JI.A rif Ra hm an H aki mNo.1

PENERAPAN

HUKUM

TERHADAP PEMBAJAKAN
DI SELAT MALAKA

DAN PEROMPAKAN

Gugus Wahyu S.Utomo'~ Soepadf
ABSTRACT:
Oi wilayab perairan Asia Tenggara dalam kurun waktu antara 1991-2001 tercatat 1.194
kasus dari 20.411 kasus pembajakan. Menurutcatatan internastional Maritime Bereuterdapat kecederungan
peningkatan pada tahun 1999 yakni 113 dari 285 total kasus yang dilaporkan. Kewenangan Penanganan
perompakan di Selat Malaka ada pada tiga negara pantai dengan mengunakan sistem pengamanan maritim
terpadu atau Integrated Maritime Security System. Ketiga negara yang berdaulat terhadap perairan Selat
Malaka adalah lndonesia, Singapura, dan Malaysia telah sepakat meJibatkan Thailand untuk ikut mengamankan
Selat Malaka dari aksi perompakan. Ketiga Negara juga telah sepakat untuk tidak melibatkan kekuatan
asing dalam pengamanan Selat Malaka.
Keywords:
pembajakan, penerapan, selat malaka

Correspotulence : 'Pusat Penerbangan TNIAL - Juanda, 2Fakultas Hukum, Hang Tuah University Surabaya,

JI. Arif Rahman Hakim No. 150 Surabaya

PENDAHULUAN

maraknya isu persaingan ideologis an tara dua
negara adidaya (AS dan Uni Soviet) yangmenandai
lsu tentang kejahatan bajak laut bukanlah hal
masa perang dingin ketika itu.
baru dalarn hukurn laut internasional. Dinamika
kearnauan
pasca
perang
dingin
banyak
Salah satu isu kesehatan transnasional yang
mernpengaruhzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
i rn u n c u lu y a wacana isu-isu
akhir-akhir ini baanyak mendapat perhatian serius

keamanan yang d ike rn b a n g ka n melalui lowlevel
adalah bajak lautzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSR
(Maritime Piracy). Aktifitas bajak
laut seperti juga isu-isu kearnanan non konvensional
security issues yang sebelumnya merupakan isu
lainnya sebagai isu keamanan semula dipandang
domestik namun kini telah banyak dibahas pada
sebagai grey zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTS
a re a fenomena, sehingga cenderung
tingkat kawasan regional maupun internasional.
Pelaku jenis kejahatan di laut ini meliputi negara
terabaikan dari perhatian dunia hingga masa perang
maupun non-negara yang melakukan operasinya
dingin. Barulah setelah perang dingin selesai dimana
tidak saja pacla tingkat domestik melainkan juga
jumlah korban manusia telah banyak, ditambah lagi
dengan jumlah kerugian materi yang mencapai
telah merarnbah melewati batas-batas nasional
ratusan juta dolar per tahunya, negara-negara di
(transnational). Bila sebelumnya isu kearnanan

dikenaJ dilakukan secara konvensional
yang
kawasan
tersadar
untuk segera bertindak
mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh
mernfokuskan diri pada isu-isu mil iter (high
aktifitas negatif para bajak taut ini. Selain memiliki
politics) namun kini telah mengalarni pergeseran
dampak keamanan, aktifitas pembajakan ini juga
yang ditandai dengan semakin maraknya isu-isu
membawa dampak ekonorni dan sosial
yang bersifat non militer (low politics) seperti isu
Kegiatan bajak laut adalah jenis gangguan
lingkungan hidup, HAM, demokrasi, kejahatan
keamanan perairan yang paling mengkhawatirkan.
transnasional
(transnational
crime),
Oi wilayah perairan Asia Tenggara. Dalam kurun

penye lundupan orang (people smugggling),
waktu antara 1991-2001 misalnya, tercatat 1.194
perdagangan obat terlarang (drug trafficking),
kasus dari 20.411 kasus pembajakan laut di seluruh
migrasi ilegal (ile g a l migrant), ilegal logging
duniajustru terjadi di laut di kawasan ini. Di selat
bahkan penyelundupan
senjata yang banyak
Malaka menurut catatan internastional Maritime
mewarnai dinamika hubungan internasional.Isu-isu
Bereu (IMB) terdapat kecederungan peningkatan
low politics ini kemudian dipandang sebagai isupada tahun 1999 yakni 113 dari 285 total kasus yang
isu keamanan non konvensional yang bersifat
dilaporkan. Kernudian pada tahun 2000 dilaporkan
transnasional.Namun demikian, sebenamya isu-isu
telah terjadi 119 kasus yang dilaporkan. Hal ini
non-konvensional ini bukanlah sesuatu hal yang baru
jelas rnengindikasikan
adanya ancaman serius
dalam arena hubungan internasional. Isu-isu ini

terpinggirkan atau luput dari perhatian akibat
terhadap aktivitas perdagangan dunia, sehingga
8

