PENGEMBANGAN UBIKAYU POTENSI HASIL TINGGI SEBAGAI SUMBER DAYA PANGAN DAN ENERGI TERBARUKAN

  

PENGEMBANGAN UBIKAYU POTENSI HASIL TINGGI

SEBAGAI SUMBER DAYA PANGAN DAN ENERGI TERBARUKAN

1 2 1) Hanafi dan La Sumange 2) Fakultas Pertanian Universitas Islam Makassar

  Pusat Studi Lingkungan Universitas Islam Makassar Jalan P. Kemerdekaan 29 Makassar telp/fax.0411-588167. e-mail: hanafi.syam@yahoo.co.id

  

ABSTRAK

  Suatu penelitian untuk mendapatkan tanaman ubikayu yang berpotensi hasil tinggi untuk dikembangkan sebagai sumber daya pangan dan energi terbarukan berupa bio-ethanol telah dilaksanakan di lahan marginal di Kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Pe-nelitian ini dilaksanakan sejak September 2014 sampai Juni 2015.

  Penelitian dilaksanakan dalam bentuk percobaan faktorial dua faktor yang disusun menurut rancangan acak kelompok. Lima klon ubikayu yang digunakan adalah; Lokal, Malang 6, UJ-3, MLG10311, dan Adira 4, yang diaplikasi pupuk mikroba + zat pengatur tumbuh organik. Penelitian ini menerapkan sistem pertanian yang ramah lingkungan dan tidak menggunakan bahan kimia, tanaman dipanen pada umur 9 bulan.

  Hasil penelitian menunjukkan ubikayu yang ditanam pada lahan marginal dengan input produksi pupuk mikroba + zat pengatur tumbuh organik dapat meningkatkan produktivitas lahan

  • -1 dan ubikayu dapat menghasilkan bahan pangan berupa umbi rata-rata 40,66 t ha , jika dikonversi menjadi bahan bakar nabati sebagai sumber energi alternatif dihasilkan bioethanol sebanyak 6.161 L. Pengembangan ubikayu berpotensi hasil tinggi di lahan marginal dengan sistem pertanian ramah lingkungan merupakan upaya pengelola-an lingkungan hidup yang berkelanjutan. Kata kunci: ubikayu, pangan, energi terbarukan.

  

PENDAHULUAN

  Potensi pengembangan ubikayu (Manihot esculenta Crantz) masih sangat tinggi mengingat lahan yang tersedia untuk budidaya cukup luas terutama dalam bentuk lahan kering yang sangat potensial untuk pengembangan ubikayu. Pada tahun 2014, luas per-tanaman ubikayu di Indonesia -1 adalah 1.003.494 ha, dengan produksi 23. 436.384 t dan produktivitas 23.36 t ha (BPS, 2015),

  • -1 jauh dari potensi hasil beberapa varietas unggul ubikayu yang dapat mencapai 30 - 40 t ha . Rendahnya produktivitas ubikayu antara lain disebabkan oleh: (a). Sebagian besar petani masih menggunakan varietas lokal yang umumnya produktivitasnya rendah, (b). Kualitas bibit yang digunakan seringkali kurang baik, (c). Ubikayu sebagian besar diusahakan di lahan kering yang seringkali kesubur-annya rendah, (d). Pengelolaan tanaman dilakukan secara sederhana dengan masukan (input) sekedarnya.

  Menurut Wargiono, Santoso dan Kartika (2009), untuk memenuhi kebutuhan ubi-kayu -1 perlu peningkatan produksi yang tumbuh secara berkelanjutan 5 – 7 % tahun . Hal tersebut dapat

