MAKALAH KOMPETISI PENYULUHAN TAX CENTRE

MAKALAH KOMPETISI PENYULUHAN TAX CENTRE
PERAN PAJAK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL

NAMA

: ANGGI PRIBADI

NPM

: 13.11.106.401101.2374

UNIVERSITAS BALIKPAPAN
FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN
2013

1

Biodata Peserta
Nama

: Anggi Pribadi


Jenis kelamin

: Laki-laki

Tempat, tanggal lahir

: Muara Jawa, 27 September 1995

Nomor KTP

: 6402142709950003

Status perkawinan

: Belum menikah

Agama

: Islam


Alamat

: Jl. A Yani Gg. Sahabat, Handil II, Muara Jawa

Nomor Handphone

: 089689253412

Perguruan Tinggi

: Universitas Balikpapan

Fakultas/Jurusan

: Ekonomi/Manajemen

NPM

: 13.11.106.401101.2374


Balikpapan Desember 2013
Tertanda

Anggi Pribadi
13.11.106.401101.2374
2

KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
makalah ini dapat diselesaikan oleh penulis dalam rangka mengikuti kompetisi
penyuluhan tax centre 2013. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna untuk itu saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat diharapkan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Teman-teman mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan yang
turut memberikan dorongan dan masukan dalam penulisan makalah ini

2. Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk melakukan penelitian
3. Kepada kedua orang tuaku, ayahanda Ade Kusnadi dan ibunda Saniah
Kepada penulis-penulis yang sebelumnya telah meriset hal ini dan
kemudian dapat penulis kembangkan sedemikian rupa agar menjadi
makalah yang baik dan benar
Semoga amal dan kebajikan semua yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini mendapat imbalan yang sepantasnya dari Allah SWT.

Balikpapan, Desember 2013

Penulis

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
BIODATA PESERTA...........................................................................................ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1. LATAR BELAKANG .............................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH..........................................................................2
3. TUJUAN PENELITIAN...........................................................................2
BAB II
PEMBAHASAAN................................................................................................3
1. PAJAK .....................................................................................................19
2. PEMBANGUNAN SOSIAL....................................................................19
3. BAGAIMANA PERAN PAJAK DALAM PEMBANGUNAN SOSIAL
..................................................................................................................25
BAB III
PENUTUP`...........................................................................................................28
1. KESIMPULAN.........................................................................................28
2. SARAN.....................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA

4


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa
berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barangbarang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Pajak yang notabennya merupakan pendapatan terbesar keuangan
pemerintah sangat berguna untuk menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan
dan juga infrastruktur untuk kebutuhan masyarakat yang diharapkan mampu
menjadikan itu semua pembangunan yang berkelanjutan baik dalam
pembangunan ekonomi, social, dan lingkungan.
Dewasa ini pemerintah masih berfokus pada pembangunan ekonomi di
wilayah perkotaan dibandingkan di wilayah pedesaan hal ini menimbulkan
kesenjangan sosial oleh karna itu pembangunan ekonomi tidak boleh terlepas
dari pembangunan sosial Edi Suharto mengartikan pembangunan sosial
sebagai suatu pendekatan pembangunan yang mempunyai tujuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara paripurna, yakni memenuhi
kebutuhan manusia yang terentang mulai dari kebutuhan fisik sampai sosial,
pembangunan sosial lebih kepada meningkatkan keadilan terhadap semua
anggota masyarakat, jadi pembangunan sosial adalah proses pembangunan

yang direncanakan dan diselaraskan dengan pembangunan ekonomi yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan keadilan.
Oleh karna itu untuk meningkatkan pembangunan sosial dibutuhkan
anggaran untuk program pembangunan social tersebut yang salah satunya
berasal dari sektor pajak, tanpa pajak sebagian besar kegiatan Negara sulit
untuk dapat dilaksanakan, dengan demikian jelas bahwa peranan pajak sangat
dominan dalam roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.

1

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu pajak ?
2. Apa itu pembangunan sosial?
3. Bagaimana peran pajak dalam pembangunan sosial?