Gugus WSU, Soepadi, Penerapan Hukum

.

Berdasarkan
uraian-uraian
eli atas, maka
tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa kejahatan
rumusan masalah menitikberatkan
bagaimana
bajak laut telah merupakan ancaman nyata bagi
penanganan
pernbajakan dan perornpakan di
perdagangan global.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
(A A Banyu Perwita, 2001 :23wilayah
Selat

Malaka.
24)
Selat Malaka yang merupakan salah satu
bagian perairan Indonesia
merupakan jalur
pelayaran terpenting di dunia, sama pentingnya
seperti Terusan Suez atau Terusan Panama. Selat
Malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta
menghubungkan tiga clari negara-negara dengan
jumlah penducluk terbesar di dunia: India, Indonesia
dan Republik Rakvat Cina. Sebanyak 50.000 kapal
melintasi
Selat Mal aka setiap
tahunnya,
mengangkut antara seperlima dan seperempat
perdagangan laut dunia. Sebanyak setengah dari
minyak yang diangkut oleh kapal tanker melintasi
selat ini; pada 2003, jumlah itu diperkirakan
mencapai 11juta barel minyak per hari, suatujumlah

yang dipastikan
akan meningkat mengingat
besarnya permintaan elari Tiongkok. Oleh karen a
lebar Selat Malaka hanya 1,5 mil laut pada titik
tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, ia
merupakan salah satu dari kemacetan lalu lintas
terpenting di c1unia.
Semua faktor tersebut menyebabkan kawasan
itu menjadi sebuah target pembajakan
dan
kemungkinan target terorisme. Pembajakan di Selat
Malaka menjadi masalah yang mendalam akhirakhir ini, meningkat dari 25 serangan pada 1994
hingga mencapai rekor 220 pada 2000. Lebih dari
150 serangan terj ad i pad a 2003. J urnlah ini
mencakup sekitar sepertiga dari seluruh pembajakan
pada 2003. Frekuensi serangan meningkat kembali
pada awal 2004, dan angka total dipastikan akan
melebihi rekor tahun 2000. Sebagai tanggapan dari
krisis ini, angkatan laut Indonesia, Malaysia dan
Singapura meningkatkan

frekuensi patroli di
kawasan tersebut pad a Juli 2004. Ketakutan akan
muncu lnya aksi terorisme berasal dari kemungkinan
sebuah kapal besar dibajak dan ditenggelamkan
pada titik
terdangkal
di Selat
Malaka
(kedalamannya
hanya 25 m pada suatu titik)
sehingga dengan efisien rnenghalang lajur pelayaran.
Apabila aksi ini berhasil dilancarkan dengan sukses,
efek yang parah ak an timbul pada dunia
perdagangan, Pendapat antara spesialis keamanan
berbeda-beda mengenai kemungkinan terjadinya
serangan terorisme.

PEMBAHASAN
Penanganan
Ter hadap Pernbajakan

Perompakan di Sclat Malaka.

dan

Tindak pidana perompakan dan pembajakan
di laut baik yang dilakukan oJeh kapal-kapal asing,
maupun oleh kapal-kapaJ domestik di wilayah
perairan Indonesia akhir-akhir ini telah rnenirnbulkan
keresahan bagi pelayaran
dornestik rnaupun
pelayaran internasional. Penindakan kejahatan
perompakan
dan pembajakan
taut tersebut,
didasarkan pada berlakunya delik-delik KUHP yang
berkaitan dengan zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFED
"kejahatan Pelayaran", dengan
menggunakan satu istilah yang sama yaitu sebagai
delik "pembajakan",
Selama ini presepsi secara umurn mengenai