  • -1 -1 dicapai melalui peningkatan produktivitas 3 - 5 % tahun dan perluasan areal 10 – 20 % tahun . Peningkatan produksi ubikayu dapat dilakukan melalui intensifikasi, terutama pada sentra produksi ubikayu yang sudah ada, dan ekstensifikasi ke daerah pengembangan baru di lahan kering dan marjinal terutama di luar pulau Jawa.
  •   Pengembangan berbagai klon ubikayu yang memiliki adaptasi dan potensi hasil tinggi bergantung pada teknologi budidaya yang diterapkan. Penerapan teknologi selama ini cenderung menggunakan biaya tinggi dengan pemberian input yang terus meningkat sebagai akibat kualitas tanah yang semakin menurun dengan penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus tanpa diimbangi dengan penggunaan pupuk organik. Penggunaan pupuk anorganik akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas tanaman, namun dalam jangka waktu relatif panjang hingga saat ini telah menimbulkan efek samping yaitu menjadikan tanah-tanah pertanian menjadi semakin keras sehingga menurunkan produktivitasnya. Pemupukan di tanah-tanah marginal makin penting artinya seperti di Indonesia yang curah hujan dan suhu tahunan yang relatif tinggi serta daya dukung tanah yang rendah akibat rendahnya kadar bahan organik tanah (Kusuma, 2000).

      Aktivitas mikroba tanah secara langsung terkait dengan bahan organik tanah. Dalam kenyataannya kadar bahan organik pada tanah-tanah marginal menurun secara drastis dan konsekuensinya aktivitas mikroba juga menurun se-bagai akibat makin terbatasnya sumber energi bagi mikroba yang bersangkutan. Introduksi mikroba ke dalam tanah dianggap lebih efisien dalam upaya meningkatkan aktivitasnya dari pada me-nambah bahan organik ke dalam tanah. Melalui aplikasi biofertilizer ini efisiensi pe-nyediaan hara meningkat dan penggunaan dosis pupuk kimia dapat berkurang (Goenadi dan Saraswati, 2001).

      Secara umum tanaman ubikayu menghendaki tanah yang berstruktur remah, gembur, dan kaya bahan organik atau tanah yang subur. Untuk mengatasi kondisi tanah dengan tingkat kesuburan rendah dapat dilakukan dengan pemupukan organik pada media tanam, salah satu diantaranya adalah pupuk organik cair organox yang apabila diberikan secara terus menerus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik. Hasil uji mutu pupuk mikroba organox menunjukkan pupuk ini me-ngandung C organik 21.42 %, N total 0.84 %, P 2 O 5 0.96 %,

      K 2 O 1.16 %, Cu 84.7 ppm, Zn 62.9 ppm, Mn 58.4 ppm, Fe 106.1 ppm dan B 62.7 ppm. Juga 7 -1 7 -1 mengandung mikroba Azospirillium sp 1.10 x 10 Mpn ml , Pseudomonas sp 3.5 x 10 Cfu ml , 8 -1 8 -1 5 Rhizobium sp 3.3 x 10 Cfu ml , Basillus sp sp 2.0 x 10 Cfu ml , dan Azotobacter sp 2.5 x 10 Cfu

    • -1

      ml . Selanjutnya untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi ubikayu yang optimal dapat dikombinasi dengan zat pengatur tumbuh organik Hormax mengandung Indol Acetic Acid 108,56 ppm, Sitokinin (Kinetin 98,34 ppm dan Zeatin 107,81 ppm), ABA 89,35 ppm, IBA 83,72 ppm, Giberelin (GA 3 118,40 ppm), Etilen 168 ppm, Asam Traumalin 212 ppm dan Asam Humic 354 ppm (Supadno, 2011).

      Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh klon dan konsentrasi pupuk mikroba + zat pengatur tumbuh organik terhadap produksi dan rendemen hasil tanaman ubikayu.

    BAHAN DAN METODE

      Penelitian dilaksanakan di desa Moncongloe Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan, berlangsung pada September 2014 sampai Juni 2015. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Per-tanian Universitas Hasanuddin. Analisis rendemen hasil ubikayu dilaksanakan di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin

      Penelitian dilaksanakan dalam bentuk percobaan faktorial dua faktor yang disusun berdasarkan rancangan acak kelompok, yaitu: Faktor pertama adalah 5 klon ubikayu (Lokal, Malang 6, UJ-3, MLG10311, dan Adira 4). Faktor kedua adalah konsentrasi pupuk mikroba -1 -1 Organox + ZPT organik Hormax, yaitu: kontrol, 40 + 20 L air, dan 60 + 30 L air. Terdapat 15 kombinasi perlakuan yang diulang 3 kali, ukuran petak-petak percobaan 3,0 m x 3,0 m, pemupukan