3. Tujuan Penelitian
1. Untuk penulis, agar mampu menjelaskan dan berbagi ilmu mengenai
bagaimana kedudukan pajak dalam pembangunan sosial.

2. Untuk pembaca, agar dapat lebih memahami bagaimana kedudukan pajak
dalam pembangunan sosial agar mampu di terapkan dalam kehidupan
sehari-hari.

BAB II

2

PEMBAHASAN

1. Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga

Pemerintah yang

mengelola


perpajakan

negara

di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah
satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan
Republik Indonesia.
Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "pajak" yang
dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah :
Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk
menutup belanja pemerintah
P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan


Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH

3

Pajak

adalah

iuran rakyat kepada Kas

Negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian
dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment
Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R

Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah,

bukan

akibat

pelanggaran

hukum,

namun

wajib

dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa
mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah
dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber
daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan
gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.
Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya
untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya
kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang
merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro
merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang yang
menyebabkan

timbulnya

kewajiban warga

negara untuk

menyetorkan

sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan
untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan
bahwa pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga

4

menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak
maupun wajib pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat''
a.1.

Unsur pajak
Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian
secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke
sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang
dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang
terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan
perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dalam undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan)
yang dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat
membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama
kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan
bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum
pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.

5

4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila
wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat
dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
5. Selain

fungsi

budgeter

(anggaran)

yaitu

fungsi mengisi

Kas

Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan
ekonomi dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).
a.2.

Jenis Pajak
Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua
jenis yaitu:
a.2.1. Pajak Negara
Sering disebut juga Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Pusat yang terdiri dari:
a. Pajak Penghasilan
Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
yang diubah terakhir kali dengan UU Nomor 36 Tahun 2008
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah
terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
c. Bea Materai

UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Matera
d. Bea Masuk

UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang
Kepabeanan
e. Cukai

UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai

6

1.2.2. Pajak Daerah
Sesuai UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
a. Pajak Provinsi terdiri dari:
 Pajak Kendaraan Bermotor;
 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
 Pajak Air Permukaan; dan
 Pajak Rokok.
b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor
2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3211,
diatur bahwa pejabat diplomatik dan pejabat perwakilan konsuler
dibebaskan dari semua pungutan dan pajak. - pajak, baik pajak
pusat maupun pajak daerah. Yang termasuk dalam pajak daerah
yaitu :


Pajak Restoran;



Pajak Hiburan;



Pajak Reklame;



Pajak Penerangan Jalan;

7



Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;



Pajak Parkir;



Pajak Air Tanah;



Pajak Sarang Burung Walet;



Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan



Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

1.3. Undang - Undang Perpajakan Negara
 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan. stdd Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

stdd Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai

dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. stdd Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009
 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. stdd Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 2006
 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. stdd Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 2007
1.4. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan

sumber

pendapatan negara untuk

membiayai

semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan . Berdasarkan hal
diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

8

a. Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai

sumber

pendapatan negara, pajak

berfungsi untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugastugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan
biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang,

pemeliharaan,

dan

lain

pembangunan, uang dikeluarkan

sebagainya.

Untuk

pembiayaan

dari tabungan pemerintah,

yakni

penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.
b. Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah

bisa

mengatur

pertumbuhan ekonomi melalui

kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring
penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi
untuk produk luar negeri.
c. Fungsi stabilitas
Dengan

adanya

pajak,

pemerintah

memiliki

dana

untuk

menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain
dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
d. Fungsi redistribusi pendapatan

9

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
1.5. Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila
terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu
rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang.
Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus
memenuhi persyaratan yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1. Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2. Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat
sebagai wajib pajak
3. Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai

dengan berat ringannya pelanggaran
b. Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan
pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan UndangUndang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
UU tentang pajak, yaitu:

10



Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan
UU tersebut harus dijamin kelancarannya



Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan
secara umum



Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak



Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu

kondisi perekonomian

baik

kegiatan produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak
jangan

sampai

merugikan

kepentingan masyarakat dan

menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama
masyarakat kecil dan menengah.
c. Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak
harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem
pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
d. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan
dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib
pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan
memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan
pajak rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.