tindak kekerasan di laut selalu diidentikkan dengan
istilah pembajakan laut (piracy), meskipun dalam
kenyataannya
terdapat beberapa kasus yang
merupakan tindak kejahatan perompakan di laut
(sea robbery). Kedua istilah tersebut dapat
dikatakan sama hakekatnya, dan kadang secara
bersamaan digunakan untuk menyebutkan suatu
peristiwa tindak kekerasan di laut, tetapi sebenarnya
mempunyai perbedaan mengenai wilayah yuriseliksi
tempat terjadinya (locus delicti) tindak kekerasan
di laut tersebut.
Pembajakan eli laut mempunyai dimensi
internasional karena biasanya digunakan untuk
menyebutkan tindak kekerasan yang dilakukan eli
laut lepas. Sedangkan perompakan di laut lebih
berdimensi nasional karena merupakan tindak
kekerasan
di taut yang dilakukan
di bawah

yurisdiksi suatu negara, dengan tujuan yang berbeda
pula, meskipun juga dapat mencakup lingkup
transnasional.
Dengan demikian penanganan kedua jenis
tindak kekerasan dilaut tersebut dapat berbeela
ruang lingkup pengaturan hukumnya, meskipun
dapat dilakukan elalam beutuk satu rangkaian
tindakan yang sama, oleh aparat penegak hukum
yang sama pula. Tidak ada pengertian yang baku
mengenai pembajakan eli laut, seperti yang telah
dikemukakan
rnisalnya dalam hal ini Brierly
memberikan definisi sebagai berikut: (Brierly,JR,)

9'

Perspektif H ukum , Vol. 13 N o.1 M ei 2013: 8 -14

" There is no authoritative definition of
international piracy, but it is of the essence
of a piratical act to be an act violence,
committed at sea or at any rate closely
connected 'with the sea, by person not acting
under pro per authority. Thus an act cannot
be piratical if it is done the authority of a
slate, or even of an insurgent community
whose belligerency has been recognized"
Sedangkan pengertian perompakan di Jaut
merupakan tindakan kekerasan yang tidak sah di
perairan yurisdiksi suatu negara terhadap orang
atau barang di atas kapaJ atau perahu, sebagai upaya
untuk rnemenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. (Leo
Dumais, 200 I , hal. 49)
Dengan demikian kedua istilah terse but
memang berbeda dalam menyebutkan tindak
kekerasan di laut di wilayah yurisdiksi yang berbeda,
dengan tuj uan yang berbeda pula. Oleh karen a itu
kedua istilah tersebut memang perlu dibedakan
baik dalam
untuk menghindar i kerancuan,
pengaturan hukumnya maupun penegakan hukum
oleh aparat yang berwenang.
Pernbajakan di laut lepas sejak dahulu teJah
diatur berdasarkan hukum kebiasaan internasional
kareua dianggap
mengganggu
ke1ancaran
pelayaran
dan perdagangan
antar bangsa.
Pengaturan oJeh hukum kebiasaan internasional
tersebut terbukti dari praktek yang terus menerus
dilakukan oleh sebagian besar negara-negara di
dunia. Pembakuan norma kebiasaan tersebut telah
dirintis secara sistematis dan teratur, melalui usaha
kodifikasi yaitu dengan diadakannya Konperensi
Kodifikasi Den Haag 1930 oleh Liga BangsaBangsa. Pengaturan mengenai pembajakan di laut
lepas dimasukkan dalam pengaturan tentang hak
pengejaran segera (the right of hot pursuit).
Dal am
kenyataannya
usaha
untuk
mengkodifikasikan
pengaturan tersebut gagal
karen a konperensi tielak menghasilkan
suatu
Konvensi. Meskipun demikian usaha ini sudah dapat
dikatakan rnerupakan langkah awal terhadap
praktek pengaturan pembajakan di laut Jepas.
Dalarn
perkembangannya
kernud ian
pembajakan di laut lepas telah dikategorikan sebagai
"delict jure gentium" atau tindak pi dana yang
bertentangan dengan hukurn dunia atau tindak
pidana yang dikutuk oleh seluruh umat manusia.
Hal itu didasarkan dari kesirnpulan Pasal19 Kenvensi
10

