadar bioetanol yang dihasilkan

  2% 2.9335 1% 4% 3.1915 dipengaruhi oleh kadar glukosa yang

  6% 3.3681 sebelumnya dihasilkan pada proses hidrolisa. 2% 3.1644

  Kadar glukosa tertinggi dihasilkan pada sampel 3% 4% 3.7348 yang melalui pretreatment NaOH 5%M dan

  6% 4.1286 hidrolisa HCl 6%M yaitu 6,1162% sehingga 2% 3.5718 menghasilkan produk bioetanol sebesar 5,3053. 5% 4% 4.3866

  Pada sampel yang melalui pretreatment NH OH 6% 4.8863

  4

  5%M dan HCl 6%M kadar glukosa yang dihasilkan yaitu 5,3796% sehingga Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016

4 OH 5%M dan hidrolisa HCl

  Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016 menghasilkan produk bioetanol sebesar 4,8863%. Kadar bioetanol pada penelitian ini berbanding lurus dengan kadar glukosa yang dihasilkan, hal ini terjadi karena tidak adanya variasi dalam proses fermentasi.

  Deviyanti, P., Rumiyati, dan Faisol, A. 2014.

  Ketiga. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Anonim. 2014. Peraturan Menteri ESDM No. 20 Tahun 2014. (online) www. esdm.go.id. (diakses tanggal 20 Febuari 2016). Anonim. 2014. Perkebunan Kelapa. (online) www.bps.go.id. (diakses tanggal 13

  Febuari 2016) Axelsson, J. 2011. Separate Hydrolysis and Fermentation of Pretreated Spruce.

  Department of Physics, Chemistry and Biology Linkoping University : Sweden.

  Badan Standarisasi Nasional. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI : 01- 2891-1992.

  Badan Standarisasi Nasional. 2012. Bioetanol Terdenaturasi Untuk Gasohol. SNI: 7390-2012.

  Universitas Sriwijaya. Fatmawati, A., dan Rudy, A. 2014. Model

  Pengaruh Variabel Konsentrasi Asam Sulfat dan Waktu Fermentasi terhadap Pembentukan Kadar Bioetanol dari Sabut Kelapa. Jurusan Teknik Kimia.

  Andini, S., dan Dian, W. 2013. Pemanfaatan Sabut Kelapa dan Pewarna Alam Indigofera sebagai Material Alternatif pada Produk Kriya. Jurnal Tingkat

  Dinamika Orde Satu untuk Menentukan Parameter Kinetika Reaksi Hidrolisa Enzimatis Sabut Kelapa. Program Studi Teknik Kimia.

  Universitas Surabaya.. Gunam, I. B., Ni, M. W., Anak, A.M.D., dan

  Pande, M. S. 2011. Delignifikasi Ampas Tebu dengan Larutan Natrium Hidroksida Sebelum Sakarifikasi secara Enzimatis Menggunakan Enzim Selulase Kasar dari Aspergillus Niger FNU 6018. Teknologi Indonesia LIPI Press, 34 (Edisi Khusus 2011): 24-32.

  Hanum, F., Nurhasmawaty, P., Mulia, R., Ratih, P., dan Mei, U. 2013. Pengaruh Massa Ragi dan Waktu Fermentasi terhadap Bioetanol dari Biji Durian. Universitas Sumatera Utara. Jurnal Teknik Kimia.

  2(4): 49-54.

  Sarjana bidang Senirupa dan Desain. Institut Teknologi Bandung. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi

  4. Kadar bioetanol tertinggi dipengaruhi oleh kadar glukosa dari proses hidrolisa. Kadar etanol tertinggi terdapat pada sampel dengan konsentrasi HCl 6%M saat hidrolisa yang melalui proses pretreatment NaOH 5%M yaitu sebesar 5,3053%.

  Produk bioetanol dari juga dianalisa dengan alat Gas chromatography. Dari hasil analisa menggunakan alat Gas chromatography didapatkan hasil analisa pada sampel dengan

  pretreatment NaOH dengan konsentrasi NaOH 5%.

  pretreatment NaOH 5%M dan hidrolisa HCl

  6%M sebesar 4,1938% dan sampel dengan pretreatmen NH

  6%M sebesar 3,3789%. Hasil analisa dengan metode densitas dan alat Gas Chromatography menunjukkan perbedaan, hal ini terjadi karena alat gas chromatography memiliki tingkat keakuratan yang lebih baik dibandingkan dengan metode densitas.

  4. KESIMPULAN

  Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Konsentrasi NaOH yang semakin tinggi akan menghasilkan kadar lignin yang semakin rendah. Kadar lignin terendah yaitu 29,7428% yang dihasilkan melalui

  2. Semakin tinggi konsentrasi NH

  pretreatment NaOH 5% yang kemudian dihidrolisa dengan HCl 6% yaitu 6,1162 %.

  4 OH yang

  akan digunakan maka akan semakin kecil kadar lignin yang tersisa. Kadar lignin terendah yang dihasilkan melalui

  pretreatment NH

  4 OH terdapat pada sampel

  dengan konsentrasi 5%MH

  4 OH yaitu 30,3642 %.

  3. Kadar glukosa pada proses hidrolisa akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi HCl. Kadar glukosa terbaik dihasilkan melalui

DAFTAR PUSTAKA

  Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016 Idral, D. I., Salim, M., dan Elida, M. 2012.