11

Contoh:
 Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2
macam tarif
 Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu
tarif, yaitu 10%
 Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk
perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh)
yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
1.6. Asas Pemungutan Menurut Para Ahli
Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli
yang mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:
Adam Smith, pencetus teori The Four Maxims
Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran
yang terkenal "The Four Maxims", asas pemungutan pajak adalah
sebagai

berikut.

Asas Equality (asas

keseimbangan

dengan

kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan
oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib
pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus
berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai
sanksi hukum. Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak
yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut pada
saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya
disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib
pajak menerima hadiah.nAsas Efficiency (asas efisien atau asas
ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin,

12

jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil
pemungutan pajak.
Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus
berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi
penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan. Asas
manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum. Asas
kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Asas kesamaan: dalam kondisi
yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus
dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama). Asas
beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecilkecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek
pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.

Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
Asas politik finansial: pajak yang dipungut negara jumlahnya
memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan
negara. Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya:
pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah. Asas keadilan:
pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk
kondisi yang sama diperlakukan sama pula. Asas administrasi:
menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus
membayar

pajak),

keluwesan

penagihan

(bagaimana

cara

membayarnya) dan besarnya biaya pajak. Asas yuridis: segala
pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

13

1.7. Asas Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada
orang pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai
keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan
yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan
dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak
untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat
menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasardasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas
dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya
untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering
digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
1. Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence

principle): berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas
suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan,
apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan
penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan
yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak
dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu
berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam
sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan
asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas
penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang
diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
2. Asas sumber: Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak

atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu
diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan

14

dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak
menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan
yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan
penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari
negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari
penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak
oleh pemerintah Indonesia.
3. Asas

kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas

kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam asas ini,
yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan
dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas
ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan
dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem
pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara
menggabungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak
atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau
kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak,
dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang
disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara
untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan
pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau
berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara
(dalam asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi
objek pajak tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber,
yang menjadi landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek
yang akan dikenakan pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status
dari orang atau badan yang memperoleh atau menerima penghasilan
tidak begitu penting. Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama,
pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja

15

(world-wide income), sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang
dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan
yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara yang
bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja,
tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili
dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber,
bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur
mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa
Indonesia menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem
perpajakannya.

Indonesia

juga

menganut

asas

kewarganegaraan

yang parsial, yaitu khusus dalam ketentuan yang mengatur mengenai
pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
1.8. Teori Pemungutan
Menurut R. Santoso Brotodiharjo SH, dalam bukunya Pengantar
Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari adanya
pemungutan pajak, yaitu:
1. Teori asuransi, menurut teori ini, negara mempunyai tugas untuk

melindungi warganya dari segala kepentingannya baik keselamatan
jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan
tersebut

diperlukan

biaya

seperti

layaknya

dalam

perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran
pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini
banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan dengan
perusahaan asuransi.

16

2. Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalah

adanya kepentingan dari masing-masing warga negara. Termasuk
kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi
tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak
yang harus dibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada
kenyataannya

bahwa

tingkat

kepentingan

perlindungan orang

miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan jaminan
sosial, kesehatan,

dan

lain-lain.

Bahkan

orang

miskin

justru

dibebaskan dari beban pajak.
1.9. Penerimaan Pajak di Indonesia
Penerimaan pajak tahun 2012 adalah 835,25 Triliun, dibandingkan
dengan realisasi Tahun 2011 maka realisasi penerimaan perpajakan tahun
2012 naik sebesar 92,53 Trilyun atau mengalami pertumbuhan sebesar 12,
47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan
Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%. Realisasi
penerimaan pajak 2012 per jenis pajak :
 Pajak Penghasilan (PPh) Rp464,66 triliun
 Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN

dan PPnBM) Rp336,05 triliun
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp28,96 triliun

Rencana penerimaan pajak Tahun 2013 adalah sebesar Rp1.042,32
triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan realisasi penerimaan tahun
2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi sebesar 68,14% dari
rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar Rp1.529,67
triliun.
Pendapatan pajak itu belum termasuk pendapatan cukai, bea masuk,
dan pendapatan pungutan ekspor. Pajak Berdasarkan wujudnya, pajak
dibedakan menjadi:
17

1.

Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan secara langsung kepada
wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.

2.

Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan wajib yang harus
dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara tidak
langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan
sebagainya.

Sedangkan berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan, pajak dibedakan
menjadi:
1.

Pajak pendapatan adalah pajak yang dikenakan atas pendapatan
tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit lain.

2.

Pajak penjualan adalah pajak yang dibayarkan pada waktu terjadinya
penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada pembeli.

3.

Pajak badan usaha adalah pajak yang dikenakan kepada badan usaha
seperti perusahaan bank dan sebagainya.
Laba usaha yang diterima oleh badan usaha maupun perorangan

itulah yang akan dikenai PPh. Namun demikian, bagi Wajib Pajak
perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan
bergantung pada jumlah tanggungan keluarganya. Sebenarnya, pihak yang
memiliki sebuah usaha berbentuk badan adalah juga perorangan sebagai
investor. Hasil yang akan diterima oleh investor sebagai pemilik usaha
merupakan penghasilan kembali yang merupakan Objek PPh bagi
perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going concern” maka
keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung dinikmati oleh
investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk memperbesar
usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas

18

investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut
dibagikan ke perorangan.
Pajak berdasarkan pungutannya dapat dibedakan menjadi:
1. Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak/pungutan yang dikumpulkan
oleh

pemerintah

pusat

terhadap

tanah

dan

bangunan

kemudian

didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan daerah sendiri.
2. Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas laba perseroan/badan usaha lain
yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
3. Pajak siluman adalah pungutan secara tidak resmi/pajak gelap dan
merupakan sumber korupsi.
4. Pajak transit adalah pajak yang dipungut di tempat tertentu yang harus
dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain.

2.

PEMBANGUNAN SOSIAL
Pembangunan sosial menurut Midgley (1995; 250) adalah “a process
of planner social change designed to promote the well-being of the
population as a whole in conjunction with a dynamic process of
development”.Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Midgley
tersebut terlihat bahwa pembangunan sosial ditujukan untuk meningkatkan
taraf hidup seluruh masyarakat.
Peningkatan taraf hidup masyarakat tersebut tidak dapat dilakukan
tanpa adanya keterkaitan dengan pembangunan ekonomi. Jadi pokok pikiran
dari Midgley bahwa pembangunan sosial tidak akan dapat dijalankan tanpa
adanya keterpaduan dengan pembangunan ekonomi. Perencanaan dalam

19

pembangunan sosial harus juga membuat perencanaan pembangunan
ekonomi.
Selanjutnya Edi Suharto mengartikan pembangunan sosial sebagai
suatu

pendekatan

pembangunan

yang

mempunyai

tujuan

untuk

meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara paripurna, yakni
memenuhi kebutuhan manusia yang terentang mulai dari kebutuhan fisik
sampai sosial.
Berdasarkan definisi dari Edi Suharto tersebut terlihat bahwa
pembangunan sosial lebih kepada meningkatkan keadilan terhadap semua
anggota masyarakat. Jadi pembangunan sosial adalah proses pembangunan
yang direncanakan dan diselaraskan dengan pembangunan ekonomi yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan
keadilan.Untuk

melihat

suatu

pembangunan

mempunyai

dimensi

pembangunan sosial dapat dilihat dari karateristik pembangunan sosial itu
sendiri.

Karakteristik dari pembangunan sosial adalah :
1.

Proses dari pembangunan sosial yang dilakukan tidak terlepas dari
pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sosial tidak akan
terlepas dari keberhasilan pembangunan ekonomi. Tujuan dari
pembangunan sosial hanya akan tercapai jika pembangunan ekonomi
berkembang.

2.