    • -1 dasar menggunakan pupuk kandang sapi 10 t ha , setek ubikayu dipotong dengan panjang 25 cm. Sebelum ditanam, setek ubikayu direndam ke dalam larutan pupuk mikroba organox + ZPT organik Hormax, sesuai perlakuan selama 30 menit, selanjutnya penanaman setek ubikayu dilakukan dengan cara dibenamkan ke-dalam tanah posisi tegak dengan jarak tanam 0,8 m x 0,7 m (16 -1 tanaman per petak atau 17.857 tanaman ha ) dan disisakan 3 mata tunas paling atas. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemberantasan gulma dan pengendalian hama dan penyakit dilaku- kan secara berkala.

      Hasil pengukuran peubah-peubah dari penelitian ini dianalisis dengan asumsi menyebar secara normal. Respons tanaman dianalisis dengan Analisis Univariat meng-gunakan program SPSS for Windows versión 21. Hasil analisis keragaman yang me-nunjukkan pengaruh signifikan diuji lanjut dengan Jarak Berganda Duncan taraf 95 % (Sastrosupadi, 1995).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

      Berdasarkan hasil analisis sidik diketahui bahwa interaksi antara klon ubikayu dengan konsentrasi pupuk mikroba Organox + ZPT organik Hormax berpengaruh sangat nyata terhadap bobot umbi per pohon, bobot umbi kupas per pohon, kadar gula total bobot basah, kadar pati bobot kering, kadar bioetanol umbi segar kupas, konversi umbi segar kupas menjadi bioetanol, dan

    • -1 konversi produksi umbi segar kupas ha menjadi bioetanol, sedangkan klon berpengaruh sangat -1 nyata terhadap produksi umbi ha . Tabel 1. Bobot umbi per pohon (kg) 5 klon ubikayu pada konsentrasi pupuk mikroba Organox +

      ZPT Hormax

    • -1

      NP JBD α 0,05 Konsentrasi (Organox + Hormax ) ml L air

      Klon 0 + 0 40 + 20 60 + 30 1,99 2,30

      2,94 Lokal

      0,72 1,92

      2,09 2,12

      Malang 6 2,70

      3,60 3,42 UJ-3

      4,87

      MLG 10311 2,72 3,44

      Adira 4 4,12 3,30

      3,82 NP JBD α 0,05 : 0,69

      Hasil uji jarak berganda Duncan α 0,05 pada Tabel 1, menunjukkan interaksi antara klon -1 -1 MLG10311 dengan Organox 40 ml L air + Hormax 20 ml L air menghasilkan bobot umbi per pohon tertinggi (4,87 kg) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Interaksi antara klon Malang 6

    • -1 -1 dengan Organox 0 ml L air + Hormax 0 ml L air menghasilkan bobot umbi per pohon terendah -1

      (1,92 kg), berbeda tidak nyata dengan interaksi antara klon Malang 6 dengan Organox 40 ml L air -1 + Hormax 20 ml L air.

      Umbi ubikayu berkembang dari penebalan sekunder akar serabut adventif, peningkatan kadar pati dengan semakin tuanya umur panen disebabkan akar tanaman ubi kayu dari bagian tengah batang yang memiliki bentuk memanjang, silinder dan meruncing mengalami pembesaran terus menerus selama pertumbuhan. Ketika pem-besaran dimulai, akar lumbung berhenti berfungsi sebagai organ penyerap hara dan air, sehingga akar menimbun pati menyebabkan ukuran umbi terus bertambah selama pertumbuhan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Semakin tua umur panen, umbi semakin mengeras dan berkayu, ubi kayu mengeras dan berkayu karena banyak mengandung komponen – komponen non pati seperti serat dan lignin. Serat terdiri dari selulosa dan hemiselulosa. Tabel 2. Bobot umbi kupas per pohon (kg) 5 klon ubikayu pada konsentrasi pupuk mikroba