Jenewa 1958,yang dirumuskan kembali dalam Pasal
105 Konvensi Hukum Laut PBB 1982, yang
menyatakan bahwa setiap negara dapat menahan,
merampas, menyita serta mengadili terhadap pelaku
pembajakan elizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPO
laut lepas dimanapun pelaku berada.
Ketentuan tersebut e1idasarkan pada argumentasi
bahwa tindak pidana pembajakan di laut lepas
dianggap tindak pidana yang menjadi musuh
bersama umat manusia atau tindak pidana yang
bertentangan dengan hukum dunia. Berdasarkan
Pasall05 Konvensi Hukum Laut PBB 1982 diatur
bahwa :zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGF
"On the high seas, or in any other place
outside the jurisdiction of any State, every
State may seize a pirate ship or aircraft, or
a ship or aircraft taken by piracy and under
the control of pirates. and arrest the perS011S
and seize the property zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYX
011 board. The courts
of the State which carried out the seizure may
decide upon the penalties to be inposed, and
may also determine the action to be taken
'with regard to the ships, aircraft or property
, subject /0 the rights of third parties acting
in good faith"
Sebagai
hukum positif
internasional,
pengaturan pembajakan di laut lepas berdasarkan
Konvensi
Hukurn
Laut PBB 1982 telah
memperlihatkan adanya perkernbangan dalam hal
modus operandi pembajakan, yaitu tindakan yang
dikategorikan
sebagai pembajakan,
pelaku
pembajakan dan sarana yang digunakan untuk
melakukan pernbajakan. Perkembangan tersebut
rnemang mencerrninkan kebutuhan masyarakat
intemasional yang sesuai dengan kondisi dan situasi
saat ini.Dengan demikian pembajakan di laut,
khususnya eli laut lepas merupakan kejahatan
internasional ber dasarkan kreterianya, diantaranya
yaitu bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan
perbuatan atau kejahatan yang dilarang dalam:
Hukum keb iasaan internasional.Perjanj
ian
internasional yang mengatur secara khusus tentang
kejahatan internasional, Konvensi Jain yang tidak
secara khusus mengatur tentang kejahatan
internasional (Konvensi Hukurn Laut 1982 yang
mengatur pembajakan di laut lepas).
Bagi negara kepulauan seperti Indonesia,
tindak kekerasan eli laut baik berupa pembajakan
maupun perompakan sudah rnerupakan bagian dari
dinamika kehidupan di laut yang perlu untuk

Gugus WSU. Soepadi. Penerapan Hukum

.

mendapatkan penanganan yang serius. Data yang
dikeluarkan oleh International Maritime Bureau
Kuala Lumpur pada tahun 1999 menyebutkan
adanya 113 kasus di yang terjadi di wilayah perairan
Indonesia dan meningkat menjadi 117 kasus pada
tahun 2000. Data terse but berbeda dengan data
yang dikumpulkan oleh TNI AL pada tahun 2000
yang rnenunjukkan terjadinya 81 kasus, dimana 79

laut masih jauh tertinggal dengan perkembangan
pengaturan

secara

internasional

maupun

perkembangan zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
modus operandi tindak kekerasan
itu sendiri. Pengaturan mengenai perompakan di
laut diatur di dalam Pasal-Pasal 439,440 dan 441
KUHP, sedangkan pernbajakan di laut diatur dalam
Pasal 438 KUHP mengenai kejahatan peJayaran.
Ketentuan

dalarn KUHP yang mengatur delik

kasus merupakan perompakan dan 2 kasus lainnya
dikategorikan sebagai pembajakan. Dari data-data
tersebut menunjukkan bahwa tindak kekerasan di
laut, khususnya tindak perompakan di laut dapat
menjadi ancaman yang serius bagi keamanan dan
kelancaran pelayaran antar daerah mall pun antar
negara. Demikian pula akan berpengaruh pada
kredibilitas
Pemerintah
Indonesia
dimata
Internasional, serta mengandung potensi konflik
b_ilateral bahkan internasional.
Hal itu dapat
disimpulkan dengan adanya keinginan dari negara
lain seperti Jepang untuk terjun seeara tangsung
dalam pengamanan di laut karen a seringnya terjadi
pembajakan dan perompakan di Selat Malaka
(International Herald Tribune, 28 April 2000.)
Dalam garis besarnya, dalam melakukan
aksinya para perompak menggunakan
sarana
speed boat, perahu paneung, atau kapal ikan
dengan perlengkapan senjata api, golok, masker,
dan tali berkait untuk naik ke kapal. Dalam hal ini
kapal sasarannya pada umurnnya adalah kapal
dagang, kapal tanker dan kapal ikan. Sedangkan
akibat yang timbul dari perompakan tersebut adalah
terbunuhnya awak kapal, penculikan atau luka-luka,
serta kerugian at as barang-barang seperti uang,
peralatan kapal, suku cadang, perlengkapan yang
dimiliki awak kapal dan ikan hasil tangkapan.
Aksi perompakan yang biasanya pada waktu
malam hari, dilakukan dengan modus operandi
yaitu menempelkan speed boat ke kapal yang
menjadi sasarannya, kemudian menaiki kapal
dengan menggunakan tali. Sebagaimana peneuri,
para perompak akan menjarah barang-barang di
kapal yang dikemudian diangkut dengan speed
boat. Sedangkan dalam peristiwa pembajakan
modus operandi yang digunakan adalah dengan
mengganti seluruh awak kapal baru yang dikontrak,
rnerubah warna kapal dan mengganti nama kapaJ
dengan dokumen palsu.