Pembangunan sosial yang dilakukan harus melibatkan berbagai macam
disiplin ilmu khususnya ilmu sosial. keberhasilan pembangunan sosial
tidak akan terlepas dari peran politik dan ekonomi dari suatu negara.
Selain itu juga pembangunan sosial sangat dipengaruhi nilai-nilai yang
ada dalam masyarakat yang bersangkutan.

20

3.

Tekanan dari pembangunan sosial lebih kepada proses yang dilakukan
dalam pembangunan sosial itu sendiri. Dengan demikian dalam
pembangunan sosial harus dilihat tiga aspek yaitu kondisi awal
sebelum adanya pembangunan sosial, proses pembangunan itu sendiri
yang merupakan proses perubahan sosial, dan kondisi akhir setelah
perubahan sosial dilakukan.

4.

Pembangunan sosial merupakan proses yang bersiat progresif, artinya
pembangunan yang dilakukan merupakan proses yang bersifat dinamis
untuk mencapai kemajuan. Pembangunan sosial diarahkan untuk
mencapai kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya.

5.

Pembangunan sosial merupakan proses yang lebih bersifat intervensi.
Ini berarti bahwa pembangunan sosial dilakukan untuk mengatasi
permasalahan yang muncul akibat adanya distorsi dari pembangunan
itu sendiri. Distorsi dari pembangunan ini sendiri akan menjadi
permasalahan yang harus diselesaikan dan pembangunan sosial inilah
yang akan menyelesaikan distorsi dari pembangunan tadi.

6.

Adanya strategi yang harus digunakan dalam pembangunan sosial
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi ini digunakan
untuk melakukan intervensi akibat adanya distorsi pembangunan tadi.
Strategi juga dapat digunakan untuk menghubungkan pembangunan
sosial yang dilakukan dengan pembangunan ekonomi.

7.

Ditinjau dari ruang lingkupnya, pembangunan sosial bersifat universal.
Hal ini berarti bahwa pembangunan sosial ditujukan untuk seluruh
masyarakat.

8.

Pembangunan

sosial

yang

dilakukan

ditujukan

untuk

dapat

mempromosikan atau mendukung terwujudnya kesejahteraan sosial.
Tujuan dari pembangunan sosial ini lebih luas dibandingkan dengan
pembangunan ekonomi, sehingga untuk mencapainya diperlukan strategi

21

khusus. Strategi yang digunakan dalam pembangunan sosial menurut
Midgley (1995; 103-138) adalah :
1.

Pembangunan sosial melalui individu dengan pendekatan individualis.
Strategi ini kurang populer dalam pembangunan sosial, karena lebih
menekannya pada pengembangan dan fungsi individu serta hubungan
antarindividu.
berswadaya

Individu-individu
memberdayakan

yang

ada

masyarakat

dalam
itu

masyarakat

sendiri

dengan

membentuk usaha pelayanan. Dengan adanya usaha membentuk
pelayanan yang bersifat swadaya tadi maka strategi ini sering juga
disebut juga sebagai pendekatan perusahaan (enterprise approach)
2.

Pembangunan sosial melalui komunitas, dikenal juga dengan
pendekatan komunitarian. Pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh
ideology populis. Dalam strategi ini kelompok-kelompok yang ada di
dalam masyarakat mencoba untuk saling berhubungan dalam rangka
memenuhi

kebutuhan

masing-masing

kelompok.

Kerja

sama

antarkelompo itu akan menghasilkan jaringan kelompok yang
selanjutnya digunakan untuk pengembangan kelompok lokal yang ada
dalam masyarakat.
3.

Pembangunan sosial melalui pemerintah, yang sering dikenal dengan
pendekatan statis. Pendekatan ini sangat lekat dengan ideology
kolektivis atau sosialis. Ideology ini menekankan betapa pentingnya
kolektivitas. Pembangunan sosial dilakukan dengan menggunakan
lembaga-lembaga yang ada di dalam organisasi pemerintah. Pada
strategi ini pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk membuat
kebijakan dan mengimplementasikan kebijakan sosial yang telah
dibuat. Jadi dengan demikian partisipasi dalam pembangunan sosial
tidak hanya dilakukan oleh individu dan masyarakat, tetapi juga oleh
pemerintah.
Orientasi