      Organox + ZPT Hormax -1 NP JBD α 0,05

      Konsentrasi (Organox + Hormax ) ml L air Klon 0 + 0 40 + 20 60 + 30

      2,51 1,75 2,01

      Lokal 0,70

      1,68 1,86

      Malang 6 1,83

      2,32 UJ-3

      3,15 3,07 MLG 10311

      2,23 4,22 3,08

      Adira 4 3,56

      3,38 2,77 NP JBD α 0,05 : 0,66

      Hasil uji jarak berganda Duncan α 0,05 pada Tabel 2, menunjukkan interaksi antara klon -1 -1 MLG10311 dengan Organox 40 ml L air + Hormax 20 ml L air menghasilkan bobot umbi kupas per pohon tertinggi (4,22 kg) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Interaksi antara klon

    • -1 -1 Malang 6 dengan Organox 0 ml L air + Hormax 0 ml L air menghasilkan bobot umbi kupas per pohon terendah (1,68 kg) berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

      Organ penyimpanan utama pada ubi kayu adalah akar yang tumbuh membesar. Pembesaran akar tidak terjadi di keseluruhan akar, hanya berkisar 3 - 15 akar yang akan menjadi hari setelah tanam, proses penumpukan pati sebenarnya telah terjadi dihampir semua jenis kultivar, akan tetapi hal tersebut baru dapat terlihat secara nyata ketika akar tanaman telah memiliki ketebalan sekitar 5 mm atau pada umumnya telah berumur 2 - 4 bulan setelah tanam (Cock et al., 1979.).

      Umbi pada ubikayu merupakan akar tanaman yang mengalami pem-belahan dan pembesaran sel, yang kemudian berfungsi sebagai penampung kelebihan hasil fotosintat yang dihasilkan tanaman di daun. Setelah akar berubah menjadi umbi, fungsi-fungsi utama akar sebagai penyerap nutrien dan air pada tanah akan berkurang. Ukuran dan bentuk pada umbi sangat dipengaruhi oleh tipe varietas dan kondisi lingkungan sekitar. -1 Tabel 3. Produksi umbi ha (t) 5 klon ubikayu pada konsentrasi pupuk mikroba Organox + ZPT

      Hormax -1 Konsentrasi (Organox + Hormax ) ml L air Rata – rata NP JBD α

      Klon 0 + 0 40 + 20 60 + 30 0,05 ab Lokal 36,19 42,60 38,25 39,01 9,87 b Malang 6 34,13 36,78 35,43 35,45 b UJ-3 34,02 40,11 38,12 37,42 ab MLG 10311 41,29 47,16 42,85 43,77 a

      47,66

      Adira 4 40,90 52,60 49,48 Hasil uji jarak berganda Duncan α 0,05 pada Tabel 4, menunjukkan klon Adira 4 -1 menghasilkan rata-rata produksi umbi ha tertinggi (47,66 t), berbeda nyata dengan perlakuan

    • -1 lainnya. Klon Malang 6 menghasilkan produksi umbi ha terendah (35,45 t), berbeda tidak nyata -1 dengan perlakuan UJ-3. Rata-rata produksi umbi ubikayu yang dicapai 40,66 t ha , menunjukkan -1 hasil penelitian ini telah melampaui produktivitas ubikayu skala nasional yaitu 23,36 t ha .

      Tidak seperti tanaman pada umumnya, pertumbuhan daun dan akar sebagai source dan sink

    pada ubi kayu terjadi secara simultan, sehingga menghasilkan persaingan dalam mendapatkan

    fotosintat (IITA, 2008). Dengan demikian, apabila pertumbuhan di atas tanah lebih dominan maka

    pertumbuhan tanaman di bawah tanah akan terhambat.