perompakan adalah :

Dari sisi pengaturan
hukumnya,
upaya
penanggulangan pembajakan dan perompakan di

hal diketahui bahwa kapal itu diperuntukan untuk
digunakan melakukan perbuatan kekerasan di laut

Pasal439 KUHP berbunyi sebagai berikut:
(1) Diancarn karena melakukan pembajakan di
pantai dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun, barang siapa dengan memakai
kapaJ melakukan
perbuatan
kekerasan
terhadap kapal lain atau terhadap orang atau
barang diatasnya,
Indonesia.
(2) Wilayah

laut

di dalam wilayah

Indonesia

yaitu

"territorial
zee en maritime
Ordonantie " 1939.
Pasal 440 KUHP

berbunyi

sebagai

laut

wilayah

kringen

berikut

:

Diancam karena melakukan pembajakan dipantai
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun,
barangsiapa yang didarat maupun diair sekitar
pantai atau muara sungai, melakukan perbuatan
kekerasan terhadap orang atau barang disitu, setelah
lebih dahulu menyeberangi lautan seluruhnya atau
sebagiannya untuk tujuan tersebut.
Pasal 441 KUHP berbunyi sebagai berikut :
Diancam karena melakukan pembajakan disungai,
dengan pidana penjaraPaling lama lima belas tahun,
barang siapa dengan memakai kapal melakukan
perbuatan kekerasan di sungai terhadap kapallain
atau terhadap orang atau barang diatasnya, setelah
datang ketempat dan untuk tuj uan tersebut kapal
dari tempat lain
Ketentuan dalam KUHP yang mengatur tentang
delik pembajakan adalah :
Pasal438 KUHP yang berbunyi sbb: (1) Dianeam
karena melakukan pernbajakan dilaut : Ke-J:
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun,
barang siapa masuk bekerja menjadi nahkoda atau
menjalankan pekerjaan itu di sebuah kapal, pada

11

Perspektif

Hukum .

Vol. 13 No

1 M ei 2013 . 8 - 14

bcbas terhadap kapal lain atau terhadap orang lain
dan barang di atasnya. tanpa mendapat kuasa untuk
itu dari sebuah negara
I1IHsuk angkatan

yang berperang

laut negara yang diakui

Ke-Z: dengan pidana pcnjara

atau tanpa

tentang tujuan atau

pcnggunaan kapal itu. m asuk kerja rnenjadi

k apa I terse but. atau
menjalanknn
pekerjaan

dengan
tersebut

hal itu olehnya,

termasuk

ataupun

kelasi

sukarela
terus
setelah diketahui
anak buah kapal

rersebut.
Dalam kcnyataannya.
ketentuan dalam KUHP
tcrsebut menggunakan istilah "pembajakau".
untuk
menyebutkan
tindak kekerasan yang dilakukan di
laut lepas. maupun tindak kekerasan yang dilakukan
di \\ ilayah perairan
Indonesia.
Sebagai produk
perundang-undangan
yang berasal dari jaman
ko lon ial yang sarnpa i sa at ini masih berJaku.
pcngaturan
pembajakan
dalam KUHP Indonesia
tcrsebut dapat dikatakan telah tertinggal jauh dengan
perkembangan
pengaturan secara internasional dan
perkernbangan kebutuhan untuk kondisi dan situasi
saar ini.
Kcwenangan
Pcrompakan