pembangunan

ekonomi

perlu

diikuti

oleh

pembangunan sosial, yang diartikan sebagai suatu usaha untuk

22

meningkatkan kesejahteraan secara menyeluruh. Paling tidak hal-hal
yang berkaitan dengan pembangunan sosial tersebut adalah (a) social
services, (b) social welfare services, dan (c) community development.
Meminjam asumsi Todaro (M. P. Todaro, 1989: 92), ada tiga sasaran
yang seyogyanya dicapai dalam pembangunan sosial, yaitu :
Pertama,

meningkatkan

ketersediaan

dan

memperluas

distribusi barang-barang kebutuhan pokok. Kedua, meningkatkan taraf
hidup, yaitu selain meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan
kerja, pendidikan yang lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar
terhadap nilai-nilai budaya dan kemanusiaan, yang keseluruhannya
akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga
menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu ataupun sebagai suatu
bangsa. Ketiga, memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia
bagi setiap orang dan setiap bangsa dengan membebaskan mereka dari
perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan
orang dan negara lain tetapi juga terhadap kebodohan dan
kesengsaraan manusia. Pembangunan, dengan demikian, harus
dipahami sebagai suatu proses berdimensi jamak yang melibatkan
perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat,
dan kelembagaan nasional. (Prayitno, 2009).
Lebih lanjut Moeljarto dalam Prayitno (2009) berpendapat,
bahwa sekurang-kurangnya pembangunan sosial itu memiliki tiga
kategori makna (Moeljarto T., 37-40), yaitu (1) pembangunan sosial
sebagai

pengadaan

pelayanan

masyarakat,

(2)

pembangunan

masyarakat sebagai upaya terencana untuk mencapai tujuan sosial
yang kompleks dan bervariasi, dan (3) pembangunan sosial sebagai
upaya yang terencana untuk meningkatkan kemampuan manusia untuk
berbuat. Beragamnya tujuan dan makna pembangunan sosial, maka
dalam pertemuan ahli dari UNCRD di Nagoya menerima definisi
lengkap sebagai :

23

"Pembangunan Sosial tidak hanya diukur melalui peningkatan
akses pelayanan seperti kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan,
melainkan melalui kemajuan dalam pencapaian tujuan sosial yang
lebih kompleks dan kadang-kadang beragam seperti persamaan,
'keadilan sosial', promosi budaya, dan ketentraman batin, juga
peningkatan kemampuan manusia untuk bertindak, sehingga potensi
kreatif mereka dapat dikeluarkan dan membentuk perkembangan
sosial" (Moeljarto T., 40).
Kemudian dalam kaitannya dengan strategi pembangunan
sosial yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan taraf hidup
masyarakat, Midgley (2005:149-201) mengemukakan ada tiga strategi
besar, yaitu:
1.

Pembangunan Sosial oleh Individu, di mana kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan dapat diangkat ketika para
individu berusaha untuk mengangkat kesejahteraan mereka
masing-masing. Pendekatannya lebih mengarah pada pendekatan

2.

individualis dan pendekatan enterprise (usaha).
Pembangunan Sosial oleh Masyarakat, di mana masyarakat
saling bekerja sama secara harmonis serta memiliki tujuan yang
sama

untuk

memenuhi

kebutuhan

mereka,

memecahkan

permasalahan mereka dan berusaha menciptakan kesempatan
guna memperbaiki hidup. Pendekatannya lebih dikenal dengan
3.

nama pendekatan kemasyarakatan.
pembangunan Sosial oleh Pemerintah, di mana pembangunan
sosial dilakukan oleh pemerintah, dengan agen-agennya yang
khusus,

pembuatan

kebijakan,

para

perencana

dan

administraturnya. Negara mewakili kepentingan masyarakat
secara keseluruhan dan memiliki tanggung jawab mengangkat
kesejahteraan seluruh warganegaranya. Pendekatannya lebih
dikenal dengan nama pendekatan statist / negara.