      Ubi kayu merupakan salah satu jenis umbi-umbian yang diduga juga mempunyai pola hubungan antara tingkat ketuaan, kekerasan dan kandungan pati. Hal ini sesuai dengan Abbot dan Harker (2001) dan Wills et al. (2005) yang menyatakan bahwa dengan bertambahnya tingkat ketuaan umbi-umbian akan semakin keras teksturnya karena kandungan pati yang semakin meningkat, akan tetapi apabila terlalu tua kandungan seratnya bertambah sedang kandungan pati menurun. Waktu panen ubi kayu bervariasi tergantung varietas dan kegunaannya. Waktu panen berkisar antara 9 – 12 bulan. Untuk keperluan pembuatan tapioka, idealnya ubi kayu dipanen jika kandungan patinya tertinggi. Jika waktu panen terlalu tua, ubi kayu mengeras dan berkayu karena banyak mengandung komponen non pati seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Tabel 4. Kadar gula total bobot basah (%) 5 klon ubikayu pada konsentrasi pupuk mikroba Organox + ZPT Hormax -1

      NP JBD α 0,05 Konsentrasi (Organox + Hormax ) ml L air

      Klon 0 + 0 40 + 20 60 + 30

      0,65

      0,26 0,27 Lokal

      0,02 0,48

      0,27 0,33 Malang 6

      0,61 0,42

      UJ-3 0,56

      0,65

      0,42 MLG 10311

      0,52 0,30

      Adira 4 0,25 0,30

      Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 5, menunjukkan interaksi antara klon Lokal dengan -1 -1 Organox 40 mL L air + Hormax 20 mL L air menghasilkan kadar gula total bobot basah tertinggi (0,65 %), berbeda tidak nyata dengan interaksi antara klon MLG 10311 dengan Organox

    • -1 -1 40 ml L air + Hormax 20 ml L air dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

      Kadar gula total merupakan jumlah gula (sebagai glukosa) yang secara alami terdapat

    dalam umbi dan gula hasil hidrolisis pati secara kimiawi. Klon ubikayu yang kadar patinya tinggi

    tidak selalu memiliki kadar gula total tinggi karena bergantung pada tingkat kemudahan hidrolisis

    pati menjadi gula dan kandungan gula alaminya. Semakin tinggi kadar gula total umbi segar,

    semakin rendah bobot umbi yang diperlukan dalam pembuatan bioetanol.

      Tabel 5. Kadar pati bobot kering (%) 5 klon ubikayu pada konsentrasi pupuk mikroba Organox + ZPT Hormax

    • -1

      NP JBD α 0,05 Konsentrasi (Organox + Hormax ) ml L air

      Klon 0 + 0 40 + 20 60 + 30 65,43 68,99 65,26

      Lokal 0,03

      70,24

      64,29 69,26 Malang 6

      62,42 66,04 65,81

      UJ-3 MLG 10311

      62,40 64,72 66,44

      Adira 4 68,29

      66,40 66,69 Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 6, menunjukkan interaksi antara klon Malang 6 dengan -1 -1

      Organox 40 ml L air + Hormax 20 ml L air menghasilkan kadar pati bobot kering tertinggi (70,24 %), berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

      Pati merupakan komponen utama ubikayu yang dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk bahan pangan dan pakan serta sifat fungsionalnya sebagai bahan pengental, pengisi dan stabilizer pada produk pangan. Selain itu, pati diperlukan sebagai bahan baku pada industri kosmetik, lem, kertas, detergen, gula modifikasi, asam organik (Tonukari, 2004), industri kimia, farmasi, kertas dan tekstil (Mweta et al., 2008). Kadar pati meningkat sejalan dengan meningkatnya umur panen, semakin tua umur panen ubikayu maka semakin tinggi kadar pati ubikayu yang dihasilkan. Peningkatan kadar pati tersebut disebabkan semakin banyak granula pati yang terbentuk di dalam umbi (Nurdjanah, Susilawati dan Sabatini, 2007).

    • 1

      Tabel 6. Kadar bioetanol umbi segar kupas (ml kg ) 5 klon ubikayu pada konsentrasi pupuk mikroba Organox + ZPT Hormax

    • -1

      NP JBD α 0,05 Konsentrasi (Organox + Hormax ) ml L air

      Klon 0 + 0 40 + 20 60 + 30 147

      Lokal 150 150 1,69 148

      Malang 6 155 153

      UJ-3 151 153

      152 MLG 10311

      155

      152 154

      Adira 4

      155

      154

      155

      NP JBD α 0,05 : 1,60 Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 7, menunjukkan interaksi antara klon Malang 6 dengan -1 -1