Penangauan
Pcmbajakan
Di Selat Malaka.

dan

Dari keseluruhan 250 selat yang ada di dunia,
Selat Malaka dikenal sebagai satu di antara 13 selat
paling strategis dan bernilai komersial yang sangat
tinggi di dunia. Dua belas selat lainnya adalah Selat
Sunda, Selat Lombok,
Selat Denmark,
Osumikaikyo, Selat Dover, Selat Gibraltar, Bab el Manclcb.
Selat Horrlluz, Selat Balabac, Selat Surigao, Sclat
Bering, dan Selat Magellan.
Selat Malaka yang
panjangnya
500 mil merupakan
salah satu jalur
pelayaran
terpenting
di clunia, sarna pentingnya
seperti Tenrsan Suez atau Terusan Panama. Selat
Malaka membentukjalur
pelayaran terusan antara
Samudra
Hinclia dan Samudra
Pasifik
serta
mcnghubungkan
tiga dari negara-negara
dengan
jumlah pendllduk terbesardi dunia: India, Indoncsia
dan China. Sebanyak 50.000 kapal melintasi Sclat
MaJaka seliap tahunnya,
Illengangkut
antara
seperlima dan seperell1pat perdagangan
laut dunia.
Sebanyak setengah dari minyak yang diangkut oleh
kapal tanker melintasi selat ini: pada 2003,jull1lah
itu diperkirakan
mencapai II juta barel millyak per
hari. suatu j um lah yang dipastikan akan meningkat
mengingat besarnya permintaall dari China.
12

kemungkinan
Malaka

.

paling lama dua helas

tahun. barang siapa mcngetahui

SernuazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONML
faktor tersebut menyebabkan kawasan
itu menjadi
sebuah target pernbajakan
dan
target terorisme.

menjadi

masalah

akhir ini, meningkat
hingga

mcncapai

150 serangan

Pembajakan

di Selat

yang mendalarn

akhir-

dari 25 serangan

pada 1994

rekor 220 pada 2000. Lebih dari

pada 2003. JUIl11ah ini
mencakup sekitar seperriga dari seluruh pernbajakan
terjadi

pad a 2003. Frekuensi serangan m eningkat kem bali •
pada parch awal 2004, contohnya saja, 93 kasus
pernbajakan
terjadi di perairan Indonesia, 9 kasus
di Malaysia dan Singapura 8 kasus dan angka total
dipastikan akan rnelebihi rekor tahun 2000. Scbagai
tanggapan dari krisis ini. angkaian laut indonesia.
Malaysia dan Singapura meningkarkan
frekuensi
patroli di kawasan terse but pada Juli 2004.
Mantan Kepala Staf Angkaran Lalit (Kasal)
Laksamana
Slamet Soebijanto
mengemukakan.
sistem pengamanan maritim terpadu atau Integrated
Maritime Security System (lMSS) eli Sclat Malaka
akan segera dilakukan
sehingga pcngamanan
di
wilayah pcrairan itu dapar diw ujudkan secara lcbih
tcrpadu.
la mengatakan.
pcmberlakuan
Il'vlSS
bertujuan meyakinkan duuia lntcrnasional
bahwa
Indonesia
Malaysia,

bersarna

iua nezara lainva vak n i
dan Thailand
m arnpu
m engam aukan Selat Malaka.
IMSS merupakan pendekatan
terpadu dalarn
sistem
pengarnanan
di Selat Malaka
dengan
m clibatkan beberapa
kornponen sepertizyxwvutsrqponmlkjihgf
Mallaca
Straits Identification
System (MSIS), Mallaca
Slmil Coordil1ated Patrol (i\t/SCP). Coordinaled
MarililllezyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPO
A ir Patrol
Operation
(C 'vfA P ).
flJlewuled Maritime Security Syslem (INISS). Hot
PursuiT/Cross Pursliit Border, IlIlellegel1ce G ild
t

........

