asuhan keperawatan typus abdominalis.doc (1)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah
dan Inayah-Nya kepada kita, sehingga kita masih dapat menghirup nafas
keIslaman sampai sekarang ini. Shalawat dan salam semoga tercurah pada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dengan semangatnya
yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman Jahilliyah kepada jaman
Islamiyah.
Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah yang
berjudul “ASKEP THYPUS ABDOMINALIS”. Kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing dalam setiap materi, tidak
lupa teman-teman yang senantiasa saya banggakan yang semoga kita selalu dalam
lindungan Allah serta dapat berjuang dijalan Allah SWT.
Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu
saya mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya saya
mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila dalam penulisan masih
terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi maklum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Parepare, 1 November 2014
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..................................................................................3
B. Tujuan penulisan..............................................................................5
C. Manfaat Pemulisan...........................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................6
BAB III TINJAUAN KASUS......................................................................25
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................68
B. Saran.................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................69
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem
atau masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang
berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di
temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan
sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila
salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang
dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam
hati dan empedu.
Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh
meningkat hingga 40c dengan frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri
tekan di perut.
Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun.
Kenyataannya sekarang penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi
khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat penderita typhus mencapai 70%, terdiri
dari 50% penderita laki-laki , 20% penderita perempuan dan pada tahun 2009 ,
sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini masuk dalam kategori 10
jenis penyakit terbesar Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada
usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang
sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit
demam enterik.
3
Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
A, B dan C, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan
gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan
untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia,
dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh
lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam
dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada
umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan
perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.
Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus
per 100.000 penduduk per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 %
dari seluruh kematian (50.000 kematian) disebabkan oleh demam enterik.
Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum
dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya
kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi
carrier 3 kali lebih besar dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama
ialah penderita demam enterik itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat
mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah
yang merupakan sumber pencemaran.
Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang
biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam
pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di
sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang
kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi
dalam dunia kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis,
karena berhubungan dengan usus pada perut.
4
B. Tujuan
Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pencegahan dan pengobatan penyakit Thypus tersebut. Serta dapat mengetahui
apa- apa saja yang menjadi dasar dari penyebab penyakit Thypus ini.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah kita bisa mengetahui penyebab
timbulnya penyakit Thypus tersebut, serta manfaatnya pun kita bisa mengetahui
pencegahan apa saja yang bisa kita lakukan agar terhindar dari penyakit Thypus.
5
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
TYPHOID ABDOMINALIS
1. Pengertian
a. Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang
bersifatdifus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal
ileum (Soegeng Soegijanto, 2002).
b. Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran
hati/limpa/atau keduanya.
c. Typoid adalah suatu penyakitpada usus yang menimbulkan gejal-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C
penularan terjadi secara pecal, oral, melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi
(Mansoer
Orief.
M,
2009).
(http://pend.amanah-
unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)
2. Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan
paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S. Paratyhpi B, S. Paratyhpi C.
(Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen
yaitu : Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida),
Antigen H (flagella), Antigen V1 dan protein membrane hialin.
b. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella
yang dapat ditentukan dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
6
c. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)
3.
Patologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system
retikuloendotelial yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfusus,
limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di usus, jaringan limf terletak
antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang
bagian lain ussu halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan
plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti
infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi
terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon
sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya
dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan pendarahan. Perforasi
terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh biasanya
ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar
limf mesentrial penuh fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati
menunjukkan proliferasi sel polimor fonuklear dan mengalami nekrosis fokal.
Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu
terinfeksi, dan bakteri hidup dalam empedu. Seduah sembuh, empedu
penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang bersangkutan menjadi
pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang
mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan
kumannya dalam air kandung kemih. Bila sembuh penderita demikian
menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis dan
orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan bronchitis
hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih
sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.
7
Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan
gambaran miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat
(bradikardia relative) akibat miokarditis tersebut. Vena sering mengalami
thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak. Otot lurik dapat
mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai
pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot diafragma,
m.rektus abdomis, dan otot paha. Ini yang mendasari kelemahan otot pada
penderita.toksin di otot dapat juga menyebabkan rupture spontan disertai
pendarahan local. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot
bersangkutan.
Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu
dapat berlangsung sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah
tibia, sternum, iga, dan ruas tulang belakang. Pada demam tifoid sering
didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang hidup darah. Ifeksi
disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan gambaran leokopenia disertai
dihilangnya sel polimorfonuklear dan eosinofil, dan bertambahnya sel
mononuclear.
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap usus halus masuk
ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutamahati dan limfe.
Basil yang tidak hancur berkembang biak di dalam hati dan limfe sehingga
organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan perabaan. Kamudian
bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan melanjutkan ke
seluruh
tubuh
terutama
ke
dalam
kelenjar
limfoid
usus
halus
menimbulkantukakberbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri, tukak
tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu halus, gejala
demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
8
4. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan
dapat terjadi melalui mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman
mengadakanpenetrasi ke usu halus dan jaringan limfoid dan berkembang biak.
Selanjutnya
kuman
masuk
ke
aliran
darah
dan
mencapai
retikuloendoteal pada hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut membesar
disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel
retikuloendoteal melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman
selanjutnya ke dalam beberapa organ-organ tubuhterutama kelenjar lymphoid
usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa di
atas plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan
perforasi usus.
5. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang
mengakibatkan gejala toksis umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan
beradikardia.
Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo endothelial,
umpanya kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut.
Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus
dengan penyakitnya.
Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu.
Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu.
Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala,
nyeri seluruh badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak selalu khas,
kadang mirip dengan demam pada influenza .
Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin
tinggi dan hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk
kering dan tidak jarang ditemukan epitaksis (mimisan). Hampir selalu ada rasa
9
tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada, tetapi diare juga sering
ditemukan.
Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat
pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah
kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2-4 hari pada minggu pertama.
Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu)
dan penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan
sistem pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran
cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain
alergi
penderita
mengallami
delirium
bahkan
sampai
koma
akibat
endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa
bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak.
Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu
badan menurun dan keadaan umum tampak baik.
Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam
hilang. Kambuhan ini dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin
terjadi dua atau tiga kali.
Gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah:
a.
Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
remiten dan suhu tinggi sekali selama minggu pertama, suhu badan
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasienterus berada dalam keadaan demam,pada minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normalkembali.
b.
Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (rageden) lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
10
nyeri palpasi. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal.
c. Gangguan kesadaran umum
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada
dalam kondisi apatis, sampa samnolen jarang terjadi stupor, koma, atau
gelisah (kecualipenyakit berat dan terlambat mendapat pengobatan).
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan
epistaksis (mimisan) pada anak besar.
6. Komplikasi
Dapat terjadi pada:
a. Usus halus,umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu:
1) Pendarahan usus, bila pendarahan hanya sedikit ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.jika pendarahan banyak
terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perporasi usus, timbil biasanya pada minggu ketigaatau setelah itu
terjadi
pada
bagian
distal
ileum.
Perforasi
yang
tidak
disertaiperitonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum. Yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara
hati dan diafragma pada foto abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.
3) Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitunyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
b. Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
maningitis, koleistisis, encepalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi
sekunder yaitu : bronkopneumonia.
11
7.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit.
c. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.
d. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
8.
Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
12
a) Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4X250 mg, hari kedua 4X500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5 hari
kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan),
penggunaan klomfenikol msih memperlihatkan hasil penurunan suhu
4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.
b) Ampisilin/amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg/BB, diberikan selama 2
minggu.
c) Kotrimoksazol ; 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol-80 mg trimetoprim, diberikan selama dua minggu
pula.
d) Sefalosporin generasi II dan III dapat berhasil mengatsi demam
dengan baik. Demam pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
-
Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.
-
Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari.
-
Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari.
-
Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
-
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
-
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
b. Istirahat dan perawatan professional
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien
harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higiene
perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang
dipakai oleh pasien. Pasien dapat kesadaran menurun, posisinya perlu
diubah-ubah untuk mencegah dekubitus, dan pneumonia hipostatik.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urin.
13
c. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif).
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun bebrapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral
yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan
menjaga keseimbangan dan hemoestasis, sistem imun akan tetap berfungsi
dengan optimal.
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik
maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan
septik. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas.
Namun berbeda dengan pengobatan pada penderita demam tifoid
yaitu untuk wanita hamil. Tidak semua antibiotik dapat diberikan.
Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimister ketiga kehamilan,
karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin,
dan sindrom Gray pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang
mempunyai efek teratogenik terhadap fetus. Namun pada kehamilan lebih
lanjut tiamfenikol dapat diberikan. Selain itu, kotrimoksazol dan
fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.
Antibiotik yang aman bagi kehamilan adaah golongan penisil
(ampisin, amoksisilin), dan sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien
yang hipersensitif terhadap obat tersebut.
9.