24

Berkaitan dengan kondisi Indonesia yang kompleks, ternyata
tidak dapat dipilih satu dari tiga strategi tersebut, tetapi ketiga strategi
tersebut perlu terus dilaksanakan. Artinya, ketika pemerintah
melakukan pembangunan sosial, maka peran-peran dari swasta dan
sektor ketiga (masyarakat madani) terus ditumbuhkan. Sehingga, tidak
terjadi dominasi pemerintah dalam penanganan pembangunan sosial.
Masing-masing pihak terus menunjukkan kiprahnya. Bahkan, bisa
melakukan sinergi untuk mempercepat proses pembangunan sosial.
Jika swasta dan sektor lain mampu memberikan kontribusi pada
Negara, maka diharapkan akan dapat mengurangi beban pemerintah.
Sehingga, pemerintah bisa mengalokasikannya untuk program strategis
lainnya (Prayitno, 2009).

3.

BAGAIMANA PERAN PAJAK TERHADAPA PEMBANGUNAN
SOSIAL
Dalam

konstitusi

Indonesia,

terdapat

bagian-bagian

yang

menunjukkan bahwa Negara Indonesia memberikan perhatian yang besar
pada pembangunan sosial, sebagaimana dalam Undang-undang Dasar 1945
(UUD 1945), tujuan negara terdiri dari: melindungi seluruh bangsa
Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Selain itu Bab IX, UUD 1945 diberi judul Sistem Perekonomian dan
Kesejahteraan Sosial. Hal ini menunjukkan bahwa sistem perekonomian
Indonesia berorientasi, berpihak pada rakyat dan mengarah pada
kesejahteraan sosial. Pada beberapa pasal-pasal UUD 1945, ditegaskan
mengenai jaminan negara terhadap komponen pembangunan sosial,

25

diantaranya: (1) Pasal 27, tentang hak mendapatkan pekerjaan dan
penghidupan yang layak, (2) pasal 31, tentang hak mendapatkan pendidikan,
(3) pasal 33, tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial, (4) pasal 34,
tentang

jaminan

terhadap

fakir

miskin

dan

anak-anak

terlantar.

Tanggungjawab negara dalam mendorong kesejahteraan juga diamanatkan
dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Disisi lain, kondisi kesejahtaraan masyarakat Indonesia berada
pada titik memprihatinkan terutama dalam aspek kemiskinan. Badan Pusat
Statistik (BPS) mencatat, pada Bulan Maret 2009, jumlah penduduk miskin
di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau 14,15% dari total jumlah
penduduk Indonesia. Tingginya angka kemiskinan memberi kesan bahwa
praktik pembangunan nasional selama ini belum bisa meningkatkan kondisi
kehidupan masyarakat, dimana pembangunan nasional bertumpu pada
pembangunan ekonomi yang bersumber dari utang luar negeri.
Dalam mengatasi distrorsi pembangunan yang terjadi di Indonesia,
dengan mengevaluasi permasalahan yang terjadi pada pemerintahan
sebelumnya, pembangunan sosial sudah menjadi bagian dari rencana
pembangunan 2009-2014, sebagaimana dikemukakan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidato kenegaraan dihadapan Sidang
Paripurna DPR, pada tanggal 16 Agustus 2009, bahwa esensi dari program
lima tahun mendatang adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, penguatan
demokrasi dan penegakan keadilan. Presiden menyampaikan bahwa
pemerintah menempatkan peningkatan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas
utama, ekonomi Indonesia harus tumbuh semakin tinggi, namun
pertumbuhan ekonomi yang diciptakan adalah pertumbuhan yang inklusif,
pertumbuhan yang berkeadilan, dan pertumbuhan yang disertai pemerataan.
Definisi Pembangunan sosial sebagaimana dikemukakan Midgley,
yaitu proses perubahan terencana yang didesain untuk mengangkat
kesejahteraan penduduk menyeluruh dengan menggabungkannya dengan
proses pembangunan ekonomi yang dinamis (Midgley, 2005), tercermin
dalam kebijakan ekonomi Indonesia, diantaranya:

26

1. Menjaga agar sektor rill dapat terus bergerak, melalui berbagai kebijakan
termasuk insentif fiskal untuk mendorong sektor rill lebih tumbuh cepat.
2. Mencegah terjadinya gelombang PHK seraya terus menurunkan angka
pengangguran.
3. Menjaga stabilisasi harga, terutama bahan pokok yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
4. Menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat dalam bentuk
penurunan tarif pajak penghasilan Orang Pribadi (OP), peningkatan
batas Penghasilan Orang Tidak Kena Pajak (PTKP), penurunan harga
BBM, dan pemberian BLT pada saat terjadi tekanan yang sangat berat
terhadap kelompok keluarga miskin.
5. Memberikan perlindungan pada masyarakat miskin atau hampir miskin
(near poor), karena salah satu fungsi negara adalah memberikan
perlindungan dan menyediakan jaring pengaman sosial (social safety
net) kepada masyarakat lapisan bawah.
6. Menjaga ketahanan pangan dan energi. Harga pangan harus tetap
terjangkau dengan jumlah yang cukup.
7. Tetap berupaya mempertahankan pertumbuhan ekonomi nasional pada
angka yang relatif tinggi, setidaknya antara 4 - 45%.
Sebagaimana isi pidato tersebut, pada dasarnya sudah jelas arah
pembangunan sosial Indonesia sebagaimana indikator Midgley: bertitik
pusat pada komunitas dan masyarakat, menekankan intervensi yang
terencana, mengangkat pendekatan yang berorientasi perubahan bersifat
dinamis yang inklusif dan universal, yang intinya mengharmonisasikan
intervensi

sosial

dengan

usaha-usaha

pembangunan

ekonomi.sosial

masyarakat yang bersumber dari penerimaan pajak.
Beberapa program yang menjadi pusat pehatian pembangunan sosial
mencakup pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, perumahan, dan
pengentasan kemiskinan.

27

BAB III
PENUTUP
1.

Kesimpulan
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut
penguasa berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi
barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum.
Pembangunan sosial menurut Midgley (1995; 250) adalah “a process
of planner social change designed to promote the well-being of the
population as a whole in conjunction with a dynamic process of
development”.Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Midgley tersebut
terlihat bahwa pembangunan sosial ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup
seluruh masyarakat.
Arah pembangunan sosial Indonesia sebagaimana indikator Midgley:
bertitik pusat pada komunitas dan masyarakat, menekankan intervensi yang
terencana, mengangkat pendekatan yang berorientasi perubahan bersifat
dinamis yang inklusif dan universal, yang intinya mengharmonisasikan
intervensi sosial dengan usaha-usaha pembangunan ekonomi sosial
masyarakat yang bersumber dari penerimaan pajak.

28

Beberapa program yang menjadi pusat pehatian pembangunan sosial
mencakup

pendidikan,

kesehatan,

ketenagakerjaan,

perumahan,

dan

pengentasan kemiskinan.

2.

Saran
Semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca agar kelak
dapat digunakan sebagaimana mestinya di kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA
Midgley, James. 2005. Pembangunan Sosial, Perspektif Pembangunan Dalam
Kesejahteraan Sosial. Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Depag RI.
Jakarta.
Prayitno, Ujianto Singgih. 2009. Tantangan Pembangunan Sosial di Indonesia.
Pusat Pengkajian Data dan Informasi (P3DI). Sekretariat Jendral DPR RI. Jakarta
Suharto, Edi (1997), Pembangunan, Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial:
Spektrum Pemikiran, Bandung: LSP-STKS
Budhi Wibhawa, Santoso Tri Raharjo, Meilani Budiarti, (2010), Dasar-dasar
Pekerjaan Sosial, Bandung, Widya Padjadjaran
Hill, Michael 1996, Social Policy: Comparative Analysis, London: Prentice-Hall
www.pajak.go.id
id.wikipedia.org/wiki/Pajak
Mardiasmo, Prof.DR. MBA.,. 2011.

Perpajakan ( Edisi Revisi 2011 ).

Yogyakarya, Andi

29

Siahaa, Marihot P., SE. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta, PT
Rajagrafindo Persada.
Brotodihardjo, R. Santoso, SH. 2003. Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung, PT
Refika Aditama.

30