      Organox 40 ml L air + Hormax 20 ml L air menghasilkan kadar bioetanol umbi segar kupas -1 tertinggi (155 ml kg ), berbeda tidak nyata dengan interaksi antara klon MLG10311 dengan

    • -1 -1 Organox 40 ml L air + Hormax 20 ml L air, interaksi antara klon Adira 4 dengan Organox 40 ml -1 -1 -1 -1 L air + Hormax 20 ml L air dan Organox 60 ml L air + Hormax 30 ml L air. -1

      Tabel 7. Konversi umbi segar kupas menjadi bioetanol (kg L ) 5 klon ubikayu pada konsentrasi pupuk mikroba Organox + ZPT Hormax

    • -1

      NP JBD α 0,05 Konsentrasi (Organox + Hormax ) ml L air

      Klon 0 + 0 40 + 20 60 + 30

      6.8

      6.7

      6.7 Lokal 0,1

      6.8

      6.5 Malang 6

      6.5

      6.6 UJ-3

      6.6

      6.5

      6.6 MLG 10311

      6.5

      6.5 Adira 4

      6.5

      6.5

      6.5 Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 8, menunjukkan interaksi antara klon Lokal dan Malang 6 -1 -1 dengan Organox 0 ml L air + Hormax 0 ml L air menghasilkan konversi umbi segar kupas

    • -1 menjadi bioetanol tertinggi (6,8 kg L ), berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. -1

      Tabel 8. Konversi produksi umbi segar kupas menjadi bioetanol (L ha ) 5 klon ubikayu pada konsentrasi pupuk mikroba Organox + ZPT Hormax

    • -1

      NP JBD α 0,05 Konsentrasi (Organox + Hormax ) ml L air

      Klon 0 + 0 40 + 20 60 + 30

      a a b

      6.354 5.653 5.247

      x y y

      Lokal 1.123

      a a a

      5.147

      y 5.384 5.328

      Malang 6 y y

      a a a

      UJ-3 5.619 5.964 5.746

      x y y a a a

      6.282

      MLG 10311

      x 7.108

      6.305

      x y b a a

      Adira 4 6.250

      x 7.951 7.607 x x

      Hasil uji JBD α 0,05 pada Tabel 9, menunjukkan bahwa interaksi antara klon Adira 4 -1 -1 dengan Organox 40 mL L air + Hormax 20 mL L air menghasilkan konversi produksi umbi

    • -1
      • 1 -1

        klon Adira 4 dengan Organox 60 mL L air + Hormax 30 mL L air menghasilkan konversi -1 produksi umbi segar kupas menjadi bioetanol sebanyak 7.607 L ha , interaksi antara klon MLG

      • -1 -1 10311 dengan Organox 40 mL L air + Hormax 20 mL L air menghasilkan konversi produksi -1 umbi segar kupas menjadi bioetanol sebanyak 7.108 L ha , interaksi antara klon MLG 10311 -1 -1 dengan Organox 0 mL L air + Hormax 0 mL L air menghasilkan konversi produksi umbi segar -1 kupas menjadi bioetanol sebanyak 6.282 L ha , interaksi antara klon UJ-3 dengan Organox 0 mL -1 -1

        L air + Hormax 0 mL L air menghasilkan konversi produksi umbi segar kupas menjadi bioetanol -1 sebanyak 5.619 L ha , dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

        Produktivitas klon yang berpotensi hasil tinggi penting dipertimbangkan dalam

      pengembangan ubikayu sebagai bahan baku bioetanol. Nilai konversi rata-rata 6,6 kg umbi segar

      untuk menghasilkan 1 L bioetanol 96 % diasumsikan pada kadar gula total 30 % dan ratio

      fermentasi 90 %. Ini berarti diperlukan < 6,6 kg umbi berkadar gula total > 30 % untuk

      menghasilkan 1 L bioetanol 96 %. Semakin kecil nilai konversi, semakin dikehendaki karena

      jumlah umbi yang diperlukan untuk menghasilkan 1 L bioetanol semakin sedikit. Nilai konversi

      ubikayu menjadi bioetanol ditentukan oleh kadar gula total umbi, ratio fermentasi gula menjadi

      bioetanol, dan efisiensi destilasi bioetanol yang diperoleh (8 – 11 %) menjadi bioetanol 96 %

      (kadar bioetanol tertinggi yang digunakan sebagai tolok ukur dalam penelitian ini).