Konsep Asuhan Keperawatan:
1) Pengkajian:
a. Identitas
14
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no.registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi
badan, berat badan, tanggal MR.
b. Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan kembung,
nafsu makan menurun, panas, dan demam.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah demam,
anoreksia, mual, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemia),
nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran
berupa somnolen sampai koma.
d. Riwayat Kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan dirawat
dengan yang sama, atau apakah menderita penyakit lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
yang sama atau sakit yang lainnya.
f. Riwayat Psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
Interpersonal: hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya mua, muntah
selama sakit, lidah kotor, dan terasa pahit waktu makan sehingga
dapat memepengaruhi status nutrisi berubah karena terjadi
gangguan pada usus halus.
Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
15
Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah dalam kesehatannya.
Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta
pasien
akan
mengalami
keterbatasan
gerak
akibat
penyakitnya.
Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi
karena panas yang meninggi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan
kebutuhan.
Pola reproduksi dan seksual
Mengalami perubahan pada pasien yang telah menikah.
Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan memengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
Pola persepsi dan konsep diri
Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap berhubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya
akan terganggu.
16
h. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar
(composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
Tanda - tanda vital dan keadaan umum
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien. Disamping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Biasanya pada pasien
typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak
enak, anorexia.
Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir
kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran
normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak
terdapat cuping hidung.
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah
yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
Sistem integument
17
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk
kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½
-1 cc/kg BB/jam.
Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak
ada gangguan.
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid
dan tonsil.
Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam
penderita penyakit thypoid.
2) Diagnosa Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella
Typhii
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia,
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik.
Gangguan
keseimbangan
berhubungan
dengan
cairan
pengeluaran
(kurang
dari
kebutuhan)
cairan
yang
berlebihan
(mual/muntah).
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
18
Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest
total.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi.
3) Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
• Observasi suhu tubuh klien
R/ mengetahui perubahan suhu tubuh.
• Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal
bila terjadi panas
R/ melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
• Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti katun
R/ menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian tipis
akan membantu mengurangi penguapan tubuh
• Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu
tubuh.
R/ klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan
membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
• Observasi TTV tiap 4 jam sekali.
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
• Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum.
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak (2,5 liter /
24 jam).
• Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
19
R/ menurunkan panas dengan obat.
Diagnosa Keperawatan 2. : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan
Intervensi :
• Kaji pola nutrisi klien
R/ mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
• Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
R/ meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian
makan yang tidak disukai.
• Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
R/ penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
• Timbang berat badan tiap hari
R/ mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
• Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
R/ mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
• Hindari pemberian laksatif.
R/ penggunaannya berakibat buruk karena digunakan sebagai pembersih
makanan/kalori tubuh oleh pasien.
• Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga
motivasi untuk makan meningkat.
• Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat
masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
20
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi
parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral
dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
R/ mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak
boleh dikonsumsi.
Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik.
Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
optimal.
Intervensi :
• Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi
sebatas kemampuan (mis : Miring kanan, miring kiri).
R/ pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien
yang bedrest.
• Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
• Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
• Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.
Diagnosa Keperawatan 4 : Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan
(mual/muntah).
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat, Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
21
• Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan
keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
• Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan, 2,5 liter / 24 jam.
• Anjurkan pasien untuk banyak minum.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
• Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan
laksatif/diuretik.
R/ membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan/atau
penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut.
• Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara
parenteral).
Diagnosa Keperawatan 5 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
pencernaan.
Tujuan : Nyeri tidak dirasakan.
Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan
pereda nyeri diberikan.
Intervensi :
• Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10).
R/ membantu diagnosa keluhan nyeri.
• Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
R/ membantu menegakkan diagnosa dan kebutuhan terapi.
• Kolaborasi dalam pemberian obat yang diresepkan (analgesik)
R/ menghilangkan nyeri.
Diagnosa Keperawatan 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan
respon imun.
Tujuan : Mencegah infeksi dialami oleh klien.
22
Kriteria hasil : Individu dapat menyebutkan faktor resiko yang berkaitan
dengan infeksi dan kewaspadaan yang dibutuhkan.
Intervensi :
• Kaji adanya faktor prediktif.
R/ Faktor prediktif adalah factor terkontrol yang sudah teridentifikasi
mampu meningkatkan resiko infeksi dan menurunkan pertahanan hospes.
• Kaji adanya faktor penyulit.
R/ faktor penyulit dapat memperbesar resiko infeksi.
• Kurangi masuknya kuman ke dalam tubuh.
R/ mengurangi kontaminasi resiko infeksi silang.
Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan
program terapi bedrest total.
Tujuan : Mencegah terjadinya gangguan integritas kulit.
Kriteria hasil : Individu dapat mempertahankan kebersihan kulit ( personal
hygiene)
Intervensi :
• Kaji faktor penyebab.
R/ menetapkan terapi yang dapat dilakukan.
• Beri kesempatan klien beradaptasi dalam aktivitas perawatan diri.
R/ Meningkatkan kemampuan klien dalam aktivitas perawatan diri.
• Observasi tanda-tanda gangguan integritas kulit.
R/ Melindungi klien dari resiko integritas kulit.
•
Diskusikan
pentingnya
perubahan
posisi
sering,
perlu
untuk
mempertahankan aktivitas.
R/ Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dan mencegah tekanan lama
pada jaringan.
Diagnosa Keperawatan 8 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit
berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat
23
Intervensi :
• Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
R/ Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
• Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
R/ pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit
typhoid.
• Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang
belum dimengerti
R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien
setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
• Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
R/ Memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.
24
BAB III
TINJAUN KASUS
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama
: TN “A”
Umur
: 59 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Bugis/Indonesia
Status perkawinan
: Kawin
Pendidikan
: D III
Pekerjaan
: Guru
Alamat
: Ujung Lero Pinrang
b. Identitas Penanggung
25
Nama
: NY “N”
Umur
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Bugis/Indonesia
Status perkawinan
: Kawin
Pendidikan
: SMU
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Ujung Lero Pinrang
Hubungan dengan klien
: istri
2. Keluhan Utama
Demam
-
Riwayat keluhan utama :
klien mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu. Klien minum obat
penurun demam tapi tidak ada perubahan. Akhirnya keluarga membawanya ke
rumah sakit dan dokter memutuskan untuk di opname.
-
Sifat keluhan : terus menerus
-
Lokasi dan penyebarannya : Seluruh tubuh.
-
Hal-hal yang meringankan : Pada saat istirahat.
-
Hal-hal yang memberatkan pada saat beraktivitas.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk rumah sakit dengan demam keluhan dirasakan ± 2 minggu
yang lalu, klien sudah berobat dipuskesmas tetapi tidak ada perubahan sehingga
klien memutuskan untuk berobat ke RSUD Makassau Parepare pada hari Sabtu,
tanggal 24 Juni 2006 di poli klinik Internal dan klien dianjurkan untuk opname
26
untuk mendapatkan perawatan dan perawatan yang intensif, kondisi klien saat
dikaji klien demam, kadang mual dan muntah.