..

tI

Singapura

i/~torlllalivJl exchan[!.e al1d public informatiol1
('wl/paiRIl. Lebih lanjt1t Kasal l11engungkapkan,
TNI AL juga tengah
melakukan
pemanlauan
scmbilan titik di sepanjang Selat Malaka yang akan
dij:Hlikan
lokasi pemasangan
radar navigasi.
PClllC'lsangan radar itll juga merupakan
dukungan
bagi pL'ngarnanan udara d i Selat Malaka.
Ketiga
negara
yang berdaulat
terhadap
perairan Selat Malaka, Indonesia, Singapllra, dan
Malaysia tclah sepakat melibatkan Thailand untuk
ikllt rncngamankall
Selat
Malaka
dari aksi
peflllllpakan. Kesepakatan
ini telah disetujui ketiga
Ilegara itu pada 1-2 Agustlls 2005 oleh masing.masing Pallglillla Angkatan
Bersenjata
di Kuala

Gugus WSU, Soepadi, Penerapan Hukum

" ..•..•..........

Lumpur, Pelibatan Thailand merupakan inisiatif
pemerintah Indonesia. Menurut Panglima Tentara
Lalit Diraja Malaysia, Laksamana Datuk I1yas Bin
Haj i, pada saat berkunj ung ke Indonesia, Thailand
dilibatkan karena posisi perairan Thailand dekat
dengan Selat Malaka. Thailand disertakan
dilatarbelakangi makin maraknyaaksi perompakan,
penyelundupan senjata dan kejahatan laut lainnya
di wilayah perairan negeri Gajah Putih itu di Selat
Malaka.
Datuk Tlyas juga mengungkapkan, selain
karena perairan Thailand berada dipintu masuk
Selat Malaka, juga karena ketiga negara sepakat
untuk terus menciptakan usaha-usaha untuk
mengamankan Selat Malaka. Kepala Staf TNT
Angkatan Laut, mengungkapkan, ketiga negara
beserta Thailand telah sepakat untuk mernbuat
kelompok kerja, guna menjabarkan langkah-langkah
yang harus dilakukan ke depan oleh keempat
negara. Sehingga perairan Selat Malaka bctul-betul
aman bagi kapal-kapal yang melintasi perairan itu.
Para menteri pertahanan dari empat negara, yaitu
Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand, pada
13 September 2005 di Kuala Lumpur, rneluncurkan
kerja sarna pengamanan melalui udara yang disebut
Eyes in the Sky (EiS) guna mendukung patroli
terkoordinasi di sepanjang Selat Malaka.
Untuk memudahkan upaya menekan tindak
kejahatan laut di Selat Malaka, maka masing-masing
negara mendirikan incident hotline station yakni
Sabang, Dumai (Indonesia), Lumut (Malaysia),
Pukhet (Thailand), dan Changi (Singapura), Eyes
in the Sky itu hanya bisa dilakukan jika dalam
operasi para awak yang bertugas mewakili
Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, dan
mereka juga hanya boleh mendekat tiga mil dari
daratan salah satu negara. Awak harus dari empat
negara. Kalau misalnya Jika pada suatu waktu
Indonesia karena suatu keadaan tidak rnengirimkan
awaknya, maka mereka (operasi EiS), tidak
diizinkan untuk rnemasuki wilayah negara lain.
Sesuai Konvensi
Hukurn
Laut PBB
(UNCLOS 1982) Selat Malakadan Selat Singapura
berada di wilayah laut ketiga negara pantai serta
ZEE Indonesia dan Malaysia dan digunakan untuk
pelayaran Internasional, Singapura mengusulkan
agar pengamanan Selat Malaka dikembangkan
menjadi jasa bisnis pengamanan. Indonesia dan
Malaysia menolak usul Singapura itu. Indonesia dan

Malaysia sepakat menolak keberadaan pasukan
asing termasuk Amerika Serikat (AS) untuk
mengatur keamanan di Selat Malaka. Negara asing
tak mempunyai kewenangan atas keamanan dan
keselamatan di Selat Malaka.
KESIMPULAN

Dari pembahasan permasalahan di atas dapat
ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
I. Setiap negara dapat menahan, merampas,
menyita serta mengadili terhadap pelaku
pernbajakan di laut lepas dimanapun pelaku
berada.
2. Kewenangan Penanganan perompakan di selat
malaka
ketiga
Negara
pantai
telah
mengupayakan sistem pengamanan maritim
terpadu atau Integrated Maritime Security
System (IMSS) di Selat Malaka. Ketiga negara
yang berdaulat terhadap perairan Selat Malaka,
Indonesia, Singapura, dan Malaysia juga telah
sepakat melibatkan
Thailand untuk ikut
mengamankan
Selat Malaka dari aksi
perompakan. Ketiga Negarajuga telah sepakat
untuk tidak rnelibatkan kekuatan asing dalam
pengamanan Selat Malaka.
3. Penyidik terhadap pembajakan dan perompakan
dilaut di Indonesia adalah TNI-AL dan
Kepolisian.