        

      KESIMPULAN

        Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat di-simpulkan bahwa:

        1. Penambahan input produksi dan perbaikan teknik budidaya dengan menggunakan pupuk mikroba + hormon tumbuh organik, dan menyesuaikan dengan kondisi musim pada saat tanam dan panen perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman ubikayu. Tanaman ubikayu yang dipanen pada umur 9 bulan dapat menghasilkan umbi rata-rata 2.

      • -1
      • -1 sebanyak 40,66 t ha , dan jika dikonversi menjadi bioetanol dihasilkan sebanyak 6.161 L ha .

        3. Penelitian ini membuktikan bahwa upaya pengelolaan lingkungan hidup, khususnya untuk pengembangan tanaman ubikayu yang berpotensi hasil tinggi sebagai sumber daya pangan dan energi terbarukan bioetanol dapat dilakukan dengan sistem per-tanian ramah lingkungan di lahan marginal secara berkelanjutan.

        

      PENGHARGAAN

      Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada Bapak Prof.

        Dr. Ir. H. Kahar Mustari, MS., dan semua pihak yang telah berkontribusi se-lama penelitian berlangsung hingga tulisan ini dapat diseminarkan.

      DAFTAR PUSTAKA

        Abbot, J.A., and F. R. Harker. 2001. Texture. The horticulture and food research institute of New Zealand Ltd. New Zealand. BPS, 2015. Indonesia dalam angka. Badan pusat statistik nasional, Jakarta. Cock, J.H., D. Franklin, G. Sandoval, and P. Juri. 1979. The ideal cassava plant for maximum yield. Crop Sci. J. 19: 271-279. Goenadi dan Saraswati, 2001. Pengembangan hasil pertanian. Bioteknologi perkebunan bogor bekerjasama dengan PTP Nusantara XIV. PT Bio Industri Nusantara (Persero).

        IITA. 2008. Research guide 55 physiology of cassava. www.iita.org/ cms/details/trn_mat/irg55/irg552.html-23k.Diakses 8 Oktober 2013. Kusuma H. I., 2000. Pupuk organik cair. PT Surya Pratama Alam, Yogyakarta. Mweta, D. E., M.T. Labuschagne, E. Koen, I.R.M. Benesi and J.D.K. Saka. 2008. Some properties of starches from cocoyam (Colocasia esculenta) and cassava (Manihot esculenta Crantz.) grown in Malawi. African J. of Food Sci. 2:102-111. Nurdjanah, S., Susilawati dan M. R. Sabatini. 2007. Prediksi kadar pati ubikayu (Manihot

        esculenta ) pada berbagai umur panen meng-gunakan penetrometer. J. Teknologi dan Industri Hasil Pertanian. Volume 12, No.2.

        Rubatzky, V. E dan Yamaguchi. 1998. Sayuran dunia: Prinsip, produksi dan gizi. Jilid 1. ITB.

        Bandung. Sastrosupadi A., 1995. Rancangan percobaan praktis untuk bidang pertanian. Kanisius, Yogyakarta. Supadno W., 2011. Menggali potensi multifungsi pupuk organik, pupuk hayati, dan hormon / zat perangsang tumbuh. CV Bangkit Jaya Abadi, Jakarta.

        Tonukari, N.J. 2004. Cassava and the future starch. Electronic J. of Bio-technology Vol. 7. No.1.

        Issue of April 15, 2004. Wargiono, J., B. Santoso dan Kartika, 2009. Dinamika budidaya ubikayu. Pusat Penelitian Pengembangan Tanaman, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Jakarta.

        Wills, R.B.H., T.H. Lee, D. Graham, McGlason, W.B., and E.G. Hall. 2005. Postharvest: An introduction to the physiology and handling of fruit and vegetables. 2nd ed. AVI Publ..Co.