P (Provokasi) : Demam disebabkan infeksi pada usus halus
Q (Qualitatif) : Remitten
R (Regio)
: Seluruh tubuh
S (Skala)
: Suhu tubuh 48 oC
T (Time)
: Demam , sejak 22 Juni 2006
b. Riwayat Kesehatan lalu klien
-
Tidak pernah menderita penyakit yang sama
-
Klien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya
-
Tidak ada riwayat alegi dan trasfusi
-
Tidak ada ketergantungan obat-obatan
27
c. Riwayat kesehatan keluarga
Genogram
GI
GII
GIII
67
65
50
5
9
GIV
35
3
0
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
: Garis keturunan
------- : Tinggal serumah
GI
: Meninggal karena usia lanjut
GII
: Meninggal karena faktor ketuaan
GIII
: Meninggal karena penyakit yang tidak diketahui
GIV
: 1,2,3,4, meninggal karena prematur, penyakit paru – paru dan
kecelakaan
28
29
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : KU nampak lemah
b.Kesadaran
: Composmentis
c.Tanda-tanda vital :
T: 120/60 mmHg
N : 84 x/menit
S : 40 °C
P : 20 x/menit
d. Kepala
Inspeksi : - keadaan kulit kepala : bersih,tidak ada ketombe
- Penyebaran rambut merata
- Warna Putih
- Tidak ada alopesia
Palpasi : - tidak teraba adanya massa
-. Nyeri tekan tidak ada
e. Muka
Inspeksi : - Bentuk wajah Lonjong
-. Wajah simetris kiri dan kanan
- tidak ada pergerakan abnormal
- ekspresi wajah meringis
- wajah Nampak merah
Palpasi : - tidak teraba adanya massa
- Nyeri tekan tidak ada
f. Mata
Inspeksi : - Matasimetris kiri dan kanan
- Palpedra tidak Oedema
- Konjuntiva tidak pucat
- Sklera tidak ictrus
- Pupil isokor
Palpasi : - Tidak teraba adanya massa
-. Nyeri tekan tidak ada
29
g. Hidung
Inspeksi : - Lubang hidung simetris kiri dan kanan
- Tidak nampaknya adanya pembesaran polip
- Sekret tidak ada
Palpasi : - Tidak teraba adanya massa
-. Nyeri tekan tidak ada
h. Telinga
Inspeksi : - Aurikula simetris kiri dan kanan
- Meatus akustikus ekstermus nampak bersih
- tidak ada serumen
- Tidak memakai bantu pendengar
Palpasi : - Tidak teraba adanya massa
- Nyeri tekan tidak ada
i. Rongga Mulut
Inspeksi :
a. Gigi : - Gigi nampak bersih
- Tidak ada caries gigi
- Jumlah gigi lengkap
b. Gusi : - Gusi nampak merah mudah
- Tidak nampak tanda-tanda perdarahan dan peradangan
c. Lidah : - Lidah nampak kotor
- Tidak nampak tanda-tanda perdarahan dan peradangan
d. Mulut : - Mukosa mulut kering
- Tidak ada sianosis
j. Leher
Inspeksi : - Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar tiroid
- Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar limfa
- Tidak nampak adanya pelebaran vena jugularis
Palpasi : - Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfa
- Tidak teraba adanya pembesaran vena jugularis
30
- Tidak ada nyeri tekan
k. Toraks dan pernapasan
Inspeksi : - Bentuk dada normal chest
- Frekuensi nafas 20 x/ mnt
- Irama teratur
Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan
- Tidak teraba adanya massa
- Vokal premitus teraba dikedua paru
Perkusi : - sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : - Terdengar vesikuler di semua lapang paru
- Tidak terdengar adanya bunyi tambahan
l. Jantung
Inspeksi : - Ictus kordis tidak nampak
- Tidak nampak adanya pembesaran jantung
Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : - Bunyi jantung I : LUB pada ics 4 dan 5
- Bunyi jantung II : DUB pada ics 2 kiri dan kanan
- Tidak ada bunyi tambahan
m. Abdomen
Inspeksi : - Tidak tampak adanya luka bekas operasi
- Tidak tampak adanya distensi abdomen
- Perut tampak datar, umbilikus tidak menonjol
Palpasi : - Nyeri tekan pada kuadran kanan
- Tidak teraba adanya pembesaran hepar
- Tidak teraba adanya massa
Perkusi : - Suara perkusi tympani
Auskultasi : - Peristaltik usus 3 kali /menit
- Tidak terdengar adanya bising aorta
n. Genetalia dan anus
- Tidak tampak adanya hemoroid
31
o. Ekstremitas
Atas : - Kedua lengan simetris kiri dan kanan
- Kekuatan otot kiri dan kanan nilai 4
- Terpasang infus di lengan kanan dengan RL 20 tts/ mnt
Bawah : - Kedua tungkai simetris kiri dan kanan
- Kekuatan otot kiri dan kanan nilai 4
p. Status Neurologi
1.
Nervus I ( Olfaktorius ) : mampu mebedakan bau-bauan
2.
Nervus II ( Optikus ) : lapang pandang 90’C
3.
Nervus III ( Okulomotoris ) : IV (Troklearis) VI (Abdusens) : pupil
isikor, refleks kornea baik, gerakan bola mata kesegala arah
4.
Nervus V (Trigeminus) : Pergerakan otot messeter saat
mengunyahbaik, dapat merasakan goresan kapas
5.
Nervus VII (fasialis) : mampu tersenyum, mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mengembangkan pipih
6.
Nervus VII (Auditorius) : fungsi pendengaran baik
7.
Nervus IX (Glassofarineus) : fungsi pengecapan baik
8.
Nervus X (Vagus) : refleks menelan baik
9.
Nervus XI (Assesorius) : dapat menahan tekanan saat disuruh
menoleh, dan dapat menahan bahu
10. Nervus XII (Hypogiosus) : gerakan lidah baik
5. Pola Kegiatan Sehari-hari
a. Nutrisi
N
O
1
Jenis makanan
2
Frekuensi
Nasi, lauk, sayur dan
buah
3 x sehari
3
4
5
Nafsu makan
Makanan kesukaan
Makanan pantangan
Baik
Bakso
-
32
KEBIASAAN
SBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
Bubur kering
TKTP
3 x sehari porsi
Tidak dihabiskan
Kurang
Makanan keras
b. Cairan
N
KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
O
1
Jenis minuman
Air putih
Air putih
2
Frekuensi
6-8 gelas/hari
2-3 gelas/hari
3
Cara pemasukan
Lewat mulut
Mulut
c. Eliminasi
1. BAK
N
KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
O
1
Frekuensi
4-6 kali/hari
4-6 kali/hari
2
Warna
Kuning
Kuning
3
Bau
Pesing
Pesing
4
Kesulitan BAK
-
-
5
Tempat pembuangan
WC
POT
2. BAB
N
KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
O
1
Frekuensi
1-2 kali/hari
Belum pernah
2
Warna
Kuning
-
3
Konsisten
Lembek
-
4
Kesulitan BAB
-
Konstipasi
5
Tempat pembuangan
WC
d. Istirahat Tidur
NO
.
33
KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
1.
Tidur malam
22.00 – 05.00
21.00 – 06.00
2.
Tidur siang
14.00 – 15.00
Tidak teratur
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
e. Personal Hygiene
NO
KEBIASAAN
.
1.
Mandi
2 kali sehari
1 x sehari (diwaslap)
2.
Sikat gigi
2 kali sehari
1 x sehari
3.
Cuci rambut
2 kali seminggu
-
4.
Ganti pakaian
2 kali sehari
1 x sehari
f. Olahraga dan Rekreasi
Sebelum sakit : Klien kadang jalan – jalan pagi dan berkunjung kerumah
keluarga dihari libur
Selama sakit : pasien bedrest.
6. Riwayat Psikososial
a. Interaksi sosial
1. Klien berinteraksi dengan baik terhadap keluarga, perawat dan tim
kesehatan lainnya
2. Orang terdekat dengan klien adalah istrinya
b. Riwayat spiritual
1. Klien menganut agama islam dan percaya kepada Allah SWT
2. Klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
3. Klien kadang mengikuti pengajian di daerahnya
4. Selama sakit klien selalu berdoa
c. Riwayat psikologi
1. Pola konsep diri : klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah
SWT
34
2. Pola kognitif : klien dapat berinteraksi dengan baik, klien mampu
mengenal perawat,
dokter dan tim kesehatan lainnnya.
3. Pola koping : bila ada masalah klien membicarakan dengan istrinya
4. Pola interaksi : hubungan dengan keluarga, perawat, dan tim kesehatan
lainnya baik.
7. Pemeriksaan Diangnostik
Laboraturium
HB
: 12,1 Lg/dl
(12,0 – 18,0)
LED
: 70 mm/jam (< 15 mm/jam)
SGOT
: 42 mg/dl
( < 37 (37oC)
SGPT
: 34 mg/dl
(< 40 (37oC)
UMUM
: 62,0 mg/dl
(10 – 50 )
KREATININ : 1,4 mg/dl (0,6 – 1,1)
Wdal
-
Titer O
:-
-
Titer H
: 1/80
-
Titer AH
: 1/60
-
Titer BH
:-
8. Perawatan dan Pengobatan
a. Perawatan
1. Isolasi
2. Bedrest
3. Observasi TTV
4. Diet bubur sering TKPT
b. Pengobatan
1. IVFD RI 20 tts/mnt
2. Klorampenikol 3 x 1
3. Parastamol 3 x 1
4. Neurodex 1 x 1
35
5. Propiretik 3 x 1
6. Dulcolax supposituria
B. DATA FOKUS ( CP.IA )
DATA SUBJEKTIF
-
DATA OBJEKTIF
Klien mengatakan badannya
-
KU lemah
panas
-
Badan klien teraba panas
-
Klien mengeluh lemah
-
Mukosa bibir kering
-
Klien mengeluh nyeri pada
-
Lidah kotor
bagian perut
-
Klien nampak pucat
Klien mengeluh kurang
-
Porsi makan tidak dihabiskan
nafsu makan
-
Peristaltik usus 3 x/menit
Klien mengatakan kadang
-
Nyeri tekan pada abdomen
-
mual dan muntah
-
-
kuadran kanan
Klien mengatakan susah
-
Ekspresi wajah meringis
untuk BAB
-
Kebutuhan nampak dilayani
Klien mengatakan belum
di tempat tidur
pernah BAB, sejak 3 hari
-
Tonus otot nilai 4
yang lalu
-
Tanda – tanda vital
Klien mengatakan
TD : 160/80 mmHg
aktivitasnya dibantu oleh
N : 84 x/menit
keluarga
P
: 20 x/menit
S
: 40oC
-
36
Klien nampak muntah
C. ANALISA DATA (CP.I.B)
NO
1
DATA
DS :
-
Klien
mengatakan
-
Intoksin salmonella thyposa
↓
↓
Klien mengeluh
Masuk ke dalam aliran darah
Klien mengeluh
lemah
MASALAH
Peningkatan
suhu tubuh
Masuk ke dalam usus
badannya panas
sakit kepala
-
ETIOLOGI
↓
Bakteri melepas endotoksin
↓
Peradangan di usus halus
DO :
-
Badannya klien
↓
Masuk ke dalam darah dan
teraba panas
menuju ke otak
Mukosa bibir
↓
kering
-
Lidah kotor
-
TTV :
S : 40 o C
Mengeluarkan zat pirogen
↓
Suhu badan meningkat
↓
Hipertermi
↓
Peningkatan suhu tubuh
2
DS :
- klien mengeluh
37
Peradangan di usus halus
↓
kurang nafsu makan
Infeksi usus halus
- klien mengatakan
↓
Pemenuhan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
kadang mual dan
muntah
- klien mengatakan
S.U.H
DO:
- klien Nampak
lemah
- porsi makan tidak
dihabiskan
Merangsang nervus vagus
↓
Sekresi asam lambung
meningkat
↓
Intake kurang
↓
Pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan
- lidah kotor
- mukosa bibir
kering
3
DS :
Peradangan di usus halus
-Klien mengeluh
↓
nyeri pada bagian
Kerusakan mukosa usus halus
perut.