PUSTAKA zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONML
Adolf Huala,zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Aspek-Aspek Negara Dalam
Hukum Int ernasion al, Rajawali
Pers,
Jakarta, 1991.
Atmasasmita, Romli, Pengatar Hukum Pidana
Internasional Bagian I, Refika Aditama,
J, 2000.
CetakanzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDC
Pengatar
Hukum
Pidana
Internasional
Bagian 11, Hecca Mitra
Utama, Jakarta, 2004.
Agus Fadilah, Pelaksanaan Hukum Humaniter
Internasional , disaj ikan dalam Penataran
RegulerzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Hukurn Humaniter Internasional dan
Hak Asasi Manusia, Kerjasama Pusat Studi
HlIk1l1l1 Human iter Fakultas
Hukum
Universitas Trisakti dengan ICRe, Cipayung,
1998.
Arief Barda Nawasi, Kejahatan Perang dalam
Hukum Nasional indonesia, Disajikan pada
seminar diselenggarakan
oleh Direktorat
DAFTAR

Perspektif

Hukum .

Jenderal

Vol. 13 No. 1 M ei 2013 : 8 - 14

Adrninistrasi
hukurn Urn urn
Departemen Huku111dan HAM, bekerjasarna
dengan JCRC Delegasijakarta,di Hotel Sahid
Jakarta, tanggal 29 Desember 2004.
Brierly JL, The Law of Nations, an Introduction
to International Law of Peace, Oxford,
Clarendon Press, 1960.
Effendi Mansyur, Dimensi HAM dalam Hukum
Nasonal dan Internasional,
Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1994.
Haryornataram GPH, Bunga Rampai Hukutn
Human iter (Hukum Perang),
Bumi
Nusantara Jaya, Jakarta, 1988.
Kusumaatmadja,
mochtar,
Hukum Laut
Internasional, Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman, Penerbit
Bina Cipta, 1986.
Batekas, Ilias, Susan Nash, International Criminal
Law. Second edition, Cavendis Publish
Limited, London, Sydney, Portland, Oregon,
2005.
Churchill. R R and Lowe. A.V, The Law of the
Sea. Manchester
University
Press,
Manchester, UK, 1983.
Haryornataram
GPH. Bunga Ramai Hukum
Human iter (Hukum Perang),
Bumi
Nusantara Jaya, Jakarta, 1988.
Henkin, Louis. International Law, Cases and
Materials. American Casebook Series, ST,
PalilMinn, West Publishing Co, USA, 1980
Human Right Watch, Genosida Kejahatan Perang
dan Kejahatan Terhadap Kemanusaian,
Saripati Kasus-Kasus Pelanggaran HAM
Berat
Dalam
Pengadilan
Pidana
Internasional
untuk Bekas Negara
Yugoslavia, lilid II, ELSAM, Jakarta, 2007.

14

Leo Dumais,zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLK
Pembajakan dan Perompakan di
Laut, Laporan Pelaksanaan Temu Wicara
Kerjasama ASEAN Dalam Menanggulangi
Kejahatan Lintas Negara, Deparlu, Jakarta,
2001
Permanasari, Arlina, dkk, Pengantar Hukum
Humaniter, JCRC, Jakarta, 1999.
Molosdtsov. S.V. International Law, Academy of
Science of the USSR, Institute of State and
Law, Moscow, 1960.
laka Triyana, Peradilan lnternasional Atas
Pelanggaran Berat Hukum Humaniter
Internasional, Basic Course Internasional
Humaniterian Law, ICRC dengan Fakultas
Hukum UGM 24 Desember 2005.

UUDzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIH
J 945 (Am andem en)
UU No.1 tahun 1946 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP)
UU No. 59 tahun 1958 ten tang Ratifikasi Konvensi
Jenewa 1949
UU No.8 tahun 1981 tentang KUHAP
UU No. 17 tahun 1985 tentang
Ratifikasi
UNCLOS 1982
UU No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI
Konvensi Den Haag 1907
Konvensi Genocide 1948
Konvensi Jenewa 1949