  Jurnal Teknik Kimia. 2 (18): 52-62. Permatasari, H.R., Fakhili, G., dan Bety, L., dkk., Pengaruh Konsentrasi H2SO4 dan NaOH terhadap Delignifikasi Serbuk Bambo (Gigantochloa apus).

  University of Abertay : Scotland. Wiratmaja, I. G., Kusuma, I.G. dan Winaya,

  Walker, G. M. 2010. Bioethanol : Science and Technology of Fuel Alcohol.

  Lignocellulosic Materials For Ethanol Production: A Review. Bioresource Technol., 83, 1-11.

  Program Studi Teknik Kimia. UPN “Veteran” Yogyakarta. Sun, Y., dan Cheng, J. 2002. Hydrolysis Of

  Sukadarti, S., Siti, D.K., Heri, P., Wasis, P., dan Tri, M. 2010. Produksi Gula Reduksi dari Sabut Kelapa Menggunakan Jamur Trichoderma reesei. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”.

  Sitorus, D.O. 2014. Peningkatan Potensi Campuran Serat Sabut Kelaoa dan Serbuk Kayu Gergaju Teraktivasi H2SO4 sebagai Media Adsorben Zat Warna Terhadap Limbah Kain Songket. Politeknik Negeri Sriwijaya.

  Putri, M., Marniati, S., dan Elida, M. Pengaruh Penambahan NaOH-NH4OH untuk Produksi Bioetanol dari Ampas Tebu dengan Metode Simultaneous Saccharification Fermentation (SSF). Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Andalas.

  Polii, F.F. 2012. Pembuatan Etanol dari Limbah Industri Serat Kelapa. Jurnal Penelitian Teknologi Industri. Baristand Industri Manado. 4(1): 20-27.

  Chemical Engineers’ Hdanbook, 7th Edition. McGraw-Hill Book Company : New York.

  Program Studi Pendidikan Kimia FKIP. Universitas Sriwijaya. Perry, R.H., dan Green, D. 1997. Perry’s

  Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu pada Proses Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Alang-Alang. Universitas Sriwijaya.

  Pembuatan Bioetanol dari Ampas Sagu dengan Proses Hidrolisis Asam dan Menggunakan Saccharomyces cerevisae. Universitas Andalas. Jurnal Kimia Unand. 1(1): 34-39. Kholisoh, S. D., dan Sri, S. 2011. Delignifikasi

  Universitas Sriwijaya. Jurnal Teknik Kimia. 2 (19): 27-32. Osvaldo Z.S., Panca P.S., dan M. Faizal. 2012.

  2013. Pembuatan Bioetanol dari Batang Jarak Menggunakan Metode Hidrolisa dengan Katalis Asam Sulfat.

  Oktavianus, F., Roy, M.S., dan M. Djoni, B.

  Ningrum, E.F. 2015. Pembuatan Bioetanol dari Mahkota Buah Nenas Varietas Queen dengan Menggunakan Mikroba Saccharomyces cerevisae. Politeknik Negeri Sriwijaya.

  Alternatives For Detoxification Of Dilute-Acid Lignocellulosic Hydrolyzates For Use In Fermentative Process: A Review. Bioresource Technology, 93, 1-10.

  Mussatto, S.I., dan Ines, C. R. 2004.

  Mudyantini, W. 2008. Pertumbuhan, Kandungan Selulosa, dan Lignin pada Rami (Boehmeria nivea L. Gaudich) dengan Pemberian Asam Giberelat (GA3). Jurusan Biologi. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Biodiversitas 9(4): 269-274.

  Features Of Promising Technologies For Pretreatment Of Lignocellulosic Biomass. Bioresource Technology. 96, 673-686.

  Jurnal Teknik Kimia. 3 (8): 34-43. Mosier, N., Charles, W., Bruce, D., Richard, E., Y.Y. Lee, Mark, H., Michael, L. 2005.

  Kristina, Evi, R. S., dan Novia. 2012. Alkaline Pretreatment dan Proses Simultan Sakarifikasi-Fermentasi Untuk Produksi Etanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Universitas Sriwijaya.

  Sabut Kelapa dengan NaOH untuk Produksi Gula Pereduksi secara Enzimatik. UPN “Veteran” Yogyakarta. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses.

  I.N. 2011. Pembuatan Etanol Generasi Kedua Dengan Memanfaatkan Limbah Rumput Laut Eucheuma cottonii sebagai Bahan Baku. Universitas Udayana. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. 5 (1) : 75-84. Zahro, L. M. dan Mareta, I. 2010. Penyiapan

  Bahan Baku dalam Proses Fermentasi Fase Cair Asam Sulfat Sitrat Melalui Proses Hidrolisa Ampas Singkong.

  Jurusan Teknik Kimia. Universitas Diponegoro.

  Jurnal Teknik Kimia No.2, Vol.22, April 2016