↓
DO :
Menegeluarkan Neuron
- KU lemah
(bradikirin,histamine,serotonin
abdomen kuadran
)
kanan
↓
meringis
-klien tempak pucat
-TTV
TD :200/60 mmHg
Rasa nyaman
Nyeri
Transmister
- Nyeri tekan pada
- Ekspresi wajah
Gangguan
Sistem saraf Pusat
↓
Persepsi nyeri
↓
Gangguan rasa nyaman nyeri
N :42x/mnt
4
DS:
-Klien mengatakan
38
Gangguan
Infeksi pada usus halus
eliminasi
susah untuk BAB
↓
sejak 3 hari yang
Suhu tubuh meningkat
lalu
↓
DO
Peningkatan reabsorbsi cairan
-Klien lemah
-peristaltik 3x/mnt
BAB
di usus menurun
↓
Molitik usus menurun
↓
Vaeces mengeras
↓
Kostipasi
↓
Gangguan
eliminasi BAB
5
DS :
-klien mengeluh
lemah
-Klien mengatakan
aktifitasnya hanya di
Intolerancy
Proses inflamasi
↓
Masuk kedalam darah
↓
bantu
Mempengaruh kerja organ
DO:
tubuh
KU Lemah
-klien nampak
bedres
-Kebutuhan nampak
dilayani ditempat
tidur
-Tonus otot nilai 4
↓
Metabolisme glukosa
terganggu
↓
Pemberian ATP dan ADP
Terganggu
↓
Energi berkurang /penurunan
tonus otot
↓
39
Activity
Kelemahan
↓
Intolerancy avtivity
6
DS :
Resiko
Klien mengatakan
Infeksi usus halus
kadang mual dan
↓
Volume
Merangang nerfus fagus
Cairan
muntah
↓
DO
-Mukosa bibir
TTV
Suhu 40Oc
-Klien nampak pucat
Sekresi asam lambung
meningkat
↓
Mual dan muntah
↓
-Klien mual dan
muntah
Anorexia
↓
Intake kurang
↓
Resiko kekurangan cairan
40
Kekurangan
D.DATA KEPERAWATAN (CP.II)
N
MASALAH DIAGNOSA
O
1
Peningkatan suhu tubuh
TGL DITEMUKAN TGL TERATASI
03 Juli 2006
07 Juli 2006
03 Juli 2006
06 Juli 2006
03 Juli 2006
06 Juli 2006
03 Juli 2006
07 Juli 2006
03 Juli 2006
07 Juli 2006
03 Juli 2006
07 Juli 2006
berhubungan dengan infeksi
pada usus halus
2
Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan
mual dan muntah
3
Gangguan rasa nyeri
berhubungan dengan mukosa
usus halus
4
Pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan
dengan intake yang tidak
adekuat
5
Gangguan eliminasi BAB
berhubungan dengan
peradangan pada usus halus
6
Intoleran activity
berhubungan dengan
kelemahan fisik
41
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (CP.III)
NO
1
DIAGNOSA/DATA
Peningkatan suhu tubuh
TUJUAN
Suhu tubuh dalam
berhubungan dengan infeksi di
batas normal dengan
terutama suhu tubuh
proses infeksi berat atau ringan
usus halus, ditandai dengan :
criteria :
setiap 2 jam
dalam pola demam sehingga
DS :
-
Bibir lembab
menjadi indikatorperkembangan
-
Klien mengatakan
-
Lidah bersih
penyakit dan dapat menentukan
badannya panas
-
Klien tidak
intervensi selanjutnya
-
Klien mengeluh sakit
mengeluh sakit
kepala
kepala
Klien mengeluh lemah
DO :
-
KU baik
INTERVENSI
1. Observasi TTV
2. Kompres air hangat di
dahi dan axial
3. Beri asupan minum
yang adekuat
RASIONAL
1. Suhu tubuh dapat menunjukkan
2. Kompres air hangat dapat
membantu menurunkan demam
3. Peningkatan suhu tubuh
menimbulkan penguapan yang
-
Badan klien teraba panas
bangak sehingga membantu
-
Mukosa bibir kering
menurunkan panas
-
Lidah kotor
-
TTV : S= 40`C
4. Anjurkan klien untuk
bedrest
4. Membatasi aktivitas sebagai
tindakan untuk mencegah
terjadinya respon panas
5. Ganti baju klien dengan 5. Agar tidak menahan pengeluaran
pakaian tipis dan
panas secara konveksi
menyerap keringat
6. Penatalaksanaan
pemberian :
-menurunkan suhu tubuh
-Antipiretik
-mencegah infeksi
-Antibiotic
-mengganti cairan secara cepat akibat
-Cairan parental
2
6. Untuk membantu :
evaporasi
Resiko kekurangan volume
Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan
cairan tidak terjadi,
mual dan muntah, ditandai
dengan kriteria :
pedoman untuk penggantian
dengan :
- TTV :
cairan
DS :
S : 36°C -37°C
Klien mengatakan kadang
T : 120/60 x/mnt
mual dan muntah
N : 80 x/mnt
1. Pantau intake dan
output klien
2. Observasi TTV :
Tensi,nadi suhu
1. Memberikan informasi tentang
keseimbangan cairan dan
2. Hypotensi,tahikardi,dea=mam
dapat menunjukan respon tubuh
atau efek
DO :
- Bibir lembab
- mukosa bibir kering
- Klien tidak pucat
hangat pada dahi dan
peredaran darah ke otak lancar
- klien nampak pucat
- Klien tidak mual
axilla
sehingga suhu kembali normal
3. Berikan kompres air
3. Kompres hangat memperlancar
- TTV :
dan muntah
4. Anjurkan klien untuk
banyak minum
S : 40°C
5. Penatalaksanaan
T : 130/90 mmHg
pemberian cairan
4. Mengganti cairan yang keluar
melalui evaporasi
5. Mempertahankan keadekutan
volume cairan dengan cepat
intravena
3
Gangguan rasa nyaman nyeri
Gangguan rasa
berhubungan dengan
nyaman nyeri
kerusakan mukosa usus halus
teratasi dengan
dapat menentukan intervensi
ditandai dengan :
criteria :
selanjutnya
DS :
-
Klien
1. Kaji tingkat nyeri,
lokasi dan intensitas
2. Kaji ulang factor yang
memperkuat nyeri
1. Untuk mengetahui sejauh mana
nyeri yang dirasakan sehingga
2. Dapat menunjukkan dengan tepat
pencetus/factor yang memperberat
Klien mengeluh nyeri pada
melaporkan
bagian perut
nyeri hilang
dan mengidentifikasi hasil
Ekspresi wajah
terjadinya komplik
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah
dan Inayah-Nya kepada kita, sehingga kita masih dapat menghirup nafas
keIslaman sampai sekarang ini. Shalawat dan salam semoga tercurah pada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dengan semangatnya
yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman Jahilliyah kepada jaman
Islamiyah.
Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah yang
berjudul “ASKEP THYPUS ABDOMINALIS”. Kami ucapkan banyak terima
kasih kepada Dosen Pengampu yang telah membimbing dalam setiap materi, tidak
lupa teman-teman yang senantiasa saya banggakan yang semoga kita selalu dalam
lindungan Allah serta dapat berjuang dijalan Allah SWT.
Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu
saya mohon saran dan kritik yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya saya
mengucapkan terima kasih dan mohon maaf apabila dalam penulisan masih
terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar menjadi maklum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Parepare, 1 November 2014
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..................................................................................3
B. Tujuan penulisan..............................................................................5
C. Manfaat Pemulisan...........................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................6
BAB III TINJAUAN KASUS......................................................................25
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................68
B. Saran.................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................69
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem
atau masalah yang serius bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang
berkembang seperti halnya Indonesia yang memiliki iklim tropis banyak di
temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis yang di temukan
sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila
salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang
dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam
hati dan empedu.
Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh
meningkat hingga 40c dengan frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri
tekan di perut.
Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun.
Kenyataannya sekarang penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi
khususnya pada tahun 2008-2009 tercatat penderita typhus mencapai 70%, terdiri
dari 50% penderita laki-laki , 20% penderita perempuan dan pada tahun 2009 ,
sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini masuk dalam kategori 10
jenis penyakit terbesar Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada
usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang
sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit
demam enterik.
3
Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
A, B dan C, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan
gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus).
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan
untuk orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia,
dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh
lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam
dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena pada
umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan menyebabkan
perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.
Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus
per 100.000 penduduk per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 %
dari seluruh kematian (50.000 kematian) disebabkan oleh demam enterik.
Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum
dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya
kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi
carrier 3 kali lebih besar dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama
ialah penderita demam enterik itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat
mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah
yang merupakan sumber pencemaran.
Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang
biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam
pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di
sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke pembuluh darah yang
kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi
dalam dunia kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis,
karena berhubungan dengan usus pada perut.
4
B. Tujuan
Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pencegahan dan pengobatan penyakit Thypus tersebut. Serta dapat mengetahui
apa- apa saja yang menjadi dasar dari penyebab penyakit Thypus ini.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah kita bisa mengetahui penyebab
timbulnya penyakit Thypus tersebut, serta manfaatnya pun kita bisa mengetahui
pencegahan apa saja yang bisa kita lakukan agar terhindar dari penyakit Thypus.
5
BAB II
PEMBAHASAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
TYPHOID ABDOMINALIS
1. Pengertian
a. Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai
dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang
bersifatdifus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal
ileum (Soegeng Soegijanto, 2002).
b. Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit
kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran
hati/limpa/atau keduanya.
c. Typoid adalah suatu penyakitpada usus yang menimbulkan gejal-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C
penularan terjadi secara pecal, oral, melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi
(Mansoer
Orief.
M,
2009).
(http://pend.amanah-
unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)
2. Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh
demam, toksemia, nyeri perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan
paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S. Paratyhpi B, S. Paratyhpi C.
(Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen
yaitu : Antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida),
Antigen H (flagella), Antigen V1 dan protein membrane hialin.
b. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella
yang dapat ditentukan dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
6
c. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)
3.
Patologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system
retikuloendotelial yang menunjukkan diri terutama pada jaringan limfusus,
limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di usus, jaringan limf terletak
antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang
bagian lain ussu halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan
plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti
infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi
terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon
sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya
dangkal, tapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan pendarahan. Perforasi
terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh biasanya
ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar
limf mesentrial penuh fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati
menunjukkan proliferasi sel polimor fonuklear dan mengalami nekrosis fokal.
Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu
terinfeksi, dan bakteri hidup dalam empedu. Seduah sembuh, empedu
penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang bersangkutan menjadi
pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang
mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan
kumannya dalam air kandung kemih. Bila sembuh penderita demikian
menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis dan
orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan bronchitis
hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih
sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.
7
Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan
gambaran miokarditis. Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat
(bradikardia relative) akibat miokarditis tersebut. Vena sering mengalami
thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak. Otot lurik dapat
mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai
pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot diafragma,
m.rektus abdomis, dan otot paha. Ini yang mendasari kelemahan otot pada
penderita.toksin di otot dapat juga menyebabkan rupture spontan disertai
pendarahan local. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses di otot
bersangkutan.
Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu
dapat berlangsung sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah
tibia, sternum, iga, dan ruas tulang belakang. Pada demam tifoid sering
didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang hidup darah. Ifeksi
disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan gambaran leokopenia disertai
dihilangnya sel polimorfonuklear dan eosinofil, dan bertambahnya sel
mononuclear.
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap usus halus masuk
ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutamahati dan limfe.
Basil yang tidak hancur berkembang biak di dalam hati dan limfe sehingga
organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan perabaan. Kamudian
bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan melanjutkan ke
seluruh
tubuh
terutama
ke
dalam
kelenjar
limfoid
usus
halus
menimbulkantukakberbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri, tukak
tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu halus, gejala
demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
8
4. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan
dapat terjadi melalui mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman
mengadakanpenetrasi ke usu halus dan jaringan limfoid dan berkembang biak.
Selanjutnya
kuman
masuk
ke
aliran
darah
dan
mencapai
retikuloendoteal pada hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut membesar
disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel
retikuloendoteal melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman
selanjutnya ke dalam beberapa organ-organ tubuhterutama kelenjar lymphoid
usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong pada mukosa di
atas plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan
perforasi usus.
5. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang
mengakibatkan gejala toksis umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan
beradikardia.
Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo endothelial,
umpanya kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut.
Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus
dengan penyakitnya.
Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu.
Pada kasus ringan dan sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu.
Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda malaise, anoreksia, nyeri kepala,
nyeri seluruh badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak selalu khas,
kadang mirip dengan demam pada influenza .
Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin
tinggi dan hampir selalu disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk
kering dan tidak jarang ditemukan epitaksis (mimisan). Hampir selalu ada rasa
9
tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada, tetapi diare juga sering
ditemukan.
Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat
pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah
kurang lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2-4 hari pada minggu pertama.
Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu)
dan penderita tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan
sistem pencernaan. Diare dapat mulai, kadang disertai perdarahan saluran
cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu ketiga. Selain
alergi
penderita
mengallami
delirium
bahkan
sampai
koma
akibat
endotoksemia. Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa
bradikardia relatif dengan limpa membesar lunak.
Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu
badan menurun dan keadaan umum tampak baik.
Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam
hilang. Kambuhan ini dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin
terjadi dua atau tiga kali.
Gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah:
a.
Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
remiten dan suhu tinggi sekali selama minggu pertama, suhu badan
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasienterus berada dalam keadaan demam,pada minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normalkembali.
b.
Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (rageden) lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai
10
nyeri palpasi. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal.
c. Gangguan kesadaran umum
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada
dalam kondisi apatis, sampa samnolen jarang terjadi stupor, koma, atau
gelisah (kecualipenyakit berat dan terlambat mendapat pengobatan).
Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam, kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan
epistaksis (mimisan) pada anak besar.
6. Komplikasi
Dapat terjadi pada:
a. Usus halus,umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu:
1) Pendarahan usus, bila pendarahan hanya sedikit ditemukan jika
dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.jika pendarahan banyak
terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perporasi usus, timbil biasanya pada minggu ketigaatau setelah itu
terjadi
pada
bagian
distal
ileum.
Perforasi
yang
tidak
disertaiperitonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum. Yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara di antara
hati dan diafragma pada foto abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.
3) Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut yaitunyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang dan nyeri tekan.
b. Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis
maningitis, koleistisis, encepalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi
sekunder yaitu : bronkopneumonia.
11
7.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit.
c. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan thypoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.
d. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
8.
Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Antibiotik yang dapat digunakan :
12
a) Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4X250 mg, hari kedua 4X500 mg,
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam,
kemudian dosis diturunkan menjadi 4X250 mg selama 5 hari
kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP Persahabatan),
penggunaan klomfenikol msih memperlihatkan hasil penurunan suhu
4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.
b) Ampisilin/amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg/BB, diberikan selama 2
minggu.
c) Kotrimoksazol ; 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol-80 mg trimetoprim, diberikan selama dua minggu
pula.
d) Sefalosporin generasi II dan III dapat berhasil mengatsi demam
dengan baik. Demam pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
-
Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.
-
Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari.
-
Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari.
-
Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
-
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
-
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
b. Istirahat dan perawatan professional
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien
harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higiene
perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang
dipakai oleh pasien. Pasien dapat kesadaran menurun, posisinya perlu
diubah-ubah untuk mencegah dekubitus, dan pneumonia hipostatik.
Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi urin.
13
c. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif).
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun bebrapa
penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral
yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan
menjaga keseimbangan dan hemoestasis, sistem imun akan tetap berfungsi
dengan optimal.
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan
perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik
maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan
septik. Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas.
Namun berbeda dengan pengobatan pada penderita demam tifoid
yaitu untuk wanita hamil. Tidak semua antibiotik dapat diberikan.
Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimister ketiga kehamilan,
karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin,
dan sindrom Gray pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang
mempunyai efek teratogenik terhadap fetus. Namun pada kehamilan lebih
lanjut tiamfenikol dapat diberikan. Selain itu, kotrimoksazol dan
fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.
Antibiotik yang aman bagi kehamilan adaah golongan penisil
(ampisin, amoksisilin), dan sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien
yang hipersensitif terhadap obat tersebut.
9.
Konsep Asuhan Keperawatan:
1) Pengkajian:
a. Identitas
14
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no.registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi
badan, berat badan, tanggal MR.
b. Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan kembung,
nafsu makan menurun, panas, dan demam.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah demam,
anoreksia, mual, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemia),
nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran
berupa somnolen sampai koma.
d. Riwayat Kesehatan dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan dirawat
dengan yang sama, atau apakah menderita penyakit lainnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
yang sama atau sakit yang lainnya.
f. Riwayat Psikososial
Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
Interpersonal: hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan
Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya mua, muntah
selama sakit, lidah kotor, dan terasa pahit waktu makan sehingga
dapat memepengaruhi status nutrisi berubah karena terjadi
gangguan pada usus halus.
Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
15
Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah dalam kesehatannya.
Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik
serta
pasien
akan
mengalami
keterbatasan
gerak
akibat
penyakitnya.
Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi
karena panas yang meninggi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan
kebutuhan.
Pola reproduksi dan seksual
Mengalami perubahan pada pasien yang telah menikah.
Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan memengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
Pola persepsi dan konsep diri
Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap berhubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam
menjalankan perannya selama sakit.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya
akan terganggu.
16
h. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar
(composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya
prognosis penyakit pasien.
Tanda - tanda vital dan keadaan umum
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari
keadaan umum pasien / kondisi pasien. Disamping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan. Biasanya pada pasien
typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak
enak, anorexia.
Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir
kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran
normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak
terdapat cuping hidung.
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah
yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien
mengalami peningkatan suhu tubuh.
Sistem integument
17
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk
kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½
-1 cc/kg BB/jam.
Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak
ada gangguan.
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid
dan tonsil.
Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam
penderita penyakit thypoid.
2) Diagnosa Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella
Typhii
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia,
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik.
Gangguan
keseimbangan
berhubungan
dengan
cairan
pengeluaran
(kurang
dari
kebutuhan)
cairan
yang
berlebihan
(mual/muntah).
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
18
Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest
total.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi.
3) Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
• Observasi suhu tubuh klien
R/ mengetahui perubahan suhu tubuh.
• Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal
bila terjadi panas
R/ melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
• Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat
menyerap keringat seperti katun
R/ menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian tipis
akan membantu mengurangi penguapan tubuh
• Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu
tubuh.
R/ klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan
membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
• Observasi TTV tiap 4 jam sekali.
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
• Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum.
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak (2,5 liter /
24 jam).
• Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
19
R/ menurunkan panas dengan obat.
Diagnosa Keperawatan 2. : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang
diberikan
Intervensi :
• Kaji pola nutrisi klien
R/ mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
• Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
R/ meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian
makan yang tidak disukai.
• Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
R/ penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
• Timbang berat badan tiap hari
R/ mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
• Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
R/ mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
• Hindari pemberian laksatif.
R/ penggunaannya berakibat buruk karena digunakan sebagai pembersih
makanan/kalori tubuh oleh pasien.
• Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga
motivasi untuk makan meningkat.
• Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat
masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
20
• Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi
parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral
dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
R/ mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak
boleh dikonsumsi.
Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik.
Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
optimal.
Intervensi :
• Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi
sebatas kemampuan (mis : Miring kanan, miring kiri).
R/ pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien
yang bedrest.
• Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
• Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
• Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.
Diagnosa Keperawatan 4 : Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari
kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan
(mual/muntah).
Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat, Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
21
• Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan
keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
• Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan, 2,5 liter / 24 jam.
• Anjurkan pasien untuk banyak minum.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
• Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan
laksatif/diuretik.
R/ membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan/atau
penggunaan laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut.
• Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara
parenteral).
Diagnosa Keperawatan 5 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi
pencernaan.
Tujuan : Nyeri tidak dirasakan.
Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan
pereda nyeri diberikan.
Intervensi :
• Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10).
R/ membantu diagnosa keluhan nyeri.
• Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
R/ membantu menegakkan diagnosa dan kebutuhan terapi.
• Kolaborasi dalam pemberian obat yang diresepkan (analgesik)
R/ menghilangkan nyeri.
Diagnosa Keperawatan 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan
respon imun.
Tujuan : Mencegah infeksi dialami oleh klien.
22
Kriteria hasil : Individu dapat menyebutkan faktor resiko yang berkaitan
dengan infeksi dan kewaspadaan yang dibutuhkan.
Intervensi :
• Kaji adanya faktor prediktif.
R/ Faktor prediktif adalah factor terkontrol yang sudah teridentifikasi
mampu meningkatkan resiko infeksi dan menurunkan pertahanan hospes.
• Kaji adanya faktor penyulit.
R/ faktor penyulit dapat memperbesar resiko infeksi.
• Kurangi masuknya kuman ke dalam tubuh.
R/ mengurangi kontaminasi resiko infeksi silang.
Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan
program terapi bedrest total.
Tujuan : Mencegah terjadinya gangguan integritas kulit.
Kriteria hasil : Individu dapat mempertahankan kebersihan kulit ( personal
hygiene)
Intervensi :
• Kaji faktor penyebab.
R/ menetapkan terapi yang dapat dilakukan.
• Beri kesempatan klien beradaptasi dalam aktivitas perawatan diri.
R/ Meningkatkan kemampuan klien dalam aktivitas perawatan diri.
• Observasi tanda-tanda gangguan integritas kulit.
R/ Melindungi klien dari resiko integritas kulit.
•
Diskusikan
pentingnya
perubahan
posisi
sering,
perlu
untuk
mempertahankan aktivitas.
R/ Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dan mencegah tekanan lama
pada jaringan.
Diagnosa Keperawatan 8 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit
berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat
23
Intervensi :
• Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
R/ Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
• Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
R/ pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit
typhoid.
• Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang
belum dimengerti
R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien
setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
• Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
R/ Memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.
24
BAB III
TINJAUN KASUS
A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama
: TN “A”
Umur
: 59 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Bugis/Indonesia
Status perkawinan
: Kawin
Pendidikan
: D III
Pekerjaan
: Guru
Alamat
: Ujung Lero Pinrang
b. Identitas Penanggung
25
Nama
: NY “N”
Umur
: 50 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Bugis/Indonesia
Status perkawinan
: Kawin
Pendidikan
: SMU
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Ujung Lero Pinrang
Hubungan dengan klien
: istri
2. Keluhan Utama
Demam
-
Riwayat keluhan utama :
klien mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu. Klien minum obat
penurun demam tapi tidak ada perubahan. Akhirnya keluarga membawanya ke
rumah sakit dan dokter memutuskan untuk di opname.
-
Sifat keluhan : terus menerus
-
Lokasi dan penyebarannya : Seluruh tubuh.
-
Hal-hal yang meringankan : Pada saat istirahat.
-
Hal-hal yang memberatkan pada saat beraktivitas.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk rumah sakit dengan demam keluhan dirasakan ± 2 minggu
yang lalu, klien sudah berobat dipuskesmas tetapi tidak ada perubahan sehingga
klien memutuskan untuk berobat ke RSUD Makassau Parepare pada hari Sabtu,
tanggal 24 Juni 2006 di poli klinik Internal dan klien dianjurkan untuk opname
26
untuk mendapatkan perawatan dan perawatan yang intensif, kondisi klien saat
dikaji klien demam, kadang mual dan muntah.
P (Provokasi) : Demam disebabkan infeksi pada usus halus
Q (Qualitatif) : Remitten
R (Regio)
: Seluruh tubuh
S (Skala)
: Suhu tubuh 48 oC
T (Time)
: Demam , sejak 22 Juni 2006
b. Riwayat Kesehatan lalu klien
-
Tidak pernah menderita penyakit yang sama
-
Klien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya
-
Tidak ada riwayat alegi dan trasfusi
-
Tidak ada ketergantungan obat-obatan
27
c. Riwayat kesehatan keluarga
Genogram
GI
GII
GIII
67
65
50
5
9
GIV
35
3
0
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
: Garis keturunan
------- : Tinggal serumah
GI
: Meninggal karena usia lanjut
GII
: Meninggal karena faktor ketuaan
GIII
: Meninggal karena penyakit yang tidak diketahui
GIV
: 1,2,3,4, meninggal karena prematur, penyakit paru – paru dan
kecelakaan
28
29
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : KU nampak lemah
b.Kesadaran
: Composmentis
c.Tanda-tanda vital :
T: 120/60 mmHg
N : 84 x/menit
S : 40 °C
P : 20 x/menit
d. Kepala
Inspeksi : - keadaan kulit kepala : bersih,tidak ada ketombe
- Penyebaran rambut merata
- Warna Putih
- Tidak ada alopesia
Palpasi : - tidak teraba adanya massa
-. Nyeri tekan tidak ada
e. Muka
Inspeksi : - Bentuk wajah Lonjong
-. Wajah simetris kiri dan kanan
- tidak ada pergerakan abnormal
- ekspresi wajah meringis
- wajah Nampak merah
Palpasi : - tidak teraba adanya massa
- Nyeri tekan tidak ada
f. Mata
Inspeksi : - Matasimetris kiri dan kanan
- Palpedra tidak Oedema
- Konjuntiva tidak pucat
- Sklera tidak ictrus
- Pupil isokor
Palpasi : - Tidak teraba adanya massa
-. Nyeri tekan tidak ada
29
g. Hidung
Inspeksi : - Lubang hidung simetris kiri dan kanan
- Tidak nampaknya adanya pembesaran polip
- Sekret tidak ada
Palpasi : - Tidak teraba adanya massa
-. Nyeri tekan tidak ada
h. Telinga
Inspeksi : - Aurikula simetris kiri dan kanan
- Meatus akustikus ekstermus nampak bersih
- tidak ada serumen
- Tidak memakai bantu pendengar
Palpasi : - Tidak teraba adanya massa
- Nyeri tekan tidak ada
i. Rongga Mulut
Inspeksi :
a. Gigi : - Gigi nampak bersih
- Tidak ada caries gigi
- Jumlah gigi lengkap
b. Gusi : - Gusi nampak merah mudah
- Tidak nampak tanda-tanda perdarahan dan peradangan
c. Lidah : - Lidah nampak kotor
- Tidak nampak tanda-tanda perdarahan dan peradangan
d. Mulut : - Mukosa mulut kering
- Tidak ada sianosis
j. Leher
Inspeksi : - Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar tiroid
- Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar limfa
- Tidak nampak adanya pelebaran vena jugularis
Palpasi : - Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid
- Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfa
- Tidak teraba adanya pembesaran vena jugularis
30
- Tidak ada nyeri tekan
k. Toraks dan pernapasan
Inspeksi : - Bentuk dada normal chest
- Frekuensi nafas 20 x/ mnt
- Irama teratur
Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan
- Tidak teraba adanya massa
- Vokal premitus teraba dikedua paru
Perkusi : - sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : - Terdengar vesikuler di semua lapang paru
- Tidak terdengar adanya bunyi tambahan
l. Jantung
Inspeksi : - Ictus kordis tidak nampak
- Tidak nampak adanya pembesaran jantung
Palpasi : - Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : - Bunyi jantung I : LUB pada ics 4 dan 5
- Bunyi jantung II : DUB pada ics 2 kiri dan kanan
- Tidak ada bunyi tambahan
m. Abdomen
Inspeksi : - Tidak tampak adanya luka bekas operasi
- Tidak tampak adanya distensi abdomen
- Perut tampak datar, umbilikus tidak menonjol
Palpasi : - Nyeri tekan pada kuadran kanan
- Tidak teraba adanya pembesaran hepar
- Tidak teraba adanya massa
Perkusi : - Suara perkusi tympani
Auskultasi : - Peristaltik usus 3 kali /menit
- Tidak terdengar adanya bising aorta
n. Genetalia dan anus
- Tidak tampak adanya hemoroid
31
o. Ekstremitas
Atas : - Kedua lengan simetris kiri dan kanan
- Kekuatan otot kiri dan kanan nilai 4
- Terpasang infus di lengan kanan dengan RL 20 tts/ mnt
Bawah : - Kedua tungkai simetris kiri dan kanan
- Kekuatan otot kiri dan kanan nilai 4
p. Status Neurologi
1.
Nervus I ( Olfaktorius ) : mampu mebedakan bau-bauan
2.
Nervus II ( Optikus ) : lapang pandang 90’C
3.
Nervus III ( Okulomotoris ) : IV (Troklearis) VI (Abdusens) : pupil
isikor, refleks kornea baik, gerakan bola mata kesegala arah
4.
Nervus V (Trigeminus) : Pergerakan otot messeter saat
mengunyahbaik, dapat merasakan goresan kapas
5.
Nervus VII (fasialis) : mampu tersenyum, mengangkat alis,
mengerutkan dahi, mengembangkan pipih
6.
Nervus VII (Auditorius) : fungsi pendengaran baik
7.
Nervus IX (Glassofarineus) : fungsi pengecapan baik
8.
Nervus X (Vagus) : refleks menelan baik
9.
Nervus XI (Assesorius) : dapat menahan tekanan saat disuruh
menoleh, dan dapat menahan bahu
10. Nervus XII (Hypogiosus) : gerakan lidah baik
5. Pola Kegiatan Sehari-hari
a. Nutrisi
N
O
1
Jenis makanan
2
Frekuensi
Nasi, lauk, sayur dan
buah
3 x sehari
3
4
5
Nafsu makan
Makanan kesukaan
Makanan pantangan
Baik
Bakso
-
32
KEBIASAAN
SBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
Bubur kering
TKTP
3 x sehari porsi
Tidak dihabiskan
Kurang
Makanan keras
b. Cairan
N
KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
O
1
Jenis minuman
Air putih
Air putih
2
Frekuensi
6-8 gelas/hari
2-3 gelas/hari
3
Cara pemasukan
Lewat mulut
Mulut
c. Eliminasi
1. BAK
N
KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
O
1
Frekuensi
4-6 kali/hari
4-6 kali/hari
2
Warna
Kuning
Kuning
3
Bau
Pesing
Pesing
4
Kesulitan BAK
-
-
5
Tempat pembuangan
WC
POT
2. BAB
N
KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
O
1
Frekuensi
1-2 kali/hari
Belum pernah
2
Warna
Kuning
-
3
Konsisten
Lembek
-
4
Kesulitan BAB
-
Konstipasi
5
Tempat pembuangan
WC
d. Istirahat Tidur
NO
.
33
KEBIASAAN
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
1.
Tidur malam
22.00 – 05.00
21.00 – 06.00
2.
Tidur siang
14.00 – 15.00
Tidak teratur
SEBELUM SAKIT
SELAMA SAKIT
e. Personal Hygiene
NO
KEBIASAAN
.
1.
Mandi
2 kali sehari
1 x sehari (diwaslap)
2.
Sikat gigi
2 kali sehari
1 x sehari
3.
Cuci rambut
2 kali seminggu
-
4.
Ganti pakaian
2 kali sehari
1 x sehari
f. Olahraga dan Rekreasi
Sebelum sakit : Klien kadang jalan – jalan pagi dan berkunjung kerumah
keluarga dihari libur
Selama sakit : pasien bedrest.
6. Riwayat Psikososial
a. Interaksi sosial
1. Klien berinteraksi dengan baik terhadap keluarga, perawat dan tim
kesehatan lainnya
2. Orang terdekat dengan klien adalah istrinya
b. Riwayat spiritual
1. Klien menganut agama islam dan percaya kepada Allah SWT
2. Klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
3. Klien kadang mengikuti pengajian di daerahnya
4. Selama sakit klien selalu berdoa
c. Riwayat psikologi
1. Pola konsep diri : klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah
SWT
34
2. Pola kognitif : klien dapat berinteraksi dengan baik, klien mampu
mengenal perawat,
dokter dan tim kesehatan lainnnya.
3. Pola koping : bila ada masalah klien membicarakan dengan istrinya
4. Pola interaksi : hubungan dengan keluarga, perawat, dan tim kesehatan
lainnya baik.
7. Pemeriksaan Diangnostik
Laboraturium
HB
: 12,1 Lg/dl
(12,0 – 18,0)
LED
: 70 mm/jam (< 15 mm/jam)
SGOT
: 42 mg/dl
( < 37 (37oC)
SGPT
: 34 mg/dl
(< 40 (37oC)
UMUM
: 62,0 mg/dl
(10 – 50 )
KREATININ : 1,4 mg/dl (0,6 – 1,1)
Wdal
-
Titer O
:-
-
Titer H
: 1/80
-
Titer AH
: 1/60
-
Titer BH
:-
8. Perawatan dan Pengobatan
a. Perawatan
1. Isolasi
2. Bedrest
3. Observasi TTV
4. Diet bubur sering TKPT
b. Pengobatan
1. IVFD RI 20 tts/mnt
2. Klorampenikol 3 x 1
3. Parastamol 3 x 1
4. Neurodex 1 x 1
35
5. Propiretik 3 x 1
6. Dulcolax supposituria
B. DATA FOKUS ( CP.IA )
DATA SUBJEKTIF
-
DATA OBJEKTIF
Klien mengatakan badannya
-
KU lemah
panas
-
Badan klien teraba panas
-
Klien mengeluh lemah
-
Mukosa bibir kering
-
Klien mengeluh nyeri pada
-
Lidah kotor
bagian perut
-
Klien nampak pucat
Klien mengeluh kurang
-
Porsi makan tidak dihabiskan
nafsu makan
-
Peristaltik usus 3 x/menit
Klien mengatakan kadang
-
Nyeri tekan pada abdomen
-
mual dan muntah
-
-
kuadran kanan
Klien mengatakan susah
-
Ekspresi wajah meringis
untuk BAB
-
Kebutuhan nampak dilayani
Klien mengatakan belum
di tempat tidur
pernah BAB, sejak 3 hari
-
Tonus otot nilai 4
yang lalu
-
Tanda – tanda vital
Klien mengatakan
TD : 160/80 mmHg
aktivitasnya dibantu oleh
N : 84 x/menit
keluarga
P
: 20 x/menit
S
: 40oC
-
36
Klien nampak muntah
C. ANALISA DATA (CP.I.B)
NO
1
DATA
DS :
-
Klien
mengatakan
-
Intoksin salmonella thyposa
↓
↓
Klien mengeluh
Masuk ke dalam aliran darah
Klien mengeluh
lemah
MASALAH
Peningkatan
suhu tubuh
Masuk ke dalam usus
badannya panas
sakit kepala
-
ETIOLOGI
↓
Bakteri melepas endotoksin
↓
Peradangan di usus halus
DO :
-
Badannya klien
↓
Masuk ke dalam darah dan
teraba panas
menuju ke otak
Mukosa bibir
↓
kering
-
Lidah kotor
-
TTV :
S : 40 o C
Mengeluarkan zat pirogen
↓
Suhu badan meningkat
↓
Hipertermi
↓
Peningkatan suhu tubuh
2
DS :
- klien mengeluh
37
Peradangan di usus halus
↓
kurang nafsu makan
Infeksi usus halus
- klien mengatakan
↓
Pemenuhan
nutrisi kurang
dari
kebutuhan
kadang mual dan
muntah
- klien mengatakan
S.U.H
DO:
- klien Nampak
lemah
- porsi makan tidak
dihabiskan
Merangsang nervus vagus
↓
Sekresi asam lambung
meningkat
↓
Intake kurang
↓
Pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan
- lidah kotor
- mukosa bibir
kering
3
DS :
Peradangan di usus halus
-Klien mengeluh
↓
nyeri pada bagian
Kerusakan mukosa usus halus
perut.
↓
DO :
Menegeluarkan Neuron
- KU lemah
(bradikirin,histamine,serotonin
abdomen kuadran
)
kanan
↓
meringis
-klien tempak pucat
-TTV
TD :200/60 mmHg
Rasa nyaman
Nyeri
Transmister
- Nyeri tekan pada
- Ekspresi wajah
Gangguan
Sistem saraf Pusat
↓
Persepsi nyeri
↓
Gangguan rasa nyaman nyeri
N :42x/mnt
4
DS:
-Klien mengatakan
38
Gangguan
Infeksi pada usus halus
eliminasi
susah untuk BAB
↓
sejak 3 hari yang
Suhu tubuh meningkat
lalu
↓
DO
Peningkatan reabsorbsi cairan
-Klien lemah
-peristaltik 3x/mnt
BAB
di usus menurun
↓
Molitik usus menurun
↓
Vaeces mengeras
↓
Kostipasi
↓
Gangguan
eliminasi BAB
5
DS :
-klien mengeluh
lemah
-Klien mengatakan
aktifitasnya hanya di
Intolerancy
Proses inflamasi
↓
Masuk kedalam darah
↓
bantu
Mempengaruh kerja organ
DO:
tubuh
KU Lemah
-klien nampak
bedres
-Kebutuhan nampak
dilayani ditempat
tidur
-Tonus otot nilai 4
↓
Metabolisme glukosa
terganggu
↓
Pemberian ATP dan ADP
Terganggu
↓
Energi berkurang /penurunan
tonus otot
↓
39
Activity
Kelemahan
↓
Intolerancy avtivity
6
DS :
Resiko
Klien mengatakan
Infeksi usus halus
kadang mual dan
↓
Volume
Merangang nerfus fagus
Cairan
muntah
↓
DO
-Mukosa bibir
TTV
Suhu 40Oc
-Klien nampak pucat
Sekresi asam lambung
meningkat
↓
Mual dan muntah
↓
-Klien mual dan
muntah
Anorexia
↓
Intake kurang
↓
Resiko kekurangan cairan
40
Kekurangan
D.DATA KEPERAWATAN (CP.II)
N
MASALAH DIAGNOSA
O
1
Peningkatan suhu tubuh
TGL DITEMUKAN TGL TERATASI
03 Juli 2006
07 Juli 2006
03 Juli 2006
06 Juli 2006
03 Juli 2006
06 Juli 2006
03 Juli 2006
07 Juli 2006
03 Juli 2006
07 Juli 2006
03 Juli 2006
07 Juli 2006
berhubungan dengan infeksi
pada usus halus
2
Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan
mual dan muntah
3
Gangguan rasa nyeri
berhubungan dengan mukosa
usus halus
4
Pemenuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan berhubungan
dengan intake yang tidak
adekuat
5
Gangguan eliminasi BAB
berhubungan dengan
peradangan pada usus halus
6
Intoleran activity
berhubungan dengan
kelemahan fisik
41
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (CP.III)
NO
1
DIAGNOSA/DATA
Peningkatan suhu tubuh
TUJUAN
Suhu tubuh dalam
berhubungan dengan infeksi di
batas normal dengan
terutama suhu tubuh
proses infeksi berat atau ringan
usus halus, ditandai dengan :
criteria :
setiap 2 jam
dalam pola demam sehingga
DS :
-
Bibir lembab
menjadi indikatorperkembangan
-
Klien mengatakan
-
Lidah bersih
penyakit dan dapat menentukan
badannya panas
-
Klien tidak
intervensi selanjutnya
-
Klien mengeluh sakit
mengeluh sakit
kepala
kepala
Klien mengeluh lemah
DO :
-
KU baik
INTERVENSI
1. Observasi TTV
2. Kompres air hangat di
dahi dan axial
3. Beri asupan minum
yang adekuat
RASIONAL
1. Suhu tubuh dapat menunjukkan
2. Kompres air hangat dapat
membantu menurunkan demam
3. Peningkatan suhu tubuh
menimbulkan penguapan yang
-
Badan klien teraba panas
bangak sehingga membantu
-
Mukosa bibir kering
menurunkan panas
-
Lidah kotor
-
TTV : S= 40`C
4. Anjurkan klien untuk
bedrest
4. Membatasi aktivitas sebagai
tindakan untuk mencegah
terjadinya respon panas
5. Ganti baju klien dengan 5. Agar tidak menahan pengeluaran
pakaian tipis dan
panas secara konveksi
menyerap keringat
6. Penatalaksanaan
pemberian :
-menurunkan suhu tubuh
-Antipiretik
-mencegah infeksi
-Antibiotic
-mengganti cairan secara cepat akibat
-Cairan parental
2
6. Untuk membantu :
evaporasi
Resiko kekurangan volume
Kekurangan volume
cairan berhubungan dengan
cairan tidak terjadi,
mual dan muntah, ditandai
dengan kriteria :
pedoman untuk penggantian
dengan :
- TTV :
cairan
DS :
S : 36°C -37°C
Klien mengatakan kadang
T : 120/60 x/mnt
mual dan muntah
N : 80 x/mnt
1. Pantau intake dan
output klien
2. Observasi TTV :
Tensi,nadi suhu
1. Memberikan informasi tentang
keseimbangan cairan dan
2. Hypotensi,tahikardi,dea=mam
dapat menunjukan respon tubuh
atau efek
DO :
- Bibir lembab
- mukosa bibir kering
- Klien tidak pucat
hangat pada dahi dan
peredaran darah ke otak lancar
- klien nampak pucat
- Klien tidak mual
axilla
sehingga suhu kembali normal
3. Berikan kompres air
3. Kompres hangat memperlancar
- TTV :
dan muntah
4. Anjurkan klien untuk
banyak minum
S : 40°C
5. Penatalaksanaan
T : 130/90 mmHg
pemberian cairan
4. Mengganti cairan yang keluar
melalui evaporasi
5. Mempertahankan keadekutan
volume cairan dengan cepat
intravena
3
Gangguan rasa nyaman nyeri
Gangguan rasa
berhubungan dengan
nyaman nyeri
kerusakan mukosa usus halus
teratasi dengan
dapat menentukan intervensi
ditandai dengan :
criteria :
selanjutnya
DS :
-
Klien
1. Kaji tingkat nyeri,
lokasi dan intensitas
2. Kaji ulang factor yang
memperkuat nyeri
1. Untuk mengetahui sejauh mana
nyeri yang dirasakan sehingga
2. Dapat menunjukkan dengan tepat
pencetus/factor yang memperberat
Klien mengeluh nyeri pada
melaporkan
bagian perut
nyeri hilang
dan mengidentifikasi hasil
Ekspresi wajah
terjadinya komplik